KETERKAITAN PERBANKAN DALAM TRANSAKSI WAREHOUSE RECEIPT 1. Oleh: Dr. Ramlan Ginting, S.H., LL.M 2

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. internasional negara-negara di dunia, khususnya yang didasarkan pada kepentingankepentingan

Syarat Pembayaran dlm Jual Beli Perniagaan

BAB I PENDAHULUAN. Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2006), hal. 41.

TATA CARA PEMBAYARAN TRANSAKSI DALAM KONTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu pakar ekonomi dari Inggris, David Ricardo, menyatakan dalam teori

TINJAUAN TERHADAP RUU TENTANG HIPOTEK KAPAL *) Oleh: Dr. Ramlan Ginting, S.H., LL.M **)

CARA PEMBAYARAN JUAL BELI: JENIS, KELEBIHAN DAN KEKURANGAN DR. YETTY KOMALASARI DEWI KULIAH 5

Pembayaran Transaksi Ekspor Impor. Pertemuan ke-13

BAB I PENDAHULUAN. tahun terakhir merupakan refleksi minat masyarakat terhadap ekonomi syariah

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Aset. Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 5/6/PBI/2003 TENTANG SURAT KREDIT BERDOKUMEN DALAM NEGERI GUBERNUR BANK INDONESIA,

MENYIMAK KASUS LC FIKTIF BNI KEBAYORAN BARU

Materi Minggu 7. Prosedur Dasar Pembayaran Internasional

Syarat-Syarat dan Ketentuan Transaksi. Version

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 5/11 /PBI/2003 TENTANG PEMBAYARAN TRANSAKSI IMPOR GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB V PENUTUP. Berdasarkan uraian pada Bab-bab sebelumnya dapat diambil

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perdagangan internasional kegiatan beli disebut impor dan

BAB I PENDAHULUAN. membeli dan menjual (perdagangan) barang antara pengusaha yang bertempat di

BAB II TINJAUAN UMUM RED CLAUSE L/C DALAM TRANSAKSI PERDAGANGAN INTERNASIONAL

-2- teknologi, melindungi neraca pembayaran dan/atau neraca perdagangan, meningkatkan produksi, dan memperluas kesempatan kerja. Di lain sisi, pemilih

BAB II TINJAUAN TERHADAP TRANSAKSI EKSPOR IMPOR DENGAN MENGGUNAKAN LETTER OF CREDIT

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan-hubungan dagang yang bersifat lintas batas dapat mencakup

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Kesiapan LPEI dalam Penugasan Khusus

BAB I PENDAHULUAN. barang antar pengusaha yang masing masing bertempat tinggal di negara negara

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Jasa Bank. Pembayaran Transaksi Impor

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu perdagangan yang lazim dikenal dengan perdagangan ekspor-impor.

No.16/5/DPM Jakarta, 8 April Kepada SEMUA BANK UMUM DAN LEMBAGA PERANTARA

Skema SBLC & Bank Garansi

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM JAMINAN DAN SISTEM RESI GUDANG. zakerheidesstelling atau dalam bahasa Inggris security of law 1.

BAB I PENDAHULUAN. hukum dengan judul: Jaminan Deposito atas Documentary Credit dalam

GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. memegang peranan penting bagi perkembangan ekonomi Indonesia. bagi masing-masing pihak yaitu pihak penjual diwajibkan melakukan

BAB III SISTEM PEMBAYARAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Abdulkadir Muhammad (2000:225), yang dimaksud perjanjian adalah

LALU LINTAS PEMBAYARAN LUAR NEGERI dan DALAM NEGERI. By : Afrila Eki Pradita, S.E., MMSI

BAB I PENDAHULUAN. sehingga barang dan jasa yang diproduksi pun berbeda. Untuk memenuhi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2017 TENTANG CARA PEMBAYARAN BARANG DAN CARA PENYERAHAN BARANG DALAM KEGIATAN EKSPOR DAN IMPOR

PERATURAN BANK INDONESIA TENTANG PENYEDIAAN DANA OLEH BANK YANG DIJAMIN BANK LAIN GUBERNUR BANK INDONESIA,

LAPORAN SIDANG UNCITRAL TENTANG THE LAW OF SECURED TRANSACTIONS DESEMBER 2007, VIENNA AUSTRIA

Berbagai Dokumen Penting Ekspor. Pertemuan ke-6

PERATURAN BANK INDONESIA Nomor: 7/3/PBI/2005 TENTANG BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Penulis memilih Penelitian hukum dengan judul: Problematika Hukum

