BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pemasangan infus termasuk kedalam tindakan invasif atau tindakan yang dapat

Pengertian. Tujuan. Ditetapkan Direktur Operasional STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL. Tanggal Terbit 15 Februari 2011

MODUL PRAKTIK KLINIK KETRAMPILAN DASAR KEBIDANAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Lokasi penelitian ini dilakukan di IGD pada tiga rumah sakit, yaitu:

MODUL KETERAMPILAN KLINIK ASUHAN KEBIDANAN

BAB I PENDAHULUAN. spesifik, sehingga dapat dikembangkan setinggi-tingginya. Hal. ini. Ada beberapa kategori tingkat pendidikan seperti perawat

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR PEMBERIAN NUTRISI PARENTERAL SOP

BAB I PENDAHULUAN. menjalani rawat inap. ( Wahyunah, 2011). Terapi intravena berisiko untuk terjadi komplikasi lokal pada daerah pemasangan

Kebutuhan cairan dan elektrolit

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap orang mempunyai kemampuan untuk merawat, pada awalnya merawat adalah instinct atau naluri.

Tabel 2.3 Pungsi Vena dengan Menggunakan Jarum Berlapis Kateter Plastik

BAB I PENDAHULUAN. di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan

Obat merupakan sebuah substansi yang diberikan kepada manusia atau binatang sebagai perawatan atau pengobatan, gangguan yang terjadi di dalam tubuhnya

BAB I PENDAHULUAN. (Permenkes RI No. 340/MENKES/PER/III/2010). Dalam memberikan

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh manusia antara lain sebagai alat transportasi nutrien, elektrolit dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENCEGAHAN INFEKSI ALIRAN DARAH PRIMER (IADP) (Rana Suryana SKep. Medical Dept. PT Widatra Bhakti)

BAB 1 PENDAHULUAN. kepada pasien yang membutuhkan akses vaskuler (Gabriel, 2008). Lebih

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pedoman Manajerial Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas

Elemen Penilaian PKPO 1 Elemen Penilaian PKPO 2 Elemen Penilaian PKPO 2.1 Elemen Penilaian PKPO Elemen Penilaian PKPO 3

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dirumah sakit merupakan bentuk

BAB 1 PENDAHULUAN. pemberian obat secara intravena (Smeltzer & Bare, 2001).

INJEKSI SUB CUTAN (SC)

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa pelayanan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang.

KEPERAWAT AN ANA K Edisi 1 Tahun 2016

BAB I PENDAHULUAN. care and acritical component of quality management.. Keselamatan pasien

PENUNTUN PEMBELAJARAN ASPIRASI SUPRAPUBIK

PEMBERIAN OBAT SECARA PARENTERAL

BAB I PENDAHULUAN. mendapat terapi melalui IV (Hindley,2004). Pemasangan terapi. intravena merupakan tindakan memasukan jarum (abocath)

1. Pentingnya patient safety adalah a. Untuk membuat pasien merasa lebih aman b. Untuk mengurangi risiko kejadian yang tidak diharapkan Suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Faktor-faktor yang mempengaruhi Phlebotomy. 2. Tempat phlebotomy yang dilakukan.

KOMPETENSI PERAWAT KLINIK MEDIKAL BEDAH

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat. darurat (Permenkes RI No. 147/ Menkes/ Per/ 2010).

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era globalisasi ini teknologi berkembang semakin pesat, begitu

Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 2. PMK RI Nomor 49 Tahun 2013 Tentang Komite Keperawatan.

