Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1975 Tentang : Pengangkutan Zat Radioaktip

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1975 TENTANG PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 1975 Tentang : Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi

Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1975 Tentang : Izin Pemakaian Zat Radioaktip Dan Atau Sumber Radiasi Lainnya

M E M U T U S K A N : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1975 TENTANG IZIN PEMAKAIAN ZAT RADIOAKTIF DAN ATAU SUMBER RADIASI LAINNYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1975 TENTANG KESELAMATAN KERJA TERHADAP RADIASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1969 TENTANG PEMAKAIAN ISOTOP RADIOAKTIF DAN RADIASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 4 TAHUN 1976 (4/1976) Tanggal: 27 APRIL 1976 (JAKARTA)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Undang-undang Nomor I Tahun 1970

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA BAB I TENTANG ISTILAH-ISTILAH. Pasal 1

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1963 TENTANG TELEKOMUNIKASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN [LN 1992/49, TLN 3480]

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA. a.bahwa hingga kini ketentuan-ketentuan perundang-undangan pidana belum berlaku dalam pesawat udara Indonesia ;

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 3 TAHUN 1989 (3/1989) Tanggal: 1 APRIL 1989 (JAKARTA)

ORDONANSI UAP 1930 (Stoom Ordonnantie 1930) S , s.d.u. dg. S terakhir s.d.u. dg. S

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NO.13 TAHUN 1992 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN [LN 1992/53, TLN 3481]

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN [LN 1992/98, TLN 3493]

Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1969 Tentang : Pemakaian Isotop Radioaktip Dan Radiasi

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR 300.K/38/M.pe/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI

2015, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang

PENJELASAN. Jakarta, 3 Mei DEPARTEMEN TENAGA KERJA. DIREKTORAT PEMBINAAN NORMA-NORMA KESELAMATAN KERJA, HYGIENE PERUSAHAN dan KESEHATAN KERJA.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PENGANGKUTAN BARANG TERTENTU DALAM DAERAH PABEAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN [LN 2009/1, TLN 4956] Pasal 402

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 4 TAHUN 1959 (4/1959) 9 MARET 1959 (JAKARTA) Sumber: LN 1959/12; TLN NO.

PENYELENGGARAAN DAN PENGUSAHAAN ANGKUTAN LAUT Peraturan Pemerintah (Pp) Nomor : 17 Tahun 1988 Tanggal: 21 Nopember Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR 04 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 04 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 15 TAHUN 2000 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1953 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1980 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1980 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1990

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 9 TAHUN 1999 T E N T A N G

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1957 TENTANG PERIZINAN PELAYARAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2012 NOMOR 4

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1984

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Keputusan Menteri Perindustrian Dan Perdagangan No. 231 Tahun 1997 Tentang : Prosedur Impor Limbah

PENGERTIAN KAPAL SEBAGAI BARANG DALAM PENEGAKAN HUKUM OLEH PEJABAT DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 05-P/Ka-BAPETEN/VII-00 TENTANG PEDOMAN PERSYARATAN UNTUK KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR: 300.K/38/M.PE/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI,

UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN [LN 2008/64, TLN 4846]

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Pemerintah Nomor

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DARI PURUK CAHU BANGKUANG BATANJUNG

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Pemerintah Nomor

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA Nomor: 07 TAHUN Tentang WAJIB LAPOR KETENAGA KERJAAN DI PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2013, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negar

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 05-P/Ka-BAPETEN/VII-00 TENTANG PEDOMAN PERSYARATAN UNTUK KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF

LEMBARAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 6 TAHUN 2012

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG TERTIB PEMANFAATAN JALAN DAN PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 06 TAHUN 2009 TENTANG PENGENDALIAN PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER.03/MEN/1985 T E N T A N G KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PEMAKAIAN ASBES

PERATURAN DAERAH KOTA BINJAI NOMOR 8 TAHUN 2011 T E N T A N G PENGAWASAN MUATAN ANGKUTAN BARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BINJAI,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2012 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN KERUGIAN NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG KARANTINA TUMBUHAN

LAMPIRAN LAMPIRAN Universitas Kristen Maranatha

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 1998 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

1 of 6 3/17/2011 3:59 PM

Nomor 187, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5346); 3. Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 tentang Kementerian Perhubungan (Lembara

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1984 TENTANG WABAH PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman.

