HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARANGANYAR NASKAH PUBLIKASI



dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARANGANYAR SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin dan kerja dari insulin tidak optimal (WHO, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari

BAB I PENDAHULUAN. Association, 2013; Black & Hawks, 2009). dari 1,1% di tahun 2007 menjadi 2,1% di tahun Data dari profil

BAB 1 PENDAHULUAN. kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup dari pasien DM sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB I PENDAHULUAN. terbesar dari jumlah penderita diabetes melitus yang selanjutnya disingkat

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah

ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015

HUBUNGAN KARAKTERISKTIK PASIEN DENGAN TINGKAT KEPATUHAN DALAM MENJALANI TERAPI DIABETES MELITUS DI PUSKESMAS TEMBUKU 1 KABUPATEN BANGLI BALI 2015

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin

BAB I PENDAHULUAN. adanya kenaikan gula darah (hiperglikemia) kronik. Masalah DM, baik aspek

BAB I PENDAHULUAN. dicapai dalam kemajuan di semua bidang riset DM maupun penatalaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organisation WHO (2014) prevalensi penyakit DM

Nidya A. Rinto; Sunarto; Ika Fidianingsih. Abstrak. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat kedua dengan jumlah penderita Diabetes terbanyak setelah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit. degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ

HUBUNGAN POLA MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada sel beta mengalami gangguan dan jaringan perifer tidak mampu

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan

KEPATUHAN PERAWATAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2

ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA DI PUSKESMAS JAGASATRU CIREBON

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik dengan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut American Diabetes Association / ADA (2011) DM adalah suatu


BAB I PENDAHULUAN. manifestasi berupa hilangnya toleransi kabohidrat (Price & Wilson, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. diabetes mellitus semakin meningkat. Diabetes mellitus. adanya kadar glukosa darah yang tinggi (hiperglikemia)

PENGETAHUAN DIABETES MELITUS DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DM TIPE 2

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Ermita (2002 dikutip dari Devita, Hartiti, dan Yosafianti, 2007) bahwa fluktuasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF)

BAB 1 PENDAHULUAN. yang saat ini makin bertambah jumlahnya di Indonesia (FKUI, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. tidak adanya insulin menjadikan glukosa tertahan di dalam darah dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan zaman mengakibatkan adanya pergeseran jenis

BAB I PENDAHULUAN. yang mampu diteliti dan diatasi (Suyono, 2005). Namun tidak demikian

NASKAH PUBLIKASI. HUBUNGAN ASUPAN SERAT TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PASIEN RAWAT JALAN DIABETES MELLITUS TIPE II DI RSUD Dr.

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii KATA PENGANTAR... iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Disusun oleh ENY SULISTYOWATI J

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang diproduksi dengan efektif ditandai dengan

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang

BAB 1 PENDAHULUAN. komprehensif pada self-management, dukungan dari tim perawatan klinis,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. produksi glukosa (1). Terdapat dua kategori utama DM yaitu DM. tipe 1 (DMT1) dan DM tipe 2 (DMT2). DMT1 dulunya disebut

BAB I PENDAHULUAN. II di berbagai penjuru dunia dan menurut WHO (World Health atau sekitar 2,38%. Menurut data Non-Communicable pada MDGs

BAB I PENDAHULUAN. commit to user


BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyakit gula. DM memang tidak dapat didefinisikan secara tepat, DM lebih

Truly Dian Anggraini, Ervin Awanda I Akademi Farmasi Nasional Surakarta Abstrak

Olahraga dengan Kadar Gula Darah

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, ketidakseimbangan antara suplai dan

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan pengetahuan keluarga yang baik dapat menurunkan angka prevalensi

I. PENDAHULUAN. Senam Aerobik merupakan aktifitas fisik yang mudah dilakukan dengan

HUBUNGAN KADAR GLUKOSA DARAH DENGAN BETA HIDROKSI BUTIRAT PADA PENDERITA DIABETES MELITUS

BAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi obesitas nasional berdasarkan data Riskesdas 2007 adalah 19,1%.