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien di rumah sakit adalah suatu upaya yang mendorong rumah sakit untuk

Panduan Identifikasi Pasien

KOMPETENSI NERS BERBASIS. KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Indonesian Qualification Framework

STANDAR KOMPETENSI PERAWAT DIALISIS INDONESIA NIKEN D CAHYANINGSIH BIDANG DIKLAT PP IPDI

BAB I PENDAHULUAN. (smeltzer, 2002). Tetapi karena terapi ini diberikan secara terus menerus dan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Standar Prosedur Operasional (SPO) yang harus dilalui untuk menyelesaikan suatu proses kerja tertentu

BAB 1 PENDAHULUAN. karakteristik tersendiri dan dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah cairan yang lebih sedikit. Perbedaan ini karena laki-laki

LILIK SUKESI DIVISI GUNJAL HIPERTENSI DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM R.S. HASAN SADIKIN / FK UNPAD BANDUNG

haluaran urin, diet berlebih haluaran urin, diet berlebih dan retensi cairan beserta natrium ditandai dengan - Pemeriksaan lab :

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PRAKTIKUM 6 PEREKAMAN EKG, INFUS PUMP DAN PEMANTAUAN CVP

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Pelaksanaan pelimpahan kewenangan yang diberikan dokter kepada perawat

2) Perasat (minimal 10 buah) Sop infus Sop injeksi Sop kateter Dll

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PERAWATAN JENAZAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semua pasien yang dirawat di rumah rakit setiap tahun 50%

KURIKULUM KURSUS DAN PELATIHAN PEKARYA KESEHATAN JENJANG II berbasis

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721)

BAB I PENDAHULUAN. yang memproses penyembuhan pasien agar menjadi sehat seperti sediakala.

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual maupun

PROSEDUR PEMBERIAN MEDIKASI (OBAT)

BAB 1 PENDAHULUAN. (Permenkes RI, 2011). Institusi yang kompleks memiliki arti bahwa rumah sakit

BAB I PENDAHULUAN. Masa neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien

PENUNTUN BELAJAR KETERAMPILAN KLINIK DAN KONSELING IMPLAN-2

PANDUAN CLINICAL SKILL LABORATORIUM INJEKSI INSULIN. Oleh. Tim Endokrin dan Metabolik

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II PELAYANAN BEDAH OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

maupun sebagai masyarakat profesional (Nursalam, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. paradigma. Pekerjaan perawat yang semula vokasional hendak digeser menjadi

KOMITE NASIONAL UJI KOMPETENSI PERAWAT PPNI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP SIKAP PASIEN DALAM PENGGANTIAN POSISI INFUS DI RUANG SHOFA RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENCABUTAN IMPLANT. No Sikap dan Prilaku. 1. Menyambut klien dan memperkenalkan diri dengan ramah

BAB I PENDAHULUAN. menambah tingginya biaya perawatan dan angka kesakitan pasien (Anonim, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan perpanjangan masa rawat inap bagi penderita. Risiko infeksi di

KATA PENGANTAR. Lamongan, Penyusun

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan merupakan bagian terpenting dalam. diantaranya perawat, dokter dan tim kesehatan lain yang satu dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan (safety) telah menjadi issue global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima (5)

Artikel Komunikasi Efektif SBAR

Lampiran 1 LEMBAR OBSERVASI

BAB I PENDAHULUAN. penangan oleh tim kesehatan. Penanganan yang diberikan salah satunya berupa

HUBUNGAN PERAWATAN INFUS DENGAN TERJADINYA FLEBITIS PADA PASIEN YANG TERPASANG INFUS. Sutomo

BAB I PENDAHULUAN. dimana pasien yang di rawat disini adalah pasien-pasien yang berpenyakit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah sakit adalah suatu organisasi pelayanan sosial kemanusiaan. Secara

KERANGKA ACUAN CLINICAL PREVILEGE KEPERAWATAN RS. TMC TASIKMALAYA I. PENDAHULUAN

LAMPIRAN 1. Instrumen Penelitian. Universitas Sumatera Utara

DAMPAK TERAPI INTRAVENA PADA BALITA BERDASAR VIP (VISUAL INFUSION PHLEBITIS) SCORE

Langkah-langkah Implementasi Bab - KPS KARS

Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1 Keterampilan Sanitasi Tangan dan Penggunaan Sarung tangan

KEBUTUHAN FISIOLOGIS KESELAMATAN DAN KEMANAN. FATWA IMELDA, S.Kep, Ns

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK PENATA ANESTESI

100% 100% (2/2) 100% 100% (4142) (4162) (269) (307) (307) (269) (278) (263) (265) (264) 0% (638) 12 mnt. (578) 10 mnt

