oleh K/DOQI sebagai suatu keadaan dengan nilai GFR kurang dari 60 ml/men/1,73 m 2, selama lebih dari 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. (WHO, 2007) dan Burden of Disease, penyakit ginjal dan saluran kemih telah

kematian sebesar atau 2,99% dari total kematian di Rumah Sakit (Departemen Kesehatan RI, 2008). Data prevalensi di atas menunjukkan bahwa PGK

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya semakin meningkat setiap tahun di negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. kurang dari angka normal sesuai dengan kelompok jenis kelamin dan umur.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan suatu keadaan klinis

BAB I PENDAHULUAN. sebagai organ pengeksresi ginjal bertugas menyaring zat-zat yang sudah tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah salah satu penyakit dengan risiko

I. PENDAHULUAN. mempertahankan homeostasis tubuh. Ginjal menjalankan fungsi yang vital

BAB I PENDAHULUAN. dan progresif, kadang sampai bertahun-tahun, dengan pasien sering tidak

BAB I PENDAHULUAN. darah yang melalui ginjal, reabsorpsi selektif air, elektrolit dan non elektrolit,

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar

BAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan lambat yang biasanya berlangsung beberapa tahun.

BAB I PENDAHULUAN. bersifat progresif dan irreversible. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan irreversibel akibat berbagai penyakit yang merusak nefron

BAB I PENDAHULUAN. sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuabaet al., 2012).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan lambat. PGK umumnya berakhir dengan gagal ginjal yang memerlukan terapi

menunjukkan 19,7% diderita oleh perempuan dewasa perkotaan, 13,1% lakilaki dewasa, dan 9,8% anak-anak. Anemia pada perempuan masih banyak ditemukan

PERBEDAAN PENYEBAB GAGAL GINJAL ANTARA USIA TUA DAN MUDA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan sindrom klinis yang bersifat

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang dapat dilakukan adalah pengendalian penyakit tidak menular. 2

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit

BAB I.PENDAHULUAN. dengan penurunan glomerular filtrate rate (GFR) serta peningkatan kadar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. metabolisme tubuh yang sudah tidak digunakan dan obat-obatan. Laju Filtrasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu komplikasi yang dapat terjadi pada pasien penyakit ginjal kronik

BAB I PENDAHULUAN. multipel. Semua upaya mencegah gagal ginjal amat penting. Dengan demikian,

BAB 1 PENDAHULUAN. nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali

Berdasarkan data WHO (2004), sirosis hati merupakan penyebab kematian ke delapan belas di dunia, hal itu ditandai dengan semakin meningkatnya angka

BAB I PENDAHULUAN. Negara maju maupun berkembang. Padahal besi merupakan suatu unsur

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ginjal stadium akhir (gagal ginjal kronik tahap 5) dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Ginjal memiliki fungsi untuk mengeluarkan bahan dan sisa-sisa

BAB I PENDAHULUAN. Disease: Improving Global Outcomes Quality (KDIGO) dan the Kidney Disease

BAB 1 : PENDAHULUAN. SDKI tahun 2007 yaitu 228 kematian per kelahiran hidup. (1)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Gizi. Disusun Oleh: Seno Astoko Putro J

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel,

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi dari 2-3 bulan hingga tahun (Price dan Wilson, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini mampu

Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan

perkembangan penyakit DM perlu untuk diperhatikan agar komplikasi yang menyertai dapat dicegah dengan cara mengelola dan memantau perkembangan DM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan

BAB I PENDAHULUAN. dan air dalam bentuk urine (Stein, 2007). Gagal Ginjal Kronik (GGK)


BAB I PENDAHULUAN. salah satu tanda gangguan metabolisme lipid (dislipidemia). Konsekuensi

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ DARAH PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan saat ini sudah bergeser dari penyakit infeksi ke

BAB I PENDAHULUAN. banyak pabrik-pabrik yang produk-produk kebutuhan manusia yang. semakin konsumtif. Banyak pabrik yang menggunakan bahan-bahan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. mendadak dan hampir lengkap akibat kegagalan sirkulasi renal atau disfungsi

BAB I PENDAHULUAN. belakang hidung dan belakang langit-langit rongga mulut. Data Laboratorium

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap terjadinya transisi epidemiologi, dengan semakin meningkatnya. penyakit tidak menular. Menurut WHO ( World Health

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN. keluhan maupun gejala klinis kecuali sudah terjun pada stadium terminal (gagal

BAB I PENDAHULUAN. Alkohol merupakan substansi yang paling banyak digunakan di dunia dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. progresif dan lambat, serta berlangsung dalam beberapa tahun. Gagal ginjal