Kedokteran Universitas Lampung

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Diabetes melitus merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. utama bagi kesehatan manusia pada abad 21. World Health. Organization (WHO) memprediksi adanya kenaikan jumlah pasien

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Taufik Hidayat, 2013

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. DM merupakan penyakit degeneratif

BAB I PENDAHULUAN. insulin dependent diabetes melitus atau adult onset diabetes merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus (DM) adalah penyakit akibat adanya gangguan

PENGARUH PEMBERIAN DIIT DM TINGGI SERAT TERHADAP PENURUNAN KADAR GULA DARAH PASIEN DM TIPE-2 DI RSUD SALEWANGANG KAB. MAROS

FREDYANA SETYA ATMAJA J.

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif. Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1 yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan jiwa dari penderita diabetes. Komplikasi yang didapat

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan oksigen miokard. Biasanya disebabkan ruptur plak dengan formasi. trombus pada pembuluh koroner (Zafari, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia.

The Effect of Aerobic Exercise to Fast Blood Glucose Level in Aerobic Participants at Sonia Fitness Center

I. PENDAHULUAN. cukup tinggi di dunia. World Health Organization (WHO) tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. seseorang lebih tinggi dari normal tetapi tidak cukup tinggi untuk didiagnosis

BAB I PENDAHULUAN. insulin atau keduanya (American Diabetes Association [ADA] 2010). Menurut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik dengan

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus timbul akibat perubahan gaya hidup sedenter yang

BAB I PENDAHULUAN. adalah suatu kondisi terganggunya metabolisme di dalam tubuh karena

BAB I PENDAHULUAN. untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurun, dan pankreas dapat menghentikan

HUBUNGAN ANTARA HBA1C DENGAN KADAR HDL PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2

BAB I PENDAHULUAN. modernisasi terutama pada masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik


DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... v. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. RINGKASAN... viii. SUMMARY...

RIZKY KUSUMAWATI NPM PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan umat manusia pada abad ke 21. Diabetes mellitus (DM) adalah suatu

ABSTRAK PERBANDINGAN PROSENTASE FRAGMENTOSIT ANTARA PENDERITA DM TIPE 2 DENGAN ORANG NON-DM DI PUSKESMAS CIMAHI TENGAH

Transkripsi:

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARANGANYAR NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat Sarjana Kedokteran Diajukan oleh : Gumilang Mega Paramitha J500100019 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014

ABSTRAK Gumilang Mega Paramitha. J500100019. 2014. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kadar Gula Darah pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar. Latar belakang : Diabetes melitus (DM) adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Diabetes melitus tipe 2 merupakan penyakit kronik yang pravalensinya tinggi di Indonesia. Aktivitas fisik adalah salah satu metode pengendalian diabetes melitus tipe 2. Aktivitas fisik berperan sebagai pengendali kadar gula darah dan menurunkan resistensi insulin pada penderita diabetes melitus tipe 2. Tujuan penelitian : Untuk mengetahui hubungan aktivitas fisik dengan kadar gula darah pada pasien diabetes melitus tipe 2. Metode penelitian : Penelitian ini menggunakan metode analitik observasional dengan pendekatan cross sectional dengan sampel berjumlah 65 pasien diabetes melitus tipe 2 di rumah sakit umum daerah karanganyar yang diambil dengan teknik purposive sampling. Pengukuran aktivits fisik menggunakan kuesioner aktivitas fisik internasional (IPAQ). Kadar gula darah diperoleh dari rekam medis. Data dianalisis dengan program SPSS 17.0 for Windows. Hasil: Hasil uji korelasi pearson didapatkan nilai p=0,001 dan nilai r=-0,433. Hal ini berarti terdapat hubungan negatif antara aktivitas fisik dengan kadar gula darah pada pasien diabetes melitus tipe 2 ( H0 ditolak ) Kesimpulan: Terdapat hubungan signifikan antara aktivitas fisik dengan kadar gula darah puasa pada pasien diabetes melitus tipe 2. Kata kunci: Aktivitas fisik, Kadar Gula Darah, Diabetes Melitus Tipe 2

