BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teknologi GSM (Global System for Mobile) merupakan salah satu teknologi yang paling banyak digunakan di seluruh dunia. Teknologi GSM juga merupakan sistem dengan jaringan yang sangat luas serta memiliki keunggulan dalam layanan komunikasi karena pelanggan dapat berkomunikasi secara bebas dalam area layanan tanpa mengalami gangguan jaringan serta pemutusan hubungan dengan MS (Mobile Station) yang bersifat fleksibel (Ningsih, 2014). Teknologi GSM dapat mentransmisikan voice dan data, namun bit rate-nya masih kecil yaitu 9,6 kbps untuk data dan 13 kbps untuk voice, menggunakan teknologi circuit switch, artinya pembagian kanal di mana setiap satu kanal itu mutlak dimiliki oleh satu user (Hikmanturokhman, 2014). Kebutuhan yang besar akan teknologi GSM ini merupakan tantangan bagi operator layanan (provider) untuk memberikan pelayanan terbaik bagi pengguna layanannya (user). Dalam proses layanan tersebut kemungkinan besar pasti terdapat masalah yang terjadi. Seiring dengan pembangunan gedung-gedung bertingkat dan kerapatannya yang tinggi, mengakibatkan banyak terjadi proses redaman terhadap sinyal telekomunikasi sehingga komunikasi yang diharapkan andal akan mengalami gangguan juga (Rachmawan, 2007). Pada area indoor, kinerja antena omnidirecctional sebagai penguat sinyal yang kurang baik dan banyaknya faktor penghalang pada area tersebut mengakibatkan kurangnya daya pancar sinyal yang akan mengakibatkan terjadinya area blank spot. Indikator-indikator yang menunjukkan terjadinya permasalahan yang berkaitan dengan hal ini antara lain terjadinya dropped call, blocked call, kegagalan handover (handover failure), dan sebagainya (Warassih, 2011). Propagasi sinyal yang tidak menentu dapat menyebabkan timbulnya berbagai masalah pada saat terjadinya panggilan seperti sinyal yang kurang stabil yang menyebabkan kegagalan dalam panggilan maupun buruknya kualitas 1
2 panggilan. Pada sistem komunikasi nirkabel, karakteristik dari jalur propagasi mempunyai pengaruh yang penting terhadap sistem jaringan secara umum. Pada sistem komunikasi indoor, perambatan gelombang radio memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi karena banyak faktor yang mempengaruhi, contohnya adanya sekat antar ruang, pengaruh tubuh manusia, kondisi dalam ruangan, jumlah jendela dan pintu yang terbuka, dan lain-lain. Secara umum, mekanisme perambatan gelombang radio ketika menemui penghalang dibedakan menjadi 4 (empat), yaitu pemantulan (reflection), pembelokan (diffraction), pembengkokan (refraction), dan penghamburan (scattering) (Omer, 2007). One Slope Model (1SM) merupakan salah satu model propagasi path loss indoor. One Slope Model adalah cara untuk menghitung rata-rata level sinyal dalam gedung tanpa dasar yang lebih rinci tentang tata letak bangunan. Path loss dalam db hanya sekedar fungsi dari jarak antara pemancar dan antena penerima (European Commission, 1992). Untuk memperbaiki kualitas sinyal di dalam gedung tersebut, perlu dibangun jaringan seluler indoor yang disebut In building coverage system, yaitu suatu sistem dengan perangkat pemancar dan penerima yang dipasang di dalam gedung dan bertujuan untuk melayani kebutuhan telekomunikasi baik kualitas sinyal, cakupan (coverage) maupun kapasitas trafiknya (Siregar, 2013). Pihak provider biasanya melakukan metode walk test untuk mengecek kekuatan sinyal, data terima, tingkat kegagalan akses, tingkat panggilan yang gagal yang dipancarkan oleh antena indoor (omnidirecctional). Kebanyakan pihak provider menggunakan software TEMS Investigation 8.0.3 dalam melakukan metode walk test ini. Biaya walk test dengan menggunakan software TEMS Investigation bisa dikatakan cukup mahal. Itu karena dalam penggunaannya ahrus dilengkapi dengan perangkat penunjang, seperti laptop, perangkat mobile, dan perangkat GPS (Global Position System) yang dihitung-hitung bisa menghabiskan biaya puluhan juta. Namun dengan berkembangnya teknologi sekarang ini, walk test juga bisa dilakukan hanya dengan menggunakan perangkat smartphone berbasis OS Android dengan menggunakan software G-NetTrack Pro. Software G-NetTrack Pro ini dijual sekitar $13. G-NetTrack Pro juga memiliki fitur pengukuran yang