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG GANTI KERUGIAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG KARANTINA TUMBUHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA (UUDRT) NOMOR 21 TAHUN 1951 (21/1951) TENTANG PENGENAAN TAMBAHAN OPSENTEN ATAS BENSIN DAN SEBAGAINYA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 63/PMK.04/2011 TENTANG REGISTRASI KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

Menimbang : Mengingat :

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1975 Tentang : Pengangkutan Zat Radioaktip Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 13 TAHUN 1975 (13/1975) Tanggal : 16 APRIL 1975 (JAKARTA) Sumber : LN 1975/17; TLN NO. 3053 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang: a. bahwa zat radioaktip mengandung bahaya radiasi, baik terhadap manusia maupun harta benda ; b. bahwa pemakaian zat radioaktip telah meluas di Indonesia oleh karena itu pemindahan dan atau pengangkutannya dari suatu tempat ketempat lain dengan menggunakan jaringan lalu-lintas umum harus dilakukan sedemikian rupa, sehingga tidak menimbulkan bahaya bagi manusia, harta dan benda; c. berhubung dengan itu, perlu segera ditetapkan Peraturan Pemerintah yang mengatur pengangkutan zat radioaktip Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Pelayaran Indonesia Tahun 193 (Indische Scheepvaart wet 1936 (Staatsblad 1936 Nomor 700); 3. Undang-undang Nomor 83 Tahun 1958 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 159, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1687); 4. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1964 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Tenaga Atom (Lembaran Negara Tahun 1964 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2722); 5. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1965 tentang Lalu-lintas dan Angkutan Jalan Raya (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2742);

6. Bepalingen Vervoer Spoor Wegen (B.V.S.) (Staatsblad 1927 Nomor 262); 7. Luchtvervoer Ordonnantie (Staatsblad 1939 Nomor 100) ; 8. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1965 tentang Dewan Tenaga Atom dan Badan Tenaga Atom Nasional (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 88); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1969 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Laut (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2881); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1975 tentang Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi (Lembaran Negara Tahun 1975 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3051); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1975 tentang Izin Pemakaian Zat Radioaktip Dan Atau Sumber Radiasi Lainnya (Lembaran Negara Tahun 1975 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3052); MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIP. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 (1) Yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini dengan : a. Pengangkutan adalah memindahkan dari suatu tempat ketempat lain dengan menggunakan jaringan lalu-lintas umum, termasuk hal-hal mengenai pemuatan, penyimpanan dalam perjalanan dan pembongkaran ;

b. Pengirim adalah orang atau badan yang mengirimkan zat radioaktip berdasarkan perjanjian pengangkutan; c. Pengangkut adalah orang atau badan yang berdasarkan suatu perjanjian, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan zat radioaktip, seluruhnya atau sebagiannya melalui darat, air, dan udara ; d. Penerima adalah orang atau badan yang menerima kiriman zat radioaktip yang ditujukan kepadanya atau atas kuasa pihak lain. Dalam pengertian penerima termasuk pula agen atau petugas/ pegawai dari penerima yang diberi kuasa olehnya untuk melakukan penerimaan ; e. Bungkusan adalah pembungkus beserta isi zat radioaktip yang telah memenuhi syarat-syarat pembungkusan dan telah siap untuk diangkut ; f. Pembungkus adalah seperangkat komponen yang diperlukan untuk menjamin dipenuhinya syarat-syarat pembungkusan. Dalam pengertian pembungkus termasuk wadah, bahan absorbsi, kerangka, penahan radiasi, peralatan pendinginan, penyerap goncangan dan isolasi panas ; g. Instansi Yang adalah Badan Tenaga Atom Nasional; Berwenang h. Kendaraan Darat adalah kendaraan untuk perjalanan di darat (termasuk traktor dan semi trailer), kendaraan diatas rel atau gerbong-gerbong kereta api. Gerbong gandengan dianggap sebagai sebuah kendaraan darat. (2) Untuk istilah-istilah lain berlaku ketentuan istilah dalam Undangundang Nomor 31 Tahun 1964 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Tenaga Atom, Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1975 tentang Keselamatan Kerja terhadap Radiasi, dan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1975 tentang Izin Pemakaian Zat Radioaktip dan atau Sumber Radiasi lainnya. Pasal 2 (1) Peraturan Pemerintah ini berlaku bagi pengangkutan zat radioaktip baik di darat, air, maupun udara. (2) Peraturan Pemerintah ini tidak berlaku untuk pengangkutan di dalam Instalasi Atom dimana zat radioaktip dipergunakan.

