PENGARUH TEMPER DENGAN QUENCH MEDIA OLI MESRAN SAE 20W 50 TERHADAP KARAKTERISTIK MEDIUM CARBON STEEL SKRIPSI

dokumen-dokumen yang mirip
Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen,

PENGARUH TEMPER DENGAN QUENCHING MEDIA PENDINGIN OLI MESRAN SAE 40 TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS BAJA ST 60

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah

PENINGKATAN KEKAKUAN PEGAS DAUN DENGAN CARA QUENCHING

KARAKTERISASI BAJA CHASIS MOBlL SMK (SANG SURYA) SEBELUM DAN SESUDAH PROSES QUENCHING

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penguatan yang berdampak terhadap peningkatan sifat mekanik dapat

POLITEKNOSAINS VOL. XI NO. 1 Maret 2012

ANALISA QUENCHING PADA BAJA KARBON RENDAH DENGAN MEDIA SOLAR

PENGARUH PROSES HARDENING PADA BAJA HQ 7 AISI 4140 DENGAN MEDIA OLI DAN AIR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO

PENGARUH PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 1029 DENGAN METODA QUENCHING DAN MEDIA PENDINGIN TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN MAKRO STRUKTUR

TUGAS AKHIR PENELITIAN STAINLESS STEEL

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISA PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 4340

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH

PENGARUH MULTIPLE QUECHING TERHADAP PERUBAHAN KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA BAJA ASSAB 760

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERHADAP KEKUATAN TARIK PADA LAS SMAW (SHIELDED METAL ARC WELDING) DENGAN METODE EKSPERIMEN

PENGARUH WAKTU PENAHANAN TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADA PROSES PENGKARBONAN PADAT BAJA MILD STEEL

II. LANDASAN TEORI. Dalam penggunaannya, logam yang digunakan akan mengalami gaya luar atau

STUDI PENGARUH PERLAKUAN PANAS PADA HASIL PENGELASAN BAJA ST 37 DITINJAU DARI KEKUATAN TARIK BAHAN

Sidang Tugas Akhir (TM091486)

PENELITIAN PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN LOW TEMPERING

JURNAL TEKNIK PERKAPALAN Jurnal Hasil Karya Ilmiah Lulusan S1 Teknik Perkapalan Universitas Diponegoro

BAB I PENDAHULUAN. alat-alat perkakas, alat-alat pertanian, komponen-komponen otomotif, kebutuhan

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

TUGAS AKHIR. Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

STUDI PEMBUATAN BESI COR MAMPU TEMPA UNTUK PRODUK SAMBUNGAN PIPA

Alasan pengujian. Jenis Pengujian merusak (destructive test) pada las. Pengujian merusak (DT) pada las 08/01/2012

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PENGARUH TEMPERATUR DAN HOLDING TIME DENGAN PENDINGIN YAMACOOLANT TERHADAP BAJA ASSAB 760

BAB IV PEMBAHASAN Data Pengujian Pengujian Kekerasan.

LAPORAN TUGAS AKHIR PENELITIAN TENTANG SIFAT-SIFAT KEKUATAN TARIK, KEKERASAN, KOMPOSISI KIMIA DAN STRUKTUR MIKRO DARI TALI SERAT BAJA BUATAN KOREA

PENGARUH MEDIA PENDINGIN MINYAK PELUMAS SAE 40 PADA PROSES QUENCHING DAN TEMPERING TERHADAP KETANGGUHAN BAJA KARBON RENDAH

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

I. PENDAHULUAN. Definisi baja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah suatu benda

METODE PENINGKATAN TEGANGAN TARIK DAN KEKERASAN PADA BAJA KARBON RENDAH MELALUI BAJA FASA GANDA

ANALISA PROSES SPRAY QUENCHING PADA PLAT BAJA KARBON SEDANG

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK MESIN UNIVERSITAS MEDAN AREA

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia teknik dikenal empat jenis material, yaitu : logam,

