PP 44/1948, MENGADAKAN BALAI PENDIDIKAN AHLI HUKUM

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1948 TENTANG SEKOLAH TINGGI HUKUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 1948 TENTANG MENDIRIKAN SEKOLAH TINGGI HUKUM. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 1948 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1948 TENTANG SUSUNAN DAN KEKUASAAN BADAN-BADAN KEHAKIMAN DAN KEJAKSAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1948 TENTANG SUSUNAN DAN KEKUASAAN BADAN-BADAN KEHAKIMAN. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG (UU) 1948 No. 19. (19/1948) Peraturan tentang susunan dan kekuasaan Badan-badan Kehakiman. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERTURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG REPUBLIK INDONESIA Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 1960 Tanggal 12 Juli 1960

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1952 TENTANG DAFTAR SUSUNAN PANGKAT DAN KENAIKAN PANGKAT PEGAWAI NEGERI SIPIL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT,

PP 59/1951, PENGANGKATAN PEGAWAI NEGERI TETAP. Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:59 TAHUN 1951 (59/1951) Tanggal:13 SEPTEMBER 1951 (JAKARTA)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1979 TENTANG PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1960 TENTANG BANK DAGANG NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1953 TENTANG PEMBERIAN ISTIRAHAT DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Peraturan Pemerintah (PP) 1948 No. 22 (22/1948) PEGAWAI. PENGALAMAN KERJA, Peraturan tentang penghargaan pengalaman kerja PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1954 TENTANG WAKIL NOTARIS DAN WAKIL NOTARIS SEMENTARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 37 TAHUN 1948

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1962 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK BANK PEMBANGUNAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1953 TENTANG PEMBERIAN ISTIRAHAT DALAM NEGERI. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1961 TENTANG PERGURUAN TINGGI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1954 TENTANG WAKIL NOTARIS DAN WAKIL NOTARIS SEMENTARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

b.bahwa peraturan+peraturan yang termaktub dalam undang+undang darurat tersebut perlu ditetapkan sebagai undang+undang;

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NO. 83 TAHUN 1998

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1965 TENTANG PEMBERIAN BANTUAN PENGHIDUPAN ORANG JOMPO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1954 TENTANG PENETAPAN HAK ANGKET DEWAN PERWAKILAN RAKYAT. Presiden Republik Indonesia, Menimbang :

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1954 TENTANG PENETAPAN HAK ANGKET DEWAN PERWAKILAN RAKYAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 4 TAHUN 1994 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENGESAHAN AKTA PENDIRIAN DAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR KOPERASI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1964 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DPR-GR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG 1946 NOMOR 22 TENTANG PENCATATAN NIKAH, NIKAH, TALAK DAN RUJUK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1946 TENTANG PENGADILAN TENTARA. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1960 TENTANG PERTURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1979 TENTANG PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

PP 15/1954, TUNJANGAN IKATAN DINAS BAGI MAHASISWA CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG BELAJAR DI DALAM DAN DI LUAR NEGERI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1957 TENTANG POKOK-POKOK PEMERINTAHAN DAERAH *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1951 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DEWAN MENTERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 1951 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB PANITYA PENYELESAIAN PERSELISIHAN PERBURUHAN PUSAT

PASAL 1 NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Ayat (1) s/d (2): Tidak ada perubahan. PASAL 2 JANGKA WAKTU BERDIRINYA PERSEROAN Tidak ada perubahan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 202 TAHUN 1961 TENTANG PERATURAN GAJI PEGAWAI POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 1948 TENTANG SUSUNAN DAN TUGAS KEWAJIBAN KEMENTERIAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1948 TENTANG GAJI PEGAWAI NEGERI 1948 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm

Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERADILAN UMUM.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1970 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 237 TAHUN 1961 TENTANG SUSUNAN, WEWENANG DAN TUGAS KEWAJIBAN DEWAN PENEMPATAN SARJANA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor 13 TAHUN 1960 Tentang BANK DAGANG NEGARA. Presiden Republik Indonesia,

Tentang: VETERAN PEJUANG KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA *) VETERAN PEJUANG KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA.

