PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2015 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/ TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMIN

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Perusahaan adalah perusahan pembiayaan dan perusaha

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN MODAL VENTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 34 /POJK.05/2015 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN MODAL VENTURA

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMINAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LAMPIRAN II SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../SEOJK.05/2017 TENTANG PELAYANAN PERMOHONAN PERIZINAN, PERSETUJUAN DAN PELAPORAN SECARA

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 9 /SEOJK.05/2018

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 426 /KMK.06/2003

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Pembiayaan Syariah OTORITAS JASA KEUANGAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 31 /POJK.05/2016 TENTANG USAHA PERGADAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12 / POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

LAMPIRAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../SEOJK.05/2017 TENTANG PERMOHONAN PERIZINAN, PERSETUJUAN DAN PELAPORAN SECARA ELEKTRONIK BAGI

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG

LAMPIRAN III SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../SEOJK.05/2017 TENTANG PELAYANAN PERMOHONAN PERIZINAN, PERSETUJUAN DAN PELAPORAN SECARA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG KREDIT

BAB I PERUSAHAAN ASURANSI

2 dan Luas Cakupan Wilayah Usaha Lembaga Keuangan Mikro) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 321, Tambahan Lembaran Negara Republik I

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENDAFTARAN, PERIZINAN USAHA, DAN KELEMBAGAAN PENYELENGGARA LAYANAN PINJAM MEMINJAM UANG BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG

LAMPIRAN I SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../SEOJK.05/2017 TENTANG PELAYANAN PERMOHONAN PERIZINAN, PERSETUJUAN DAN PELAPORAN SECARA

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 73 /POJK.05/2016 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN

PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

No. URAIAN Dasar Hukum a. Bukti Pemenuhan persyaratan modal di setor (dalam Anggaran Dasar)

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 31 /POJK.05/2016 TENTANG USAHA PERGADAIAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 77 /POJK.01/2016 TENTANG LAYANAN PINJAM MEMINJAM UANG BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI

II. PIHAK YANG WAJIB MELALUI PROSES PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 2/ 27 /PBI/2000 TENTANG BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

- 2 - PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Pasal 2. Cukup jelas. Pasal 3. Cukup jelas.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.118, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Infrastruktur. Perusahaan. Pembiayaan.

Yth. Direksi Bank Perkreditan Rakyat di tempat.

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN PIALANG ASURANSI, PERUSAHAAN PIALAN

- 1 - FORMULIR 1 PERMOHONAN PENDAFTARAN PENYELENGGARA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK.04/2014 TENTANG

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 20/POJK.03/2014 TENTANG BANK PERKREDITAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 18/PMK.010/2012 TENTANG PERUSAHAAN MODAL VENTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

No.11/ 9 /DPbS Jakarta, 7 April 2009 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DI INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

- 2 - e. ketentuan mengenai pengangkatan anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang harus memperoleh pers

-2- pada Perusahaan Perasuransian, Dana Pensiun, Perusahaan Pembiayaan, atau Perusahaan Penjaminan.

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG KRITERIA DAN PENERBITAN DAFTAR EFEK SYARIAH. BAB I KETENTUAN UMUM Pa

FAQ (Frequently Asked Question)

PERATURAN MENTERI KEUANGAN /PMK.010/ TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

- 1 - GUBERNUR BANK INDONESIA,

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 16/SEOJK.03/2015 TENTANG BANK PERKREDITAN RAKYAT

KETENTUAN UMUM PENYELENGGARA DANA PERLINDUNGAN PEMODAL

- 2 - Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Nega

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negar

BAB I. KETENTUAN UMUM

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39/POJK.04/2014 TENTANG AGEN PENJUAL EFEK REKSA DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/22/PBI/2004 TENTANG BANK PERKREDITAN RAKYAT GUBERNUR BANK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2013 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN DI INDUSTRI KEUANGAN NON-BANK

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENAMBAHAN MODAL PERUSAHAAN TERBUKA TANPA MEMBERIKAN HAK MEMESAN EFEK TERLEBIH DAH

SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DI INDONESIA

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 31 /SEOJK.05/2016

No. 11/ 24 /DPbS Jakarta, 29 September SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK.05/2017 TENTANG

-2- MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENGGABUNGAN USAHA ATAU PELEBURAN USAHA PERUSAHAAN TERBUKA. BAB I KETENTUAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 448/KMK.017/2000 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37/POJK.04/2014 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF PENYERTAAN TERBATAS

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 46 /SEOJK.03/2016 TENTANG BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 84/PMK. 012/2006 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN,

Prosedur Perubahan Anggaran Dasar, Pemegang Saham, Direksi, dan Dewan Komisaris atau Pengurus dan Pengawas

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 38 /POJK.04/2014 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37/POJK.03/2017 TENTANG PEMANFAATAN TENAGA KERJA ASING DAN PROGRAM ALIH PENGETAHUAN DI SEKTOR PERBANKAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 58 /POJK.04/2016 TENTANG DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS BURSA EFEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.04/2016 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 24 /POJK.04/2016 TENTANG AGEN PERANTARA PEDAGANG EFEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG

Form Self Assesment Permohonan PERMOHONAN IZIN USAHA PERUSAHAAN ASURANSI

2 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Nega

Transkripsi:

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2015 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, PERUSAHAAN REASURANSI, DAN PERUSAHAAN REASURANSI SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8 ayat (4), Pasal 10 ayat (4), Pasal 13 ayat (3), Pasal 14 ayat (4), Pasal 16 ayat (3), Pasal 17 ayat (3), Pasal 20 ayat (5), Pasal 40 ayat (6), Pasal 41 ayat (4), Pasal 59 ayat (2), Pasal 69 ayat (2), Pasal 87 ayat (2), dan Pasal 88 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi dan Perusahaan Reasuransi Syariah. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253); 2. Undang-Undang Nomor 40 tahun 2014 tentang Perasuransian (Lembaran Negara Republik Indonesia

- 2 - Tahun 2014 Nomor 337, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5618); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, PERUSAHAAN REASURANSI, DAN PERUSAHAAN REASURANSI SYARIAH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Perusahaan adalah perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah. 2. Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk: a. memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau b. memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau

- 3 - didasarkan pada hasil pengelolaan dana. 3. Asuransi Syariah adalah kumpulan perjanjian, yang terdiri atas perjanjian antara perusahaan asuransi syariah dan pemegang polis dan perjanjian di antara para pemegang polis, dalam rangka pengelolaan kontribusi berdasarkan prinsip syariah guna saling menolong dan melindungi dengan cara: a. memberikan penggantian kepada peserta atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita peserta atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau b. memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya peserta atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya peserta dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana. 4. Usaha Perasuransian adalah segala usaha menyangkut jasa pertanggungan atau pengelolaan risiko, pertanggungan ulang risiko, pemasaran dan distribusi produk asuransi atau produk asuransi syariah, konsultasi dan keperantaraan asuransi, asuransi syariah, reasuransi, atau reasuransi syariah, atau penilaian kerugian asuransi atau asuransi syariah. 5. Usaha Asuransi Umum adalah usaha jasa pertanggungan risiko yang memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti.

