FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA

dokumen-dokumen yang mirip
KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 35 TAHUN 2003 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

-2- Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tenta

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DENGAN KENDARAAN BERMOTOR UMUM TIDAK DALAM TRAYEK

BAB I PENDAHULUAN. dahulu dalam melaksanakan kegiatannya yang diwujudkan dalam bentuk

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA KEBERADAAN KENDARAAN RODA TIGA SEBAGAI ODONG-ODONG DI KABUPATEN SUMENEP MENURUT HUKUM POSITIF

BAB I PENDAHULUAN. Pengangkutan terbagi dalam dua hal, yaitu pengangkutan orang dan/ atau barang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1993 TENTANG ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG,

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 84 TAHUN 1999 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN BERMOTOR UMUM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PERIZINAN PENYELENGGARAAN ANGKUTAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TINJAUAN YURIDIS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN TERHADAP TINGKAT KESADARAN DAN KEPATUHAN MASYARAKAT SUMENEP

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM DALAM TRAYEK

PEMERINTAH KOTA BATU

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG ANGKUTAN ORANG DENGAN SEPEDA MOTOR

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI ROKAN HILIR PERATURAN DAERAH ROKAN HILIR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN ANGKUTAN UMUM DI JALAN

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 3 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN BERMOTOR UMUM

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR :SK.967/AJ.202/DRJD/2007 TENTANG

TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA TASIKMALAYA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

CONTOH 1 : PERMOHONAN IZIN USAHA ANGKUTAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 32 TAHUN 2017

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UNTUK UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN


WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 26 TAHUN 2009

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYESUAIAN JARINGAN TRAYEK DALAM WILAYAH KOTA KABUPATEN JEMBER

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 11 TAHUN 2010

LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN TERMINAL BONGKAR MUAT BARANG DI KABUPATEN JEMBRANA

BUPATI TAPIN PERATURAN DERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 15 TAHUN TAHUN 2010 TENTANG PERIZINAN DIBIDANG ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1993 TENTANG ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1993 TENTANG ANGKUTAN JALAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

BAB I PENDAHULUAN. dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan

BAB I PENDAHULUAN. dan/atau barang yang peruntukannya untuk umum atau pribadi. Kebutuhan

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG PERIZINAN ANGKUTAN

5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambaha

LEMBARAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU. Nomor 10 Tahun 2003 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 45 TAHUN 2003 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 17 Tahun 2008 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KEBUPATEN MAGELANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG ANGKUTAN JALAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG NOMOR 41 TAHUN 1993 TENTANG ANGKUTAN JALAN

BAB I PENDAHULUAN. transportasi, maka lalu lintas dan angkutan jalan harus ditata dalam suatu sistem

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT DAN PENUMPANG ANGKUTAN UMUM. yang mengangkut, (2) alat (kapal, mobil, dsb) untuk mengangkut.

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 17 TAHUN 2007

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2010 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Marlok (1981), transportasi berarti memindahkan atau. mengangkut sesuatu dari satu tempat ke tempat yang lain.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN IZIN TRAYEK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2008 NOMOR 31 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DI KOTA TASIKMALAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2007

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2008 NOMOR 5 SERI C

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.653/AJ.202/DRJD/2001 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN ANGKUTAN SEWA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

BUPATI SORONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SORONG NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SORONG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 82 TAHUN 2001 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 45 TAHUN 2001 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

Perlindungan Hukum Sesuai Dengan Undang-undang No.8 BAB V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan B. Saran BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pifih Setiawati, 2013

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMUNGUTAN RETRIBUSI IZIN TRAYEK

DALAM DAERAH KABUPATEN BERAU.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Keputusan Mentri Perhubungan No. 35 tahun 2003 Tentang

PEMERINTAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT, PENUMPANG DAN KECELAKAAN. menyelenggarakan pengangkutan barang semua atau sebagian secara time charter

I. PENDAHULUAN. Pengangkutan terbagi dalam dua hal, yaitu pengangkutan orang dan/atau barang

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK

Transkripsi:

KEBERADAAN KENDARAAN BERMOTOR (MOBIL) PRIBADI SEBAGAI ANGKUTAN UMUM DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DI KABUPATEN SUMENEP Sjaifurrachman Dosen Fakultas Hukum Universitas Wiraraja Sumenep ABSTRAK Keberadaan mobil pribadi yang dijadikan sebagai angkutan umum oleh para pemiliknya khususnya yang ada di Sumenep sangat banyak. Hal ini dapat kita jumpai di daerah-daerah terpencil yang ada di Sumenep. Masyarakat sendiri cenderung memilih kendaraan pribadi yang dicarter daripada menunggu mobil angkutan umum. Seiring berjalannya waktu pengangkutan darat dengan kendaraan bermotor untuk keperluan umum sudah banyak dijumpai, angkutan umum kendaraan bermotor untuk roda empat seperti bus, taksi dan lain sebagainya sudah mulai mewabah. Keberadaan angkutan umum tersebut sudah diatur secara detail baik undang-undang ataupun Peraturan Pemerintah yaitu mulai dari izin usaha, trayek, operasional sampai pada kelayakan kendaraan bermotor untuk operasi untuk umum. Di Kabupaten Sumenep sendiri masyarakat lebih mengenal taksi sebagai alat transportasi. Kalau kita lihat di Kabupaten Sumenep tidak ada yang namanya taksi. Taksi yang dimaksud di sini adalah kendaraan roda empat biasanya Colt L300 yang dijadikan angkutan umum. Berbeda sekali dengan pengertian taksi menurut Pasal 1 butir 9 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993. Pengertian taksi dalam pasal ini adalah jenis mobil penumpang yang diberi tanda khusus dan dilengkapi dengan argometer. Pada hakikatnya untuk menjadi angkutan umum plat kuning, sebuah mobil harus memenuhi persyaratan yang terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, apabila sudah memenuhi persyaratan yang dimaksud maka kendaraan bermotor tersebut layak dijadikan angkutan umum resmi dengan plat kuning. Penumpang di sini jelas mereka adalah konsumen yang mempunyai hak untuk mendapatkan kenyamanan baik dalam berkendara maupun nantinya apabila terjadi kecelakaan. Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Perlindungan konsumen sendiri mempunyai asas manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum. Kata kunci: Pelanggaran, Angkutan, Plat Hitam. 1

A. PENDAHULUAN Keberadaan mobil pribadi yang dijadikan sebagai angkutan umum oleh para pemiliknya khususnya yang ada di Sumenep sangat banyak. Hal ini dapat kita jumpai di daerah-daerah terpencil yang ada di Sumenep. Masyarakat sendiri cenderung memilih kendaraan pribadi yang dicarter daripada menunggu mobil angkutan umum. Transportasi merupakan pemindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan oleh manusia atau mesin. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Transportasi dibagi menjadi 3, yaitu transportasi darat, laut, dan udara. Angkutan jalan adalah kendaraan yang diperbolehkan untuk menggunakan jalan, menurut Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi disebutkan: Sepeda Motor adalah kendaraan bermotor beroda 2 (dua), atau 3 (tiga) tanpa rumahrumah baik dengan atau tanpa kereta samping. Mobil Penumpang adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi sebanyak-banyaknya 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi. Mobil Bus adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi lebih dari 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi. Mobil Barang adalah setiap kendaraan bermotor selain dari yang termasuk dalam sepeda motor, mobil penumpang dan mobil bus. Keberadaan mobil pribadi sebagai angkutan umum sangat meresahkan banyak pihak, dimana hal tersebut banyak merugikan kendaraan-kendaraan umum yang beroperasi. Mengenai pengertian kendaraan bermotor tercantum dalam Pasal 1 ayat 8 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (selanjutnya disebut UULLAJ), kendaraan bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain kendaraan yang berjalan di atas rel. Seiring berjalannya waktu pengangkutan darat dengan kendaraan bermotor untuk keperluan umum sudah banyak dijumpai, angkutan umum kendaraan bermotor untuk roda empat seperti bus, taksi dan lain sebagainya sudah mulai mewabah. Keberadaan 2