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1952 TENTANG SUSUNAN DAN PIMPINAN KEMENTERIAN-KEMENTERIAN REPUBLIK INDONESIA

PERUBAHAN KETIGA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1960 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN TATA-TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 123 TAHUN 2000 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN JAWATAN RUMAH SAKIT DR. M. DJAMIL PADANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT

NOMOR 8 TAHUN 1953 TENTANG PENGUASAAN TANAH-TANAH NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1948 TENTANG PERATURAN KECELAKAAN 1947 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1957 TENTANG PEMBERIAN GANJARAN, SUBSIDI DAN SUMBANGAN KEPADA DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 1957 TENTANG VETERAN PEJUANG KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

UNDANG UNDANG No. 22 TAHUN 1948 PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1957 TENTANG PANITIA NEGARA PERIMBANGAN KEUANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT,

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2000 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN JAWATAN RADIO REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA K E P U T U S A N JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-085/J.A/10/1990 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1946 TENTANG KEADAAN BAHAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 1959 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERANCANG NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1979 TENTANG PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1946 TENTANG PEMBENTUKAN PUSAT PERKEBUNAN NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Mengingat pula pasal 119 ayat (3) Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia;

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1955 TENTANG BANK NEGARA INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 1959 TENTANG SUMPAH KETUA, WAKIL KETUA DAN ANGGOTA BADAN PENGAWAS KEGIATAN APARATUR NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1957 TENTANG PEMASUKAN ANGGARAN BELANJA NEGARA *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

AKTA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS. Pada hari ini, Hadir dihadapan saya, Notaris di...

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1962 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 1961 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN NEGARA "PEMBANGUNAN PERUMAHAN" PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

Page 1 of 10 Peraturan Pemerintah (PP) 1948 No. 44 (44/1948) AHLI HUKUM. BALAI PENDIDIKAN. Peraturan tentang mengadakan Balai Pendidikan ahli hukum. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Membaca: surat Menteri Kehakiman tanggal 22 September 1948 No. 168; Membaca pula: surat Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan tanggal 31 Agustus 1948 No. 7496/a kepada Menteri Kehakiman, sebagaimana salinannya terlampir pada surat Menteri Kehakiman tersebut; Menimbang: bahwa untuk pembentukan kader ahli hukum, semufakat dengan Menteri Kehakiman, dari pihak Negeri perlu didirikan Balai tempat pendidikan khusus dalam ilmu pengetahuan hukum yang lebih mendalam dari pada pendidikan menengah; bahwa pada tempatnya jika penyelenggraan balai seperti yang dimaksudkan itu diserahkan kepada Menteri Kehakiman; Mengingat: pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Dasar; Memutuskan: Menetapkan peraturan sebagai berikut: PERATURAN TENTANG BALAI PENDIDIKAN AHLI HUKUM. & 1. Aturan Umum Pasal 1. Di surakarta diadakan sebuah Balai Pendidikan Ahli Hukum yang penyelenggaraannya serta penetapan hari mendirikannya diserahkan kepada Menteri Kehakiman. & 2. Dari hal pendidikan pada B.P.A. Pasal 2. Pada Balai Pendidikan Ahli hukum diberikan pendidikan keahlian dalam mata pelajaran: 1. Ilmu pengetahuan Hukum; 2. Pengantar kedalam Tatahukum Indonesia; 3. Hukum Islam; 4. Ilmu pengetahuan Negara; 5. Hukum Tata Antar Negara; 6. Hukum Tata Negara Indonesia; 7. Hukum Tata Pemerintahan Indonesia; 8. Hukum Tata Perdata Adat; 9. Hukum Tata Perdata Barat; 10. Hukum Tata Perdata Internasional; 11. Hukum Antara Warga 12. Hukum Acara Perdata; 13. Hukum Tata Pidana Adat;