ABSTRACT Gumilang Mega Paramitha. J500100019. 2014. Relationship of Physical Activity and Blood Glucose Levels in Type 2 Diabetes Mellitus Patients in General Hospital of Karanganyar. Background : Diabetes mellitus is a metabolic disorder with hyperglicemia characteritic caused by insulin secretion disturbance, insulin activity disorder or both of them. Type 2 diabetes mellitus is a cronic desease with high prevalence in Indonesia. Physical activity is one of type 2 diabetes mellitus management. Physical activity have a role to controlling blood glucose levels and decreasing insulin resistance in type 2 diabetes mellitus. Objective: To determine the relationship of physical activity and blood glucose levels in type 2 diabetes mellitus patients. Research Methods: This study using observational analytic methods with cross sectional approach with 65 respondents of type 2 dibetes mellitus patients in general hospital of Karanganyar. The sample who was taken with purposive sampling. Physical activity levels was measure using International Physical Activity Quessionaire (IPAQ). Blood glucose levels was gotten by medical record. Data was analyze using SPSS 17.0 for Windows program. Results: The result of Pearson correlation test is p=0,001 and r=-0,433. This means that there is negatif relationship between physical activity and blood glucose levels in type 2 diabetes mellitus patients (H0 is rejected). Conclution: There is significant relationship between physical activity with blood glucose levels in type 2 diabetes mellitus patients. Keyword: Physical Activity, Blood Glucose Levels, Tipe 2 diabetes Mellitus

PENDAHULUAN Sejalan dengan perkembangan jaman, pola penyakit di Indonesia mengalami pergeseran dari penyakit infeksi dan kekurangan gizi menjadi penyakit degeneratif yang salah satunya adalah diabetes melitus (Suyono, 2011). Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya (PERKENI, 2011). Indonesia merupakan salah satu dari 10 negara dengan jumlah penderita diabetes terbanyak. Indonesia menempati peringkat ke-7 pada tahun 1995 dan diprediksi akan naik menjadi peringkat ke-5 pada tahun 2025 dengan perkiraan jumlah penderita sebanyak 12,4 juta jiwa (Arisman, 2011). Penelitian yang dilakukan oleh Litbang Depkes pada Desember 2008 menyatakan bahwa pravalensi nasional untuk Diabetes adalah sebesar 5,7% yang 1,5 % adalah pasien yang sudah terdiagnosis sebelumnya dan sisanya baru terdiagnosis saat penelitian (Suyono, 2011). Sedangkan laporan Dinas Kesehatan Jawa Tengah tahun 2012, prevalensi diabetes melitus tipe 1 di Jawa Tengah sebesar 0,06%, dengan prevalensi tertinggi pada Kabupaten Semarang. Sedangkan untuk diabetes melitus tipe 2 sebesar 0,55% dengan prevalensi tertinggi pada Kabupaten Magelang (Dinkes, 2012). Sebagian besar faktor risiko diabetes melitus adalah gaya hidup yang tidak sehat seperti kurangnya aktivitas fisik, diet yang tidak sehat dan tidak seimbang serta obesitas. Maka dari itu hal terpenting dari pengendalian diabetes melitus adalah mengendalikan faktor risiko ( Anani et al., 2012). Tujuan penting dari pengelolaan diabetes melitus adalah memulihkan kekacauan metabolik sehingga segala proses metabolik kembali normal (Arisman, 2011). Berdasarkan uraian tersebut, peneliti ingin melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan aktivitas fisik dengan kadar gula darah pada pasien DM tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar.

TINJAUAN PUSTAKA Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan energi. Kurangnya aktivitas fisik merupakan faktor risiko independen untuk penyakit kronis dan secara keseluruhan diperkirakan menyebabkan kematian secara global (WHO, 2013). Kadar gula darah adalah jumlah kandungan glukosa dalam plasma darah (Dorland, 2010). Kadar gula darah digunakan untuk menegakkan diagnosis DM. Untuk penentuan diagnosis, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat menggunakan pemeriksaan gula darah kapiler dengan glukometer (PERKENI, 2011). Pengaruh aktivitas fisik atau olahraga secara langsung berhubungan dengan peningkatan kecepatan pemulihan glukosa otot (seberapa banyak otot mengambil glukosa dari aliran darah). Saat berolahraga, otot menggunakan glukosa yang tersimpan dalam otot dan jika glukosa berkurang, otot mengisi kekosongan dengan mengambil glukosa dari darah. Ini akan mengakibatkan menurunnya glukosa darah sehingga memperbesar pengendalian glukosa darah (Barnes, 2012). Pada diabetes melitus tipe 2 olahraga berperan dalam pengaturan kadar glukosa darah. Masalah utama pada diabetes melitus tipe 2 adalah kurangnya respon terhadap insulin (resistensi insulin) sehingga glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel. Permeabilitas membran terhadap glukosa meningkat saat otot berkontraksi karena kontraksi otot memiliki sifat seperti insulin. Maka dari itu, pada saat beraktivitas fisik seperti berolahraga, resistensi insulin berkurang. Aktivitas fisik berupa olahraga berguna sebagai kendali gula darah dan penurunan berat badan pada diabetes melitus tipe 2 (Ilyas, 2011). Manfaat besar dari beraktivitas fisik atau berolahraga pada diabetes melitus antara lain menurunkan kadar glukosa darah, mencegah kegemukan, ikut berperan dalam mengatasi terjadinya komplikasi, gangguan lipid darah dan peningkatan tekanan darah (Ilyas, 2011).