Amelia Febriani Kelompok 3 Buku Kerja Dokumen Produk Ekspor

BAB I PENDAHULUAN. Pengenalan transaksi ekspor impor

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 9 /PBI/2014 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. exchange of goods and services between nations dan selanjutnya as

MANAJEMEN KEUANGAN DAN SISTEM AKUNTANSI INTERNASIONAL

Kekhususan Jual Beli Perusahaan

Surat Kredit (LC) dan SKBDN

DAFTAR PUSTAKA. a) Peraturan Perundang-undangan :

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

Prosedur Dasar Pembayaran Internasional. By : Afrila Eki Pradita, S.E., MMSI

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 11. SISTEM PEMBAYARAN DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL LETTER of CREDIT (L/C)

Welcome to PT Tridaya Utama Indonesia

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini berisi tinjauan terhadap kepustakaan yang ada, sepanjang yang

BAB II LANDASAN TEORI. miliki kepada bangsa lain atau negara asing dengan mengharapkan

BAB II TINJAUAN PERBANDINGAN STANDBY LETTER OF CREDIT DENGAN BANK GARANSI DALAM TRANSAKSI PERBANKAN

- 1 - PENJELASAN PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 10/ 34 /PBI/2008 TENTANG TRANSAKSI PEMBELIAN WESEL EKSPOR BERJANGKA OLEH BANK INDONESIA

BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Direktorat Hukum Bank Indonesia. Pelindung Deputi Gubernur Bidang Hukum Bank Indonesia

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 40 /POJK.05/2015 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/ 7 /PBI/2003 TENTANG GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pesatnya perkembangan dalam bidang usaha pada zaman modern

PERATURAN BANK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 2/13/PBI/2000 TENTANG JAMINAN PEMBIAYAAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL

PRODUK & LAYANAN VALUTA ASING. Surabaya, 15 Desember 2016

TANGGUNG JAWAB HUKUM ADVISING BANK DALAM PEMBAYARAN BARANG DENGAN MENGGUNAKAN LETTER OF CREDIT

Proses dan Prosedur Ekspor. Pertemuan ke-3

BAB 1 KONSEP PERDAGANGAN INTERNASIONAL

Kata Kunci: Standby Letter of Credit, Prinsip Kehati-hatian, Bank. Universitas Kristen Maranatha

TINJAUAN YURIDIS SYSTEM PEMBAYARAN DALAM TRANSAKSI EKSPOR PADA PERDAGANGAN INTERNASIONAL (STUDI KASUS : PADA CV. DOLLAR FURNITURE DI KLATEN)

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 2/24/PBI/2000 TENTANG HUBUNGAN REKENING GIRO ANTARA BANK INDONESIA DENGAN PIHAK EKSTERN GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Penulis memilih judul "Trust Receipt dalam Mengatasi Persoalan Tidak

BAB 1. dengan sifat bank sebagai lembaga yang highly geared. berfungsi sebagai penyangga terhadap kemungkinan terjadinya kerugian.

Proses dan Prosedur Impor. Pertemuan ke-9

BAB III ASPEK HUKUM PEMBERIAN BANK GARANSI PELAKSANAAN PADA PEMBANGUNAN SUATU PROYEK

CAKRAWALA HUKUM SIDANG UNCITRAL WORKING GROUP VI ON SECURITY INTERESTS, NEW YORK, MEI 2008

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/ 9 /PBI/2003 TENTANG PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF BAGI BANK SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA,

No.9/1/DInt Jakarta, 15 Februari 2007 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA. Perihal : Pinjaman Luar Negeri Bank

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Jasa Bank. Prinsip Kehati-hatian dalam Melaksanakan Aktivitas Keagenan Produk Keuangan Luar Negeri oleh Bank Umum

S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA. Perihal : Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/11/PBI/2016 TENTANG PASAR UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ekspor adalah kegiatan pengiriman dan penerimaan barang yang dilakukan oleh para

MEKANISME PEMBAYARAN MELALUI LETTER OF CREDIT (L/C) DALAM TTRANSAKSI PERDAGANGAN INTERNASIONAL PADA PT. SEMEN BOSOWA MAROS

GUBERNUR BANK INDONESIA,

No dimaksudkan untuk memberikan landasan hukum sehingga dapat menjadi pedoman dan memberikan kepastian hukum bagi Pelaku Pasar dalam bertrans

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan keuangan. Era modern sekarang ini keberadaan

AKUNTANSI KONTINJENSI

- Bunga berlaku 4% per tahun untuk Mata Uang Dolar AS, 5% per tahun untuk Mata Uang Euro.