BAB I PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan berupa

BAB I PENDAHULUAN. Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh secara menyeluruh karena ginjal adalah salah satu organ vital

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari tiga bulan, dikarakteristikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kejang demam merupakan salah satu kejadian bangkitan kejang yang

BAB I PENDAHULUAN. dari mulai faal ginjal normal sampai tidak berfungsi lagi. Penyakit gagal ginjal

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan sifatnya irreversibel, ditandai dengan kadar ureum dan


BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronik merupakan masalah medik, sosial dan ekonomik. yang sedang berkembang yang memiliki sumber-sumber terbatas untuk

BAB I PENDAHULUAN. (penting untuk mengatur kalsium) serta eritropoitein menimbulkan keadaan yang

BAB I PENDAHULUAN. 2010). Penyakit hipertensi dikenal dengan sebutan silent killer karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sukoharjo yang beralamatkan di jalan Jenderal Sudirman

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit

I. PENDAHULUAN. pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2009).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Ginjal kiri letaknya lebih tinggi dari ginjal kanan, berwarna merah keunguan.

BAB I PENDAHULUAN. yang relatif sangat bebas, termasuk untuk memilih jenis-jenis makanan

BAB I PENDAHULUAN. mengeksresikan zat terlarut dan air secara selektif. Fungsi vital ginjal

BAB I PENDAHULUAN. memperlancarkan darah dari zat toksin dan berbagai zat sisa. mengatur keseimbangan asam basa, mempertahankan volume dan

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah suatu gangguan pada ginjal ditandai

BAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar bagi pasien dan keluarganya, khususnya di negara-negara

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan kasus sebanyak 300 juta penduduk dunia, dengan asumsi 2,3%

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh manusia terutama dalam sistem urinaria. Ginjal mempunyai fungsi mengatur keseimbangan air dalam tubuh, mengatur konsentrasi garam dalam darah, dan keseimbangan asam-basa darah, serta ekskresi bahan buangan dan kelebihan garam (Pearce, 1995; Costa et al., 2008). Ginjal berperan dalam metabolisme kalsium dan tulang yang menghasilkan senyawa 1,25-dihidroksikolekalsiferol. Ginjal mengatur tekanan darah dengan mensekresikan renin juga berfungsi endokrin dengan memproduksi hormon eritropoetin yang penting untuk merangsang produksi sel darah merah di sumsum tulang (Greene & Harris, 2008). Dewasa ini sudah banyak ditemukan gangguan pada ginjal karena menurunnya fungsi ginjal (Arsono, 2003). GGK (Gagal Ginjal Kronik) merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan ginjal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan serta elektrolit menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Smeltzer & Bare, 2002). Definisi lain GGK berdasarkan Kidney Disease Outcome Quality Initiative (K/DOQI) dibagi menjadi dua kriteria, yakni kerusakan ginjal baik secara fungsional atau struktural selama lebih dari 3 bulan dengan atau tanpa penurunan Glomerular Filtration Rate (GFR), dimanifestasikan sebagai salah satu kelainan patologi atau pertanda kerusakan ginjal, termasuk kelainan komposisi darah atau urin atau kelainan radiologi. GGK juga didefinisikan 1

oleh K/DOQI sebagai suatu keadaan dengan nilai GFR kurang dari 60 ml/men/1,73 m 2, selama lebih dari 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal (NKF-K/DOQI, 2002). Penyebab GGK antara lain penyakit infeksi, penyakit vaskuler hipertensif, gangguan jaringan ikat, gangguan kongenital dan herediter, penyakit metabolik, nefropati toksik dan nefropati obstruktif (Price & Wilson, 2006). GGK masih menjadi masalah besar di dunia karena selain sulit disembuhkan, juga memerlukan biaya perawatan dan pengobatan yang sangat mahal (Chen et al., 2009; Russell et al., 2011). GGK makin banyak menarik perhatian dan banyak dipelajari karena walaupun sudah mencapai tahap gagal ginjal terminal akan tetapi penderita masih dapat hidup panjang dengan kualitas hidup yang cukup baik (Sidabutar, 1992; Kazama et al., 2009). Di seluruh dunia, jumlah penderita GGK terus meningkat dan dianggap sebagai salah satu masalah kesehatan yang dapat berkembang menjadi epidemi pada dekade yang akan datang (Warady, 2009). Konsekuensi kesehatan utama dari GGK bukan saja perjalanan penyakit menjadi gagal ginjal, tetapi juga peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler. Bukti-bukti yang ditemukan menunjukkan bahwa konsekuensi ini dapat diperbaiki dengan terapi yang dilakukan lebih awal (Hogg RJ et al., 2003). Di tingkat internasional, rata-rata insiden dari penyakit ginjal kronik stadium 5 atau gagal ginjal mengalami peningkatan terus menerus sejak 1989. Amerika Serikat mempunyai tingkat rata-rata insiden tertinggi dari gagal ginjal, diikuti oleh Jepang (Zuyana & Adriani, 2013). The Third National Health and Examination Survey (NHANES III) mengestimasikan prevalensi pasien GGK orang dewasa di Amerika Serikat sekitar 11% (19,2 2

