BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PRAKTEK OPER SEWA RUMAH KONTRAKAN

dokumen-dokumen yang mirip
istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan Pasal 1600 KUH Perdata. Sewa-menyewa dalam bahasa Belanda disebut dengan huurenverhuur

ija>rah merupakan salah satu kegiatan muamalah dalam memenuhi

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Hubungan hukum yang terjadi antara penyelenggara jaringan

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada

BERAKHIRNYA PERIKATAN

CONTOH SURAT PERJANJIAN SEWA MENYEWA TANAH

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

HUKUM PERIKATAN ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM.

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1994 TENTANG PENGHUNIAN RUMAH OLEH BUKAN PEMILIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II LANDASAN TEORI. berjudul Perihal Perikatan (Verbintenis), yang mempunyai arti lebih luas

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan

HUKUM PERJANJIAN. Aspek Hukum dalam Ekonomi Hal. 1

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1994 TENTANG PENGHUNIAN RUMAH OLEH BUKAN PEMILIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III TINJAUAN TEORITIS. menjadi sebab lahirnya suatu perikatan, selain sumber lainya yaitu undangundang.jika

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP UPAH CATONAN DI DESA CIEURIH KEC. MAJA KAB. MAJALENGKA

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

Presiden Republik Indonesia,

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBORONGAN KERJA. 1. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu; 2. Perjanjian kerja/perburuhan dan;

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 44 TAHUN 1994 T E N T A N G PENGHUNIAN RUMAH OLEH BUKAN PEMILIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

JAMINAN KEPASTIAN DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERJANJIAN GADAI TANAH MENURUT HUKUM ADAT ( ESTI NINGRUM, SH, MHum) Dosen FH Unwiku PWT A.

BAB IV. Surat Keputusan Pemkot Surabaya tentang Ijin Pemakaian Tanah (IPT/ berwarna ijo/surat ijo) dengan cara sewa tanah negara yang dikuasai Pemkot

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli

BAB III PRAKTEK OPER SEWA RUMAH KONTRAKAN TANPA IZIN PEMILIK MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF DI KECAMATAN GUNUNGANYAR SURABAYA

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN PERLINDUNGAN KERJA OUTSOURCING MENURUT UU NO. 13 TAHUN 2003 DAN FIQH MUAMALAH

BAB II PERJANJIAN SEWA-MENYEWA DAN PENGATURAN HUKUM DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. A. Pengertian Bentuk-bentuk dan Fungsi Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tidak ada dirumuskan dalam undang-undang, tetapi dirumuskan sedemikian rupa

BAB V PEMBAHASAN. A. Sistem Jual Beli Bunga di Kawasan Wisata Makam Bung Karno

Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty. Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan

BAB VI PERIKATAN (VERBINTENISSEN RECHT)

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

PENGERTIAN PERIKATAN HUKUM PERIKATAN PADA UMUMNYA. Unsur-unsur Perikatan 3/15/2014. Pengertian perikatan tidak dapat ditemukan dalam Buku III BW.

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

18.05 Wib. 5 Wawancara dengan Penanggung Jawab Pertambangan, Bpk. Syamsul Hidayat, tanggal 24 september 2014, pukul.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

BAB II TINJAUAN TERHADAP PERJANJIAN SEWA BELI. belum diatur dalam Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para pakar

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

PERJANJIAN JUAL BELI. Selamat malam. Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Perjanjian Jual Beli ya..

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Hukum adalah segala aturan yang menjadi pedoman perilaku setiap orang

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. seperti: investasi dalam pembelian ternak, pembelian tanah pertanian, atau

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK SEWA MENYEWA LAHAN PERTANIAN DI DESA GETASREJO

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI. bahwa salah satu sumber perikatan yang terpenting adalah perjanjian sebab

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

Lex Administratum, Vol. V/No. 6/Ags/2017

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN UTANG PIUTANG DIBAWAH TANGAN. dahulu dijelaskan apa yang dimaksud engan perjanjian. Masalah perjanjian

Utang Pajak. a. Pajak terutang b. Utang pajak. c. Timbulnya utang pajak d. Penetapan dan ketetapan pajak

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

BAB I PENDAHULUAN. dan meninggal dunia di dalam masyarakat. Dalam hidup bermasyarakat yang

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. tentang Pembuktian dan Kadaluwarsa/Bewijs en Verjaring.