angkutan umum tersebut sudah diatur secara detail baik undang-undang ataupun Peraturan Pemerintah yaitu mulai dari izin usaha, trayek, operasional sampai pada kelayakan kendaraan bermotor untuk operasi untuk umum. Di Kabupaten Sumenep sendiri masyarakat lebih mengenal taksi sebagai alat transportasi. Kalau kita lihat di Kabupaten Sumenep tidak ada yang namanya taksi. Taksi yang dimaksud di sini adalah kendaraan roda empat biasanya Colt L300 yang dijadikan angkutan umum. Berbeda sekali dengan pengertian taksi menurut Pasal 1 butir 9 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993. Pengertian taksi dalam pasal ini adalah jenis mobil penumpang yang diberi tanda khusus dan dilengkapi dengan argometer. Pada hakikatnya untuk menjadi angkutan umum plat kuning, sebuah mobil harus memenuhi persyaratan yang terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, apabila sudah memenuhi persyaratan yang dimaksud maka kendaraan bermotor tersebut layak dijadikan angkutan umum resmi dengan plat kuning. Bagi para pengguna angkutan umum pun seharusnya bisa memilih mana yang baik dan mana yang tidak, kendaraan bermotor plat kuning yang sudah memenuhi persyaratan sudah pasti dilengkapi asuransi, baik asuransi kendaraan maupun asuransi jiwa terhadap para penumpang sebagai konsumen. Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan pun banyak terdapat pada mobil penumpang pribadi yang dijadikan sebagai mobil angkutan umum, baik dari cara menaikkan penumpang, menurunkan penumpang sampai pada menentukan tarif yang relatif lebih mahal dari angkutan umum pada umumnya. Kalau kita teliti di daerah seperti Pasar Sore, Pasar Anom Sumenep bahkan sampai di kota-kota seringkali dijumpai mobil penumpang umum yang beroperasi dengan menggunakan plat hitam dengan berani parkir di pinggir ruas jalan, dimana hal ini jelas nantinya akan merugikan para pemilik mobil penumpang umum yang resmi (plat kuning), yang sudah memiliki izin trayek resmi dan membayar retribusi kepada Pemerintah Kota. Keberadaan angkutan plat hitam bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dalam UU tersebut, semua angkutan umum, termasuk travel, wajib memiliki izin usaha dan menggunakan plat kuning. Di Sumenep sendiri mobil angkutan umum yang berplat hitam hampir mendominasi trayek yang ada, kalau hal ini dibiarkan secara terus-menerus hal yang paling 3

ditakutkan nantinya akan terjadi misalnya saja iklim usaha jasa yang ada di daerah Sumenep akan sedikit demi sedikit tidak akan kondusif. Pemerintah seharusnya dengan tegas segera menegur bahkan membersihkan keberadaan mobil penumpang dengan plat hitam. Fungsikan kembali terminalterminal yang ada di Kabupaten Sumenep sehingga nantinya para supir pun dapat dengan mudah menaikkan serta menurunkan penumpang dengan wajar. Fungsi terminal yang ada di Kabupaten Sumenep saat ini masih kurang tertata dengan baik, tidak seperti terminal yang ada di kota-kota besar seperti yang ada di Surabaya, misalkan contohnya Terminal Joyoboyo, Terminal Bratang, dan sebagainya. Fungsi terminal tersebut benar-benar dimaksimalkan kegunaannya, dari jejeran mobil penumpang (angkot) yang siap dengan antrean menunggu giliran berangkat, label kode mobil sehingga dengan demikian dapat memudahkan para penumpang mencari angkot yang dikehendakinya. Berbeda halnya dengan terminal yang ada didalam kota Sumenep, bahkan sewaktu penetili bertanya kepada 10 orang, dari 10 orang itupun tidak bisa menyebutkan satupun nama bahkan tempat dimana terminal tempat mangkal para pemilik mobil angkutan umum. Sungguh ironis juga ketika ditanya jurusan mobil penumpang yang akan ke kalianget misalnya banyak juga yang tidak bisa menyebutkan serta menunjukkan arah yang benar kemana arahnya. Mereka hanya bisa menyebutkan satu nama terminal yang ada di kota yaitu Terminal baru, untuk namanya saja mereka tidak tahu nama terminalnya. Keberadaan mobil penumpang umum plat hitam ini juga yang akan menghancurkan cita-cita Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009, dimana salah satunya adalah menciptakan suasana yang kondusif baik para pemilik mobil penumpang umum maupun penumpang sebagai konsumen. Penumpang disini jelas mereka adalah konsumen yang mempunyai hak untuk mendapatkan kenyamanan baik dalam berkendara maupun nantinya apabila terjadi kecelakaan. Menurut Undang-undang nomor 8 Tahun 1999, Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Perlindungan konsumen sendiri mempunyai asas manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum. Beberapa hal menarik yang dapat kami tulis disini adalah sewaktu melakukan penelitian, banyak masyarakat yang mengeluhkan 4