Aktivitas fisik yang dianjurkan untuk para penderita diabetes melitus tipe 2 adalah aktivitas fisik secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit dan sesuai dengan CRIPE (continuous, rhythmical, interval, progresive, endurance training). Dan diusahakan mencapai 75-85% denyut nadi maksimal (Waspadji, 2011). METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah karanganyar pada bulan Desember 2013 dengan desain analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Sampel dalam penelitian adalah seluruh pasien diabetes melitus tipe 2 yang melakukan rawat jalan di RSUD Karanganyar dan teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Kriteria inklusi dalam penelitian adalah pasien diabetes melitus tipe 2 yang rawat jalan di RSUD Karanganyar dan bersedia menjadi responden. Sedangkan kriteria eksklusinya adalah pasien yang menjalani amputasi kaki dan pasien yang tidak minum obat hipoglikemi secara teratur. Penelitian ini menggunakan instrumen IPAQ (International Physical Activity Quessionaire) untuk mengukur tingkat aktivitas fisik. Sedangkan kadar gula darah puasa dengan melihat rekan medis responden. HASIL Hasil penelitian yang telah dilaksanakan pada bulan Desember adalah sebagai berikut : 1. Jenis kelamin Distribusi sampel menurut jenis kelamin disajikan dalam tabel 1 : Tabel 1. Distribusi sampel menurut jenis kelamin Jenis kelamin Frekuensi % Laki-laki 23 39,0 Perempuan 36 61,0 Jumlah 59 100 Sumber : Data primer, 2013

2. Usia Distribusi sampel menurut usia responden disajikan dalam tabel 2 : Tabel 2. Distribusi sampel menurut usia Usia (th) Frekuensi % 31-40 2 3,4 41-50 5 8,5 51-60 20 33,9 61-70 23 39,0 >70 9 15,3 Total 59 100 Sumber : Data primer, 2013 3. Lama menderita diabetes melitus tipe 2 Distribusi sampel menurut lamanya menderita disajikan dalam tabel 3 : Tabel 3. Distribusi sampel menurut lama menderita DM tipe 2 Lama menderita Frekuensi % < 1 tahun 5 8,5 1 5 tahun 25 42,4 6 10 tahun 15 25,4 11 15 tahun 8 13,6 >15 6 10,2 Total 59 100 Sumber : Data primer, 2013

4. Aktivitas fisik Distribusi sampel menurut aktivitas fisik disajikan dalam tabel 4 : Tabel 4. Distribusi sampel menurut tingkat aktivitas fisik Aktivitas fisik Frekuensi % Rendah 3 5,1 Sedang 53 89,8 Berat 3 5,1 Total 59 100 Sumber : Data primer, 2013 5. Kadar gula darah puasa Distribusi sampel menurut kadar gula darah puasa disajikan dalam tabel 5 : Tabel 5. Distribusi sampel menurut kadar gula darah puasa GDP Frekuensi % Buruk 48 81,4 Sedang 2 3,4 Baik 9 15,3 Total 59 100 Sumber : Data primer, 2013 6. Analisis hubungan aktivitas fisik dengan kadar gula darah puasa Hasil analisis korelasi hubungan aktivitas fisik dengan kadar gula darah puasa pada pasien diabetes melitus tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar disajikan dalam tabel berikut :