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN KERJA UNTUK WAKTU TERTENTU DI PT. TIGA SERANGKAI PUSTAKA MANDIRI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. pada satu pihak tertentu, akibatnya ada masyarakat atau pihak lain yang sama

BAB IV ANALISA DATA A. Praktek Gadai Sawah di Kelurahan Ujung Gunung Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang Bawang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TINJAUAN YURIDIS PENGAKHIRAN SEWA MENYEWA RUMAH YANG DIBUAT SECARA LISAN DI KELURAHAN SUNGAI BELIUNG KECAMATAN PONTIANAK BARAT

BAB II KAJIAN TEORI TENTANG PERJANJIAN PADA UMUMNYA DAN PERJANJIAN UTANG PIUTANG

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan, perdagangan terutama dalam bidang ekonomi. Merupakan suatu

BAB IV ANALISIS APLIKASI PEMBERIAN UPAH TANPA KONTRAK DI UD. SAMUDERA PRATAMA SURABAYA

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGIKATAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DAN BANGUNAN DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru

BAB IV ANALISIS A. Pelaksanaan Pembayaran Upah Buruh Tani Oleh Pemberi Kerja

AKIBAT HUKUM PENYELENGGARAAN PENGANGKUTAN BARANG OLEH PENGANGKUT DALAM KEADAAN MEMAKSA (OVERMACHT)

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11

BAB III PENERAPAN KLAUSULA BUYBACK DALAM PERJANJIAN WARALABA. 3.1 Alasan Penerapan Buyback dalam Perjanjian Waralaba

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh:

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016/Edisi Khusus. PENYELESAIAN WANPRESTASI TERHADAP PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH 1 Oleh : Debora da Costa 2

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.62904/PP/M.IIIB/99/2015. Tahun Pajak : 2011

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI EMAS DI TOKO EMAS ARJUNA SEMARANG

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI

A. Analisis Terhadap Praktek Perubahan Harga Secara Sepihak dalam Jual Beli Rak Antara. Produsen dan Pedagang Pengecer di Jalan Dupak No. 91 Surabaya.

Transkripsi:

73 BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PRAKTEK OPER SEWA RUMAH KONTRAKAN TANPA IZIN PEMILIK DI KECAMATAN GUNUNGANYAR SURABAYA A. Urgensi Pembaharuan Sistem Tentang Perjanjian Sewa Menyewa Dalam Hukum Islam dan Hukum Positif Tentang Praktek Oper Sewa Rumah Kontrakan. Perjanjian sewa menyewa sebagai salah satu sumber hukum otonom yang bersifat individual dalam hubungan sewa menyewa, sampai sekarang belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perjanjian sewa menyewa dalam bentuk oper sewa secara khusus dan bersifat nasional. Mengingat keberadaan perjanjian sewa menyewa sebagai landasan hukum bagi penyewa (mu ji>r) dan pemilik (mu ji>r) dalam syarat-syarat sewa menyewa, hak-hak dan kewajibannya dengan pemilik (mu ji>r) sebagai memberikan kenyamanan serta keamanan dalam menempati barang sewaannya. Mengenai perjanjian oper sewa dan peraturan pemerintah keberadaannya telah diatur secara khusus dalam PP No.4 Tahun 1994 dan KUH Perdata BW tersendiri. Peraturan perundang-undangan produk kolonial Belanda yang mengatur tentang perjanjian oper sewa tanpa izin pemilik tersebut, yang tersebar dalam pelbagai peraturan, antara lain :