keberadaan mobil penumpang umum yang menggunakan plat nomor hitam tapi masih juga digunakan oleh masyarakat umum, sewaktu ditanya kenapa digunakan?, mereka menjawab ternyata mobil penumpang umum lebih bagus, lebih menyakinkan serta lebih baru mobilnya. Selain itu terminal yang ada saat ini kurang difungsikan dengan baik oleh para pemilik mobil penumpang umum, hal ini dapat berakibat buruknya sistem tata kota yang ada, kalau saja kita mencontohkan di Surabaya, antara mobil penumpang umum dalam kota (angkot) tujuan yang akan dituju sangat jelas, misalkan saja kita mau ke jalan Dr. Soetomo, sedangkan kita dari kebun binatang, kita tinggal datang saja ke terminal joyoboyo, tinggal cari angkotnya terus naik. Perbedaan yang mencolok antara Sumenep dengan kota-kota besar seperti di Surabaya, masyarakat Sumenep pinggiran kalau mau ke Kota (Taman Bunga, Bangselok, Karangduak dsb), mereka akan mengatakan akan ke SUMENEP, padahal sumenep itu luas. Pertanyaannya sekarang, yang ditanya tadi ada dimana? Padahal dia waktu ditanya jelas sudah berada di Sumenep tapi di daerah pinggirannya. Itulah akibat kurang berfungsinya terminal yang sudah ada, masyarakat sendiri tidak tahu mau kemana bahkan mau naik apa. Keberadaan mobil penumpang umum berplat hitam masih marak di Sumenep, kalau ini dibiarkan secara terus menerus, apakah tidak mungkin juga nantinya yang akan dikuasai oleh perseorangan, keberadaan mobil penumpang umum yang berplat hitam jelas sangat merugikan pemilik mobil penumpang umum yang berplat kuning, pendapatan mereka sangat berkurang dengan keberadaan mobil penumpang umum yang berplat hitam. Keberadaan mobil penumpang umum jelas sudah menyalahi aturan perundang-undangan yang ada, mulai dari fungsi mobil yang seharusnya untuk pribadi difungsikan untuk umum, tidak masuk terminal, dan sebagainya. Ironisnya yang ada, dengan keberaan mobil penumpang umum masyarakat lebih cenderung memilih kendaraan penumpang umum plat hitam, dan hal semacam itu kita jangan langsung menyalahkan masyarakat karena masyarakat masih kurang paham terhadap aturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk mempermudah penelitian yang akan dibuat oleh peneliti, maka dari latar belakang diatas ditemukanlah beberapa masalah, yaitu: 1. Bagaimana cara memperoleh perijinan menjadi angkutan umum? 2. Bagaimana kewajiban, hak, dan tanggung jawab perusahaan 5

angkutan umum menurut Undangundang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan? Permasalahan tersebut diatas adalah sangalah perlu dipermasalahkan, karena menyangkut kepastian hukum, keadilan hukum, tidak hanya bagi sesama pengguna angkutan umum tapi bagi seluruh masyarakat sebagai konsumen. Dikatakan mendasar karena berkaitan dengan tata cara pengajuan sebagai angkutan umum. Penelitian ini lebih dititik beratkan pada peran Undang- Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalulintas dan Angkutan jalan dimana pasal yang akan dipakai nantinya adalah Pengujian Kendaraan Bermotor Adapun tujuan dari penelitian ini meliputi: 1. Untuk mendeskripsikan cara memperoleh perijinan menjadi angkutan umum. 2. Untuk mendeskripsikan kewajiban, hak, dan tanggung jawab perusahaan angkutan umum menurut Undangundang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan. Metode Pendekatan masalah yang dilakukan oleh peneliti dengan cara menggunakan yuridis normatif dimana tujuannya adalah untuk mendeskripsikan sejauh mana peran Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan sebagai suatu aturan yang melindungi pengguna jalan, baik angkutan umum yang dipakai sampai asuransi yang didapat oleh pengguna angkutan umum sebagai wujud perlindungan bagi konsumen Adapun aspek-aspek yang dikaji adalah: a. Cara memperoleh perijinan menjadi angkutan umum. b. Kewajiban, hak, dan tanggung jawab perusahaan angkutan umum menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan. B. PEMBAHASAN 1. Cara Memperoleh Perijinan Menjadi Angkutan Umum Pada prinsipnya Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan dengan tujuan: terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa, terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat. 6