UPAYA PERAWAT DALAM PENCEGAHAN PHLEBITIS PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT BAPTIS KEDIRI

IMPLEMENTAS I PERAWAT PRAKTEK MANDIRI. Ns. SIM SAYUTI, S.Kep NIRA : Beprofessional nurse Knowledge, skill, & attitude

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Keterampilan Keterampilan berasal dari kata terampil yang berarti cakap, mampu, dan cekatan. Iverson (2001) mengatakan keterampilan membutuhkan pelatihan dan kemampuan dasar yang dimiliki setiap orang dapat lebih membantu menghasikan sesuatu yang lebih bernilai dengan lebih cepat. Robbins (2000) mengatakan keterampilan dibagi menjadi 4 kategori, yaitu : 1. Basic Literacy Skill : Keahlian dasar yang sudah pasti harus dimiliki oleh setiap orang seperti membaca, menulis, berhitung serta mendengarkan. 2. Technical Skill : Keahlian secara teknis yang didapat melalui pembelajaran dalam bidang teknik seperti mengoperasikan kompter dan alat digital lainnya. 3. Interpersonal Skill : Keahlian setiap orang dalam melakukan komunikasi satu sama lain seperti mendengarkan seseorang, memberi pendapat dan bekerja secara tim. 4. Problem Solving : Keahlian seseorang dalam memecahkan masalah dengan menggunakan logika atau perasaanya.

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Notoadmodjo (2007) mengatakan keterampilan merupakan aplikasi dari pengetahuan sehingga tingkat keterampilan seseorang berkaitan dengan tingkat pengetahuan, dan pengetahuan dipengaruhi oleh : a. Tingkat Pendidikan Semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin baik pengetahuan yang dimiliki. Sehingga, seseorang tersebut akan lebih mudah dalam menerima dan menyerap hal-hal baru. Selain itu, dapat membantu mereka dalam menyelesaikan hal-hal baru tersebut. Menurut penelitian Islami, Aisyah dan Wordoyo (2012) mengatakan terdapat pengaruh yang cukup kuat antara tingkat pendidikan dan pengetahuan dengan keterampilan ibu tentang pertolongan pertama pada kecelakaan anak dirumah di desa Sumber Girang RW 1 Rembang b. Umur Ketika umur seseorang bertambah maka akan terjadi perubahan pada fisik dan psikologi seseorang. Semakin cukup umur seseorang, akan semakin matang dan dewasa dalam berfikir dan bekerja. c. Pengalaman Pengalaman dapat dijadikan sebagai dasar untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya dan sebagai sumber pengetahuan untuk memperoleh suatu kebenaran. Pengalaman yang pernah didapat seseorang akan mempengaruhi kematangan seseorang dalam berpikir

dalam melakukan suatu hal. Ranupantoyo dan Saud (2005) mengatakan semakin lama seseorang bekerja pada suatu pekerjaan yang ditekuni, maka akan semakin berpengalaman dan keterampilan kerja akan semakin baik. Sedangkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keterampilan secara langsung menurut Widyatun (2005), yaitu: a. Motivasi Merupakan sesuatu yang membangkitkan keinginan dalam diri seseorang untuk melakukan berbagai tindakan. Motivasi inilah yang mendorong seseorang bisa melakukan tindakan sesuai dengan prosedur yang sudah diajarkan. b. Pengalaman Merupakan suatu hal yang akan memperkuat kemampuan seseorang dalam melakukan sebuah tindakan (keterampilan). Pengalaman membangun seseorang untuk bisa melakukan tindakan-tindakan selanjutnya menjadi lebih baik yang dikarenakan sudah melakukan tindakan-tindakan di masa lampaunya. c. Keahlian Keahlian yang dimiliki seseorang akan membuat terampil dalam melakukan keterampilan tertentu. Keahlian akan membuat seseorang mampu melakukan sesuatu sesuai dengan yang sudah diajarkan. C. Pengertian Perawat