74 1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, khususnya Bab Ketujuh, Buku Ketiga. 2. Kitab Undang-Undang Pokok Agraria, khususnya Bab Kedua dan Keempat, Bagian VI, VII, dan IV. 3. Peraturan Pemerintah No.4 Tahun 1994 pasal 5, pasal 7, pasal 8, dan pasal 93. Peraturan perundang-undangan yang berasal dari produk zaman colonial belanda tersebut.seiring dengan laju dan berkembangnya pembangunan bangsa Indonesia membawa pula pembangunan hukum di bidang sewa menyewa khususnya peraturan pemerintah yang mengatur tentang penghunian rumah bukan pemilik. Ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam pembaharuan system hukum yang mengatur tentang perjanjian sewa menyewa, antara lain : 1. Resiko dalam Sewa Menyewa Pasal 1553 KUH Perdata telah menjelaskan mengenai musnahnya barang yang disewa, apabila barang yang disewa musnah dalam jangka waktu masa perjanjian sewa masih berlangsung, bisa menimbulkan persoalan sebagai berikut : 1 1 Subekti, Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, (Jakarta : Pradnya Paramita, 2006), 382.

75 a) Musnahnya seluruh barang Apabila musnahnya seluruh barang karena overmacht dengan sendirinya menurut hukum perjanjian sewa menyewa gugur, dan resiko kerugian dibagi dua antara pihak yang menyewakan dengan pihak si penyewa. Pihak yang menyewa tidak lagi dapat menuntut pembayaran uang sewa. Sebaliknya dengan seluruh barang yang disewa, si penyewa tidak ladi dapat menuntutpenggantian barang maupun ganti rugi. Apabila musnahnya barang akibat kesalahan seseorang (pasal 1566 KUH Perdata), yang membebani si pelaku suatu kewajiban untuk memikul segala kerugian dan kerusakan. 2 b) Musnahnya sebagaian barang Apabila yang musnah hanya sebagian saja, si penyewa dapat memilih : meminta pengurangan harga sewa sebanding dengan sebagian yang musnah. Atau menuntut pembatalan perjanjian sewa. 2. Mengulang Sewakan Objek Sewa Menyewa Pasal 1559 ayat I : melarang si penyewa untuk mempersewakan lagi barang yang disewanya kepada pihak ketiga. Si penyewa terikat pada larangan untuk tidak mempersewakan lagi kepada orang lain, jika hal tersebut tidak ada dalam perjanjian sewa-menyewa, si penyewa boleh 2 Ibid., 384.

76 mempersewakan lagi. Kesimpulannya bahwa mengulang sewakan barang yang disewa adalah boleh, jika hal itu secara tegas diperbolehkan dalam perjanjian. 3 Jika si penyewa sampai berbuat apa yang dilarang, maka pihak yang menyewakan dapat meminta pembatalan perjanjian sewanya dengan disertai pembayaran kerugian. Sedangkan pihak yang menyewakan, setelah dilakukannya pembatalan itu, tidak diwajibkan mentaati perjanjian ulang sewa dengan pihak ketiga tersebut. 3. Berakhirnya Sewa Menyewa a) Berakhirnya sesuai dengan batas waktu yang ditentukan secara tertulis. Pasal 1573 dalam KUH Perdata. Sewa-menyewa dengan sendirinya berakhir sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan para pihak. 4 b) Sewa menyewa yang berakhir dalam waktu tertentu yang diperjanjikan secara lisan, perjanjian seperti ini tidak berakhir tepat waktu yang diperjanjikan melainkan setelah adanya pemberitahuan dari salah satu pihak tentang kehendak mengakhiri sewa menyewa. c) Pengakhiran sewa menyewa baik tertulis maupun dengan lisan yang tidak ditentukan batas waktu berakhirnya. Penghentian dan berakhirnya sewa menyewa berjalan sampai pada saat yang dianggap pantas oleh kedua belah pihak. 3 Ibid., 383. 4 Ibid., 385.