3 menyerupai software TEMS Investigation dan harganya jauh lebih murah dibandingkan TEMS Investigation. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dilakukan sebuah penelitian untuk membandingkan kualitas hasil pengukuran software TEMS Investigation sebagai acuan dengan G-NetTrack Pro berdasarkan metode walk test pada jaringan GSM indoor di Matahari Duta Plaza. Pengukuran akan dilakukan pada antena omnidirrectional di setiap lantai (terdapat 3 lantai dan 2 antena omnidirrectional untuk setiap lantai) dalam rentang waktu seminggu (senin-minggu) dan dilakukan pengukuran berdasarkan 4 titik pengukuran yaitu, 5 meter, 10 meter, 15 meter, dan 20 meter dari lokasi setiap antena omnidirrectional. Pengukuran dilakukan setiap pukul 09.00 pagi hingga pukul 11.30 pagi dikarenakan keterbatasan ijin dari pihak pengelola gedung Matahari Duta Plaza. Parameter yang diukur berdasarkan pada parameter kuat sinyal (RxLevel) dan kualitas panggilan (RxQual, CSSR, dan DCR). Hasil pengukuran parameter kuat sinyal juga akan dibandingkan dengan hasil perhitungan teoritis parameter RSL berdasarkan model propagasi indoor One Slope-Model dan nilai RxLevel dari KPI PT. Indosat. Untuk hasil pengukuran kualitas panggilan, nilai RxQual akan dibandingkan dengan nilai RxQual dari KPI PT. Indosat serta nilai CSSR dan DCR akan dibandingkan dengan KPI ITU-T. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut, yaitu : 1. Bagaimanakah perbandingan antara parameter hasil pengukuran kuat sinyal (RxLevel) dan kualitas panggilan (RxQual, CSSR, dan DCR) software TEMS Investigation 8.0.3 dengan G-NetTrack Pro berdasarkan metode walk test pada jaringan GSM indoor di Matahari Duta Plaza? 2. Bagaimanakah perbandingan antara parameter hasil pengukuran kuat sinyal (RxLevel) berdasarkan metode walk test dengan hasil perhitungan teoritis kuat sinyal (RSL) berdasarkan model propagasi One-Slope dan KPI PT. Indosat?
4 3. Bagaimanakah perbandingan antara parameter hasil pengukuran kualitas panggilan (RxQual, CSSR, dan DCR) berdasarkan metode walk test dengan parameter kualitas panggilan berdasarkan KPI ITU-T dan PT.Indosat jika diukur berdasarkan posisi? 1.3. Tujuan Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian Tugas Akhir ini adalah: 1. Mengetahui perbandingan antara parameter hasil pengukuran kuat sinyal (RxLevel) dan kualitas panggilan (RxQual, CSSR, dan DCR) software TEMS Investigation 8.0.3 dengan G-NetTrack Pro berdasarkan metode walk test pada jaringan GSM indoor di Matahari Duta Plaza. 2. Mengetahui perbandingan antara parameter hasil pengukuran kuat sinyal (RxLevel) berdasarkan metode walk test dengan hasil perhitungan teoritis kualitas sinyal (RSL) berdasarkan model propagasi One-Slope dan KPI PT. Indosat. 3. Mengetahui perbandingan antara parameter hasil pengukuran kualitas panggilan (RxQual, CSSR, dan DCR) berdasarkan metode walk test dengan parameter kualitas panggilan berdasarkan KPI ITU-T dan PT.Indosat jika diukur berdasarkan posisi. 1.4. Manfaat Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah mampu membandingkan sistem kerja metode walk test baik menggunakan software TEMS Investigation 8.0.3 dan G-NetTrack Pro yang nantinya dapat dipakai dalam proses pembelajaran serta sebagai sebagai acuan dalam meningkatkan kualitas sinyal dan panggilan jaringan GSM pada frekuensi 1800 MHz khususnya pada area indoor. 1.5. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah Melihat luasnya permasalahan yang ada, maka ruang lingkup penelitian dalam Tugas Akhir ini sebagai berikut:
5 1. Pengamatan jaringan yang dianalisis terbatas pada teknologi 2G / GSM 1800 MHz dan membahas hanya kuat sinyal dan kualitas panggilan. 2. Penelitian hanya dilakukan di area indoor gedung Matahari Duta Plaza Denpasar pada lantai 1, 2, dan 3. 3. Software yang digunakan pada metode walk test hanya TEMS Investigation 8.0.3 dan G-NetTrack Pro. 4. Tidak membahas kualitas data jaringan GSM. 5. Hanya membahas kualitas panggilan berdasarkan nilai RxQual, CSSR, dan DCR berdasarkan parameter call setup, blocked call, dan dropped call. 6. Tidak menjelaskan secara rinci pengaruh sensitivitas perangkat ponsel yang digunakan pada saat pengukuran.