- 4-6. Usaha Asuransi Jiwa adalah usaha yang menyelenggarakan jasa penanggulangan risiko yang memberikan pembayaran kepada pemegang polis, tertanggung, atau pihak lain yang berhak dalam hal tertanggung meninggal dunia atau tetap hidup, atau pembayaran lain kepada pemegang polis, tertanggung, atau pihak lain yang berhak pada waktu tertentu yang diatur dalam perjanjian, yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana. 7. Usaha Reasuransi adalah usaha jasa pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi, perusahaan penjaminan, atau perusahaan reasuransi lainnya. 8. Usaha Asuransi Umum Syariah adalah usaha pengelolaan risiko berdasarkan prinsip syariah guna saling menolong dan melindungi dengan memberikan penggantian kepada peserta atau pemegang pas karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita peserta atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti. 9. Usaha Asuransi Jiwa Syariah adalah usaha pengelolaan risiko berdasarkan prinsip syariah guna saling menolong dan melindungi dengan memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggal atau hidupnya peserta, atau pembayaran lain kepada peserta atau pihak lain yang berhak pada waktu tertentu yang diatur dalam perjanjian, yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana. 10. Usaha Reasuransi Syariah adalah usaha pengelolaan risiko berdasarkan Prinsip Syariah atas risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi syariah,

- 5 - perusahaan penjaminan syariah, atau perusahaan reasuransi syariah lainnya. 11. Perusahaan Asuransi Umum adalah perusahaan yang melaksanakan kegiatan Usaha Asuransi Umum. 12. Perusahaan Asuransi Jiwa adalah perusahaan yang melaksanakan kegiatan Usaha Asuransi Jiwa. 13. Perusahaan Reasuransi adalah perusahaan yang melaksanakan kegiatan Usaha Reasuransi. 14. Perusahaan Asuransi Umum Syariah adalah perusahaan yang melaksanakan kegiatan Usaha Asuransi Umum Syariah. 15. Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah adalah perusahaan yang melaksanakan kegiatan Usaha Asuransi Jiwa Syariah. 16. Perusahaan Reasuransi Syariah adalah perusahaan yang melaksanakan kegiatan Usaha Reasuransi Syariah. 17. Perusahaan Asuransi adalah Perusahaan Asuransi Umum dan Perusahaan Asuransi Jiwa. 18. Perusahaan Asuransi Syariah adalah perusahaan asuransi umum syariah dan perusahaan asuransi jiwa syariah. 19. Unit Syariah adalah unit kerja di kantor pusat Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor di luar kantor pusat yang menjalankan usaha berdasarkan prinsip syariah. 20. Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perasuransian berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.

- 6-21. Pihak adalah orang atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun yang tidak berbentuk badan hukum. 22. Dana Jaminan adalah kekayaan Perusahaan yang merupakan jaminan terakhir dalam rangka melindungi kepentingan pemegang polis, tertanggung, atau peserta, dalam hal Perusahaan dilikuidasi. 23. Dana Asuransi adalah kumpulan dana yang berasal dari premi yang dibentuk untuk memenuhi kewajiban yang timbul dari polis yang diterbitkan atau dari klaim asuransi. 24. Dana Tabarru' adalah kumpulan dana yang berasal dari kontribusi para peserta, yang mekanisme penggunaannya sesuai dengan perjanjian Asuransi Syariah atau perjanjian reasuransi syariah. 25. Pemegang Saham Pengendali yang selanjutnya disingkat PSP adalah orang perseorangan, badan hukum, dan/atau kelompok usaha yang a. memiliki saham atau modal Perusahaan sebesar 25% (dua puluh lima persen) atau lebih dari jumlah saham yang dikeluarkan dan mempunyai hak suara; atau b. memiliki saham atau modal Perusahaan kurang dari 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah saham yang dikeluarkan dan mempunyai hak suara namun yang bersangkutan dapat dibuktikan telah melakukan pengendalian Perusahaan, baik secara langsung maupun tidak langsung. 26. Pengendali adalah Pihak yang secara langsung atau tidak langsung mempunyai kemampuan untuk menentukan direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan direksi atau dewan komisaris pada

- 7 - badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama dan/atau mempengaruhi tindakan direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan direksi atau dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama. 27. Direksi adalah organ Perusahaan yang melakukan fungsi pengurusan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai perseroan terbatas bagi Perusahaan yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas atau yang setara dengan Direksi bagi Perusahaan yang berbentuk badan hukum koperasi. 28. Dewan Komisaris adalah organ Perusahaan yang melakukan fungsi pengawasan dan pemberian nasihat sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai perseroan terbatas bagi Perusahaan yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas atau yang setara dengan Dewan Komisaris bagi Perusahaan yang berbentuk badan hukum koperasi. 29. Dewan Pengawas Syariah yang selanjutnya disingkat DPS adalah bagian dari organ Perusahaan yang mempunyai tugas dan fungsi pengawasan terhadap penyelenggaraan kegiatan Perusahaan agar sesuai dengan Prinsip Syariah. 30. Modal Disetor: a. bagi Perusahaan berbentuk badan hukum perseroan terbatas adalah modal disetor; atau b. bagi Perusahaan berbentuk badan hukum koperasi adalah simpanan pokok dan simpanan wajib. 31. Lembaga Sertifikasi Profesi yaitu lembaga pelaksana kegiatan sertifikasi profesi di bidang perasuransian yang memperoleh lisensi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi atau instansi lain yang ditunjuk