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 4/7/PBI/2002 TENTANG

No.8/25/DInt Jakarta, 13 November 2006 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK DEVISA DI INDONESIA

- 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 15 /PBI/2012 TENTANG PENILAIAN KUALITAS ASET BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MANAJEMEN JASA-JASA BANK. /

No. 10/ 48 /DPD Jakarta, 24 Desember 2008 S U R A T E D A R A N. kepada SEMUA BANK UMUM DEVISA DI INDONESIA

MENURUNKAN TINGKAT DISCREPANCY DOKUMEN EKSPOR, MENGOPTIMALKAN FUNGSI LETTER OF CREDIT

Bab 17 Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN)

Transkripsi:

KETERKAITAN PERBANKAN DALAM TRANSAKSI WAREHOUSE RECEIPT 1 Oleh: Dr. Ramlan Ginting, S.H., LL.M 2 Transaksi warehouse receipt telah banyak dilakukan baik di negara maju seperti Amerika dan Kanada maupun di negara berkembang seperti Philipina, India, Ukraine, Brazil, Zambia serta di negara dengan perekonomian dalam transisi (transition country) seperti Poland. Transaksi warehouse receipt ini melibatkan depositor (producer, farmer group, trader, exporter, processor or individual) dan warehouse operator (collateral manager). Depositor yang menyimpan komoditi pada warehouse akan menerima warehouse receipt dari warehouse operator. Warehouse receipt adalah dokumen yang membuktikan komoditi tertentu dengan jumlah, kualitas dan grade tertentu telah disimpan oleh depositor pada sebuah warehouse. Dalam implementasi transaksi warehouse receipt dilibatkan juga lembaga lain seperti perusahaan asuransi kerugian, perusahaan penjamin (perusahaan asuransi dan surety company), perusahaan kliring komoditi dan perbankan. Dalam tulisan ini fokus pembahasan adalah berkenaan dengan keterkaitan perbankan dalam transaksi warehouse receipt. Dasar Pembiayaan Perbankan Warehouse receipt dapat digunakan sebagai dokumen yang berfungsi sebagai collateral untuk mendapatkan pembiayaan modal kerja dari perbankan (financing bank) yang besarnya tergantung pada penilaian financing bank atas warehouse receipt tersebut. Kepercayaan financing bank terhadap warehouse receipt sudah pasti sangat ditentukan oleh reputasi warehouse operator yang menerbitkan warehouse receipt itu. Dalam upaya mengoptimalkan kepercayaan financing bank terhadap warehouse receipt adalah sangat wajar jika warehouse receipt tersebut mendapatkan penjaminan dari lembaga penjamin yang selain perusahaan asuransi dan surety company dapat juga dilakukan oleh perbankan dengan menerbitkan jaminan bank. 1 Paper disampaikan pada Seminar Nasional Sistem Resi Gudang tanggal 15 November 2005 di Hotel Sangrila Jakarta. 2 Deputi Direktur Direktorat Hukum Bank Indonesia. BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 14 Volume 3 Nomor 3, Desember 2005