Tabel 6. Analisis hubungan aktivitas fisik dengan kadar gula darah puasa P r Aktivitas fisk 0,001-0,433 Hasil dari uji statistik menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dan kadar gula darah dengan nilai p = 0,001. Nilai korelasi dari hubungan aktivitas fisik dan kadar gula darah puasa menunjukkan korelasi sedang dengan nilai r = -0,433. PEMBAHASAN Tabel 1 yang berisi tentang distribusi sampel menurut jenis kelamin telah menunjukkan bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan. Responden yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 61,0% (36 orang) sedangkan jenis kelamin laki-laki sebanyak 39,0 % (23 orang). Fitri dan Yekti (2012) dalam jurnalnya menyebutkan bahwa perempuan memiliki resiko lebih besar untuk mengalami peningkatan berat badan dan obesitas. Hal inilah yang diduga berkaitan dengan lebih tingginya prevalensi diabetes melitus tipe 2 pada perempuan dibanding laki-laki. Tabel 2 menunjukkan distribusi sampel menurut usia. Menurut data yang didapatkan, sebagian besar responden berada pada kelompok usia 51 sampai 60 tahun dan kelompok usia 61 sampai 70 tahun yaitu masing-masing sebesar 33,9% (20 orang) dan 39,0% (23 orang). Kesavadev et al (2003) dalam jurnalnya menyebutkan jika pada negara berkembang, mayoritas penderita diabetes melitus tipe 2 berada pada usia 45 sampai 64 tahun. Resiko seseorang untuk menderita diabetes melitus tipe 2 akan bertambah seiring berjalannya usia terutama usia di atas 45 tahun. Hal ini dikarenakan jumlah sel beta produktif semakin berkurang dengan bertambahnya usia (Arisman, 2011). Tabel 3 menunjukkan distribusi sampel menurut lamanya menderita diabetes melitus tipe 2. Responden terbanyak (25 orang) adalah yang telah menderita diabetes melitus tipe 2 selama 1-5 tahun sebesar 42,4%. Menurut Goud

et al (2011) pada penelitiannya, lamanya menderita diabetes melitus berhubungan dengan peningkatan HbA1c dan peningkatan kadar glukosa plasma. Tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat aktifitas fisik sedang yaitu sebanyak 89,8% (53 orang). Sedangkan untuk responden yang melakukan aktifitas fisik berat hanya sebesar 5,1% (3 orang) dan tingkat aktivitas fisik rendah sebesar 5,1% (3 orang). Teori Suyono (2011) menyebutkan kurangnya aktivitas fisik merupakan salah satu faktor resiko kejadian diabetes melitus tipe 2. Tabel 5 menunjukkan distribusi sampel menurut kadar gula darah puasa dari yang tertinggi adalah kadar gula darah puasa kategori buruk yaitu sebesar 81,4% (48 orang), kemudian kadar gula darah kategori baik sebesar 15,3% (9 orang) dan kadar gula darah kategori sedang sebesar 3,4% (2 orang). Baik buruknya kadar gula darah puasa tergantung dari perilaku pengendalian kadar gula darah yang dilakukan masing-masing responden. Menurut Laurentia Mihardja (2009) perilaku pengendalian kadar gula darah yang baik, seperti terapi nutrisi medis, olahraga, maupun obat-obatan dapat mencegah atau menunda terjadinya komplikasi. Setelah data aktivitas fisik dan kadar gula darah di analisis dengan uji korelasi pearson didapatkan nilai p=0,001 dan nilai korelasi r= -0,433. Nilai p < 0,05 menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan kadar gula darah pasien diabetes melitus tipe 2. Nilai korelasi r = -0,433 menunjukkan adanya korelasi berkekuatan sedang yang berpola negatif antara kedua variabel. Nilai korelasi yang berpola negatif memiliki arti semakin berat aktifitas yang dilakukan, maka semakin rendah kadar gula darah puasanya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian yang diajukan dapat diterima. Penyerapan glukosa oleh jaringan tubuh pada saat istirahat membutuhkan insulin, sedangkan pada otot yang aktif tidak disertai kenaikan kadar insulin walaupun kebutuan glukosa meningkat. Hal ini dikarenakan pada waktu seseorang beraktivitas fisik, terjadi peningkatan kepekaan reseptor insulin di otot yang aktif. Masalah utama yang terjadi pada diabetes melitus tipe 2 adalah terjadinya