- 8 - berdasarkan peraturan perundang-undangan. 32. Tenaga Ahli adalah orang perseorangan yang memiliki kualifikasi dan/atau keahlian tertentu dan ditunjuk sebagai Tenaga Ahli pada Perusahaan tempatnya bekerja. 33. Agen Asuransi adalah orang yang bekerja sendiri atau bekerja pada badan usaha, yang bertindak untuk dan atas nama Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah dan memenuhi persyaratan untuk mewakili Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah memasarkan produk asuransi atau produk asuransi syariah. 34. Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh 2 (dua) Perusahaan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan 1 (satu) Perusahaan baru yang karena hukum memperoleh aset, liabilitas, dan Ekuitas dari Perusahaan yang meleburkan diri dan status badan hukum Perusahaan yang meleburkan diri berakhir karena hukum. 35. Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh 1 (satu) Perusahaan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perusahaan lain yang telah ada yang mengakibatkan aset, liabilitas, dan Ekuitas dari Perusahaan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Perusahaan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum Perusahaan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum. 36. Asosiasi adalah asosiasi dari Perusahaan Usaha Asuransi Umum, Perusahaan Asuransi Jiwa, Perusahaan Reasuransi, Perusahaan Asuransi Umum Syariah, Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah, dan/atau Perusahaan Reasuransi Syariah.

- 9-37. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya di singkat OJK, adalah lembaga pengatur dan pengawas sektor jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam undangundang mengenai otoritas jasa keuangan. 38. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan adalah peraturan tertulis yang ditetapkan oleh Dewan Komisioner OJK sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai otoritas jasa keuangan. BAB II BENTUK BADAN HUKUM, KEPEMILIKAN, NAMA PERUSAHAAN, DAN PERMODALAN Bagian Kesatu Bentuk Badan Hukum Pasal 2 Bentuk badan hukum Perusahaan adalah: a. perseroan terbatas; b. koperasi; atau c. usaha bersama yang telah ada pada saat Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian diundangkan. Bagian Kedua Kepemilikan Pasal 3 (1) Perusahaan hanya dapat dimiliki oleh: a. warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia yang secara langsung atau tidak langsung sepenuhnya dimiliki oleh warga negara Indonesia; atau

- 10 - b. warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia sebagaimana dimaksud dalam huruf a, bersama-sama dengan warga negara asing atau badan hukum asing yang harus merupakan Perusahaan yang memiliki usaha sejenis atau perusahaan induk yang salah satu anak perusahaannya bergerak di bidang Usaha Perusahaan yang sejenis. (2) Badan hukum Indonesia yang telah melakukan penawaran umum saham di bursa efek dinyatakan telah memenuhi ketentuan badan hukum Indonesia yang dimiliki secara langsung atau tidak langsung sepenuhnya dimiliki oleh warga negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat menjadi pemilik Perusahaan hanya melalui transaksi di bursa efek. (4) Kriteria badan hukum asing dan kepemilikan badan hukum asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b serta kepemilikan warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam Perusahaan Perasuransian berpedoman kepada peraturan pemerintah mengenai kepemilikan asing pada Perusahaan Perasuransian. Pasal 4 (1) Perusahaan yang telah memperoleh izin usaha pada saat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini ditetapkan dan belum memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a wajib menyesuaikan ketentuan tersebut dengan cara: a. mengalihkan kepemilikan sahamnya kepada warga negara Indonesia; atau b. melakukan perubahan kepemilikan melalui mekanisme penawaran umum (initial public offering) paling lama 5 (lima) tahun sejak diundangkannya

- 11 - Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. (2) Perubahan kepemilikan melalui mekanisme penawaran umum (initial public offering) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilakukan dalam hal Perusahaan telah melakukan upaya pengalihan kepemilikan kepada warga negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a. (3) Perusahaan yang dimiliki oleh pemegang saham yang wajib menyesuaikan dengan batas maksimum kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyusun rencana tindak dalam rangka menyesuaikan dengan ketentuan kepemilikan secara langsung atau tidak langsung oleh warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia. (4) Rencana tindak penyesuaian dengan kepemilikan secara langsung atau tidak langsung oleh warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling kurang memuat cara penyesuaian, tahapan pelaksanaan, dan jangka waktu. (5) Rencana tindak penyesuaian kepemilikan secara langsung atau tidak langsung oleh warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib mendapatkan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham dan disampaikan paling lama 6 (enam) bulan sejak Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini ditetapkan. (6) Rencana tindak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memperoleh persetujuan dari OJK. (7) OJK berwenang meminta Perusahaan untuk melakukan perbaikan atas rencana tindak sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

- 12 - (8) Perusahaan hanya dapat melakukan perubahan terhadap rencana tindak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling banyak 2 (dua) kali. (9) Perusahaan wajib menyampaikan pelaksanaan rencana tindak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada OJK paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak realisasi rencana tindak atau sesuai dengan tahapan rencana tindak. Bagian Ketiga Nama Perusahaan Pasal 5 (1) Perusahaan harus menggunakan nama perusahaan yang dimulai dengan bentuk badan hukum dan memuat kata: a. asuransi, insurance, atau kata yang mencirikan kegiatan dari Perusahaan Asuransi; b. reasuransi, reinsurance, atau kata yang mencirikan kegiatan dari Perusahaan Reasuransi; c. asuransi syariah, sharia insurance, atau kata yang mencirikan kegiatan dari Perusahaan Asuransi Syariah; atau d. reasuransi syariah, sharia reinsurance, atau kata yang mencirikan kegiatan dari Perusahaan Reasuransi Syariah. (2) Penggunaan nama Perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Perusahaan berbentuk badan hukum perseroan terbatas harus memenuhi peraturan perundang-undangan mengenai perseroan terbatas. (3) Nama Perusahaan wajib dicantumkan secara jelas pada gedung kantor, iklan, dan kop surat Perusahaan.

- 13 - (4) OJK berwenang meminta Perusahaan untuk mengubah nama Perusahaan apabila nama Perusahaan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Bagian Keempat Permodalan Pasal 6 (1) Perusahaan Asuransi harus memiliki Modal Disetor pada saat pendirian paling sedikit Rp150.000.000.000,00 (seratus lima puluh miliar rupiah). (2) Perusahaan Reasuransi harus memiliki Modal Disetor pada saat pendirian paling sedikit Rp300.000.000.000,00 (tiga ratus miliar rupiah). (3) Perusahaan Asuransi Syariah harus memiliki Modal Disetor pada saat pendirian paling sedikit Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). (4) Perusahaan Reasuransi Syariah harus memiliki Modal Disetor pada saat pendirian paling sedikit Rp175.000.000.000,00 (seratus tujuh puluh lima miliar rupiah). (5) Modal disetor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) wajib disetor secara tunai dan penuh dalam bentuk deposito berjangka dan/atau rekening giro atas nama Perusahaan pada salah satu bank umum atau bank umum syariah di Indonesia. Pasal 7 (1) Bagi pemegang saham Perusahaan yang berbentuk badan hukum Indonesia, jumlah penyertaan langsung pada Perusahaan ditetapkan paling tinggi sebesar ekuitas pemegang saham.