Page 2 of 10 14. Hukum Tata Pidana Barat; 15. Hukum Acara Pidana; 16. Kriminologi; 17. Sosiologi; 18. Ekonomi; 19. Filsafat Hukum; 20. Notariat. Pasal 3. Pendidikan pada Balai Pendidikan Ahli hukum lamanya dua tahun, tetapi untuk pendidikan notariat ditambah dengan satu tahun lagi. Pasal 4. (1) Pendidikan dibagi menjadi dua bagian, yakni bagian persiapan, ditutup dengan ujian persiapan pada akhir tahun pertama, dan bagian keahlian, ditutup dengan ujian keahlian pada akhir tahun kedua. (2) Bagian keahlian meliputi atas dua jenis keahlian, manasuka: a. keahlian hukum tata perdata. b. keahlian hukum tata pidana. (3) Mereka yang lulus sesuatu ujian keahlian pada Balai Pendidikan Ahli Hukum memperoleh ijazah Ahli Hukum. & 3. Dari hal syarat untuk mengikuti pendidikan pada B.P.A. dan ikatan dinas. Pasal 5. Yang boleh mengikuti pendidikan pada Balai Pendidikan Ahli hukum ialah: a. mereka yang mempunyai ijazah S.M.A. Negeri atau balai pendidikan yang dengan resmi dipersamakannya; b. mereka yang tidak memenuhi syarat tersebut sub a, tetapi berdasarkan pendidikan atau pengetahun yang sudah diperolehnya, menurut pendapat Menteri kehakiman atas pertimbangan Dewan Penyelenggara, dapat dianggap tidak kurang kelengkapannya dari pada mereka yang memenuhi syarat tersebut sub a, untuk mengikuti pendidikan pada Balai termaksud, jika perlu dengan tambahan syarat-syarat tertentu; c. pegawai dari jawatan lingkungan Kementerian Kehakiman, yang memenuhi syarat-syarat tersebut sub a atau b dan oleh Menteri Kehakiman diperintahkan mengikuti pendidikan pada Balai termaksud. Pasal 6. Oleh Menteri Kehakiman atas pertimbangan Dewan Penyelenggara, jika perlu dengan syarat-syarat tertentu, dapat diberikan pembebasan dari ujian dalam sesuatu mata pelajaran atau dalam sesuatu bagian, kepada mereka yang mempunyai ijazah resmi, bilamana syarat-syarat yang diperlukan untuk memperoleh ijazah tersebut cukup memberi jaminan tentang kepandaian yang diperlukan untuk ujian yang dibebaskan itu.

Page 3 of 10 Pasal 7. (1) Kemungkinan mengikuti pendidikan pada B.P.A., dengan mengingat syarat-syarat tersebut dalam pasal 5, terbuka sesudah dilakukan pendaftaran diri pada Direktur B.P.A. (2) Dengan pendaftaran itu, mahasiswa yang berkepentingan menyatakan bahwa ia sanggup bekerja dalam ikatan dinas dilingkungan Kementerian Kehakiman sekurang-kurangnya 2 tahun lamanya, segera sesudah memperoleh Ijazah Ahlihukum. (3) Selama mengikuti pendidikan tersebut, mahasiswa ikatan dinas dalam batas-batas anggaran belanja yang bersangkutan, dapat diberi tunjangan belanja sejumlah Rp. 1440.-, untuk satu tahun pendidikan, yang dibayarkan berangsur-angsur tiap-tiap awal bulan sekali kepadanya. (4) Jika mahasiswa ikatan dinas menghentikan pendidikannya sebelum waktu yang semestinya, maka terserah kepada pendapat Dewan Pendidik ia dapat diharuskan membayar kembali sebagian atau segenap tunjangan yang pernah diterimanya. (5) Demikian juga, jika sesudah lulus ujian keahlian pada B.P.A. kesanggupan bekerja dalam ikatan dinas tidak dipenuhi segenapnya. Dalam hal ini pendapat Menteri Kehakimanlah yang menentukan. Pasal 8. (1) Kemungkinan mengikuti pendidikan pada B.P.A. dengan tiada kesanggupan bekerja dalam ikatan dinas tersebut, juga terbuka, menurut syarat-syarat termaksud pasal 7 ayat 1, dengan persetujuan Direktur B.P.A. Tetapi pendaftaran tidak dilakukannya, sebelum kepadanya dinyatakan bahwa sudah dibayarkan bea pendidikan. (2) Jumlah bea pendidikan ialah Rp. 120,- untuk satu tahun pendidikan, yang dengan ijin Direktur B.P.A. dapat dibayar berangsur-angsur. (3) Pembayaran dilakukan kepada Sekretaris B.P.A. yang harus menyetorkannya kepada Kas Negeri. Pasal 9. Penetapan termuat dalam pasal 7 ayat 2, 3, 4, 5 dan pasal 8 tidak berlaku terhadap mereka yang termaksud dalam pasal 5 sub c. Tentang mereka ditentukan orang demi seorang menurut keadaannya. Pasal 10. (1) Direktur B.P.A. dapat melakukan pendaftaran untuk mengikuti pendidikan dalam satu atau beberapa mata pelajaran saja, dengan persetujuan tenaga pendidik yang bersangkutan dan dengan syarat-syarat tertentu. (2) Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan, Menteri Kehakiman, Hakim Mahkamah Agung, Jaksa Kejaksaan Agung, sewaktu-waktu dapat menghadiri segala pengajaran. (3) Direktur B.P.A. dengan persetujuan tenaga pendidik yang bersangkutan, dapat memberi kesempatan kepada mereka yang tidak terdaftar sebagai mahasiswa untuk mengikuti selama beberapa jam sesuatu pengajaran. & 4.