Perijinan angkutan umum menurut Keputusan Menteri Perhuhungan Nomor km 35 Tahun 2003 sebagaimana tercantum didalam pasal 33 dibagi 2, yang pertama ijin usaha angkutan serta ijin trayek atau ijin operasi. Dalam ijin usaha angkutan itu sendiri penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan umum dapat dilakukan oleh: 1. Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah 2. Badan Usaha Milik Swasta Nasional 3. Koperasi 4. Perorangan Warga Negara Indonesia Untuk melakukan usaha angkutan wajib memiliki ijin usaha angkutan sebagaimana yang tercantum dalam pasal 33 huruf a, ijin usaha angkutan dapat digunakan untuk mengusahakan angkutan orang dalam trayek serta angkutan orang tidak dalam trayek Persyaratan untuk memperoleh ijin usaha angkutan sebagaimana yang tercantum didalam pasal 36 Keputusan Menteri Perhubungan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 2. Memiliki akte pendirian perusahaan bagi pemohon yang berbentuk badan usaha, akte pendirian koperasi bagi pemohon yang berbentuk koperasi, tanda jati diri bagi pemohon perorangan 3. Memiliki surat keterangan domisili perusahaan 4. Memiliki surat ijin tempat usaha (SITU) 5. Pernyataan kesanggupan untuk memiliki atau menguasai 5 kendaraan bermotor untuk pemohon yang berdomisili di Pulau jawa, Sumatera dan Bali. 6. Pernyataan kesanggupan untuk menyediakan fasilitas penyimpanan kendaraan Pasal 37 sendiri sudah jelas menerangkan bahwa permohonan ijin usaha angkutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 35, pengajuannya dapat diajukan kepada: 1. Bupati atau Walikota sesuai domisili perusahaan, baik untuk kantor pusat maupun kantor cabang 2. Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta untuk pemohon yang berdomisili di Daerah Khusus Ibukota Jakarta Kegiatan angkutan umum wajib memiliki ijin trayek sebagaimana dijelaskan dalam pasal 42 Keputusan Menteri Perhubungan 7

yaitu terdapat dalam pasal 42 yang berbunyi: 1. Untuk melakukan kegiatan angkutan dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam pasal 16, wajib memiliki ijin trayek 2. Ijin trayek sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), merupakan satu kesatuan dokumen yang terdiri dari: a. surat keputusan izin trayek, yang sekurangkurangnya memuat: 1) nomor surat keputusan; 2) nama perusahaan; 3) nomor induk perusahaan; 4) nama pimpinan perusahaan atau penanggung jawab; 5) alamat perusahaan atau penanggung jawab; 6) masa berlaku izin; b. surat keputusan pelaksanaan izin trayek, yang sekurang-kurangnya memuat: 1) nomor surat keputusan; 2) nama perusahaan; 3) kode trayek yang dilayani; 4) jumlah kendaraan yang diizinkan; 5) jumlah perjalanan per hari; 6) sifat pelayanan; 7) masa berlaku izin; c. lampiran surat keputusan berupa daftar kendaraan, yang sekurang-kurangnya memuat: 1) nomor surat keputusan; 2) nama perusahaan; 3) nomor induk kendaraan; 4) tanda nomor kendaraan; 5) nomor uji; 6) merk pabrik; 7) tahun pembuatan; 8) daya angkut orang; 9) kode trayek yang dilayani; 10) kode pelayanan; d. kartu pengawasan kendaraan, yang sekurangkurangnya memuat: 1) nomor surat keputusan; 2) nomor induk kendaraan; 3) nama perusahaan; 4) masa berlaku izin; 5) trayek yang dilayani; 6) tanda nomor kendaraan; 7) nomor uji; 8) daya angkut orang; 9) daya angkut bagasi; 10) kode trayek yang dilayani; 8