- 14 - (2) Bagi pemegang saham yang berbentuk badan hukum asing, jumlah penyertaan langsung pada Perusahaan ditetapkan paling tinggi sebesar 20% (dua puluh persen) dari ekuitas pemegang saham. (3) Ketentuan jumlah penyertaan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi pemegang saham Perusahaan yang merupakan lembaga keuangan yang berada dalam pengawasan OJK. (4) Bagi lembaga keuangan yang berada dalam pengawasan OJK, jumlah penyertaan langsung pada Perusahaan harus dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai investasi dan/atau penyertaan. (5) Jumlah penyertaan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib dipenuhi pada saat badan usaha atau lembaga yang bersangkutan melakukan: a. penyetoran modal pendirian Perusahaan; b. perubahan pemegang saham Perusahaan; dan/atau c. penambahan modal disetor Perusahaan. (6) Pemegang saham yang berbentuk badan hukum asing harus memiliki rating sekurang-kurangnya A atau yang setara dengan itu dari lembaga pemeringkat yang diakui secara internasional. BAB III PERIZINAN USAHA Bagian Kesatu Persyaratan dan Tata Cara Memperoleh Izin Usaha Perusahaan Asuransi Jiwa, Perusahaan Asuransi Umum,

- 15 - dan Perusahaan Reasuransi Pasal 8 (1) Perusahaan Asuransi Jiwa, Perusahaan Asuransi Umum, dan Perusahaan Reasuransi wajib terlebih dahulu mendapat izin usaha dari OJK. (2) Untuk memperoleh izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direksi harus mengajukan permohonan izin usaha kepada OJK. (3) Dalam hal OJK telah menyediakan sistem pelayanan perizinan secara elektronik (e-licensing), permohonan izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat disampaikan secara elektronik. Pasal 9 (1) Permohonan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), harus diajukan oleh Direksi kepada OJK dengan menggunakan format 1 sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini, dengan dilampiri dokumen: (2) Pengajuan permohonan izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dokumen: a. akta pendirian badan hukum yang telah disahkan oleh instansi yang berwenang, yang paling sedikit harus memuat: 1. nama dan tempat kedudukan; 2. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha; 3. permodalan; 4. kepemilikan; dan 5. wewenang, tanggung jawab, masa jabatan anggota Direksi dan anggota Dewan

- 16 - Komisaris; dan perubahan anggaran dasar terakhir (jika ada) disertai dengan bukti pengesahan, persetujuan dan/atau surat penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang; b. susunan organisasi yang dilengkapi dengan uraian tugas, wewenang, tanggung jawab, dan prosedur kerja; c. fotokopi bukti pelunasan Modal Disetor dalam bentuk setoran tunai dan fotokopi bukti penempatan modal disetor dalam bentuk rekening giro dan/atau deposito berjangka pada: 1. salah satu bank umum di Indonesia bagi Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi; atau 2. salah satu bank umum syariah di Indonesia bagi Perusahaan Asuransi Syariah atau Perusahaan Reasuransi Syariah; dan dilegalisasi oleh bank penerima setoran. d. laporan awal Dana Jaminan beserta bukti penempatan Dana Jaminan; e. daftar kepemilikan, berupa: 1. daftar pemegang saham berikut rincian besarnya masing-masing kepemilikan saham sampai dengan pemegang saham ultimate shareholder/beneficial owner, dan daftar perusahaan lain yang dimiliki oleh pemegang saham, bagi Perusahaan berbentuk badan hukum perseroan terbatas; atau 2. daftar anggota berikut jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib, bagi Perusahaan

- 17 - berbentuk badan hukum koperasi. f. daftar Pengendali; g. data pemegang saham atau anggota dan/atau data Pengendali: 1. orang perseorangan, dilampiri dengan: a) fotokopi tanda pengenal berupa kartu tanda penduduk (KTP) atau paspor yang masih berlaku; b) fotokopi nomor pokok wajib pajak (NPWP); c) fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPT) 2 (dua) tahun terakhir dan dokumen lain yang menunjukkan kemampuan keuangan dan sumber dana calon pemegang saham orang perseorangan; d) daftar riwayat hidup dengan dilengkapi pas foto berwarna yang terbaru berukuran 4 x 6 cm; dan e) surat pernyataan dari yang bersangkutan yang menyatakan: 1) setoran modal tidak berasal dari pinjaman; 2) setoran modal tidak berasal dari kegiatan pencucian uang (money laundering) dan kejahatan keuangan; 3) tidak tercatat dalam daftar kredit macet; 4) tidak tercatat dalam daftar tidak

- 18 - lulus (DTL) di sektor jasa keuangan; 5) tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana di bidang usaha jasa keuangan dan/atau perekonomian dalam 5 (lima) tahun terakhir; 6) tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; 7) tidak pernah dinyatakan pailit atau bersalah yang menyebabkan suatu perseroan/perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; dan 8) tidak pernah menjadi PSP, anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, Pengendali, atau anggota DPS pada perusahaan jasa keuangan yang dicabut izin usahanya karena melakukan pelanggaran dalam 5 (lima) tahun terakhir. 9) bertanggung jawab atas kelangsungan usaha Perusahaan dalam pengendaliannya, bagi Pengendali; 2. badan hukum, dilampiri dengan: a) akta pendirian badan hukum termasuk anggaran dasar berikut perubahan yang

- 19 - terakhir (jika ada), disertai dengan bukti pengesahan, persetujuan, atau pencatatan dari instansi berwenang; b) laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik yang dilengkapi laporan keuangan non-konsolidasi dan laporan keuangan bulan terakhir; c) daftar pemegang saham berikut rincian besarnya masing-masing kepemilikan saham; d) dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g angka 1 huruf a), huruf c), dan huruf d) bagi direksi atau yang setara dengan direksi dari badan hukum yang bersangkutan; dan e) surat pernyataan direksi atau yang setara dengan itu dari badan hukum dimaksud yang menyatakan bahwa: 1) setoran modal tidak berasal dari pinjaman; 2) setoran modal tidak berasal dari kegiatan pencucian uang (money laundering) dan kejahatan keuangan; 3) tidak tercatat dalam daftar kredit macet; 4) tidak tercantum dalam Daftar Tidak Lulus (DTL) di sektor jasa keuangan; 5) tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana di bidang usaha jasa keuangan dan/atau