juta penduduk) dengan rincian 3,3% (5,8 juta) pada stadium 1, 3% (5,3 juta) pada stadium 2; 4,3% (7,5 juta) pada stadium 3; 0,2% (340.000) pada stadium 4 dan 0,2% (340.000) pada stadium 5 atau gagal ginjal. Indonesia termasuk negara dengan tingkat penderita gagal ginjal yang cukup tinggi. WHO memperkirakan di Indonesia akan terjadi peningkatan penderita gagal ginjal pada tahun 1995-2025 sebesar 41,4% dan berdasarkan data dari Persatuan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) diperkirakan terdapat 70.000 penderita gagal ginjal di Indonesia dan akan terus meningkat sekitar 10% setiap tahunnya (Yeger, 2008). GGK dapat menimbulkan berbagai komplikasi penyakit seperti anemia, osteodistrofi ginjal, hipertensi, hiperkalemia dan asidosis metabolik (Wilson, 2006; Soewanto et.al., 2008). Adanya penurunan GFR dari 69-90 ml/min/1,73 m 2 menjadi kurang dari 20 ml/min/1,73 m 2 akan menyebabkan peningkatan prevalensi hiperparatiroid dari 17% menjadi 85%, anemia dari 8% menjadi 41% hiperfosfatemia dari 1% menjadi 30%, asidosis metabolik dari 2% menjadi 39% dan hiperkalemia dari 2% menjadi 42% (Moranne et al., 2009). Anemia merupakan komplikasi GGK yang sering terjadi, bahkan dapat terjadi lebih awal dibandingkan komplikasi GGK lainnya dan anemia biasanya ditandai dengan berkurangnya hemoglobin (Hb) dalam darah (Lewis, 2005). National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) dari National Institutes of Health and Prevalence of Anemia in Early Renal Insufficiency (PAERI) menyebutkan bahwa insiden terjadinya anemia adalah kurang dari 10% pada gagal ginjal kronik stadium 1 dan 2, 20-40% pada gagal ginjal kronik stadium 3, 50-60% pada gagal ginjal kronik stadium 4 dan lebih dari 70% pada gagal ginjal kronik stadium 5 3

(Lankhorst dan Wish, 2010). Anemia pada pasien GGK yang tidak diobati, akan meningkatkan risiko progresivitas kegagalan ginjal yang tinggi, rawat inap, mengurangi kualitas hidup pasien, hingga berakibat pada kematian. Dengan demikian, manajemen anemia pada GGK sangatlah penting. GGK yang disertai dengan anemia harus tetap berada di bawah pengawasan (Schmidt and Dalton, 2007). Anemia menurut definisi World Health Organization (WHO) adalah penurunan hemoglobin (Hb) <12 g/dl atau hematokrit (Ht) <37% pada wanita, dan (Hb) <13 g/dl atau (Ht) <40% pada laki-laki (PERNEFRI, 2002). Pada penderita penyakit ginjal kronik, penderita dikatakan anemia apabila Hb kurang dari 10 g/dl (PERNEFRI, 2001). Penyebab langsung terjadinya anemia beraneka ragam antara lain : defisiensi asupan gizi dari makanan (zat besi, asam folat, protein, vitamin C, riboflavin, vitamin A, seng dan vitamin B12), konsumsi zat-zat penghambat penyerapan besi, penyakit infeksi, malabsorpsi, perdarahan dan peningkatan kebutuhan (Ramakrishnan, 2001). Pembentukan sel darah merah akan terganggu apabila zat gizi yang diperlukan tidak mencukupi. Umur sel darah merah hanya 120 hari dan jumlah sel darah merah harus selalu dipertahankan (Hoffbrand dan Pettit, 1993). Asam folat diperlukan dalam pembentukan sel darah merah. Obat ini penting dalam pematangan akhir sel darah merah dan penting untuk sintesis DNA (Deoxyribonucleic Acid) karena asam folat dibutuhkan untuk pembentukan timidin trifosfat, yaitu salah satu zat pembangun DNA esensial (Guyton dan Hall, 2008). Kekurangan folat dapat menghambat pertumbuhan dan menyebabkan anemia megaloblastik serta gangguan darah lain dan gangguan saluran cerna (Almatsier, 2001). Defisiensi asam folat 4