11) jenis dan sifat pelayanan; 12) jadwal perjalanan; e. surat pernyataan kesanggupan untuk mentaati kewajiban sebagai pemegang izin trayek, yang ditandatangani pemohon dan diketahui pejabat pemberi izin. Pertanyaannya sekarang bagaimana dengan kendaraan umum yang masih menggunakan plat hitam? Jelas bahwa keberadaan kendaraan umum plat hitam menyalahi dan melanggar Keputusan Menteri Perhubungan Nomor km 35 Tahun 2003, kalau kita cermati juga bahwa keberadaan kendaraan umum plat hitam melanggar juga Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009. Selain itu para pengguna kendaraan umum sendiri kadang tidak bisa membedakan mana taksi yang mana mobil angkutan umum, sering kali para pengguna kendaraan umum untuk memberhentikan mobil angkutan umum masih banyak yang memanggil dengan sebutan taksi, padahal yang mereka panggil sebenarnya adalah mobil angkutan umum. Perlu diketahui oleh masyarakat umum bahwa pengertian taksi menurut Pasal 1 butir 9 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993. Pengertian taksi dalam pasal ini adalah Jenis mobil penumpang yang diberi tanda khusus dan dilengkapi dengan argometer, bukan mobil colt L300 yang sering mangkal dipinggirpinggir jalan. Perusahaan angkutan umum yang menyelenggarakan angkutan orang dan atau barang wajib memiliki ijin trayek. Ijin yang dimaksud terdiri dari: ijin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek, ijin penyelenggaraan angkutan orang tidak dalam trayek, dan ijin penyelenggaraan angkutan barang khusus atau alat berat. Izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) huruf a diberikan oleh: a) Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk penyelenggaraan angkutan orang yang melayani: 1. trayek lintas batas negara sesuai dengan perjanjian antarnegara; 2. trayek antarkabupaten/kota yang melampaui wilayah 1 (satu) provinsi; 9

3. trayek angkutan perkotaan yang melampaui wilayah 1 (satu) provinsi; dan 4. trayek perdesaan yang melewati wilayah 1 (satu) provinsi. b) gubernur untuk penyelenggaraan angkutan orang yang melayani: 1. trayek antarkota yang melampaui wilayah 1 (satu) kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi; 2. trayek angkutan perkotaan yang melampaui wilayah 1 (satu) kabupaten/kota dalam satu provinsi; dan 3. trayek perdesaan yang melampaui wilayah 1 (satu) kabupaten dalam satu provinsi. c) Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta untuk penyelenggaraan angkutan orang yang melayani trayek yang seluruhnya berada dalam wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. d) bupati untuk penyelenggaraan angkutan orang yang melayani: 1. trayek perdesaan yang berada dalam 1 (satu) wilayah kabupaten; dan 2. trayek perkotaan yang berada dalam 1 (satu) wilayah kabupaten. e) walikota untuk penyelenggaraan angkutan orang yang melayani trayek perkotaan yang berada dalam 1 (satu) wilayah kota. Pasal 177 Pemegang izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek wajib: a. melaksanakan ketentuan yang ditetapkan dalam izin yang diberikan; dan b. mengoperasikan Kendaraan Bermotor Umum sesuai dengan standar pelayanan minimal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 ayat (1). Pasal 179 1) Izin penyelenggaraan angkutan orang tidak dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) huruf b diberikan oleh: a. Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk angkutan orang yang melayani: 1. angkutan taksi yang wilayah operasinya melampaui 1 (satu) daerah provinsi; 2. angkutan dengan tujuan tertentu; atau 3. angkutan pariwisata. 10