- 20 - perekonomian dalam 5 (lima) tahun; 6) tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah yang menyebabkan suatu perseroan/perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir; dan 7) tidak pernah menjadi PSP pada perusahaan jasa keuangan yang dicabut izin usahanya karena melakukan pelanggaran dalam 5 (lima) tahun terakhir; f) hasil rating dari lembaga pemeringkat yang diakui secara internasional, bagi pemegang saham yang berbentuk badan hukum pihak asing; g) rekomendasi dari otoritas pengawas di negara asal pihak asing, bagi pemegang saham pihak asing; 3. negara Republik Indonesia, dilampiri dengan Peraturan Pemerintah mengenai penyertaan modal negara Republik Indonesia untuk pendirian Perusahaan; 4. pemerintah daerah, dilampiri dengan Peraturan Daerah mengenai penyertaan modal daerah untuk pendirian Perusahaan; h. bukti mempekerjakan tenaga ahli; i. laporan posisi keuangan awal/pembukaan perusahaan; j. bukti kesiapan operasional paling sedikit berupa:

- 21-1. daftar aset; 2. alamat kantor yang didukung oleh surat keterangan domisili dari instansi yang berwenang yang paling kurang menyatakan nama Perusahaan; 3. bukti kepemilikan atau penguasaan gedung kantor; 4. contoh perjanjian kerja sama yang akan digunakan bagi perusahaan reasuransi dan perusahaan reasuransi syariah; 5. perikatan dengan pihak terafiliasi apabila ada; 6. kebijakan pengalihan sebagian fungsi dalam penyelenggaraan usaha; 7. uraian tentang sistem administrasi dan infrastruktur pengelolaan data yang mendukung penyiapan dan penyampaian laporan kepada OJK; dan 8. nomor pokok wajib pajak (NPWP). k. rencana kerja untuk 3 (tiga) tahun pertama yang paling sedikit memuat: 1. studi kelayakan mengenai peluang pasar dan potensi ekonomi serta lini usaha yang akan dimasuki dan target pasarnya; 2. rencana kerja dan langkah-langkah yang dilakukan untuk mewujudkan rencana dimaksud; dan 3. proyeksi arus kas, neraca dan perhitungan laba/rugi semesteran serta asumsi yang mendasarinya, dimulai sejak Perusahaan

- 22 - melakukan kegiatan operasional. l. pedoman pelaksanaan program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme; m. pedoman tata kelola Perusahaan yang baik; n. pedoman tata kelola investasi; o. pedoman manajemen risiko Perusahaan; p. spesifikasi produk yang akan dipasarkan dan dilengkapi dengan contoh polis yang akan digunakan; q. rencana bidang kepegawaian termasuk rencana pengembangan sumber daya manusia untuk sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun mendatang; r. fotokopi perjanjian kerjasama antara pihak asing dan pihak Indonesia, bagi Perusahaan yang di dalamnya terdapat penyertaan dari badan hukum asing yang dibuat dalam bahasa Indonesia dan paling kurang memuat: 1. komposisi permodalan, susunan anggota dewan komisaris dan Direksi sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundangundangan di bidang Perasuransian; dan 2. kewajiban pihak asing untuk menyusun dan melaksanakan program pendidikan dan pelatihan sesuai bidang keahliannya; s. program retrosesi, bagi Perusahaan Reasuransi; dan t. bukti pelunasan biaya perizinan. (3) Permohonan izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan bersamaan dengan permohonan penilaian kemampuan dan kepatutan bagi calon pihak

- 23 - utama Perusahaan. (4) Ketentuan mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan bagi pihak utama Perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan. Bagian Kedua Persyaratan dan Tata Cara Memperoleh Izin Usaha Perusahaan Asuransi Umum Syariah, Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah, dan Perusahaan Reasuransi Syariah Paragraf 1 Umum Pasal 10 (1) Perusahaan Asuransi Umum Syariah, Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah, dan Perusahaan Reasuransi Syariah wajib terlebih dahulu mendapat izin usaha dari OJK. (2) Izin usaha sebagai Perusahaan Asuransi Umum Syariah, Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah, dan Perusahaan Reasuransi Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan cara mengajukan permohonan: a. pendirian baru Perusahaan Asuransi Syariah atau Perusahaan Reasuransi Syariah; b. konversi dari Perusahaan Asuransi menjadi Perusahaan Asuransi Syariah atau konversi dari Perusahaan Reasuransi menjadi Perusahaan Reasuransi Syariah; atau c. pemisahan Unit Syariah dari Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi.

- 24 - Pasal 11 (1) Untuk memperoleh izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), Direksi harus mengajukan permohonan izin usaha kepada OJK. (2) Dalam hal OJK telah menyediakan sistem pelayanan perizinan secara elektronik (e-licensing), permohonan izin usaha dapat disampaikan secara elektronik. Paragraf 2 Pendirian Baru Perusahaan Asuransi Syariah atau Perusahaan Reasuransi Syariah Pasal 12 (1) Permohonan izin usaha pendirian baru Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi dengan Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf a, harus diajukan oleh Direksi kepada OJK dengan menggunakan format 2 sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini. (2) Pengajuan permohonan izin usaha pendirian baru Perusahaan Asuransi Syariah atau Perusahaan Reasuransi Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) disertai dengan tambahan dokumen sebagai berikut: a. risalah rapat umum pemegang saham atau rapat anggota mengenai pengangkatan anggota DPS; b. bukti pengesahan Dewan Syariah Nasional tentang penunjukan anggota DPS;

