this file is downloaded from

dokumen-dokumen yang mirip
this file is downloaded from

2 Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, perlu perbaikan dan pemisahan dalam Peraturan tersendiri menyangkut Inventarisasi Hutan Berkala dan Rencana Kerja

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 66 /Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.33/Menhut-II/2014 TENTANG

2 ekonomi biaya tinggi sebagaimana hasil kajian Komisi Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, perlu pengaturan kembali mengenai Inventarisasi Hutan Menyelu

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.30/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

this file is downloaded from

this file is downloaded from

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.24/MENHUT-II/2011

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.50/Menhut-II/2010

RENCANA KERJA USAHA PEMANFAATAN PENYERAPAN DAN/ATAU PENYIMPANAN KARBON PADA HUTAN PRODUKSI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2006 TENTANG INVENTARISASI HUTAN PRODUKSI TINGKAT UNIT PENGELOLAAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Silvilkultur. Hasil Hutan Kayu. Pemanfaatan. Pengendalian. Areal.

this file is downloaded from

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR: P. 2/Menhut-II/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 58/Menhut-II/2009. Tentang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2011 TENTANG HUTAN TANAMAN HASIL REHABILITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.23/Menhut-II/2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 13/Menhut-II/2009 TENTANG HUTAN TANAMAN HASIL REHABILITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

this file is downloaded from

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Izin. Usaha. Perpanjangan. Tatacara. Pencabutan.

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.192/MENHUT-II/2006 TENTANG

GUBERNUR PAPUA. 4. Undang-Undang.../2

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 3/Menhut-II/2012

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.186/MENHUT-II/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.31/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 23/Menhut-II/2009 TENTANG

~ 2 ~ C:\Documents and Settings\BAHAN WEB\Per-UU\NSPK hilang Agustus1.rtf

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.8/Menhut-II/2014

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.19/Menhut-II/2012 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.388, 2009 DEPARTEMEN KEHUTANAN. Izin Usaha. Kawasan Hutan Silvo Pastura. Hutan Produksi

2017, No Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan, setiap pemegang izin usaha pemanfaatan hutan wajib menyusun rencana kerja untuk se

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 53/Menhut-II/2009 TENTANG PEMASUKAN DAN PENGGUNAAN ALAT UNTUK KEGIATAN IZIN USAHA

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 6885/Kpts-II/2002 TENTANG TATA CARA DAN PERSYARATAN PERPANJANGAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.33/MENHUT-II/2009 TENTANG PEDOMAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.26/Menhut-II/2012

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.62/Menhut-II/2011 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Izin Pemanfaatan Kayu. Prosedur.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.64/Menhut-II/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.54/MENHUT-II/2007 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

this file is downloaded from

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 6887/KPTS-II/2002 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.65, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Koridor. Penggunaan. Pembuatan.

2 Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, maka perlu pengaturan kembali mengenai Tata Cara Pemberian dan Peluasan Areal Kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil H

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.62/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU

this file is downloaded from

2016, No dimaksud dalam huruf b, perlu disempurnakan; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK. 55/Menhut-II/2006

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.19/Menhut-II/2007 TENTANG

R E P U B L I K I N D O N E S I A D E P A R T E M E N K E H U T A N A N J A K A R T A. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : SK.246/VI-BPHA/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 14/Menhut-II/2011 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 14/Menhut-II/2013 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.17/MENHUT-II/2006 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.352/Menhut-II/2004

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 62/Menhut-II/2014 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU

this file is downloaded from

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 33/Kpts-II/2003 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN. Nomor : P.14/Menhut-II/2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR. P.47/Menhut -II/2010 TENTANG PANITIA TATA BATAS KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2002 TENTANG DANA REBOISASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.169/MENHUT-II/2005 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.45/MENHUT-II/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 23/Menhut-II/2007

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 33/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 03 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK KEGIATAN PERTAMBANGAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 61/Menhut-II/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.398/MENHUT-II/2005 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.293 / MENHUT-II / 2007 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.382/Menhut-II/2004 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU (IPK) MENTERI KEHUTANAN,

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik I

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR SK.159/MENHUT-II/2004 TAHUN 2004 TENTANG RESTORASI EKOSISTEM DI KAWASAN HUTAN PRODUKSI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Hutan Kayu. Tanaman Industri. Rakyat. Pemanfaatan. Pencabutan.