HEAT TREATMENT. Pembentukan struktur martensit terjadi melalui proses pendinginan cepat (quench) dari fasa austenit (struktur FCC Face Centered Cubic)

Pengaruh Heat Treatment Dengan Variasi Media Quenching Air Garam dan Oli Terhadap Struktur Mikro dan Nilai Kekerasan Baja Pegas Daun AISI 6135

ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO

VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN PADA PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DENGAN MATERIAL SS 304L

ANALISA PENGARUH MANIPULASI PROSES TEMPERING TERHADAP PENINGKATAN SIFAT MEKANIS POROS POMPA AIR AISI 1045

ANALISA SIFAT MEKANIK PERMUKAAN BAJA ST 37 DENGAN PROSES PACK CARBURIZING, MENGGUNAKAN ARANG KELAPA SAWIT SEBAGAI MEDIA KARBON PADAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama yaitu isolator. Struktur amorf pada gelas juga disebut dengan istilah keteraturan

Diajukan Sebagai Syarat Menempuh Tugas Akhir. Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah. Surakarta. Disusun Oleh : WIDI SURYANA

BAB VI L O G A M 6.1. PRODUKSI LOGAM

PENGARUH PERBANDINGAN GAS NITROGEN DAN LPG PADA PROSES NITROKARBURISING DALAM REAKTOR FLUIDIZED BED TERHADAP SIFAT MEKANIS BAJA KARBON RENDAH

PENGARUH MEDIA KAPUR PADA PROSES TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIK POROS S45C

PROSES PENGERASAN (HARDENNING)

Karakterisasi Material Sprocket

PENGARUH PERLAKUAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK BAJA JIS G 4051 S15C SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI. Purnomo *)

PENINGKATAN KEKUATAN TARIK BAJA KARBON AISI 1040 AKIBAT PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES PERLAKUAN PANAS.

ANALISA PENGARUH TEMPERATUR TEMPERING TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADA BAJA AAR-M201 GRADE E

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketika itu banyak terjadi fenomena patah getas pada daerah lasan kapal kapal

I. PENDAHULUAN. Logam merupakan material kebutuhan manusia yang banyak penggunaannya

PENGARUH BAHAN ENERGIZER PADA PROSES PACK CARBURIZING TERHADAP KEKERASAN CANGKUL PRODUKSI PENGRAJIN PANDE BESI

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan akan bahan logam dalam pembuatan alat alat dan sarana. Untuk memenuhi kebutuhan ini, diperlukan upaya pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bidang material baja karbon sedang AISI 4140 merupakan low alloy steel

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH VARIASI SUHU POST WELD HEAT TREATMENT ANNEALING

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian struktur mikro dilakukan untuk mengetahui isi unsur kandungan

ANALISIS SIMULASI UJI IMPAK BAJA KARBON SEDANG (AISI 1045) dan BAJA KARBON TINGGI (AISI D2) HASIL PERLAKUAN PANAS. R. Bagus Suryasa Majanasastra 1)

PROSES QUENCHING DAN TEMPERING PADA SCMnCr2 UNTUK MEMENUHI STANDAR JIS G 5111

Penelitian Sifat Fisis dan Mekanis Roda Gigi Transduser merk CE.A Sebelum dan Sesudah Di-Treatment

MODUL PRAKTIKUM METALURGI (LOGAM)

07: DIAGRAM BESI BESI KARBIDA

II TINJAUAN PUSTAKA. menghasilkan sifat-sifat logam yang diinginkan. Perubahan sifat logam akibat

PENGARUH MANUAL FLAME HARDENING TERHADAP KEKERASAN HASIL TEMPA BAJA PEGAS

ANALISA PENGARUH HEAT TREATMENT TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO BESI COR NODULAR (FCD 60)