b. gubernur untuk angkutan taksi yang wilayah operasinya melampaui lebih dari 1 (satu) daerah kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi; c. Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta untuk angkutan taksi dan angkutan kawasan tertentu yang wilayah operasinya berada dalam wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; dan d. bupati/walikota untuk taksi dan angkutan kawasan tertentu yang wilayah operasinya berada dalam wilayah kabupaten/kota. 2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 2. Kewajiban, Hak, dan Tanggung Jawab Perusahaan Angkutan Umum Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Aturan Jalan Setiap angkutan umum diwajibkan masuk terminal, kalau kita lihat di Sumenep keberadaan kendaraan umum plat hitam tidak masuk terminal, sehingga masyarakat tidak tahu ada dimana saja terminal yang ada di Sumenep. Mereka hanya tahu satu terminal saja yaitu terminal baru terminal arya wiraraja. Perlu diketahui bahwa Fungsi, Klasifikasi, dan Tipe Terminal menurut Pasal 33 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah Untuk menunjang kelancaran perpindahan orang dan/atau barang serta keterpaduan intramoda dan antarmoda di tempat tertentu, dapat dibangun dan diselenggarakan Terminal, Terminal sebagaimana dimaksud berupa Terminal penumpang dan/atau Terminal barang. Sedangkan Pasal 34 menyebutkan bahwa: (1) Terminal penumpang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) menurut pelayanannya dikelompokkan dalam tipe A, tipe B, dan tipe C. (2) Setiap tipe sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagi dalam beberapa kelas berdasarkan intensitas Kendaraan yang dilayani. Sedangkan didalam pasal 36 Undang-undang Nomor 22 Tahun 11

2009 tentang lalu lintas dan Angkutan jalan menyebutkan bahwa Setiap Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek wajib singgah di Terminal yang sudah ditentukan, kecuali ditetapkan lain dalam izin trayek. Sedangkan angkutan umum plat hitam banyak yang tidak masuk ke terminal, dan hanya mangkal di tempat mereka sukai sendiri. Sehingga kendaraan umum banyak yang berserakan dijalan. Para pengemudi kendaraan bermotor umum harus paham betul apa yang sudah diamanatkan didalam pasal 124 ayat 1 Undangundang Nomor 22 Tahun 2009 tentang tata cara berlalu lintas: 1. Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum untuk angkutan orang dalam trayek wajib: a) mengangkut Penumpang yang membayar sesuai dengan tarif yang telah ditetapkan; Kalau kita jumpai, mobil penumpang umum plat hitam sering kali merugikan pihak penumpang sebagai konsumen, para penumpang bahkan tidak tahu berapa ongkos yang akan dibayar selama perjalanan, hal ini karena kurang tegasnya aparat dalam menentukan sikap sehingga tidak ada acuan yang pakem terhadap nominal yang harus dikeluarkan oleh penumpang, berbeda sekali dengan mobil penumpang umum di kota-kota besar sepeti di Surabaya misalnya, jelas bahwa bagi penumpang yang naik mobil penumpang umum / angkot dikenakan tarif Rp. 3000, itupun sudah jauh dekat. b) memindahkan penumpang dalam perjalanan ke Kendaraan lain yang sejenis dalam trayek yang sama tanpa dipungut biaya tambahan jika Kendaraan mogok, rusak, kecelakaan, atau atas perintah petugas; Apakah hal ini sudah dilaksanakan oleh para pemilik mobil angkutan umum? Pada umumnya para pemilik angkutan umum yang ada di Sumenep tidak pernah mau mengerti apakah penumpang telah dirugikan atau tidak, ketika kendaraan rusak kebanyakan para pemilik angkutan tetap menarik bayaran, bahkan 12