- 25 - c. pedoman pelaksanaan manajemen keuangan sesuai syariah, yang sekurang-kurangnya mengatur mengenai penempatan investasi baik batasan, jenis, maupun jumlah; d. pedoman penyelenggaraan usaha sesuai Prinsip Syariah, yang sekurang-kurangnya mengatur mengenai penyebaran risiko; e. bukti pendukung bahwa tenaga ahli yang diperkerjakan memiliki keahlian di bidang asuransi dan/atau ekonomi syariah; f. bukti pengesahan DPS atas produk asuransi yang akan dipasarkan yang sekurang-kurangnya meliputi: 1. dasar perhitungan tarif premi, cadangan premi, dan asset share atau profit testing, bagi perusahaan Asuransi Jiwa; 2. dasar perhitungan tarif premi, cadangan premi, dan proyeksi underwriting, bagi Perusahaan Asuransi Kerugian; 3. cara pemasaran; 4. rencana dukungan reasuransi otomatis bagi Perusahaan Asuransi dan rencana dukungan retrosesi bagi Perusahaan Reasuransi; dan 5. contoh polis, surat permohonan penutupan asuransi (SPPA), dan brosur. Paragraf 3 Konversi dari Perusahaan Asuransi Menjadi Perusahaan Asuransi Syariah atau Konversi dari Perusahaan Reasuransi Menjadi Perusahaan Reasuransi Syariah

- 26 - Pasal 13 (1) Perusahaan Asuransi Syariah hasil konversi harus memiliki ekuitas pada saat konversi paling sedikit sebesar Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). (2) Perusahaan Reasuransi Syariah hasil konversi harus memiliki ekuitas pada saat konversi paling sedikit sebesar Rp175.000.000.000,00 (seratus tujuh puluh lima miliar rupiah). Pasal 14 Konversi Perusahaan Asuransi Syariah atau Perusahaan Reasuransi Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. tidak merugikan tertanggung atau pemegang polis; b. memberitahukan rencana konversi tersebut kepada pemegang polis; dan c. memindahkan portofolio pertanggungan kepada Perusahaan Asuransi lain atau membayarkan nilai tunai pertanggungan, bagi tertanggung atau pemegang polis yang tidak bersedia menjadi tertanggung atau pemegang polis dari Perusahaan Asuransi Syariah. Pasal 15 (1) Permohonan izin usaha konversi dari Perusahaan Asuransi menjadi Perusahaan Asuransi Syariah atau konversi dari Perusahaan Reasuransi menjadi Perusahaan Reasuransi Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b, harus diajukan oleh Direksi kepada OJK dengan menggunakan format 3 sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.

- 27 - (2) Pengajuan permohonan izin usaha konversi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilampiri dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf b, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf j, huruf l, huruf m, huruf n, huruf o, huruf p, dan huruf s disertai dengan dokumen tambahan berupa: a. izin usaha sebagai Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi; b. perubahan anggaran dasar yang mencantumkan: 1. salah satu maksud dan tujuan perusahaan yaitu melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah; dan 2. wewenang dan tanggung jawab DPS. disertai dengan bukti persetujuan dan/atau surat penerimaan pemberitahuan dari instansi berwenang; c. risalah rapat umum pemegang saham atau rapat anggota yang menyetujui konversi; d. bukti lulus penilaian bagi pihak utama Perusahaan; e. risalah rapat umum pemegang saham atau rapat anggota mengenai pengangkatan anggota DPS; f. pedoman pelaksanaan manajemen keuangan sesuai syariah yang sekurang-kurangnya mengatur mengenai penempatan investasi baik batasan, jenis maupun jumlah; g. pedoman penyelenggaraan usaha sesuai Prinsip Syariah yang sekurang-kurangnya mengatur mengenai penyebaran risiko;

- 28 - h. bukti pendukung bahwa tenaga ahli yang diperkerjakan memiliki keahlian di bidang asuransi dan/atau ekonomi syariah; i. bukti pengesahan Dewan Syariah Nasional tentang penunjukan anggota DPS; j. bukti pengesahan DPS atas produk asuransi yang akan dipasarkan yang sekurang-kurangnya meliputi: 1. dasar perhitungan tarif premi, cadangan premi, dan asset share atau profit testing bagi perusahaan Asuransi Jiwa; 2. dasar perhitungan tarif premi, cadangan premi, dan proyeksi underwriting bagi Perusahaan Asuransi Kerugian; 3. cara pemasaran; 4. rencana dukungan reasuransi otomatis bagi Perusahaan Asuransi dan rencana dukungan retrosesi bagi Perusahaan Reasuransi; dan 5. contoh polis, surat permohonan penutupan asuransi (SPPA) dan brosur. k. rencana kerja untuk 3 (tahun) pertama setelah mendapatkan izin sebagai Perusahaan Asuransi Syariah atau Perusahaan Reasuransi Syariah, yang paling sedikit memuat: 1. studi kelayakan mengenai peluang pasar dan potensi ekonomi serta lini usaha yang akan dimasuki dan target pasarnya; 2. rencana kerja dan langkah-langkah yang dilakukan untuk mewujudkan rencana dimaksud; dan

- 29-3. proyeksi arus kas, neraca dan perhitungan laba/rugi semesteran serta asumsi yang mendasarinya, dimulai sejak Perusahaan melakukan kegiatan operasional. Paragraf 4 Pemisahan Unit Syariah Pasal 16 (1) Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi wajib memisahkan Unit Syariah menjadi Perusahaan Asuransi Syariah atau Perusahaan Reasuransi Syariah dengan ketentuan: a. apabila dana tabarru dan dana investasi telah mencapai paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari total nilai Dana Asuransi, dana tabarru dan dana investasi peserta pada perusahaan induknya; atau b. paling lambat pada tanggal 17 Oktober 2024. (2) Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi yang memiliki Unit Syariah dapat memisahkan Unit Syariah sebelum terpenuhinya kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini. Pasal 17 (1) Ekuitas Perusahaan Asuransi Syariah hasil Pemisahan pada saat pendirian paling kurang Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah). (2) Ekuitas Perusahaan Reasuransi Syariah hasil Pemisahan pada saat pendirian paling kurang Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

- 30 - (3) Ekuitas Perusahaan Asuransi Syariah hasil Pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib ditingkatkan secara bertahap menjadi paling kurang sebesar Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) paling lama 2 (dua) tahun setelah tanggal izin usaha Perusahaan Asuransi Syariah Syariah hasil Pemisahan diberikan oleh OJK. (4) Ekuitas Perusahaan Reasuransi Syariah hasil Pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib ditingkatkan secara bertahap menjadi paling kurang sebesar Rp175.000.000.000,00 (seratus tujuh puluh lima miliar rupiah) paling lama 2 (dua) tahun setelah tanggal izin usaha Perusahaan Asuransi Syariah Syariah hasil Pemisahan diberikan oleh OJK. Pasal 18 (1) Pemisahan Unit Syariah dari Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dapat dilakukan dengan cara: a. mendirikan Perusahaan Asuransi Syariah atau Perusahaan Reasuransi Syariah baru; atau b. mengalihkan hak dan kewajiban Unit Syariah kepada Perusahaan Asuransi Syariah atau Perusahaan Reasuransi Syariah lain yang telah memperoleh izin usaha. (2) Pemisahan Unit Syariah dari Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Perusahaan yang melakukan Pemisahan Unit Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan Pemisahan dari OJK. (4) Permohonan untuk memperoleh persetujuan