2 b. bahwa pelaksanaan ketentuan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam huruf a, telah ditetapkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.29/Menh

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.29/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 63/Menhut-II/2008

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.14/Menhut-II/2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.100, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Iuran Izin Usaha Pemanfaatan. Prosedur. Hutam Produksi.

> MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.393/MENHUT-II/2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.9/Menlhk-II/2015 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN, PERLUASAN AREAL KERJA DAN

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005

Transkripsi:

th file MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.6/Menhut-II/2007 TENTANG RENCANA KERJA DAN RENCANA KERJA TAHUNAN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU DALAM HUTAN ALAM DAN RESTORASI EKOSISTEM DALAM HUTAN ALAM PADA HUTAN PRODUKSI MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 71 dan 73 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 menyebutkan kepada Pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam, Restorasi Ekostem dalam Hutan Alam, Hutan Tanaman, dan Hutan Tanaman Rakyat pada Hutan Produksi wajib membuat Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (RKUPHHK) jangka panjang untuk seluruh areal kerja, dan Rencana Kerja Tahunan (RKT) untuk mendapat persetujuan dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk; b. bahwa Rencana Kerja dan Rencana Kerja Tahunan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekostem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi sebagaimana dimaksud huruf a merupakan dasar pelaksanaan kegiatan IUPHHK; c. bahwa sehubungan dengan hal tersebut, dipandang perlu menetapkan Rencana Kerja dan Rencana Kerja Tahunan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekostem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi dengan Peraturan Menteri Kehutanan. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekostemnya; 2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang; 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; 4. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan jo. Nomor 19 Tahun 2004; 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;

6. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom; 7. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Hutan; 8. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan; 9. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan; 10. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 171/M Tahun 2005 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu; 11. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005 jo. Nomor 62 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organasi, dan Tata Kerja Kementrian Negara Republik Indonesia; 12. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 j. Nomor 15 Tahun 2005 dan Nomor 63 Tahun 2005 tentang Unit Organasi dan Tugas Eselon I Kementrian Negara Republik Indonesia; 13. Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi; 14. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.13/Menhut-II/2005 j. Nomor P.17/Menhut-II/2005, Nomor P.35/Menhut-ll/2005 dan P.46/Menhut- II/2006 tentang Organasi dan Tata Kerja Departemen Kehutanan. th file Menetapkan : MEMUTUSKAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN TENTANG RENCANA KERJA DAN RENCANA KERJA TAHUNAN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU DALAM HUTAN ALAM DAN RESTORASI EKOSISTEM DALAM HUTAN ALAM PADA HUTAN PRODUKSI BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini, yang dimaksud dengan : 1. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi yang selanjutnya dingkat IUPHHK-HA adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dalam hutan alam pada hutan produksi melalui kegiatan pemanenan atau penebangan, pengayaan, pemeliharaan, dan pemasaran.

2. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekostem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi yang selanjutnya dingkat IUPHHK-RE adalah izin usaha yang diberikan untuk membangun kawasan dalam hutan alam pada hutan produksi yang memiliki ekostem penting sehingga dapat dipertahankan fungsi dan keterwakilannya melalui kegiatan pemeliharaan, perlindungan dan pemulihan ekostem hutan termasuk penanaman, pengayaan, penjarangan, penangkaran satwa, pelepasliaran flora dan fauna untuk mengembalikan unsur hayati (tanah, iklim, dan topografi) pada suatu kawasan kepada jen yang asli, sehingga tercapai keseimbangan hayati dan ekostemnya. 3. RKUPHHK dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekostem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi adalah rencana kerja untuk seluruh areal kerja dan berlaku selama 10 (sepuluh) tahun, antara lain memuat aspek kelestarian usaha, aspek keseimbangan lingkungan dan sosial ekonomi yang dusun berdasarkan inventarasi Hutan Menyeluruh Berkala 10 (sepuluh) Tahunan. 4. Rencana Kerja Tahunan (RKT) Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekostem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi adalah rencana kerja dengan jangka waktu 1 (satu) tahun yang merupakan penjabaran dari RKUPHHK. 5. Bagan Kerja (BK) Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi adalah rencana kerja yang berlaku paling lama 12 (dua belas) bulan dan diberikan kepada pemegang izin yang belum memiliki RKUPHHK I (pertama). 6. Laporan Hasil Cruing (LHC) Petak Kerja Tebangan Tahunan adalah dokumen hasil pengolahan data pohon dari pelaksanaan kegiatan Inventarasi Tegakan Sebelum Penebangan (ITSP) pada petak kerja yang bersangkutan yang memuat nomor pohon, jen, diameter, tinggi pohon bebas cabang, dan taksiran volume kayu. 7. LHC Blok Kerja Tebangan Tahunan adalah dokumen hasil pengolahan data pohon dari LHC setiap petak kerja dalam blok kerja tebangan tahunan yang memuat kelompok jen, kelas diameter, jumlah pohon dan taksiran volume kayu. 8. Rekapitulasi LHC Kerja Blok Tebangan Tahunan adalah dokumen hasil pengolahan data pohon dari LHC setiap petak kerja tebangan dalam blok kerja tebangan tahunan yang memuat kelompok jen, kelas diameter, jumlah pohon dan taksiran volume kayu. 9. Jatah Produksi Tebangan (JPT) adalah Annual Allowable Cut (AAC) Volume Tebangan dikalikan dengan faktor eksploitasi (fe) dan faktor pengaman (fa). 10. Rencana Produksi Tahunan Nasional adalah Target Produksi Kayu Bulat hutan alam produksi yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal. 11. Menteri adalah menteri yang derahi tugas dan bertanggung jawab di bidang kehutanan. 12. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang derahi tugas dart tanggung jawab di bidang Bina Produksi Kehutanan. th file

13. Dinas Provinsi adalah Dinas yang derahi tugas dan tanggung jawab di bidang kehutanan di Provinsi. 14. Dinas Kabupaten/Kota adalah Dinas yang derahi tugas dan tanggung jawab di bidang kehutanan di Kabupaten/ Kota. 15. Unit Pelaksana Tekn (UPT) adalah unit pelaksana tekn yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan. 16. P2LHP (Pejabat Pengesah Laporan Hasil Produksi) adalah Pegawai Kehutanan yang memenuhi kualifikasi sebagai Pengawas Penguji Hasil Hutan yang diangkat dan diberi tugas, tanggung jawab serta wewenanq untuk melakukan pengesahan laporan hasil produksi kayu bulat dan atau kayu bulat kecil, 17. P2SKSKB (Pejabat Penerbit Surat Keterangan Sahnya Kayu Bulat) adalah Pegawai Kehutanan yang memenuhi kualifikasi sebagai Pengawas Penguji Hasil Hutan yang diangkat dan diberi tugas, tanggung jawab serta wewenang untuk melakukan penerbitan SKSKB. th file BAB II TUJUAN Pasal 2 Tujuan penyusunan Rencana Kerja dan Rencana Kerja Tahunan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekostem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi adalah untuk menentukan kelestarian hutan berdasarkan kelestarian hasil, kelestarian usaha, keseimbangan lingkungan dan sosial ekonomi masyarakat setempat. BAB III RKUPHHK DALAM HUTAN ALAM DAN RESTORASI EKOSISTEM DALAM HUTAN ALAM Pasal 3 (1) Usulan RKUPHHK dalam Hutan Alam, Restorasi Ekostem dalam Hutan Alam, pada Hutan Produksi wajib dusun oleh pemegang izin. (2) Usulan RKUPHHK dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekostem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi, diajukan kepada Direktur Jenderal selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah Keputusan IUPHHK dalam Hutan Alam pada Hutan, Produksi diterbitkan, dan diterima pemegang izin dengan tembusan kepada : a. Kepala Dinas Provinsi; b. Kepala Dinas Kabupaten/ Kota.