resistensi insulin yang menyebabkan glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel. Saat seseorang melakukan aktivitas fisik, akan terjadi kontraksi otot yang pada akhirnya akan mempermudah glukosa masuk ke dalam sel. Hal tersebut berarti saat seseorang beraktivitas fisik, akan menurunkan resistensi insulin dan pada akhirnya akan menurunkan kadar gula darah (Ilyas, 2011). Menurut Plotnikoff (2006) dalam Canadian Journal of Diabetes, aktivitas fisik merupakan kunci dalam pengelolaan diabetes melitus terutama sebagai pengontrol gula darah dan memperbaiki faktor resiko kardiovaskuler seperti menurunkan hiperinsulinemia, meningkatkan sesnsitifitas insulin, menurunkan lemak tubuh, serta menurunkan tekanan darah. Aktivitas fisik sedang yang teratur berhubungan dengan penurunan angka mortalitas sekitar 45-70% pada populasi diabetes melitus tipe 2 serta menurunkan kadar HbA1c ke level yang bisa mencegah terjadinya komplikasi. Aktivitas fisik minimal 150 menit setiap minggu yang terdiri dari latihan aerobic, latihan ketahanan maupun kombinasi keduanya berkaitan dengan penurunan kadar HbA1c pada penderita diabetes melitus tipe 2 (Umpierre et al., 2011). KESIMPULAN Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan kadar gula darah pada pasien diabetes melitus tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar dengan p=0,001 dan r=-0,433. DAFTAR PUSTAKA Anani, S., Udiyono, A., Ginanjar, P., 2012. Hubungan antara Perilaku Pengendalian Diabetes dan Kadar Gula Darah Pasien Rawat Jalan Diabetes Melitus (Studi Kasus di RSUD Arjawinangun Kabupaten Cirebon). Jurnal Kesehatan Masyarakat. 1:466-478 Arifin, Z., 2011. Analisis Hubungan Kualitas Tidur dengan Kadar Glukosa Darah Pasien Diabetes Mellitus di Rumah Sakit Umum Propinsi Nusa Tenggara Barat. Universitas Indonesia. PhD Thesis

Arisman, 2011. Obesitas, Diabetes Melitus, dan Dislipidemia. Jakarta: EGC Barnes, D.E., 2011. Program Olahraga Diabetes. Yogyakarta: Citra Aji Parama Dinkes, 2012. Profil Kesehatan Jateng. www.dinkes.go.id. (31 mei 2013) Dorland, 2010. Kamus Kedokteran. Jakarta: EGC Fitri, R. Yekti., W., 2012. Asupan Energi, Karbohidrat, Serat, Beban Glikemik, Latihan Jasmani dan Kadar Gula Darah pada Pasien Diabetes Melitus tipe 2. Media Medika Indonesia. 46:121-131 Goud, M., Nayal, B., Devi S., Sathista, T., Shivashanker, S., Devaki, R., 2011. Relation of Calculated HbA1c With Fasting Plasma Glucose and Duration of Diabetes. IJABPT. 2:58-61 Ilyas, E. I., 2011. Olahraga bagi Diabetesi dalam: Soegondo, S., Soewondo, P., Subekti, I., Editor. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu bagi dokter maupun edukator diabetes. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Indriyani, P., Supriyatno, H., Santoso, A., 2007. Pengaruh Latihan Fisik; Senam Aerobik Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah pada Penderita DM Tipe 2 di Wilayah Puskesmas Bukateja Purbalingga. Media Ners. 1: 49-99 Kasavadev, J., Short, K., Nair, S., 2003. Diabetes in Old Age : An Emerging Endemic. Indian Institute of Diabetes. JAPI. 51:1083-1094 Mihardja, L., 2009. Faktor yang berhubungan Dengan Pengendalian Gula Darah Pada Penderita Diabetes Melitus di Perkotaan Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia. 59:9 PERKENI, 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. www.perkeni.org. (31 Mei 2013) Plotnikoff, R. C., 2006. Physical Activity in the Management of Diabetes: Population-based Perspectives and Strategies. Canadian Journal of Diabetes. 30: 52-62 Suyono, S., 2006. Diabetes Melitus di Indonesia dalam: Sudoyo, A., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, K.M., Setiati, S., Editor. buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universita Indonesia Suyono, S., 2011. Kecenderungan Peningkatan Jumlah Penyandang Diabetes Melitus dalam: Soegondo, S., Soewondo, P., Subekti, I., Editor. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu bagi dokter maupun edukator diabetes. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Umpierre et al., 2011. Physical Activity Adviced Only or Structured Excercise Training and Association with HbA1C Levels in Type 2 Diabetes. American Medical Association. 35:107 Waspadji, S., 2011. Diabetes Melitus: Mekanisme dan Dasar Pengelolaannya yang Rasional dalam: Soegondo, S., Soewondo, P., Subekti, I., Editor. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu bagi dokter maupun edukator diabetes. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia WHO, 2013. Physical Activity. www.who.int (5 juni 2013)