para penumpangpun masih dimintai tolong supaya mendorong mobil yang sedang rusak. c) menggunakan lajur Jalan yang telah ditentukan atau menggunakan lajur paling kiri, kecuali saat akan mendahului atau mengubah arah; Kurangnya sarana yang ada membuat para pemilik angkutan sembarangan daja dalam hal penggunaan lajur, bahkan peneliti lihatpun dari pihak kepolisian lalu lintas tidak menilang serta memberikan sanksi kepada para pemilik kendaraan umum tersebut, kalau kita lihat jalan-jalan di Sumenep tidak ada yang menggunakan sistem kanalisasi tersebut, hal ini berbeda sekali dengan yang peneliti jumpai di Surabaya dimana aparat dari satuan polisi lalu lintas sudah menyiapkan sarana sistem kanalisasi atau lajur kiri sehingga bagi pengendara angkutan umum baik angkot, taksi, serta bis kota yang melanggar maka dari pihak kepolisian lalulintas tanpa segan-segan akan memberikan sanksi yang tegas. d) memberhentikan kendaraan selama menaikkan dan/atau menurunkan Penumpang; e) menutup pintu selama Kendaraan berjalan; dan f) mematuhi batas kecepatan paling tinggi untuk angkutan umum. Pada umumnya kendaraan umum yang sering kita jumpai jarang sekali bahkan jarang sekali berhenti ditempat yang sudah ditentukan, hal ini berbeda sekali dengan aturan yang sudah ada yaitu sebagaimana yang telah disebutkan didalam pasal 126 Undang-undang lalu lintas Angkutan Jalan yaitu: Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum angkutan orang dilarang: a. memberhentikan Kendaraan selain di tempat yang telah ditentukan; b. mengetem selain di tempat yang telah ditentukan; c. menurunkan Penumpang selain di tempat pemberhentian dan/atau di tempat tujuan tanpa alasan yang patut dan mendesak; dan/atau 13

d. melewati jaringan jalan selain yang ditentukan dalam izin trayek. Sebagai konsumen, penumpang mempunyai hak untuk memperoleh angkutan umum yang aman, selamat serta nyaman dan terjangkau, selain itu pemerintah bertanggung jawab atas penyelenggaraan angkutan umum, hal ini sudah diamanatkan didalam pasal 138 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Lalu lintas dan Angkutan jalan yang berbunyi: Pada prinsipnya pelayanan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum harus mempunyai kriteria yang pakem, hal ini dimaksudkan supaya masyarakat pengguna angkutan umum tahu dan gampang mencari angkutan yang dibutuhkan, criteria yang dimaksud harus meliputi memiliki rute tetap serta teratur, terjadwal, berawal, berakhir dan menaikkan atau menurunkan penumpang di terminal untuk angkutan antar kota dan lintas batas Negara serta menaikkan dan menurunkan penumpang pada tempat yang ditentukan untuk angkutan perkotaan dan pedesaan. C. PENUTUP Perijinan angkutan umum menurut Keputusan Menteri Perhuhungan Nomor km 35 Tahun 2003 sebagaimana tercantum didalam pasal 33 dibagi 2, yang pertama ijin usaha angkutan serta ijin trayek atau ijin operasi. Untuk melakukan usaha angkutan wajib memiliki ijin usaha angkutan sebagaimana yang tercantum dalam pasal 33 huruf a, ijin usaha angkutan dapat digunakan untuk mengusahakan angkutan orang dalam trayek serta angkutan orang tidak dalam trayek. Setiap angkutan umum diwajibkan masuk terminal, kalau kita lihat di Sumenep keberadaan kendaraan umum plat hitam tidak masuk terminal, sehingga masyarakat tidak tahu ada dimana saja terminal yang ada di Sumenep. Mereka hanya tahu satu terminal saja yaitu terminal baru terminal arya wiraraja. Sedangkan didalam pasal 36 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan Angkutan jalan menyebutkan bahwa Setiap Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek wajib singgah di Terminal yang sudah ditentukan, kecuali ditetapkan lain dalam izin trayek. Sedangkan angkutan umum plat hitam banyak yang tidak masuk ke terminal, dan hanya mangkal di 14

tempat mereka sukai sendiri. Sehingga kendaraan umum banyak yang berserakan dijalan. DAFTAR PUSTAKA Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Cet. 2, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta C.S.T. Kansil, 1995, Disiplin Berlalu Lintas di Jalan, Cet. 1, PT Rineka Cipta, Jakarta Peter Mahmud Marsuki, 2005, Penelitian Hukum, Cet 1, Persada Media, Jakarta Sugiono, 2012, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Cet. 16, Penerbit Alfabeta, Bandung Soerjono Soekamto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Cet. 3, Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta Suwardjoko P. Warpani, 2002, Pengelolaan Lalu lintas dan Angkutan Jalan, ITB Peraturan Perundang-undangan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan, Cet 1, Citra Umbara, Bandung Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan 15