Pasal 4 (1) Usulan RKUPHHK dalam Hutan Alam atau Restorasi Ekostem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 ayat (2) dusun berdasarkan : a. Peta areal kerja sesuai Keputusan IUPHHK dalam Hutan Alam; b. Peta Penunjukkan Kawasan, Hutan dan Perairan Provinsi atau Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi atau Peta TGHK bagi provinsi yang belum ada Peta Penunjukkan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi; c. Peta Hasil Penafsiran Potret Udara (skala 1 : 20.000) atau Citra Satelit (skala 1 : 50.000 atau 1 : 100.000) berumur maksimal 2 (dua) tahun terakhir yang telah diperiksa oleh Badan Planologi Kehutanan; d. Potensi tegakan berdasarkan inventarasi hutan dengan intensitas 1% (satu persen) pada seluruh areal kerja IUPHHK atau stem jalur dengan stem sampling jalur plot stemat, stem jalur dengan menggunakan plot gabungan (combinned sample plot); e. Kondi sosial ekonomi masyarakat yang berdomili dalam hutan areal kerja IUPHHK dalam Hutan Alam. (2) Usulan RKUPHHK Restorasi Ekostem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi, inventarasi hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan dengan intensitas 0,1% (nol koma satu persen) pada seluruh areal kerja IUPHHK. th file Pasal 5 Pedoman Penyusunan, Penilaian dan Pengesahan RKUPHHK dalam Hutan Alam, Restorasi Ekostem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi sebagaimana pada lampiran 1 dan 2 Peraturan Menteri ini. Pasal 6 (1) Direktur Jenderal menilai dan mengesahkan usulan RKUPHHK dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekostem dalam Hutan Alam pada hutan Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dan salinannya dampaikan kepada : a. Kepala Dinas Provinsi; b. Kepala Dinas Kabupaten/Kota; dan c. Kepala UPT. (2) Direktur Jenderal dapat mendelegasikan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Pejabat Eselon II Lingkup Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

Pasal 7 (1) RKUPHHK sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (1) dievaluasi setiap 5 (lima) tahun oleh pemegang izin dan hasil evaluasi diajukan kepada Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk. (2) Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana ayat (1) diperlukan untuk merevi RKUPHHK, usulan revi diajukan kepada Direktur Jenderal untuk dinilai dan dahkan sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (1). th file Pasal 8 (1) Dalam RKUPHHK, pemegang IUPHHK dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi diwajibkan menetapkan sekurang-kurangnya 1000 (seribu) hektar areal secara proporsional sebagai areal konservasi in-situ jen asli setempat. (2) Konservasi in-situ setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah antara lain jen-jen pohon bulian, ramin, ebony, dan merbau. (3) Kepala Dinas Kabupaten melakukan monitoring dan Evaluasi atas konservasi in-situ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan setiap tahun dilaporkan kepada Direktur Jenderal. BAB IV RKT DALAM HUTAN ALAM, RESTORASI EKOSISTEM DALAM HUTAN ALAM PADA HUTAN PRODUKSI Bagian pertama Usulan Rencana Kerja Tahunan Pasal 9 (1) Setiap pemegang IUPHHK dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi dan pemegang IUPHHK Restorasi Ekostem wajib menyusun Buku Usulan RKT. (2) Buku Usulan RKT dalam Hutan Alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum tahun RKT berjalan; dan atau selambatlambatnya 3 (tiga) bulan sejak RKUPHHK dalam Hutan Alam dahkan. (3) Usulan RKT dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekostem sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diajukan kepada Kepala Dinas Provinsi, dengan tembusan kepada: a. Direktur Jenderal; b. Kepala Dinas Kabupaten/Kota.

Pasal 10 Usulan RKT dalam Hutan Alam sebagaimana dimaksud pada Pasal 9, dusun berdasarkan: a. Peta areal kerja sesuai Keputusan IUPHHK dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi; b. RKUPHHK yang telah dahkan; c. Rekapitulasi Laporan Hasil Cruing (LHC) pada Blok Rencana Kerja Tebangan yang telah dibuat oleh perusahaan yang ditandatangani oleh Tenaga Tekn Kehutanan (cruer) dan diketahui pimpinan perusahaan; d. Peta hasil penafsiran potret udara (skala 1: 20.000) atau citra satelit (skala 1 : 50.000 atau 1 : 100.000) berumur maksimal 2 tahun terakhir. th file Pasal 11 Usulan RKT Restorasi Ekostem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, dusun berdasarkan : a. Peta areal kerja sesuai Keputusan IUPHHK pada Restorasi Ekostem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi; b. RKUPHHK yang telah dahkan; c. Peta hasil penafsiran potret udara (skala 1: 20.000) atau citra satelit (skala.1 50.000 atau 1 : 100.000) berumur maksimal 2 tahun terakhir; d. Ralah hutan dengan intensitas 10% (sepuluh persen) pada blok RKT tahun yang akan datang. Pasal 12 Pedoman Penyusunan, Penilaian dan Pengesahan RKT dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekostem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi yang dusun oleh pemegang izin sebagaimana Lampiran 3 dan 4 Peraturan ini. Pasal 13 (1) Dalam hal pemegang izin sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat (1) telah mendapat sertifikat pengelolaan hutan lestari secara Mandatory atau Voluntary, pemegang izin dapat mengesahkan RKT sendiri (self approval) sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 pada Pasal 73 ayat (2), Pasal 73 ayat (5) huruf d, Pasal 75 ayat (2), dan Pasal 75 ayat (3) huruf c.