apabila kadar asam folat di bawah normal yaitu folat serum < 3 ng/ml dan folat entrosit < 130 ng/ml (Rossalind, 1990). Sebagian besar asam folat dari makanan masuk dalam bentuk poliglutamat. Absorpsi terjadi sepanjang usus halus, terutama di duodenum dan jejunum proksimal dan 50-80% diantaranya dibawa ke hati dan sumsum tulang. Folat diekskresi melalui empedu dan urin. Poliglutamat dari makanan akan dihidrolisis oleh enzim pteroil poliglutamathidrolase menjadi monoglutamat yang kemudian mengalami reduksi/metilasi sempurna menjadi 5-methyl tetrahydrofolate (5-methyl-THF) di mukosa usus halus. Metil THF masuk ke dalam sel dan mengalami demetilasi dan konjugasi. Dengan bantuan enzim metiltransferase, 5-methyl-THF akan melepaskan gugus metilnya menjadi tetrahydrofolate (THF). Metilkobalamin akan memberikan gugus metil tersebut kepada homosistein untuk membentuk asam amino metionin (Tangkilisan dan Rumbajan, 2002). Penelitian Magriatin, Ramatillah, dan Rinayanti (2014), mengatakan bahwa terdapat ketidaktepatan penggunaan asam folat pada pasien GGK dimana pasien tidak mengalami defisiensi asam folat karena nilai MCV dari pasien adalah 81 FL masuk dalam rentang normal yakni 80 96 FL tetapi diberikan terapi asam folat. Sebaliknya pada penelitian Pebrianti, Yanti, dan Ramatillah (2014) pasien mengalami anemia dan berdasarkan pemeriksaan, pasien memerlukan terapi besi dan asam folat tetapi tidak memperoleh terapi. Sementara pada penelitian Rinding, Yanti, Ramatillah (2014) terjadi kesalahan interaksi obat furosemide dan asam folat dimana menurut hasil penelitian, interaksi obat yang terjadi sangat kecil dan tidak signifikan dan juga terjadi penurunan kadar asam folat oleh furosemide dengan meningkatkan klirens ginjal. 5

Obat yang dikeluarkan terutama melalui ekskresi ginjal dapat menyebabkan toksisitas pada penderita gangguan ginjal (Shargel and Yu, 1999). Keberhasilan terapi untuk penyakit sangat ditunjang oleh pemilihan kombinasi obat yang tepat sedangkan kegagalan terapi sering diakibatkan karena adanya Drug Related Problem (DRP). Ketika outcome yang didapatkan tidak optimal, maka DRP dapat terjadi. Pasien yang paling sering mengalami risiko tinggi terjadinya DRP ketidaktepatan dosis adalah pasien golongan usia lanjut yang dalam proses penuaan akan mengalami proses penurunan fungsi renal (Cipolle et al., 1998). Dengan alasan tersebut, maka begitu penting untuk mengetahui pola penggunaan asam folat pada pasien gagal ginjal kronik anemia sehingga diharapkan dapat mengurangi angka kejadian dan angka kematian gagal ginjal kronik anemia yang dilakukan di RSUD Kabupaten Sidoarjo, demi meningkatkan pelayanan rumah sakit dan berguna untuk klinisi. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang ada, dapat diajukan permasalahan sebagai berikut : Bagaimanakah pola penggunaan asam folat pada pasien gagal ginjal kronik anemia rawat inap di RSUD Kabupaten Sidoarjo? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui pola penggunaan asam folat pada pasien gagal ginjal kronik anemia rawat inap di RSUD Kabupaten Sidoarjo. 6

1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah : a. Mempelajari terapi obat asam folat jenis, dosis, rute, frekuensi, interval, dan lama penggunaan yang dikaitkan dengan data klinik dan data labotarorium pada pasien gagal ginjal kronik anemia rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sidoarjo. b. Mengidentifikasi kemungkinan terjadinya Drug Related Problem terkait dengan pemberian obat asam folat pada pasien gagal ginjal kronik anemia rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sidoarjo. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan ini, diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pola penggunaan obat asam folat pada pasien gagal ginjal kronik dengan komplikasi anemia sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sarana evaluasi dan pengawasan penggunaan obat pada pasien, serta sebagai bahan masukan atau referensi bagi peneliti selanjutnya. Bagi farmasis yang bergerak dalam bidang pelayanan, diharapkan dapat meningkatkan kualitas asuhan, pelayanan kefarmasian kepada pasien. 7