Perawat adalah sesorang yang berperan dalam merawat dan membantu seseorang dengan melindunginya dari sakit, luka dan proses penuaan (Taylor dkk, 2001). Undang-Undang Republik Indonesia (RI) No.38 tahun 2014 mengatakan perawat adalah sesorang yang telah menyelesaikan program pendidikan keperawatan baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh pemerintah RI sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kategori perawat menurut Undang-Undang Keperawatan No 38 Tahun 2014 diantaranya : 1. Perawat Vokasional Perawat vokasional adalah perawat yang telah menyelesaikan pendidikan minimal Diploma tiga keperawatan. 2. Perawat Profesional Perawat profesional adalah perawat yang telah menyelesaikan pendidikan tinggi keperawatan baik level universitas atau sekolah tinggi kesehatan. Perawat profesi terbagi menjadi dua, yaitu program profesi keperawatan dan program profesi spesialis keperawatan. D. Kompetensi Perawat Vokasional dan Perawat Profesional Kompetensi adalah kapasitas yang ada pada seseorang yang bisa membuat seseorang tersebut mampu memenuhi apa yang diisyaratkan oleh pekerjaan atau organisasi sehingga mampu mencapai hasil yang

diharapkan (Boyatzis, Hutapea dan Thoha, 2008). Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) tahun 2005 mengatakan, kompetensi dasar perawat Indonesia pada semua jenjang pendidikan ada 12, diantaranya: 1. Menerapkan prinsip etika dalam keperawatan. 2. Melakukan komunikasi interpersonal dalam asuhan keperawatan. 3. Mewujudkan dan memelihara lingkungan keperawatan yang aman melalui jaminan kualitas dan manajemen risiko (patient safety). 4. Menerapkan prinsip pengendalian dan pencegahan infeksi yang diperoleh dari Rumah Sakit. 5. Melakukan tindakan-tindakan untuk mencegah cedera pada klien. 6. Memfasilitasi kebutuhan oksigen. 7. Memfasilitasi kebutuhan cairan dan elektrolit. Cairan tubuh adalah cairan yang terdiri dari air dan zat terlarut (Price, 2006). Air merupakan cairan utama dalam tubuh manusia (Horne, 2001). Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan (Price, 2006). Kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan cairan dan elektrolit dapat mempengaruhi sistem organ, terutama ginjal. Prosedur pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit dapat dilakukan melalui pemberian cairan peroral atau intravena. Contoh pemberian cairan melalui intravena seperti pemasangan infus. 8. Mengukur tanda-tanda vital.

9. Menganalisis, menginterpretasikan dan mendokumentasikan data secara akurat. 10. Melakukan perawatan luka. 11. Memberikan obat dengan aman dan benar. 12. Mengelola pemberian darah dengan aman. E. Standar Kompetensi Perawat Indonesia Standar diartikan sebagai ukuran atau patokan yang disepakati, sedangkan kompetensi dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam menyelesaikan suatu pekerjaan atau tugas dengan standar kinerja yang ditetapkan (PPNI, 2005). Standar kompetensi perawat vokasional dan perawat profesional diatur oleh PPNI tahun 2005. Perbedaan kewenangan perawat vokasional dan perawat profesional dalam standar kompetensi keperawatan menurut PPNI tahun 2005 yaitu: 1. Perawat vokasional a. Melaksanakan intervensi keperawatan yang direncanakan sesuai dengan standar praktik keperawatan dibawah pengawasan perawat terintegrasi. b. Menerima kegiatan yang didelegasikan sesuai dengan tingkat keahlian dan lingkup praktik legal. c. Mempertahankan lingkungan asuhan yang aman melalui tindakan tepat waktu, mengikuti peraturan dan persyaratan nasional,