Page 4 of 10 Dari hal effectus civilis dari Ijazah B.P.A. Pasal 11. (1) Mereka yang telah memperoleh Ijazah Ahlihukum, dapat melanjutkan pendidikannya agar supaya memperoleh derajat akademis. (2) Syarat-syarat untuk kemungkinan itu, selain daripada yang termaksud dalam pasal 7 (2) akan diatur lebih lanjut pada waktunya. Pasal 12. Kecuali syarat-syarat yang ditetapkan dalam peraturan negeri lain, maka ijazah Ahlihukum merupakan juga suatu syarat yang membuka kemungkinan: a. terhadap mereka yang mengikuti pendidikan keahlian hukum tatapidana, untuk diangkat dalam jabatan kejaksaan dan kehakiman, termasuk kepaniteraan, dan dalam jabatan lain yang masuk lingkungan Kementerian Kehakiman atau dalam jabatan Negeri lain-lainnya, yang selaras dengan pendidikan itu; b. terhadap mereka yang mengikuti pendidikan keahlian hukum tataperdata, untuk diangkat dalam jabatan yang masuk lingkungan Kementerian Kehakiman selain daripada jaksa dan hakim atau dalam jabatan Negeri lain-lainnya yang selaras dengan pendidikan itu, serta pula untuk menempuh ujian notaris menurut ketentuan-ketentuan pasal 25 s/d 28. Tenaga pendidik terdiri atas: a. guru besar; b. guru besar luas biasa; c. pengajar; d. lektor; e. lektor muda & 5. Dari hal tenaga pendidik, Direktur muda dan Sekretaris B.P.A. serta pegawai lain-lain. Pasal 13. Pasal 14. (1) Para tenaga penididik diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Kehakiman. (2) Dari antara para tenaga pendidik seorang diangkat menjadi Direktur B.P.A. dan seorang lagi menjadi Direktur muda B.P.A. (3) Untuk tiap-tiap lowongan tenaga pendidik oleh Dewan Pendidik dimajukan usul yang disertai alasan cukup kepada Dewan Penyelenggara, yang meneruskanya dengan disertai pertimbangan kepada Menteri Kehakiman. Pasal 15. Tiap-tiap tenaga pendiidik diangkat untuk memberi pendidikan dalam mata pelajaran mata pelajaran tertentu yang disebutkan dalam surat pengangkatannya. Atas pertimbangan