77 d) Ketentuan khusus pengakhiran sewa menyewa. 4. Hapusnya perjanjian Hal-hal yang dapat menghapuskan perjanjian berdasarkan KUH Perdata ada 10 macam. 8 hal diantaranya diatur dalam buku III bab IV KUH Perdata, satu hal dalam bab IV Bab I. 10 hal yang dapat menghapuskan perikatan tersebut antara lain : 5 a) Pembayaran b) Penawaran pembayaran diikuti penitipan c) Pembaharuan utang (novasi) d) Perjumpaan utang (kompensasi) e) Pencampuran utang f) Pembebasan utang g) Musnahnya barang yang berutang h) Kebatalan dan pembatalan perikatan i) Syarat membatalkan j) Daluwarsa 5 Ibid., 323, 349, 488.

78 B. Analisis Persamaan dan Perbedaan Perjanjian Sewa Menyewa Dalam Hukum Islam dan Hukum Positif Tentang Praktek Oper Sewa Rumah Kontrakan. 1. Resiko dalam Sewa Menyewa Resiko dalam sewa menyewa antara hukum Islam dan Hukum Perdata memiliki perbedaan yang cukup mendasar, walaupun dari beberapa segi mempunyai persamaan. Perbedaan yang nampak dalam hal ini adalah bahwa dalam hukum perdata jika barang sewa musnah atau rusak yang menyebabkan tidak sempurnanya si penyewa dalam mengambil manfaat barang sewa, maka yang bertanggung adalah yang menyewakan. Adapun dalam hukum Islam musnah atau rusaknya barang sewa merupakan tanggung jawab dari yang menyewakan. Sedangkan si penyewa dalam hal ini mempunyai alternative tindakan, yakni berhak memfasakh (membatalkan) perjanjian sewa menyewa, akan tetapi si penyewa tetap melanjutkan perjanjian sewa menyewa maka ia diharuskan membayar penuh harga sewa dan bersedia menerima pemanfaatan barang sewa yang rusak. Adapun kerusakan yang ditimbulkan oleh tindakan atau keteledoran si penyewa maka antara hukum Islam dengan hukum Perdata mempunyai paradigma yang sama, yakni si penyewa harus mengganti barangs ewa atau yang menyewa berhak menuntut ganti rugi. Sedangkan dalam hukum Islam, kerusakan yang tidak disandarkan kepada perbuatan penyewa, penyewa tidak berkewajiban mengganti barang sewa.

79 Karena jika tuntutan tersebut berlaku, maka pembayaran ganti rugi yang demikian adalah gharar (pembayaran yang tidak pasti) dan ini jelas merugikan bagi penyewa. Kedua hukum tersebut berkemungkinan dikompromikan karena sejak awal dalam perjanjian sewa menyewa harus jelas dalam kontrak dan kesepakatan yang dibuat harus dipatuhi. 6 2. Mengulang Sewakan Objek Sewa Menyewa Dalam mengulang sewakan objek sewa menyewa menurut hukum Islam dan Hukum Perdata tidak ada perbedaan. Mengulang sewakan menurut hukum Islam Pihak penyewa dapat mengulang-sewakan kembali barang sewaannya dengan ketentuan bahwa penggunaan barang yang disewanya tersebut harus sesuai dengan penggunaan penyewa pertama, sehingga tidak menimbulkan kerusakan terhadap barang yang disewakan. Jika barang sewaan itu bergerak rumah, maka si penyewa dapat menempati sebagai tempat tinggal, atau si penyewa menyewakan kembali kepada orang lain. Dengan syarat pihak penyewa atau orang yang menempati mempunyai kewajiban untuk memelihara rumah tersebut untuk tetap dapat ditempati, sesuai dengan kebiasaan yang lazim yang berlaku di tengah-tengah masyarakat. Imam Syafi i berpendapat bahwa si penyewa boleh menyewakan kembali barang sewaannya kepada orang lain dengan ongkos yang sama atau 6 http://muamalah.stainbukittinggi.ac.id/ index.php? option=com_content & view = article & id =70 :ferawati-1297080&catid=41:abstrak&itemid=72, diakses tanggal 01 Agustus 2013.