Jaminan bank ini dapat berupa Standby Letter of Credit yang tunduk pada ketentuan International Standby Practices 1998 (ISP98) atau Demand Guarantee yang tunduk pada ketentuan Uniform Rules of Demand Guarantees (URDG) atau Bank Garansi yang berlaku di Indonesia yang didasarkan pada Pasal 1820-1850 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata. Dalam hal ini, jaminan bank merupakan dokumen yang menjamin kebenaran isi dari sebuah warehouse receipt. Pengajuan penerbitan jaminan bank kepada bank dilakukan oleh warehouse operator yang menerbitkannya. Jaminan bank itu akan menjamin kewajiban dari warehouse operator yakni memastikan bahwa jumlah, kualitas dan grade komoditi yang dinyatakan dalam warehouse receipt yang diterbitkannya adalah benar. Dengan adanya jaminan dari bank penjamin (guarantor), maka seharusnya tidak ada lagi keraguan bagi financing bank atas warehouse receipt yang dijadikan sebagai collateral dalam kerangka mendapatkan pembiayaan dari bank dimaksud. Sehingga, warehouse receipt financing pun terwujud dengan nilai yang maksimal. Pembiayaan maksimal adalah pembiayaan yang diharapkan oleh depositor yang telah menyimpan komoditinya pada warehouse tertentu. Apabila dalam pelaksanaannya depositor sebagai peminjam tidak dapat mengembalikan modal kerja yang diperolehnya dari financing bank sebagaimana kesepakatan dalam perjanjian kredit, maka financing bank berhak mencairkan warehouse receipt yang dijadikan sebagai collateral oleh depositor. Jika pada saat warehouse receipt dicairkan ternyata komoditi yang dinyatakan dalam warehouse receipt tersebut tidak ada atau tidak benar, maka financing bank akan mencairkan jaminan bank kepada guarantor. Atas pencairan ini, guarantor akan membayar ganti rugi yang besarnya sesuai dengan kerugian yang dialami financing bank. Selain jaminan bank umum untuk menjamin kebenaran substansi sebuah warehouse receipt, financing bank dapat juga meminta agar warehouse operator memohon kepada salah satu bank untuk menerbitkan jaminan bank tersendiri (Standby Letter of Credit, Demand Guarantee atau Bank Garansi) untuk menjamin kepastian delivery of goods yang juga merupakan kewajiban warehouse operator. Jaminan bank ini diterbitkan juga untuk financing bank. Ketika depositor tidak dapat mengembalikan modal kerja yang diperolehnya dari financing bank sesuai dengan kesepakatan dalam perjanjian kredit, maka selain mencairkan jaminan bank yang menjamin kebenaran isi warehouse receipt, financing bank juga akan mencairkan jaminan bank yang BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 15 Volume 3 Nomor 3, Desember 2005

menjamin delivery of goods. Artinya, dua jaminan bank dicairkan sekaligus untuk melindungi kepentingan financing bank. Namun, dalam pelaksanaannya dapat saja diterbitkan hanya satu jaminan bank yang menjamin baik isi warehouse receipt maupun kepastian delivery of goods. Sudah barang tentu, jaminan bank terhadap isi warehouse receipt dan/ atau delivery of goods tersebut dapat sangat diperlukan oleh financing bank sebelum ada Undang-Undang yang mengatur halhal mengenai warehouse receipt. Bila telah ada pengaturan warehouse receipt dalam Undang- Undang, maka terhadap penggunaan warehouse receipt pada dasarnya tidak perlu lagi dicover dengan jaminan bank atau jaminan lembaga keuangan lainnya karena status hukum dan tanggung jawab hukum atas warehouse receipt termasuk tanggung jawab hukum berkenaan dengan delivery of goods telah menjadi jelas. Ketiadaan jaminan bank dalam kerangka warehouse receipt financing ini merupakan penghematan ongkos bagi perekonomian. Warehouse Receipt dalam Green Clause Letter of Credit Dalam transaksi perdagangan internasional adakalanya seller dan buyer sepakat untuk menerbitkan green clause Letter of Credit untuk membiayai barang yang diperjualbelikan. Tentu, green clause Letter of Credit yang dinamakan green clause Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri dapat juga digunakan dalam perdagangan domestik di Indonesia. Green clause Letter of Credit yang merupakan jenis khusus dari Letter of Credit tidak diatur dalam Uniform Customs and Practice for Documentary Credits (UCP) yang berlaku namun dikenal dalam praktik Letter of Credit. Demikian juga green clause Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri tidak diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 5/6/PBI/2003 Tentang Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (PBI SKBDN). Sebagaimana halnya dengan red clause Letter of Credit, pada green clause Letter of Credit ini, issuing bank atas permintaan buyer melakukan pembayaran di muka (pre-shipment finance) kepada seller atas komoditi yang telah disepakati untuk diperjualbelikan antara seller dan buyer. Dengan pola pembayaran di muka ini, tentu buyer dapat mengalami risiko (commercial risk) berupa gagalnya seller melakukan delivery of goods yang harga barangnya telah dibayar di muka. Untuk mengurangi risiko (risk mitigation) bagi buyer, maka pembayaran di muka tersebut perlu di-cover dengan penyerahan warehouse receipt oleh seller. Dalam hal ini pembayaran uang muka baru akan dilakukan oleh buyer melalui issuing bank setelah seller BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 16 Volume 3 Nomor 3, Desember 2005