- 31 - Pemisahan Unit Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus diajukan oleh Direksi Perusahaan yang akan melakukan Pemisahan Unit Syariah kepada OJK dengan menggunakan format 4 sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan OJK ini, dilampiri dokumen: a. izin Unit Syariah; b. rancangan akta Pemisahan; c. rancangan akta pendirian Perusahaan yang akan menerima aset, liabilitas, dan ekuitas; dan d. proyeksi laporan posisi keuangan Perusahaan yang melakukan Pemisahan. (5) OJK memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan Pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah dokumen permohonan diterima secara lengkap. (6) Perusahaan yang melakukan Pemisahan Unit Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap dapat melakukan kegiatan usahanya. Pasal 19 (1) Pendirian Perusahaan Asuransi Syariah atau Perusahaan Reasuransi Syariah baru hasil pemisahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf a dapat dilakukan oleh 1 (satu) atau lebih Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi yang memiliki Unit Syariah. (2) Perusahaan baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf a dilarang melakukan kegiatan usaha sebelum memperoleh izin usaha dari OJK. (3) Untuk memperoleh izin usaha sebagaimana dimaksud

- 32 - pada ayat (2), Direksi Perusahaan Asuransi Syariah atau Perusahaan Reasuransi Syariah baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) harus mengajukan permohonan izin usaha kepada OJK. (4) Permohonan izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3), harus diajukan oleh Direksi kepada OJK dengan menggunakan format 5 sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini. (5) Pengajuan permohonan izin usaha pemisahan Unit Syariah dari Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dokumen dengan: a. akta risalah rapat umum pemegang saham yang menyetujui Pemisahan; b. akta pemisahan; c. dokumen sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat (2), kecuali dokumen huruf c, disertai dengan dokumen tambahan berupa; 1. dokumen pemenuhan ketentuan ekuitas Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) atau ayat (2); dan 2. bukti pendukung bahwa tenaga ahli yang diperkerjakan memiliki keahlian di bidang asuransi dan/atau ekonomi syariah. (6) OJK memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (4). (7) Dalam hal OJK memberikan persetujuan atas permohonan izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (4), OJK mencabut izin Unit Syariah.

- 33 - Pasal 20 (1) Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi yang memiliki Unit Syariah dan melakukan Pemisahan Unit Syariah dengan mengalihkan hak dan kewajiban Unit Syariah kepada Perusahaan Asuransi Syariah atau Perusahaan Reasuransi Syariah lain yang telah memperoleh izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf b wajib mengalihkan hak dan kewajiban Unit Syariah kepada Perusahaan Asuransi Syariah atau Perusahaan Reasuransi Syariah paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah persetujuan Pemisahan. (2) Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi yang memiliki Unit Syariah wajib mengumumkan pengalihan hak dan kewajiban Unit Syariah dalam surat kabar yang memiliki peredaran nasional paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal izin pemisahan Unit Syariah diberikan. (3) Dalam hal telah selesai dilaksanakan pengalihan hak dan kewajiban Unit Syariah kepada Perusahaan Asuransi Syariah atau Perusahaan Reasuransi Syariah penerima Pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi yang melakukan pengalihan hak dan kewajiban Unit Syariah wajib : a. melaporkan pelaksanaan pengalihan hak dan kewajiban Unit Syariah; dan b. mengajukan permohonan pencabutan izin Unit Syariah; paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan pengalihan hak dan kewajiban Unit Syariah.

- 34 - (4) Berdasarkan pelaporan pelaksanaan Pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), OJK mencabut izin Unit Syariah. Bagian Ketiga Pemberian atau Penolakan Permohonan Izin Usaha Pasal 21 (1) OJK memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Pasal 12 ayat (1), Pasal 15 ayat (1), dan Pasal 19 ayat (4) dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan izin usaha diterima secara lengkap. (2) Dalam rangka memberikan persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), OJK melakukan: a. penelitian atas kelengkapan dokumen sebagaimana maksud dalam Pasal 8 ayat (k); b. analisis kelayakan atas rencana kerja sebagaimana maksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf i; c. penilaian kemampuan dan kepatutan terhadap calon pihak utama; dan d. analisis pemenuhan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Perasuransian. (3) OJK dapat melakukan peninjauan ke kantor Perusahaan untuk memastikan kesiapan operasional Perusahaan. (4) Dalam hal permohonan izin usaha yang disampaikan tidak lengkap, OJK menyampaikan kepada pemohon untuk melengkapi persyaratan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah permohonan diterima.

- 35 - (5) Apabila dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal surat permintaan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (4), OJK belum menerima kelengkapan dokumen dimaksud, pemohon dianggap membatalkan permohonan izin usaha. (6) Penolakan atas permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara tertulis dan disertai dengan alasan penolakan. (7) Dalam hal permohonan izin usaha disetujui, OJK menetapkan keputusan pemberian izin usaha kepada pemohon. Pasal 22 (1) Perusahaan yang di tolak atau yang membatalkan izin usahanya, dapat mengajukan permohonan pencairan Dana Jaminan. (2) Ketentuan mengenai pencairan Dana Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu kepada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai kesehatan keuangan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, dan Perusahaan Reasuransi Syariah. Pasal 23 (1) Perusahaan yang telah mendapat izin usaha dari OJK wajib melakukan kegiatan usaha paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal izin usaha ditetapkan oleh OJK. (2) Perusahaan wajib menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada OJK paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal dimulainya kegiatan usaha. (3) Pelaporan pelaksanaan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disampaikan oleh

- 36 - Direksi kepada OJK dengan menggunakan format 6 sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan OJK ini. (4) Pelaporan pelaksanaan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri dengan: a. bukti kegiatan pertanggungan yang telah dilakukan oleh Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah atau bukti pertanggungan ulang yang telah dilakukan oleh Perusahaan Reasuransi atau Perusahaan Reasuransi Syariah; dan b. fotokopi surat izin menetap dan/atau surat izin menggunakan tenaga kerja asing yang dikeluarkan oleh instansi berwenang bagi anggota Direksi dan/atau Dewan Komisaris berkewarganegaraan asing. BAB IV PEMEGANG SAHAM PENGENDALI DAN PENGENDALI Bagian Kesatu Pemegang Saham Pengendali Pasal 24 (1) Setiap Pihak hanya dapat menjadi PSP pada 1 (satu) Perusahaan Asuransi Jiwa, 1 (satu) Perusahaan Asuransi Umum, 1 (satu) Perusahaan Reasuransi, 1 (satu) Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah, 1 (satu) Perusahaan Asuransi Umum Syariah, dan 1 (satu) Perusahaan Reasuransi Syariah. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila pemegang saham pengendali adalah Negara Republik Indonesia.