(2) Direktur Jenderal atas nama Menteri melakukan penilaian atas kewenangan pengesahan self approval sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah dilakukan penilaian kinerja oleh Lembaga Penilai lndependen sesuai dengan peraturan perundangan. (3) Pemegang izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaporkan kepada Direktur Jenderal. th file Bagian Kedua Rencana Produksi Dari IUPHHK Dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi Pasal 14 (1) Setiap IUPHK dalam Hutan Alam wajib melaporkan rekapitulasi hasil timber cruing yang dilaksanakan pada Et -2 kepada Direktur Jenderal sebagai salah satu bahan pertimbangan penetapan Rencana Produksi Nasional. (2) Rencana Produksi Nasional kayu bulat ditetapkan oleh Menteri selambat-lambatnya 4 (empat) bulan sebelum tahun RKT berjalan. (3) Alokasi rencana produksi kayu bulat pada hutan alam untuk setiap Provinsi ditetapkan oleh Direktur Jenderal selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum tahun RKT berjalan dengan menggunakan pertimbangan Rekapitulasi LHC dan kebijakan tekn di setiap provinsi. (4) Kepala Dinas Provinsi selanjutnya menetapkan pembagian rencana produksi kayu bulat kepada pemegang IUPHHK yang berhak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan tembusan dinas Kabupaten/Kota. (5) Bagi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi telah mendapat Sertifikat Pengelolaan Hutan Alam Lestari (SPHAPL) skema mandatory atau skema voluntary, diberikan Target Tebangan Tahunan sesuai dengan kemampuan rill IUPHHK yang bersangkutan dan tidak termasuk Rencana Produksi yang dialokasikan untuk Provinsi yang bersangkutan. (6) Berdasarkan Rekapitulasi LHC sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 huruf c dan pembagian rencana produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Kepala Dinas Kabupaten/Kota memberikan pertimbangan tekn kepada Kepala Dinas Provinsi selambat-lambatnya akhir bulan November sebelum tahun RKT-UPHHK berjalan. Pasal 15 (1) Pemegang IUPHHK dalam Hutan Alam, wajib melaksanakan Timber Cruing dengan Intensitas, Cruing 100 % (seratus persen) pada blok/petak rencana tebangan selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sebelum tahun RKT berjalan. (2) Hasil Timber Cruing sebagaimana dimaksud ayat (1) dibuatkan rekapitulasi LHC dan dampaikan kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota, Kepala Dinas Provinsi, UPT dan Direktur Jenderal sebagai bahan penetapan rencana produksi HPH/IUPHHK yang bersangkutan.

(3) Berdasarkan laporan rekapitulasi LHC sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Kepala Dinas Provinsi dan UPT menyampaikan kepada Direktur Jenderal paling lambat tanggal 31 Desember 1 (satu) tahun sebelum RKT berjalan sebagai bahan penetapan Rencana Produksi Nasional. th file Bagian Ketiga Pemeriksaan Sarana Produksi pada RKT Pasal 16 (1) Untuk Usulan RKT dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi, Kepala Dinas Kabupaten/Kota melaksanakan pemeriksaan lapangan dengan obyek meliputi rencana blok/petak tebangan, timber cruing, Petak Ukur Permanen (PUP), realasi RKT berjalan dan sarana produksi yang berupa peralatan, TPn, Trase Jalan, dan TPK/logpond yang hasilnya dibuat Berita Acara Pemeriksaan sebagai bahan pertimbangan tekn penilaian dan pengesahan Usulan RKT. (2) Pelaksanaan pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bersamaan dan tidak dilakukan terpah-pah. Bagian Keempat Pertimbangan Tekn, Penilaian dan Pengesahan Pasal 17 (1) Pertimbangan tekn RKT dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekostem dampaikan oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 30 November sebelum tahun RKT kepada Kepala Dinas Provinsi dengan tembusan kepada Kepala UPT dilengkapi : a. Berita Acara Hasil Pemeriksaan lapangan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 16 ayat (1); b. Realasi kegiatan RKT tahun berjalan; c. Realasi kegiatan pembinaan hutan; d. Realasi kegiatan pembinaan masyarakat; e. Pemenuhan kewajiban pungutan PSDH dan DR; f. Rencana Produksi yang didasarkan pada Laporan Hasil Cruing (LHC); g. Usulan nama petugas P2LHP dan P2SKSKB; h. Peralatan yang digunakan. (2) Pertimbangan tekn RKT Restorasi Ekostem dampaikan oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota sebagaimana pada ayat (1) dan tidak perlu dilengkapi dengan huruf e, f, g, h. (3) Berdasarkan usulan nama petugas P2LHP dan P2SKSKB tersebut ayat (1) huruf g, Kepala UPT selambat-lambatnya 10 hari kerja menyampaikan pertimbangan tekn kepada Kepala Dinas Provinsi.