menjaga kesehatan di tempat kerja dan melaksanakan kebijakan dan prosedur. d. Memberikan umpan balik kepada orang yang mendelegasikan atau menugaskan kegiatan dan mengawasi kerjanya. e. Mengidentifikasi dan melaporkan situasi yang dapat membahayakan keselamatan klien atau staf. f. Melaksanakan tugas sesuai arahan dan sesuai dengan kebijakan, ketentuan, tolak ukur kualitas dan juga sesuai dengan tingkat pelatihan yang diikuti. 2. Perawat profesional a. Melaksanakan serangkaian prosedur, treatmen dan intervensi yang berbeda dalam lingkup praktik keperawatan bagi perawat terintegrasi dan sesuai standar praktik keperawatan. b. Mendelegasikan kepada orang lain, kegiatan sesuai dengan kemampuan, tingkat persiapan, keahlian dan lingkup praktik legal. Menerima kegiatan yang didelegasikan sesuai dengan tingkat keahliannya dan lingkup praktik legal. c. Mengambil tindakan segera dengan menggunakan strategi manjemen resiko peningkatan kualitas untuk menciptakan dan menjaga lingkungan asuhan yang aman dan memenuhi peraturan nasional, persyaratan keselamatan dan kesehatan tempat kerja serta kebijakan dan prosedur.

d. Memonitor dan menggunakan serangkaian strategi pendukung termasuk precepting ketika pengawasan atau monitoring asuhan yang didelegasikan. e. Menggunakan alat pengkajian yang tepat untuk mengiidentifikasi risiko aktual dan potensial terhadap keselamatan dan melaporkan kepada pihak yang berwenang. f. Mengikuti pedoman praktik terbaik dan berdasarkan pembuktian (evidence bassed) dalam melakukan praktik keperawatan. F. Pengertian Pemasangan Infus Pemasangan infus adalah suatu prosedur pemberian cairan, elektrolit ataupun obat secara langsung kedalam pembuluh darah vena yang banyak dalam waktu yang lama dengan cara menggunakan infus set untuk tujuan tertentu (Agus, 2013). Menurut Kusyati, et al (2013), pemasangan infus adalah tindakan memberi cairan intravena melalui akses vena yang telah dibuat dan akses vena diperoleh dengan melakukan pungsi vena, yaitu tindakan pemasukan vena melalui transkutan menggunakan silet tajam yang kaku, seperti angiokateter, atau jarum yang disambungkan pada spuit. G. Tujuan Pemasangan Infus Tujuan pemasangan infus menurut Agus (2013) adalah untuk menyuplai kebutuhan cairan bila klien tidak mampu memenuhi kebutuhan cairan melalui mulut secara adekuat, menyediakan elektrolit untuk menjaga keseimbangan elektrolit tubuh, menyediakan glukosa dan nutrisi

lain yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan metaboloisme tubuh, menggantikan air dan memperbaiki kekurangan elektrolit dalam tubuh. Pemasangan infus dapat diberikan kepada bayi untuk mengelola resusitasi cairan, pemeliharaan cairan, pengobatan dan nutrisi parenteral (Mc Gahren & William, 2011). H. Lokasi Penusukan dan Ukuran Jarum Infus Perry dan Potter (2005) mengatakan lokasi yang sering digunakan pada pemasangan infus adalah vena supervisial atau perifer dari daerah distal ke proksimal (dari tangan ke lengan). Menurut Dougherty dkk (2010), ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi pemasangan infus, yaitu: 1. Umur pasien 2. Riwayat sakit sebelumnya Pasien stroke jangan gunakan ekstremitas yang sakit. 3. Jangan dilakukan penusukan pada vena yang sudah mengalami flebitis. 4. Aktivitas dan kesukaan pasien Aktivitas dan kesukaan yang perlu diperhatikan dari pasien seperti rasa gelisah, banyak gerak, atau perubahan tingkat kesadaran. Jika mungkin, pertimbangkan kesukaan alami pasien untuk sebelah kiri atau kanan. Sedangkan untuk ukuran diameter jarum infus pada pemasangan infus Menurut Mc Gahren & William (2011) serta menurut Mc Can (2005), ukuran diameter jarum infus disesuaikan dengan tahapan perkembangan,