menyetujui penerbitan warehouse receipt sebagai cover atas uang muka yang akan diterimanya. Pembayaran Letter of Credit yang demikian ini dinamakan green clause Letter of Credit. Transaksi green clause Letter of Credit, dengan demikian merupakan secured transaction yang berbeda dengan red clause Letter of Credit yang merupakan unsecured transaction karena pre-shipment finance yang diberikan issuing bank tidak di-cover dengan warehouse receipt atau dokumen sejenisnya. Pada red clause Letter of Credit potensi terjadinya risiko pada buyer menjadi besar. Dokumen Transaksi Letter of Credit Pada umumnya warehouse receipt tidak dipersyaratkan sebagai salah satu dokumen yang menjadi dasar pembayaran Letter of Credit baik dalam perdagangan internasional maupun perdagangan domestik di Indonesia. Dalam upaya mencegah atau paling tidak mengurangi kemungkinan terjadinya penipuan (fraud) atau ekspor fiktif dalam transaksi Letter of Credit, maka warehouse receipt, seperti halnya invoice, bill of lading dan certificate of insurance, dapat dijadikan salah satu dokumen Letter of Credit. Kehadiran warehouse receipt ini akan menambah keyakinan para pihak termasuk bank (issuing bank dan nominated bank) bahwa underlying transaction memang benar ada. Namun, warehouse receipt perlu diterbitkan oleh warehouse operator yang terpercaya. Di dalam UCP yang berlaku sekarang tidak terdapat pengaturan mengenai warehouse receipt. Namun, ketiadaan pengaturan ini bukanlah merupakan suatu hambatan karena para pihak dalam transaksi Letter of Credit bebas menentukan dan mengatur dokumen yang menjadi dasar pembayaran Letter of Credit tersebut. Penentuan dan pengaturan dokumen yang demikian ini dilakukan sesuai dengan azas kebebasan berkontrak (freedom of contract) yang juga sejalan dengan UCP yang berlaku (UCP 500). Sebagaimana halnya dengan UCP, warehouse receipt juga tidak diatur secara eksplisit dalam PBI SKBDN. PBI SKBDN ini mengatur hal-hal berkenaan dengan Letter of Credit yang khusus berlaku di Indonesia yang disebut juga Letter of Credit Domestik atau Letter of Credit Antar Pulau. Namun, di dalam PBI SKBDN sebutan resminya adalah Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri. PBI SKBDN juga pada prinsipnya memberi kebebasan kepada para pihak untuk menentukan dan mengatur sendiri dokumen yang menjadi syarat pembayaran Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri. Oleh karena itu para pihak dapat saja menyepakati agar warehouse receipt menjadi salah satu dokumen BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 17 Volume 3 Nomor 3, Desember 2005

Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri. Dokumen Transaksi Non-Letter of Credit Selain penggunaan warehouse receipt dalam transaksi Letter of Credit, dengan tujuan yang sama, yakni mencegah atau minimal mengurangi terjadinya penipuan atau ekspor fiktif, maka dalam transaksi non-letter of Credit (Advance Payment, Collection, Open Account dan Consignment) ada baiknya juga warehouse receipt disyaratkan sebagai salah satu dokumen yang menjadi dasar pembayaran baik dalam perdagangan internasional maupun perdagangan domestik. Tentu juga, dalam transaksi Letter of Credit, warehouse receipt harus diterbitkan oleh warehouse operator yang memiliki reputasi baik. warehouse receipt namun juga ketika kita telah memilikinya kelak. Negara kita tidak akan bisa terhindar dari perkembangan transaksi warehouse receipt karena telah menjadi transaksi internasional yang melibatkan negara maju, negara berkembang dan negara dengan perekonomian dalam transisi. Lagi pula, turut serta dalam transaksi warehouse receipt adalah suatu keuntungan bagi perekonomian kita. Namun, pelaksanaannya kiranya perlu dilakukan dengan prudent dalam konteks trade finance sesuai ketentuan perundangundangan dibidang perbankan yang berlaku dan dibidang warehouse receipt yang nantinya akan kita miliki seperti halnya negara-negara lain yang telah lebih dahulu memilikinya. Penutup Pengembangan transaksi warehouse receipt perlu mendapat dukungan perbankan baik dari segi pembiayaan, penjaminan maupun penciptaan rasa aman atas keberadaan underlying transaction dalam transaksi perdagangan internasional dan perdagangan domestik. Dukungan perbankan diperlukan bukan hanya pada saat sekarang ini kita belum memiliki Undang-Undang mengenai BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 18 Volume 3 Nomor 3, Desember 2005