SIFAT FISIS DAN MEKANIK BAJA KARBONISASI DENGAN BAHAN ARANG KAYU JATI

ANALISA SIFAT FISIS DAN MEKANIK BAJA KARBURISING DENGAN BAHAN ARANG TEMPURUNG KELAPA

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH TEMPERATUR TEMPERING PADA PROSES QUENCHING TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIK BAJA AISI 4140

PERUBAHAN SIFAT MEKANIK BAJA KONSTRUKSI JIS G4051 S17C SETELAH DILAKUKAN HARDENING DAN TEMPERING

BAB I PENDAHULUAN. BAB I Pendahuluan 1

ANALISA KEKERASAN PADA PISAU BERBAHAN BAJA KARBON MENENGAH HASIL PROSES HARDENING DENGAN MEDIA PENDINGIN YANG BERBEDA

I. TINJAUAN PUSTAKA. unsur paduan terhadap baja, proses pemanasan baja, tempering, martensit, pembentukan

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM

PROSES NORMALIZING DAN TEMPERING PADA SCMnCr2 UNTUK MEMENUHI STANDAR JIS G 5111

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam menunjang industri di Indonesia. Pada hakekatnya. pembangunan di bidang industri ini adalah untuk mengurangi

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM

Pengaruh Temperatur Pemanasan dan Holding Time pada Proses Tempering terhadap Sifat Mekanik dan Laju Korosi Baja Pegas SUP 9A

PENGARUH MULTIPLE QUECHING TERHADAP PERUBAHAN KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA BAJA ASSAB 760

Sifat Sifat Material

Baja adalah sebuah paduan dari besi karbon dan unsur lainnya dimana kadar karbonnya jarang melebihi 2%(menurut euronom)

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH ANALISA PENGARUH SOLUTION TREATMENT PADA MATERIAL ALUMUNIUM TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

PENGARUH SUHU TEMPERING TERHADAP KEKERASAN, KEKUATAN TARIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA BAJA K-460

Jurnal Mekanikal, Vol. 4 No. 2: Juli 2013: ISSN

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN :

BAB VII PROSES THERMAL LOGAM PADUAN

Simposium Nasional RAPI XII FT UMS ISSN

PENGARUH TEMPERATUR CARBURIZING PADA PROSES PACK CARBURIZING TERHADAP SIFAT SIFAT MEKANIS BAJA S 21 C

Impact Toughness Test. Sigit Ngalambang

Transkripsi:

PENGARUH TEMPER DENGAN QUENCH MEDIA OLI MESRAN SAE W 5 TERHADAP KARAKTERISTIK MEDIUM CARBON STEEL SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana Pendidikan Universitas Negeri Semarang Disusun oleh : NUR MIFTAKHUDDIN 51414 PENDIDIKAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 6