Page 5 of 10 Dewan Penyelenggara Menteri Kehakiman dapat mengadakan perubahan-perubahan dalam hal itu, dengan catatan bahwa seorang tenaga pendidik tidak diserahi pendidikan dalam mata pelajaran lain yang tidak dikehendakinya sendiri. Pasal 16. (1) Dengan persetujuan Ketua Dewan Penyelenggara tiap-tiap tenaga pendidik, kecuali pengajaran yang ia wajib memberikannya, boleh memberikan juga pengajaran lain-lain. (2) Tiap-tiap penetapan Ketua Dewan Penyelenggara, baik yang memberikan maupun yang tidak memberikan persetujuan, diberitahukan kepada Menteri Kehakiman, yang dapat membatalkan penetapan itu. Pasal 17. (1) Para tenaga pendidik, kecuali tenaga pendidik luar biasa dan pengajar, tidak merangkap jabatan atau pekerjaan lain, dengan tiada persetujuan Menteri Kehakiman. (2) tenaga pendidik luar biasa atau pengajar, jika hendak menerima jabatan atau pekerjaan yang tidak dipangkunya pada waktu pengangkatannya, memperlakukan persetujuan Menteri Kehakiman, agar supaya dapat merangkapnya. Pasal 18. (1) Oleh Dewan Penyelenggara, atas pertimbangan Dewan Pendidik, dalat juga diberikan kesempatan kepada orang lain dari pada yang tersebut dalam pasal 13 utuk mengadakan uraian-uraian, baik insidentil maupun kursoris, tentang hal-hal tertentu yang sesuai dengan maksud pendidikan pada B.P.A. ini. (2) Dengan persetujuan Dewan Penyelenggara, tiap-tiap tenaga pendidik dapat memberikan kursus-kursus utuk mereka yang sudah tamat belajar dan para peminat lain, agar supaya mereka berkesempatan menyelaraskan diri dengan derajat kemajuan ilmu pengetahuan. (3) Penetapan Dewan Penyelenggara tentang hal-hal diatas diberitahukan kepada Menteri Kehakiman yang dapat membatalkannya. Pasal 19. (1) Jika ada tenaga pendidik yang berhalangan atau jika tiada tenaga pendidik, Direktur B.P.A. mengambil tindakan-tindakan sebagaimana perlu, agar supaya kelangsungan pendidikan tidak terganggu. (2) Jika ada tenaga pendidik yang melalaikan kewajibannya atau berkelakuan tidak patut, Dewan Penyelenggaraa mengambil tindakan-tindakan sebagaimana hendaknya, antara lain pemberhentian untuk sementara waktu, dan memajukan usul-usul sebagaimana perlunya kepada Menteri Kehakiman, sampai pada pemecatan pula. Pasal 20. (1) Untuk melakukan pekerjaan tata usaha B.P.A. dipekerjakan seorang pegawai Negeri dengan sebutan Sekretaris B.P.A.