(4) Berdasarkan pertimbangan tekn dari Kepala Dinas Kabupaten/Kota dan Kepala UPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2), Kepala Dinas Provinsi melakukan penilaian dan pengesahan Usulan RKT dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi dan RKT Restorasi Ekostem selambatnya-lambatnya tanggal 31 Desember, dan salinannya dampaikan kepada : a. Direktur Jenderal; b. Kepala Dinas Kabupaten/Kota; c. Kepala UPT. (5) Apabila pertimbangan tekn dari Kepala Dinas Kabupaten/Kota tidak dampaikan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Dinas Provinsi melakukan, penilaian dan pengesahan Usulan RKT dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi dan RKT Restorasi Ekostem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi dengan memedoman Rencana Produksi Tahunan untuk RKT dalam Hutan Alam yang telah ditetapkan serta Rekapitulasi LHC yang dibuat oleh perusahaan yang bersangkutan. (6) Perusahaan yang terlambat memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Usulan RKT dalam Hutan Alam dapat dahkan dengan ketentuan : a. Apabila pengesahan pada periode 1 Januari sampai dengan 31 Maret tahun berjalan diberikan target tebangan 90% (sembilan puluh persen); b. Apabila pengesahan pada periodik 1 April sampai dengan 30 Juni tahun berjalan diberikan target tebangan 60% (enam puluh persen); c. Apabila pengesahan pada periode 1 Juli sampai dengan 30 September tahun berjalan diberikan target tebangan 30% (tiga puluh persen); d. Apabila pengesahan pada periode 1 oktober sampai dengan 31 Desember tahun berjalan diberikan target tebangan 0% (nol persen). (7) Hal-hal yang sudah tercantum pada buku RKT yang telah mendapat pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak diperlukan lagi pengesahan atau penetapan. th file Pasal 18 (1) Dalam hal pemegang IUPHHK dalam Hutan Alam, Restorasi Ekostem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi belum memperoleh pengesahan RKUPHHK, maka RKT tidak dapat dahkan. (2) RKT Restorasi Ekostem yang telah dahkan, salah satu tembusannya dampaikan kepada Kepala UPT Direktorat. Jenderal Bina Produksi Kehutanan. Bagian kelima Masa Berlaku RKT