ABSTRAK Nur Miftakhuddin, 51414 Pend. Teknik Mesin FT UNNES, 6, Pengaruh Temper Dengan Quench Media Oli Mesran SAE W 5 Terhadap Karakteristik Medium Carbon Steel Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh temper dengan quench media oli Mesran SAE W 5 terhadap karakteristik mekanis dan fisis pada medium carbon steel. Proses temper dilakukan dengan suhu 6 C dengan quench pada suhu 8 C. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pre-Eksperimental Design bertipe Static Group Comparations, bahan baku material untuk spesimen adalah baja EMS 45 produksi PT. BHINEKA BAJANAS. Spesimen uji tarik menggunakan standart ASTM E8 A48, spesimen impact mengacu pada ASTM E3, dan spesimen muai panjang berdasarkan ASTM E8. Hasil uji komposisi menunjukkan material dasar termasuk dalam golongan medium carbon steel dengan kandungan karbon,45 %. Pengujian struktur mikro menunjukkan struktur mikro raw materials terdiri dari ferit dan perlit, setelah dilakukan quench dan temper terjadi perubahan dimana butiran ferit pada quench menjadi lebih kecil dibandingkan raw materials dan kembali mengalami pembesaran butir saat dilakukan proses temper. Kekerasan vickers rata-rata pada raw materials ditunjukkan mulai titik pengujian,3 mm dari tepi sebesar 165,8 dan mengalami gradasi kenaikan pada quench dan temper yang mulai menunjukkan kestabilan kekerasan pada titik pengujian,7 mm dengan kekerasan vickers sebesar 37,7. Kekuatan tarik EMS 45 sebesar 67,74 kg/mm dan mengalami kenaikan sebesar 18,7 % saat dilakukan proses temper dengan tegangan maksimum sebesar 8,1 kg/mm. Kekuatan impact terbesar terjadi pada spesimen temper sebesar 1,65 J/mm atau mengalami kenaikan sebesar 4,17 % terhadap raw materials dan,68 % terhadap quench. Keliatan pengujian impact memperlihatkan keliatan spesimen sebesar 5,69 % pada raw materials dan meningkat 45,13 % pada quench dan 73,64 % pada spesimen temper. Hasil pengujian muai panjang menunjukkan muai panjang EMS 45 sebesar 171 x 1-6 mm dan mengalami kenaikan menjadi 959 x 1-6 mm pada spesimen quench dan 14 x 1-6 mm pada spesimen temper. Beberapa hal yang perlu disarankan dari penelitian lanjutan adalah penggunaan jenis medium carbon steel yang berbeda dengan variasi suhu pada proses temper dan media pendingin saat quench. Pengambilan foto mikro spesimen dilakukan dengan memperhatikan daerah terjadinya perbedaan tingkat kekerasan dalam spesimen. Kata kunci: temper, quench, medium carbon steel, kekerasan, kekuatan tarik, impact, muai panjang ii

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan sidang panitia ujian skripsi Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang pada : Hari : Tanggal : Ketua Panitia Ujian Sekretaris Drs Pramono Drs Supraptono, MPd NIP. 1314746 NIP. 13115645 Pembimbing Pembimbing I Anggota Penguji Penguji I Drs. Budiarso Eko, MPd Drs. Budiarso Eko, MPd NIP. 13185577 NIP. 13185577 Pembimbing II Penguji II Heri Yudiono, MT Heri Yudiono, MT NIP. 135884 NIP. 135884 Penguji III Mengetahui, Dekan Fakultas Teknik Drs Murdani, MPd NIP. Prof, Dr. Soesanto NIP. 13875753 iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN Moto Jadilah engkau pema af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma ruf serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh. Janganlah hanya belajar melalui kesalahan yang kita lakukan, tapi ambilah hikmah dari kebenaran yang kita kerjakan. Persembahan Bapak dan Ibu tercinta yang selalu memberikan dorongan dan doa. Mbah Mad, eyang kakung yang aku sayangi Kakakku yang selalu memberikan bantuan selama kuliahku. iv

PRAKATA Segala puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala rahmat dan hidayahnya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Sholawat serta salam peneliti curahkan kepada Nabi Agung Muhammad SAW Nabi yang terakhir. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti menyampaikan banyak terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Soesanto, dekan Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang.. Drs.Pramono, ketua jurusan Teknik Mesin Universitas Negeri Semarang. 3. Drs. Budiarso Eko, MPd, dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 4. Heri Yudiono, MT, dosen pembimbing II skripsi ini yang dengan penuh kesabaran telah memberikan petunjuk, bimbingan, arahan dan motivasi 5. Drs. Hadromi, MT yang telah memberikan kesempatan dan ide kepada penulis untuk penulisan skripsi ini. 6. Teman-teman seperjuanganku Bambang, Nur, Wisnu, teman-teman PTM 1, senior-senior, Laboran dan Teknisi serta semua pihak yang turut membantu penelitian ini yang tidak mungkin kami sebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT memberikan balasan atas jasa-jasa beliau yang telah membantu dan membimbing peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini. Penyusun menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari sempurna, maka kritik dan v

saran yang konstruktif dan membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini memberikan manfaat dan tambahan ilmu bagi para pembaca. Semarang, April 6 Penyusun vi