Page 6 of 10 (2) Pengangkatan dan pemberhentian penjabat ini dilakukan oleh Menteri Kehakiman atas usul Dewan Penyelenggara, pengangkatan dan pemberhentian pegawai lain-lainnya dilakukan oleh Direktur B.P.A. & 6. Dari hal pengurusan dan pengawasan B.P.A. Pasal 21. (1) Guna urusan umum dan pengawasan B.P.A. dibentuk suatu Dewan Penyelenggara, terdiri dari seorang Ketua dan sebanyak-banyaknya enam orang anggota, diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Kehakiman. (2) Direktur dan Direktur Muda B.P.A. dengan sendirinya menjadi anggota Dewan Penyelenggara. (3) Jika Ketua berhalagan, salah seorang anggota yang diangkat, ewakilinya atas tunjukan Menteri Kehakiman. (4) Dewan Penyelenggara dalam melakukan pekerjaannya, dibantu oleh Sekretaris B.P.A. (5) Dewan Penyelenggara menetapkan sendiri peraturan tentang pekerjaannya, yang harus dipersetujui oleh Menteri Kehakiman. (6) Ketua Dewan Penyelenggara berhak menghadiri semua rapat Dewan Pendidik; dapat mengadakan rapat bersama antara Dewan Penyelenggara dan Dewan Pendidik seseringkali dianggapnya perlu guna kepentingan B.P.A., dan harus mengadakannya apabila sebagian besar dari Dewan Penyelenggara atau Direktur serta Direktur Muda B.P.A. menghendakinya. Pasal 22. (1) Para tenaga pendidik bersama-sama merupakan Dewan Pendidik yang diketuai oleh Direktur B.P.A. (2) Direktur Muda B.P.A. mewakili Direktur B.P.A. dalam segala tugasnya, jika Direktur berhalangan. Selanjutnya pembagian pekerjaan antara mereka, ditetapkan oleh mereka sendiri bersama-sama, dengan persetujuan Dewan Penyelenggara. (3) Sekretaris B.P.A. membantu Dewan Pendidik dalam melakukan pekerjaannya. Pasal 23. (1) Dewan Penyelenggara memperhatikan segala hal pendidikan, baik yang mengenai ilmu pengetahuan maupun yang bersifat intern, termasuk tata tertib dikalangan para mahasiswa, dan dapat mengambil tindakan-tindakan sebagaimana dianggapnya perlu. (2) Selanjutnya pimpinan harian atas B.P.A. dilakukan oleh Direktur B.P.A. Pasal 24. (1) Taman Pustaka Kementerian Kehakiman terbuka untuk tenaga pendidik dan mahasiswa B.P.A., yang dalam mempergunakannya, harus tunduk kepada peraturan-peraturan yang berlaku tentang itu. (2) Kepala Taman Pustaka tersebut dapat diserahi penyelenggaraan kepentingan perpustakaan B.P.A. dan untuk kewajiban itu dapat diberi tunjangan uang, selama anggaran belanja dari B.P.A. mengijinkannya.

Page 7 of 10 & 7. Dari hal pendidikan notariat. Pasal 25. Pada B.P.A. diadakan kesempatan untuk menempuh ujian notaris lengkap. Pendidikannya satu tahun lamanya. Pasal 26. (1) Yang dapat mengikuti pendidikan notariat ialah: a. mereka yang telah memperoleh ijazah Ahlihukum termaksud dalam pasal 12 sub b; b. mereka yang telah memperoleh ijazah ujian notaris bagian II sebelum tanggal 1 Maret 1942, dengan syarat-syarat tersebut dalam ayat yang berikut ini. (2) Mereka yang tersebut dalam ayat 1 sub b diatas, selama satu tahun pendidikan notariat itu, harus juga mengikuti pendidikan dalam mata pelajaran Hukum Islam, Hukum Tata perdata Adat, Hukum Antara warga, Hukum Tata perdata Internasional, Hukum Tata pemerintahan Indonesia, dan harus menempuh ujian dalam mata-pelajaran-mata tersebut, terkecuali dalam dua mata pelajaran-pelajaran yang disebut terakhir. Pasal 27. Pasal 7 dan 8, mutatis mutandis berlaku juga terhadap pendidikan notariat. Pasal 28. (1) Mereka yang lulus ujian notaris lengkap memperoleh Ijazah Notaris lengkap. (2) Terhadap mereka dengan demikian terbuka kemungkinan untuk diangkat menjadi Kandidat Notaris. & 8. Dari hal lain-lain. Pasal 29. (1) Hal-hal yang tidak atau tidak selengkapnya ditentukan dalam peraturan ini, ditetapkan oleh Dewan Pendidik dengan nasehat Dewan Penyelenggara, dalam suatu Peraturan rumah Tangga B.P.A. tersendiri. (2) Peraturan tersebut lebih dahulu harus dimintakan pengesahan dari Menteri Kehakiman. Aturan Peralihan. Pasal 30. Dalam menyelenggarakan B.P.A. untuk pertama kalinya, Menteri Kehakiman dapat menyimpang dari ketentuan-ketentuan Peraturan ini, jika mengenai hal-hal yang usul atau pertimbangannya harus diajukan oleh Dewan Penyelenggara atau Dewan Pendidik. Aturan Penutup.