Pasal 19 RKT dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekostem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi berlaku untuk jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung mulai 1 Januari sampai dengan 31 Desember. th file Bagian keenam Penetapan Target Tebangan pada RKT dalam Hutan Alam Pasal 20 (1) Target tebangan RKT ditetapkan berdasarkan pertimbangan Rencana Produksi Provinsi, Annual Allowable Cut (AAC) dengan memperhitungkan faktor keamanan dan faktor eksploitasi serta Rekapitulasi LHC. (2) Sa blok tebangan RKT 1 (satu) tahun sebelumnya yang tidak dapat delesaikan dapat dialihkan/dilaksanakan penebangan (carry over) ketahun RKT berikutnya dengan persetujuan Direktur Jenderal c.q. Direktur yang membidangi pembinaan hutan alam produksi. BAB V PERUBAHAN/REVISI RKUPHHK DAN RKT DALAM HUTAN ALAN, RESTORASI EKOSISTEM DALAM HUTAN ALAM PADA HUTAN PRODUKSI Pasal 21 (1) Berdasarkan hasil evaluasi terhadap RKUPHHK Dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekostem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, pemegang IUPHHK dapat mengajukan perubahan/revi RKUPHHK. (2) Perubahan/revi terhadap RKUPHHK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipertimbangkan apabila : a. Ada penambahan atau pengurangan areal kerja; b. Ada perubahan siklus tebang dalam hutan alam atau perubahan daur dan jen tanaman dengan rekomendasi dari tim pakar yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal; c. Ada perubahan terhadap kondi fik sumber daya hutan yang debabkan oleh faktor manusia maupun faktor alam; d. Ada perubahan kebijakan dari Departemen Kehutanan. (3) Perubahan/revi RKUPHHK sebagaimana dimaksud pada ayat (1). dinilai dan dahkan oleh Direktur Jenderal dan dapat didelegasikan kepada Pejabat Eselon II Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi. (4) RKT dalam Hutan Alam yang telah dahkan dapat diubah/direvi dengan persetujuan Direktur Jenderal dengan memperhatikan rekapitulasi LHC sebagaimana dimaksud pada Pasal 15 ayat (2). (5) Revi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya dapat dilakukan terhadap perubahan volume kayu, jen kayu atau kelompok jen kayu dan perubahan lain yang dapat dipertanggungjawabkan.

(6) Revi RKT sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diajukan oleh pemegang IUPHHK kepada Kepala Dinas Provinsi selambat-lambatnya 30 September tahun berjalan. BAB VI PENGENDALIAN DAN PELAPORAN th file Pasal 22 (1) Direktur Jenderal melaksanakan pengendalian atas penilaian dan pengesahan RKUPHHK, RKT dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekostem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi. (2) Kepala Dinas Provinsi wajib menyampaikan laporan pelaksanaan/realasi RKT dalam Hutan Alam, Restorasi Ekostem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi secara periodik setiap bulan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala UPT. (3) Pemegang izin Hutan Alam, Restorasi Ekostem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi wajib membuat dan menyampaikan laporan pelasanaan RKT secara periodik setiap triwulan dan tahunan kepada Direktur Jenderal c.q. Direktur yang menangani pembinaan hutan alam atau pembinaan hutan tanaman, dan Dinas Kehutanan Provinsi serta Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota, BAB VII SANKSI Pasal 23 Pemegang IUPHHK dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekostem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi yang tidak menyusun dan menyerahkan RKUPHHK dan RKT atau revinya sebagaimana diatur dalam Peraturan ini, dikenakan sanksi sesuai ketentuan Peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB VIII KETENTUAN LAIN Pasal 24 (1) Bagi Pemegang IUPHHK dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekostem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi yang baru memperoleh izin, sebelum RKUPHHK dinilai dan dahkan, dapat menyusun dan mengajukan usulan BKUPHHK. (2) Usulan BKUPHHK sebagaimana dimaksud pada. ayat (1) dampaikan kepada Kepala Dinas Provinsi dengan tembusan kepada : a. Direktur Jenderal; b. Kepala Dinas Kabupaten/Kota.

(3) BKUPHHK hanya dapat diberikan satu kali dan berlaku selama 12 (dua belas) bulan sejak BKUPHHK dahkan. Pasal 25 Usulan BKUPHHK Hutan Alam dan Restorasi Ekostem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, dusun berdasarkan : a. Peta Areal Kerja sesuai Keputusan IUPHHK; b. Laporan Hasil Cruing (LHC) BKUPHHK untuk Hutan Alam atau inventarasi hutan untuk BKUPHHK Restorasi Ekostem th file Pasal 26 Pedoman penyusunan, penilaian dan pengesahan usulan BKUPHHK dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekostem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi sebagaimana dalam lampiran 5 dan 6 Peraturan Menteri ini. Pasal 27 (1) Kepala Dinas Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya Usulan BKUPHHK Hutan Alam menyampaikan pertimbangan tekn kepada Kepala Dinas Provinsi dilengkapi : a. Berita acara pemeriksaan lapangan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 16; b. Realasi kegiatan pembinaan hutan untuk IUPHHK pembaharuan atau perpanjangan; c. Realasi kegiatan pembinaan masyarakat untuk IUPHHK pembaharuan atau perpanjangan; e. Rencana Produksi yang didasarkan pada Laporan Hasil Cruing (LHC), f. Usulan nama petugas P2LHP dan P2SKSKB; g. Peralatan yang akan digunakan. (2) Pertimbangan tekn untuk BKUPHHK Restorasi Ekostem sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperlukan kelengkapan huruf d, e dan f. (3) Pertimbangan tekn sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memedomani Annual Allowable Cut (AAC) dengan memperhitungkan faktor keamanan dan faktor eksploltasi serta Rekapitulasi LHC. Pasal 28 (1) Berdasarkan pertimbangan tekn dari Kepala Dinas Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 ayat (1), Kepala Dinas Provinsi melakukan penilaian dan pengesahan Usulan BKUPHHK dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekostem pada Hutan Produksi selambatnya-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya pertimbangan tekn, dan salinannya dampaikan kepada :