80 yang lebih tinggi dari ongkos sewa semula, karena orang yang menyewa dapat memenuhi manfaat barang sewaannya dengan dirinya sendiri atau ia juga dapat menyerahkan hak sewaannya dengan dirinya sendiri atau ia juga dapat menyerahkan hak sewaannya kepada orang lain, dengan syarat pihak lain yang telah menyewakannya itu masih sama penggunaannya dengan penyewa pertama (sesuai dengan perjanjian sewa semula) dan hal tersebut dianalogikan berdasarkan (qiyas) dengan jual beli. 7 Adapun mengulang sewakan objek sewa menyewa menurut hukum Perdata pasal 1559 menegaskan bahwa jika tidak ada perjanjian antara pihak yang menyewakan barang dengnan si penyewa bahwa barang tersebut boleh diulang sewakan atau dilepas sewakan kepada orang lain maka pihak penyewa tidak diperbolehkan mengulang sewakannya atau melepas sewakannya kepada orang lain. Jika penyewa melanggar perjanjian tersebut maka bagi penyewa dapat diancam pembatalan perjanjian sewa yang disertai dengan penggantian biaya, rugi dan bunga. Sedangkan pihak yang menyewakan, setelah dilakukannya pembatalan itu tidak diwajibkan untuk mentaati perjanjian ulang sewa dengan pihak ketiga tersebut. Jika yang menjadi obyek penyewaan itu sebuah rumah tempat tinggal yang didiami sendiri oleh si penyewa, maka menurut pasal 1559 bagi si penyewa tersebut dapatlah ia atas tanggung jawab sendiri menyewakan 7 Ibid., 86.

81 sebagaian rumah tersebut kepada orang lain kecuali kalau kekuasaan itu telah dilarang dalam perjanjian sewanya. Selanjutnya didalam undang-undang pokok agraria walaupun tidak jelas diatur dalam pasal-pasalnya, akan tetapi dapat disimpulkan bahwa salah satu ciri-ciri hak sewa adalah bahwa pada umumnya hak sewa bersifat pribadi dan tidak diperbolehkan untuk dialihkan kepada pihak lain ataupun untuk menyerahkan tanahnya kepada pihak ketiga dalam hubungan sewa dengan pihak penyewa. 8 Jadi dapat disimpulkan mengulang sewakan objek sewa menyewa menurut hukum Islam bahwa dari beberapa pendapat dan yang diambil sebagai pendapat yang masyhur adalah pendapat jumhur fuqaha yang membolehkan oper sewa (mengulang-sewakan) barang kepada orang lain sesuai dengan perjanjian atau aqad semula. Begitu juga dalam hal pemberian harga, sebagian fuqaha memperbolehkan atau membebaskan dalam pemberian harga dalam arti boleh lebih besar, lebih kecil atau seimbang. 9 Sedangkan mengulang sewakan objek sewa menyewa menurut hukum Perdata bahwa mengulang sewakan dan melepas sewakan barang kepada orang lain tanpa izin pemilik dilarang, kecuali jika hal tersebut diperjanjikan oleh kedua belah pihak, tetapi kalau menyewakan sebagaian dari sebuah 8 Effendi Perangin, Hukum Agraria di Indonesia, (Jakarta : Rajawali Pers, tt), 298. 9 Hendi Suhendi, Fiqih Mu a>malah, (Jakarta : Raja Grafindo, 2002), 122.