yaitu sebagai berikut: neonates, bayi, toodler digunakan jarum berdiameter 25-22; usia sekolah digunakan jarum berdiameter 20-18; dewasa menggunakan jarum diameter 16. I. SPO Pemasangan Infus 1. Definisi SPO SPO adalah suatu standar / pedoman tertulis yang digunakan untuk mendorong dan menggerakan suatu kelompok untuk mencapai tujuan organisasi. SPO merupakan tatacara atau tahapan yang dibakukan dan yang harus dilalui untuk menyelesaikan suatu proses kerja tertentu (Perry dan Potter, 2005) SPO Pemasangan infus adalah langkah-langkah atau prosedur untuk memasukan cairan secara parenteral dengan menggunakan intravenous kateter melalui intra vena. 2. Tujuan SPO Tujuan SPO antara lain: a. Menjaga konsistensi dan tingkat kinerja petugas / pegawai. b. Mengetahui dengan jelas peran dan fungsi tiap-tiap posisi dalam organisasi. c. Memperjelas alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari petugas / pegawai terkait. d. Melindungi organisasi / unit kerja dan petugas / pegawai dari malpraktek atau kesalahan administrasi lainnya. e. Untuk menghindari keraguan, kesalahan dan keraguan.

3. Manfaat SPO a. Sebagai pedoman bagi pegawai. b. Para pegawai akan lebih memiliki percaya diri dalam bekerja dan tahu apa yang harus dicapai dalam setiap pekerjaan. c. Sebagai salah satu alat training dang mengukur kinerja suatu pegawai. Menurut Taylor (2010) checklist pemasangan infus sebagai berikut: 1. Menjelaskan prosedur tindakan kepada pasien. 2. Membantu pasien untuk posisi nyaman dan memberikan pencahayaan yang memadai. 3. Memverifikasi identitas pasien. 4. Mencuci tangan dan mendekatkan alat disamping tempat tidur. 5. Menggunakan teknik steril untuk membuka peralatan steril. 6. Siapkan tabung infus dan set infus dan periksa tanggal kedaluarsa. 7. Buka set infus. 8. Tempatkan klem 2-5 cm dibawah drip dalam posisi off. 9. Buka pelindung botol infus. 10. Tusukan bagian yang steril dari infus set kedalam botol infus. 11. Mengisi drip infus 1/3 atau ½ tabung. 12. Buka klem dan alirkan infus secara perlahan pastikan tidak ada gelembung udara pada selang infus. 13. Siapkan heparin atau normal salin untuk infus. 14. Pakai sarung tangan.

15. Menyiapkan vena yang akan ditusuk dan pasang tourniquet. 16. Pilih vena yang baik dengan cara: a. Hindari lokasi yang tidak diinginkan seperti ada infeksi. b. Gunakan ekstremitas yang dominan jika mampu. c. Hindari jika ada distensi vena 17. Sementara lepaskan tourniquet dan gunakan anastesi topikal yang diperlukan. 18. Bersihkan dengan antiseptik yang tepat dan biarkan kering. 19. Pasang kembali tourniquet 4-5 cm dari vena yang akan ditusuk dan kunci kembali klem. 20. Lakukan penusukan dengan posisi 10-30 0 21. Amati apakah ada darah kembali atau tidak, rendahkan jarum sampai hamper rata dengan kulit. 22. Jaga kestabilan selang infus kemudian lepaskan tourniquet dengan tangan yang lain. 23. Buka klem dan alirkan secara perlahan. 24. Selang infus aman dan lakukan plester. 25. Amati tanda-tanda pembengkakan. 26. Menuliskan labe yaitu tanggal pemasangan, waktu, jumlah tetesan dan nama pemasang. 27. Instruksikan pasien untuk didak mencabut IV apabila mau bergerak. 28. Amati setiap 1-2 jam untuk memastikan infus. 29. Amati respon pasien terhadap terapi infus.

J. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keterampilan Pemasangan Infus Menurut Sabri dkk (2012) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perawat dalam melakukan pemasangan infus, diantaranya: 1. Karakteristik pasien a. Usia Perawat akan memerlukan waktu lama dalam melakukan pemasangan infus kepada anak-anak daripada orang dewasa. Perawat membutuhkan waktu untuk menenangkan anak. b. Kondisi Medis Kondisi-kondisi yang berhubungan dengan kesulitan dalam melakukan pemasangan infus adalah kesulitan mengakses vena seperti pasien dengan obesitas, penyakt kronis, penyakit-penyakit vaskuler dan hipovolemia (Blavias & Lyon, 2006). 2. Tingkat pengalaman dan kompetensi perawat Pengalaman adalah sesuatu yang pernah dialami, dijalani, dirasakan, atau ditanggung (KBBI, 2005). Pengalaman diartikan juga sebagai memory episodic, yaitu memori yang menerima dan menyimpan peristiwa yang dialami oleh individu pada waktu dan tempat tertentu sebagai referensi otobiografi (referensi berdasarkan pengalaman dirinya atau pengalaman dari orang lain). Semakin lama seseorang bekerja pada suatu pekerjaan yang ditekuni, maka akan semakin berpengalaman dan keterampilan kerja akan semakin baik (Ranupantoyo dan Saud, 2005)

Tingkat pengalaman perawat berkaitan dengan jenjang karir. Jenjang karir adalah sistem untuk meningkatkan kinerja dan profesionalisme sesuai dengan bidang pekerjaan melalui peningkatan kompetensi. Depkes RI (2006) menyusun pedoman jenjang karir perawat meliputi perawat klinik, perawat manajer, perawat pendidik dan perawat peneliti. Perawat klinik (PK) memiliki lima tingkatan, yaitu : a. Perawat Klinik I (PK I) Perawat Klini I (Novice) adalah perawat lulusan D-III yang telah memiliki pengalaman kerja 2 tahun atau Ners (lulusan S-1 keperawatan plus pendidikan profesi) dengan pengalaman kerja 0 tahu dan mempunyai sertifikat PK I. b. Perawat Klinik II (PK II) Perawat klinik II (Advance Beginer) adalah perawat dengan lulusan D-III dengan pengalaman kerja 5 tahun atau Ners (lulusan S-1 keperawatan plus pendidikan profesi) dengan pengalaman kerja 3 tahun, dan mempunyai sertifikat PK-II. c. Perawat Klinik III (PK III) Perawat Klinik III (competent) adalah perawat lulusan D- III Keperawatan dengan pengalaman kerja 9 tahun atau Ners (lulusan S-1 keperawatan plus pendidikan profesi) dengan pengalaman klinik 6 tahun atau Ners Spesialis dengan

pengalaman kerja 0 tahun, dan memiliki sertifikat PK-III. Bagi lulusan D-III Keperawatan yang tidak melanjutkan ke jenjang S-1 keperawatan, tidak dapat melanjutkan ke jenjang PK-IV dan seterusnya. d. Perawat Klinik IV (PK IV) Perawat Klini IV (Proficient) adalah Ners (lulusan S-1 keperawatan plus pendidikan profesi) dengan pengalaman kerja 9 tahun atau Ners spesialis dengan pengalaman kerja 2 tahun dan memiliki sertifikat PK-IV, atau Ners Spesialis Konsultan dengan pengalaman kerja 0 tahun. e. Perawat Klinik V Perawat Klinik V (Expert) yaitu Ners spesialis dengan pengalaman kerja 4 tahun dan memiliki sertifikat pengalaman kerja PK-V.

K. Kerangka Teori Perawat (Undang Undang RI. No.38 tahun 2014) : Perawat Vokasional Perawat Profesional Pemasangan Infus (Agus, 2013) Faktor yang mempengaruhi keterampilan pemasangan infus (Sabri, Szalas, Holmes, Labib dan Mussivand, 2012) Keterampilan perawat dalam pemasangan infus Karakteristik pasien (usia dan kondisi medis) Tingkat pengalaman dan kompetensi perawat

L. Kerangka Konsep Terampil Keterampilan pemasangan infus pada perawat vokasional dan profesional Faktor yang mempengaruhi keterampilan pemasangan infus : Kurang Terampil 1. Kategori perawat 2. Lama kerja 3. Jenjang karir Keterangan : : Diteliti :Tidak diteli