Page 8 of 10 Pasal 31. Peraturan ini berlaku mulai pada hari diumumkan. Diumumkan pada tanggal 7 Oktober 1948 Sekretaris Negara, A. G. PRINGGODIGDO. Ditetapkan di Yogyakarta pada tanggal 7 Oktober 1948 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO. PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH NO. 44 TAHUN 1948 TENTANG BALAI PENDIDIKAN AHLI HUKUM Pembentukan kader ahli hukum, terutama untuk kebutuhan Jawatan Kehakiman, sampai sekarang belum dapat terlaksana dengan sempurna, karena segenapnya tergantung pada buah pendidikan Sekolah Tinggi, padahal Sekolah Tinggi Hukum yang sekarang ada jauh dari pada mencukupi kebutuhan tersebut. Sebaliknya pendidikan pada Sekolah Menengah kurang cukup untuk mencapai tujuan termaksud. Dengan tidak melepaskan syarat pendidikan yang cukup, sebaliknya dengan maksud dalam waktu yang pantas mencukupi kebutuhan Jawatan, maka Pemerintah menganggap perlu segera mendirikan sebuah balai pendidikan ahlihukum, yang dibentuk sedemikian rupa, hingga sesudah mendapat pendidikan barang dua tahun lamanya, para mahasiswa sudah mempunyai keahlian tertentu dalam ilmu pengetahuan hukum, sehingga mereka sudah dapat dipakai penuh tenaganya guna jawatan. Penghargaan hal itu dinyatakan dengan memberikan kepada mereka yang lulus ujian penghabisan pada balai tersebut sebutan "Ahli hukum" (A.H.) yang dapat dibandingkan dengan sebutan "Bachelor of law" (L.L.B.) diluar Negeri. Untuk setiap "Ahli hukum" kelak dibuka kemungkinan mencapai derajat akademis penuh, akan tetapi baru sesudah bekerja dalam Jawatan Negeri sekurang-kurangnya dua tahun. Meskipun pendidikan pertama-tama dimaksudkan guna kebutuhan Jawatan Kehakiman, kemungkinan bekerja pada Jawatan Negeri lain-lainnya terbuka juga, sedangkan kemungkinan bekerja diluar suatu Jawatan Negeri pun tidak tertutup sama sekali. Pendidikan pada balai ini diperuntukkan terutama bagi pelajar-pelajar yang lulus ujian penghabisan dari S.M.A. Negeri atau balai pendidikan yang dengan resmi dipersamakannya, bukan untuk "mengursus" mereka yang kini sudah menjadi pegawai Negeri. Walaupun demikian kemungkinan mengikuti pendidikan untuk mereka itu, dengan syarat-syarat tertentu, terbuka juga, soal kepentingan Jawatan tidak akan terganggu dan mereka mendapat perintah belajar dari Menteri yang bersangkutan. Dengan mengikuti pendidikan khusus satu tahun lagi pada balai ini setiap "Ahli hukum" (Keahlian hukum tata perdata) kelak dapat menempuh ujian notaris lengkap, segera sesudah ia memperoleh Ijazah Ahli hukum. Selain dari pada itu kini pun untuk mereka yang sudah memperoleh ijazah "Grootnotaris" Bagian II sebelum tanggal 1 Maret 1942 sudah terbuka kesempatan untuk

Page 9 of 10 menempuh ujian notaris lengkap, setelah mereka mengikuti pendidikan khusus satu tahun pada Balai Pendidikan Ahli hukum ini, dengan syarat-syarat tertentu. Serta merta mengikuti pendidikan tahun II pada balai inipun mungkin juga asal memenuhi syarat-syarat tertentu atau dengan tambahan beberapa syarat-syarat lain. Sehingga dengan demikian dalam tahun pelajaran pertama sesudah balai didirikan dan dibuka, sudah mungkin diberikan pendidikan sekaligus untuk tahun I, tahun II, dan tahun III (hanya notaris). Kemudian dianggap sudah pada tempatnya jika penyelenggaraan Balai Pendidikan Ahli hukum seperti yang dimaksudkan ini diserahkan kepada Menteri Kehakiman. Selanjutnya dipersilahkan membaca sendiri pasal-pasal dari Peraturan ini yang kiranya sudah cukup jelas bunyinya.

Page 10 of 10