Pasal 3 Untuk pengangkutan zat radioaktip melalui darat, air, dan udara, selain ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah ini berlaku pula peraturan-peraturan pengangkutan barang pada umumnya melalui darat, air, dan udara, termasuk peraturan mengenai barang yang mempunyai sifat lain yang berbahaya. Pasal 4 Pengirim, Pengangkut, dan Penerima kiriman zat radioaktip harus memiliki izin dari Instansi Yang Berwenang sebelum melakukan pengiriman, pengangkutan, dan penerimaan zat tersebut. Pasal 5 Petugas yang melaksanakan pengangkutan tidak diperkenankan mendapat penyinaran melebihi 0,3 (tiga persepuluh) dari Nilai Batas yang diizinkan untuk Pekerja Radiasi. BAB II PEMBUNGKUSAN Pasal 6 Setiap orang atau badan yang akan melakukan pengiriman zat radio-aktip harus melakukan pembungkusan zat radioaktip tersebut dengan memenuhi syarat pembungkusan dan syarat pengujian yang ditentukan oleh Instansi Yang Berwenang. Pasal 7

Bungkusan tidak boleh berisi barang lain, kecuali perlengkapan dan surat yang diperlukan dalam penggunaan zat radioaktip tersebut. Pasal 8 Pembungkusan zat radioaktip yang mempunyai sifat lain yang berbahaya seperti mudah meledak, mudah terbakar, beracun, dan lain-lain, harus dilakukan dengan memperhatikan semua sifat tersebut. Pasal 9 (1) Setiap bungkusan harus disertai dengan dokumen pengangkutan dan diberi tanda-tanda jelas menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Instansi Yang Berwenang. (2) Bungkusan yang sudah siap dikirim diberi tanda "Siap untuk diangkut". BAB III PENGANGKUTAN Pasal 10 Setiap orang atau badan yang melaksanakan pengangkutan zat radio-aktip harus mentaati ketentuan-ketentuan tentang pengangkutan zat radio-aktip yang ditetapkan oleh Instansi Yang Berwenang. Pasal 11 (1) Selama pengangkutan suatu bungkusan harus ditempatkan terpisah dari para petugas yang melaksanakan pengangkutan dan penumpang pada jarak aman. (2) Bungkusan harus ditempatkan pada jarak aman jauh dari film atau kertas foto yang belum diproses.

Pasal 12 Bungkusan tidak boleh diangkut bersama-sama barang-barang lain yang berbahaya dalam suatu ruangan. Pasal 13 Kendaraan darat atau ruangan yang dipakai untuk mengangkut harus diberi tanda-tanda yang jelas menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Instansi Yang Berwenang. BAB IV PEMERIKSAAN Pasal 14 Pemeriksaan oleh instansi lain yang berwenang terhadap isi bungkusan hanya boleh dilakukan disuatu tempat yang mempunyai alat-alat cukup untuk mencegah bahaya radiasi dengan dihadiri dan atau atas petunjuk Petugas Proteksi Radiasi. Pasal 15 Bungkusan yang dibuka harus dikembalikan lagi pada keadaan semula, sebelum diteruskan kepada penerima. BAB V KECELAKAAN