a. Direktur Jenderal; b. Kepala Dinas Kabupaten/Kota; c. Kepala UPT. (2) Apabila pertimbangan tekn dari Kepala Dinas Kabupaten/Kota tidak dampaikan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 ayat (1), Kepala Dinas Provinsi melakukan penilaian dan pengesahan Usulan BKUPHHK dalam Hutan Alam, dan Restorasi Ekostem yang mana untuk BKUPHHK Hutan Alam dengan memedomani rencana produksi IUPHHK yang dialokasikan oleh Dinas Provinsi dan Rekapitulasi LHC. (3) BKUPHHK dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekostem pada Hutan Produksi yang telah dahkan tidak dapat diubah/direvi. th file Pasal 29 (1) Direktur Jenderal melaksanakan pengendalian atas penilaian dan pengesahan BKUPHHK dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekostem pada Hutan Produksi. (2) Kepala Dinas Provinsi wajib menyampaikan laporan pelaksanaan/realasi BKUPHHK dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekostem pada Hutan Produksi secara periodik setiap bulan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala UPT. BAB IX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 30 (1) Dalam hal RKT dalam Hutan Alam, Restorasi ekostem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi Tahun 2007 telah dahkan sebelum ditetapkannya Peraturan ini tetap berlaku; (2) Dalam hal RKUPHHK dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi yang telah dahkan sebelum peraturan Menteri ini atau masih dalam proses penilaian dan pengesahan di Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan, RKT 2007 dapat diproses penilaian dan pengesahan. (3) Terhadap RKUPHHK yang telah mendapat pengesahan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini wajib desuaikan berdasarkan Peraturan ini. (4) Terhadap IUPHHK yang telah memiliki RKUPHHK yang sah dan waktu berakhirnya izin kurang dari 5 (lima) tahun tidak wajib dilakukan revi. (5) Terhadap Usulan RKLUPHHK yang masih dalam proses penilaian dan pengesahan di Dinas Kehutanan Provinsi maupun Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan tidak diproses lebih lanjut. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 31 (1) RKUPHHK yang telah dahkan sebelum diterbitkannya Peraturan ini, wajib menyusun RKUPHHK sebagaimana ketentuan ini.

(2) Penyusunan, penilaian dan pengesahan RKUPHHK dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekostem pada Hutan Produksi 10 (sepuluh) tahunan diberi waktu dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri ini diberlakukan. Pasal 32 (1) Dengan ditetapkannya Peraturan ini, maka Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 16/Kpts-II/2003 tentang Rencana Kerja, Rencana Kerja Lima Tahun dan Rencana Kerja Tahunan dan Bagan Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam, beserta perubahan/revi dan peraturan pelaksanaannya, serta ketentuan lain yang bertentangan dengan Peraturan ini dinyatakan tidak berlaku lagi. (2) Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. th file Salinan sesuai dengan aslinya Kepala Biro Hukum dan Organasi, Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 12 2-2007 MENTERI KEHUTANAN, ttd. H. M.S. KABAN, SE.,M.Si Salinan Peraturan ini dampaikan kepada Yth : 1. Menteri Dalam Negeri; 2. Pejabat Eselon I Lingkup Departemen Kehutanan; 3. Gubernur seluruh Indonesia; 4. Bupati/Walikota seluruh Indonesia; 5. Kepala Dinas Provinsi yang derahi tugas dan tanggung jawab seluruh Indonesia; 6. Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang derahi tugas dan tanggung jawab bidang kehutanan seluruh Indonesia; 7. Kepala UPT Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan seluruh Indonesia.