82 rumah tempat tinggal yang disewa adalah diperbolehkan kecuali kalau hal itu telah dilarang dalam perjanjian sewanya. 3. Berakhirnya Perjanjian Sewa Menyewa Menurut hukum Islam perjanjian akan menjadi batal (fasakh) bila terdapat hal-hal sebagai berikut : a) Terjadinya cacat pada barang sewaan yang terjadi pada tangan penyewa. b) Rusaknya barang yang disewakan, seperti rumah menjadi runtuh. c) Terpenuhinya manfaat yang diadakan, berakhirnya masa yang telah ditentukan dan selesainya pekerjaan. d) Menurut Hanafiyah, boleh fasakh dari salah satu pihak seperti yang menyewa toko, untuk dagang, kemudian dagangannya ada yang mencuri, maka ia boleh mem-fasakh-kan sewaan itu. 10 Sedangkan dalam KUH Perdata berakhirnya perjanjian terdiri atas : a) Berakhirnya sesuai dengan batas waktu yang ditentukan secara tertulis. Pasal 1573 dalam KUH Perdata. Sewa-menyewa dengan sendirinya berakhir sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan para pihak. 11 b) Sewa menyewa yang berakhir dalam waktu tertentu yang diperjanjikan secara lisan, perjanjian seperti ini tidak berakhir tepat 10 Hendi Suhendi, Fiqih Mu a>malah, (Jakarta : Raja Grafindo, 2002), 123. 11 Ibid., 385.

83 waktu yang diperjanjikan melainkan setelah adanya pemberitahuan dari salah satu pihak tentang kehendak mengakhiri sewa menyewa. c) Pengakhiran sewa menyewa baik tertulis maupun dengan lisan yang tidak ditentukan batas waktu berakhirnya. Penghentian dan berakhirnya sewa menyewa berjalan sampai pada saat yang dianggap pantas oleh kedua belah pihak. d) Ketentuan khusus pengakhiran sewa menyewa. Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa berakhirnya perjanjian terdapatnya persamaan dan perbedaan menurut hukum Islam dan hukum Positif, diantranya : 12 a) Secara umum terlihat memiliki banyak kesamaan tentang hukum perjanjian antara hukum Islam dan hukum Positif : keduanya mengatur tentang unsur-unsur perjanjian, syarat-syarat perjanjian, kebebasan membuat perjanjian dan berakhirnya suatu perjanjian. Sumber hukum yang digunakan dan proses pencarian kedua hukum tersebut. b) Secara garis besar perbedaan yang sangat relevan dan signifikan tentang perjanjian antar kedua sistem hukum tersebut adalah : perjanjian menurut hukum Islam sah bila tidak bertentangan dengan 12 http://yogiikhwan.blogspot.com/2007/08/perbandingan-hukum-perjanjian-dalam_30.html, diakses tanggal 02 Agustus 2013.

84 syari at Islam. Sedangkan menurut hukum positif (KUH Perdata) perjanjian sah bila tidak bertentangan dengan Undang-undang. 4. Hapusnya Perjanjian Seperti terdapat dalam bab III tentang batalnya perjanjian menurut hukum Islam dan hukum Perdata. Secara umum perjanjian dalam kedua sistem hukum tersebut memiliki banyak kesamaan keduanya mengatur tentang unsur-unsur perjanjian. Sumber hukum yang digunakan dalam hapusnya perjanjian dalam hukum Islam dari al-qur an dan Hadist. Sedangkan hukum Perdata bersumber dari statue law (hukum tertulis) yang sangat dipengaruhi pandangan hidup manusia. Produk-produk hukumnya terkodifikasi dalam suatu hukum tertulis (Undang-undang) tapi khusus undang-undang perjanjian hanya sebagai pelengkap dari perjanjian. 13 Hal ini serupa dengan sifat kebebasan menentukan syarat dalam akad pada hukum Islam, bahwa setiap orang yang melakukan akad bebas untuk mengemukakan dan menentukan syarat, selama syarat itu tidak bertentangan dengan kehendak syara dan tidak bertentangan pula dengan hakikat akad, pihak-pihak yang berakad bebas mengemukakan persyaratan dalam suatu akad selama syarat-syarat itu bermanfaat bagi kedua belah pihak. 13 Ibid.,