Pasal 16 Apabila selama pengangkutan suatu bungkusan pecah, bocor, rusak karena terbuka, tenggelam atau terbakar, petugas pengangkut harus segera mengisolasi tempat kejadian, dengan tanda yang jelas atau pemagaran. Pasal 17 Pengirim dan pejabat yang berkepentingan dalam hal terjadi kecelakaan seperti tersebut dalam Pasal 16 harus segera diberitahu. Pasal 18 Tidak seorangpun diperkenankan masuk atau berada dalam daerah tersebut dalam Pasal 16 sampai Petugas Proteksi Radiasi atau orang yang ditunjuknya, datang memeriksa dan memimpin tindakan penyelamatan dan menyatakan bahwa daerah tersebut bebas dari radiasi. BAB VI KEWAJIBAN PENGIRIM, PENGANGKUT, DAN PENERIMA Pasal 19 Pengirim wajib memberitahukan segala sesuatu mengenai bungkusan yang dikirimkannya, termasuk petunjuk teknis kepada pengangkut mengenai bahaya yang mungkin timbul. Pasal 20 Pengirim bertanggungjawab untuk semua kerugian yang diderita pengangkut atau pihak lain sebagai akibat dari pemberitahuan dan keterangan yang kurang teliti, salah atau tidak lengkap.

Pasal 21 Pengirim wajib memberikan keterangan yang diperlukan apabila diminta oleh Instansi Yang Berwenang mengenai konstruksi dan bahan yang dipergunakan untuk pembungkus. Pasal 22 Pengangkut bertanggungjawab atas keselamatan bungkusan yang diangkut sejak saat menerima dari pengirim sampai saat penyerahan kepada penerima, kecuali ditentukan lain dalam surat perjanjian pengangkutan. Pasal 23 (1) Bila pengangkut tidak mungkin menyerahkan bungkusan kiriman kepada penerima, pengangkut harus segera memberitahukan kepada pengirim selambat-lambatnya 21 (dua puluh satu) hari setelah tanggal pemberitahuan pengangkut kepada penerima mengenai saat datangnya kiriman itu dipelabuhan atau di setasiun. (2) Apabila penerima tidak datang, atau apabila menolak untuk menerima bungkusan atau untuk membayar apa yang harus dibayar olehnya, atau apabila bungkusan tersebut disita oleh yang berwajib, maka pengangkut wajib menyimpan bungkusan itu ditempat yang sesuai atas tanggungan dan tanggungjawab orang yang berhak. Pasal 24 (1) Selambat-lambatnya dalam jangka waktu 2 (dua) hari penerima harus telah menerima pemberitahuan dari pengangkut mengenai saat datangnya kiriman itu dipelabuhan atau di setasiun. (2) Kecuali ditentukan lain dalam perjanjian, penerima diwajibkan segera mengambil kiriman zat radioaktip yang ditujukan kepadanya di pelabuhan atau di setasiun ditempat tujuan, selambat-lambatnya 14(empat belas) hari setelah tanggal pemberitahuan oleh pengangkut mengenai datangnya kiriman itu di pelabuhan atau di setasiun tersebut.

BAB VII KETENTUAN PIDANA Pasal 25 (1) Pelanggaran atas ketentuan-ketentuan sebagai tersebut dalam Pasal 4, 6, 10, 19, 21, 23, dan 24 diancam dengan pidana denda setinggitingginya Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah). (2) Tindak pidana tersebut adalah pelanggaran. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 26 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Pemerintah ini diatur tersendiri. Pasal 27 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 16 April 1975 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEHARTO JENDERAL TNI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 16 April 1975

MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, SUDHARMONO,SH. PENJELASAN ATAS : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1975 TENTANG : PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIP A. PENJELASAN UMUM. Sebagaimana diketahui pemakaian zat radioaktip di Indonesia makin lama makin meningkat. Zat radioaktip, demikian juga zat, bahan atau benda lain yang terkena oleh zat radioaktip dapat menimbulkan bahaya radiasi. Radiasi ini apabila mengenai bahan lain maupun sel tubuh manusia akan mengakibatkan terjadinya interaksi dan karena itu mempunyai potensi untuk merusak. Berhubung dengan itu, maka dalam mengangkut zat radioaktip atau benda lain yang terkena oleh zat radioaktip, dari suatu tempat ketempat lain dengan menggunakan jaringan lalu-lintas umum, haruslah dilakukan usaha sedemikian rupa sehingga zat radioaktip atau bahan yang mempunyai potensi untuk timbulnya radioaktivitas tidak akan berbahaya bagi manusia maupun harta dan benda. Oleh karena itu bungkusan yang akan diangkut tidak boleh ditempatkan berdekatan dengan penumpang maupun film atau kertas foto yang belum diproses. Untuk menjamin hal itu maka harus ditentukan jarak/sela yang aman antara bungkusan zat radioaktip dan penumpang/barang tersebut kecuali jika aktivitasnya sangat kecil. Bungkusan zat radioaktip juga tidak boleh diangkut bersama-sama dalam satu ruangan dimana terdapat barang-barang lain yang berbahaya, misalnya barang-barang yang mudah meledak, terbakar, mudah mengakibatkan korosi/karatan, mengoksidasi, gas-gas yang bertekanan tinggi atau yang dilarutkan/ dicairkan dengan tekanan tinggi dan sebagainya. Atas dasar pemikiran bahwa setiap orang yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan zat radioaktip akan menanggung risiko bahaya, maka guna menekan bahaya tersebut menjadi sekecil-kecilnya, zat radioaktip tersebut harus dipersiapkan dengan sempurna secara administratip dan teknis sebelum dilakukan pengangkutannya. Didalam hal terjadi kecelakaan yang mengakibatkan rusaknya bungkusan zat radioaktip, maka untuk mencegah meluasnya radiasi, tempat dimana bungkusan itu terletak, perlu diisolir dengan tanda yang jelas atau pemagaran. Apabila terjadi zat radioaktip merembes keluar di lantai

kendaraan, maka lantai tersebut perlu didekontaminasi terlebih dahulu sebelum dipakai kembali agar supaya tidak ada radiasi yang tertinggal. Mengingat bahwa Peraturan Pemerintah ini hanya mengatur hal-hal secara garis besarnya, maka Instansi Yang Berwenang yakni Badan Tenaga Atom Nasional akan menetapkan Ketentuan-ketentuan Keselamatan untuk Pengangkutan Zat Radioaktip dengan memperhatikan anjuran dari Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA). Peraturan pengangkutan pada umumnya seperti peraturan tentang Lalu-lintas dan Angkutan Jalan Raya (Undang-undang Nomor 3 Tahun 1965), peraturan tentang pengangkutan dengan Kereta Api (S. 1927-262), pengangkutan dengan Angkutan Laut (Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1969), peraturan tentang pengangkutan udara (S. 1939-100), dan lain-lain, berlaku juga untuk pengangkutan zat radioaktip, kecuali apabila secara khusus diatur lain. B. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL. Cukup jelas. Pasal 1 Pasal 2 Dalam pengertian air termasuk laut territorial dan sungai. Untuk cara mengangkut atau membawa zat radioaktip dari satu tempat ketempat lain di dalam Instansi Atom berlaku ketentuan-ketentuan keselamatan kerja terhadap radiasi yang dikeluarkan oleh Instansi Yang Berwenang. Pasal 3 Dalam hal zat radioaktip yang diangkut itu mempunyai sifat lain yang berbahaya seperti beracun, mudah meledak, mudah terbakar, mudah menjadi panas dan lain-lain, maka perlu juga diperhitungkan apa yang ditentukan dalam peraturan lain yang mengatur sifat lain yang berbahaya itu.

Pasal 4 Sesuai dengan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1975 Tentang Izin Pemakaian Zat Radioaktip dan atau Sumber Radiasi Lainnya, wajib dimintakan izin pemakaian terlebih dahulu sebelum melakukan pengiriman, pengangkutan atau penerimaan kiriman zat radioaktip. Pasal 5 Nilai Batas Yang Diizinkan untuk Pekerja Radiasi terdapat di dalam Ketentuan Keselamatan Kerja terhadap Radiasi. Pasal 6 Syarat pembungkusan dan pengujian dimuat dalam Ketentuan-ketentuan Keselamatan untuk Pengangkutan Zat Radioaktip yang dikeluarkan oleh Instansi Yang Berwenang. Pasal 7 Termasuk dalam perlengkapan di sini adalah alat pembuka tutup, tang dan sebagainya dan surat yang diperlakukan dalam penggunaan zat radioaktip. Pasal 8 Cara pembungkusan zat radioaktip yang juga mempunyai sifat lain yang berbahaya seperti mudah meledak, mudah menjadi panas dan sebagainya, juga harus memperhatikan syarat lain untuk pembungkusan zat yang demikian itu. Pasal9