- 37 - Pasal 25 (1) Pada saat diundangkannya Undang-undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, setiap Pihak yang menjadi PSP pada lebih dari 1 (satu) Perusahaan Asuransi Jiwa, 1 (satu) Perusahaan Asuransi Umum, 1 (satu) Perusahaan Reasuransi, 1 (satu) Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah, 1 (satu) Perusahaan Asuransi Umum Syariah, dan 1 (satu) Perusahaan Reasuransi Syariah wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam Pasal 24 ayat (1) paling lambat pada tanggal 17 Oktober 2017. (2) Dalam rangka memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1), PSP dapat melakukan: a. penggabungan Perusahaan yang berada dalam pengendaliannya; b. peleburan Perusahaan yang berada dalam pengendaliannya; c. penjualan sebagian atau seluruh kepemilikan saham Perusahaan yang berada dalam pengendaliannya, sehingga tidak menjadi PSP; atau d. aksi korporasi lainnya berdasarkan persetujuan OJK. (3) Perusahaan yang dimiliki oleh PSP yang belum memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1), wajib menyusun rencana tindak dalam rangka menyesuaikan dengan ketentuan tersebut. (4) Rencana tindak penyesuaian dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) paling kurang memuat cara penyesuaian, tahapan

- 38 - pelaksanaan, dan jangka waktu. (5) Rencana tindak penyesuaian dengan ketentuan mengenai PSP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib disampaikan kepada OJK, paling lama 2 (dua) bulan sejak Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini ditetapkan. (6) Rencana tindak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memperoleh persetujuan dari OJK. (7) OJK berwenang meminta Perusahaan untuk melakukan perbaikan atas rencana tindak sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (8) PSP hanya dapat melakukan perubahan terhadap rencana tindak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling banyak 1 (satu) kali. Bagian Kedua Pengendali Pasal 26 (1) Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, atau Perusahaan Reasuransi Syariah wajib menetapkan paling sedikit 1 (satu) Pengendali. (2) Pihak yang dikategorikan sebagai Pengendali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kriteria: a. pemegang saham; dan/atau b. bukan pemegang saham. (3) Pihak yang dikategorikan sebagai Pengendali yang merupakan pemegang saham sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan PSP.

- 39 - (4) Pengendali wajib ikut bertanggung jawab atas kelangsungan usaha Perusahaan dalam pengendaliannya. (5) OJK berwenang menetapkan kriteria Pengendali di luar kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (6) Dalam hal terdapat Pengendali lain yang belum ditetapkan oleh Perusahaan, OJK berwenang menetapkan Pengendali di luar Pengendali sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 27 (1) Perusahaan yang telah memperoleh izin usaha pada saat peraturan OJK ini ditetapkan wajib melaporkan penetapan Pengendali kepada OJK paling lama 6 (enam) bulan setelah Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini ditetapkan. (2) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan oleh Direksi kepada OJK sesuai dengan format 7 dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan OJK ini dan dilampiri dengan: a. daftar Pengendali; dan b. data Pengendali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf g. Pasal 28 (1) Pihak yang telah ditetapkan menjadi Pengendali tidak dapat berhenti menjadi Pengendali tanpa persetujuan dari OJK. (2) Untuk memperoleh persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perusahaan wajib menyampaikan permohonan secara tertulis kepada OJK disertai dengan alasan berhenti menjadi

- 40 - Pengendali. (3) Dalam hal Perusahaan hanya memiliki 1 (satu) Pengendali, maka untuk memperoleh persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perusahaan wajib menetapkan Pengendali yang baru. (4) Dalam memberikan persetujuan atau penolakan terhadap permohonan yang disampaikan, OJK mempertimbangkan pemenuhan terhadap ketentuan Pasal 26 ayat (4) Peraturan OJK ini dan berwenang melakukan pemeriksaan. (5) Persetujuan atau penolakan OJK atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan secara lengkap. (6) Bagi Pihak yang telah disetujui OJK untuk berhenti menjadi Pengendali pada Perusahaan, maka yang bersangkutan dilarang untuk melakukan pengendalian terhadap Perusahaan. Pasal 29 (1) Perubahan Pengendali wajib dilaporkan kepada OJK disertai dengan struktur kepemilikan sampai dengan ultimate shareholder yang baru disertai dokumen pendukung. (2) Penetapan dan perubahan Pengendali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaporkan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah ditetapkan oleh Perusahaan. BAB V UNIT SYARIAH Bagian Kesatu Pembentukan Unit Syariah

- 41 - Pasal 30 (1) Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi yang akan melakukan sebagian kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah wajib membentuk Unit Syariah. (2) Rencana pembentukan Unit Syariah harus dimuat dalam rencana bisnis Perusahaan. Bagian Kedua Modal Kerja Unit Syariah Pasal 31 (1) Unit Syariah dari Perusahaan Asuransi harus memiliki dan memelihara modal kerja paling sedikit sebesar Rp50.000.000.000,- (lima puluh miliar rupiah). (2) Unit Syariah dari Perusahaan Reasuransi harus memiliki dan memelihara modal kerja paling sedikit sebesar Rp75.000.000.000,- (tujuh puluh lima miliar rupiah). (3) Modal kerja Unit Syariah wajib ditingkatkan secara bertahap sampai dengan 80% (delapan puluh persen) dari jumlah modal disetor minimum Perusahaan Asuransi Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) atau dari jumlah modal disetor minimum Perusahaan Reasuransi Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3), paling lambat pada tanggal 31 Desember 2020. (4) Modal kerja Unit Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus disisihkan dalam bentuk deposito berjangka atau giro atas nama Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi dan ditempatkan pada salah satu bank umum syariah di Indonesia.