Dokumen pengangkutan ini merupakan pelengkap atas dokumen pengangkutan yang diwajibkan untuk pengangkutan barang pada umumnya. Dokumen pengangkutan itu antara lain harus memuat : Tanda pengenal Instansi Yang Berwenang, keterangan singkat mengenai bungkusan termasuk bahan konstruksi, berat kotor, ukuran luar, tampak luar, dan lainlain. Pasal 10 Ketentuan-ketentuan Keselamatan untuk Pengangkutan Zat Radioaktip dikeluarkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Badan Tenaga Atom Nasional. Pasal 11 Untuk menjaga keselamatan manusia maka perlu ada jarak yang aman antara bungkusan yang merupakan sumber radiasi, dengan orang maupun barang. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menentukan jarak aman itu adalah kecepatan penerimaan dosis (dose rate) dan penerimaan dosis seluruhnya (total dose). Seperti diketahui Nilai Batas untuk anggota Masyarakat (bukan pekerja radiasi) adalah 0,l (satu persepuluh) dari Nilai Batas Rata-rata tertinggi tahunan. Pasal 12 Keutuhan bungkusan harus dijaga selama dalam pengangkutan, sehingga oleh karena itu bungkusan tidak boleh ditaruh dalam satu kendaraan atau ruangan bersama-sama dengan barang berbahaya yang lain, misalnya bensin, bahan peledak, dan lain-lain. Dalam hal pengangkutan dengan kapal laut, maka pengertian ruangan adalah palka (hold), ruangan (compartement) atau dek. Pasal 13

Cara penempelan tanda ini untuk tiap jenis kendaraan berbeda. Misalnya pada kapal laut tanda cukup ditempelkan pada dinding ruangan dimana ditempatkan zat radioaktip dan kalau perlu dapat ditambahkan dengan lampu merah di luar kapal, supaya membuat tanda menjadi lebih jelas. Untuk dinding luar kendaraan darat ukuran gambar dapat sedikit lebih besar, dengan perbandingan yang sepadan, dengan ukuran minimum 15 (lima belas) cm. Pasal 14 Yang dimaksud dengan instansi lain yang berwenang adalah instansi yang karena tugasnya memandang perlu untuk mengadakan pemeriksaan misalnya : Bea Cukai, Polisi, dan sebagainya. Cukup jelas. Pasal 15 Pasal 16 Untuk mencegah makin meluasnya bahaya radiasi dan masuknya orang yang tidak berkepentingan dalam daerah atau tempat terjadinya kecelakaan maka daerah atau tempat tersebut diisolir dengan menempatkan tanda yang jelas atau pemagaran. Dalam setiap pertolongan kecelakaan, keselamatan manusia diutamakan. Pasal 17 Termasuk pengertian pejabat yang berkepentingan adalah Polisi, Pejabat Pamongpraja (seperti Lurah), Kepala Stasiun terdekat dalam hal pengangkutan dengan kereta api, dan lain-lain pejabat yang dapat membantu mengatasi kecelakaan. Pengemudi dan petugas lain dalam pengangkutan perlu segera memberitahukan pengirim dan pejabat tersebut tentang terjadinya kecelakaan.

Pasal 18 Petugas proteksi Radiasi tersebut tidak perlu selalu dari pihak pengirim. Dengan tindakan penyelamatan dimaksudkan tindakan dekontaminasi. Pasal 19 Petunjuk ini terdapat di dalam dokumen pengangkutan, termasuk petunjuk dalam keadaan darurat. Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Pasal 22 Adalah menjadi kewajiban pengangkut untuk membawa barang ketempat tujuan dengan selamat. Pasal 23 Contoh dalam hal tersebut ialah misalnya jika penerima tidak dikenal, pindah, dan sebagainya. Pasal 24 Ketentuan ini dimaksudkan untuk menjaga agar kiriman zat radioaktip tidak diterlantarkan ditempat tertentu, ditempat tujuan (pelabuhan, stasiun, dan lain-lain). Dalam hal diperjanjikan, bahwa kiriman zat radioaktip dikirim dan diangkut sampai pada alamat penerima, maka kewajiban pengangkut hanya menyimpan dan meletakkannya ditempat yang aman.

Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27