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i ABSTRAK... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iv PRAKATA... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Permasalahan... C. Penegasan Istilah... 3 D. Tujuan... 4 E. Manfaat... 4 F. Sistematika Skripsi... 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Baja Karbon... 6 B. Quenching... 8 C. Tempering... 1 D. Pelumas... 11 E. Pengujian Tarik... 13 F. Pengujian Kekerasan... 17 vii

G. Pengujian impact... 19 H. Pengujian Muai Panjang... BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian... 4 B. Material Spesimen... 4 C. Peralatan Penelitian... 7 D. Alur Penelitian... 7 E. Cara Penelitian... 9 F. Tempat Penelitian... 3 G. Teknik Pengumpulan Data... 3 H. Analisis Data... 3 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil uji komposisi... 33. Hasil foto mikro spesimen... 34 3. Hasil pengujian kekerasan... 35 4. Hasil pengujian tarik... 39 5. Hasil pengujian impact... 43 6. Hasil pengujian muai panjang... 46 B. Pembahasan... 48 BAB V PENUTUP A. Simpulan... 51 B. Saran... 5 DAFTAR PUSTAKA... 53 LAMPIRAN LAMPIRAN... 54 viii

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Diagram fasa Fe Fe 3 C... 9 Gambar. Contoh hasil pengujian tarik... 14 Gambar 3. Diagram tegangan regangan... 15 Gambar 4. Bentuk penampang patah pada pengujian tarik... 17 Gambar 5. Prinsip pengujian kekerasan vickers... 19 Gambar 6. Prinsip pengukuran pengujian ketangguhan... 1 Gambar 7. Dimensi spesimen tarik... 5 Gambar 8. Spesimen uji tarik... 5 Gambar 9. Dimensi spesimen impact... 5 Gambar 1. Spesimen impact... 5 Gambar 11. Dimensi spesimen kekerasan... 6 Gambar 1. Spesimen kekerasan... 6 Gambar 13. Dimensi spesimen muai panjang... 6 Gambar 14. Spesimen muai panjang... 6 Gambar 15. Diagram alur penelitian... 8 Gambar 16. Foto mikro raw materials... 34 Gambar 17. Foto mikro spesimen quench... 34 Gambar 18. Foto mikro spesimen temper... 35 Gambar 19. Grafik kekerasan raw materials... 36 Gambar. Grafik kekerasan quench... 37 ix

Gambar 1. Grafik kekerasan temper... 38 Gambar. Grafik tegangan... 4 Gambar 3. Grafik perpanjangan dan reduksi penampang... 41 Gambar 4. Penampang patah uji tarik raw materials... 4 Gambar 5. Penampang patah uji tarik quench... 4 Gambar 6. Penampang patah uji tarik temper... 4 Gambar 7. Grafik impact EMS 45... 43 Gambar 8. Penampang patah impact raw materials... 44 Gambar 9. Penampang patah impact quench... 44 Gambar 3. Penampang patah impact temper... 45 Gambar 31. Grafik keliatan spesimen... 46 Gambar 3. Grafik muai panjang spesimen... 47 x

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Komposisi kimia EMS 45... 33 Tabel. Hasil pengujian kekerasan... 35 Tabel 3. Hasil pengujian tarik... 39 Tabel 4. Hasil pengujian impact... 43 Tabel 5. Hasil perhitungan keliatan spesimen impact... 45 Tabel 6. Hasil pengujian muai panjang... 47 xi

DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Hasil uji komposisi EMS 45... 54 Lampiran. Hasil uji kekerasan Vickers... 55 Lampiran 3. Grafik dan perhitungan pada hasil uji tarik spesimen raw materials 1... 56 Lampiran 4. Grafik dan perhitungan pada hasil uji tarik spesimen raw materials... 57 Lampiran 5. Grafik dan perhitungan pada hasil uji tarik spesimen raw materials 3... 58 Lampiran 6. Grafik dan perhitungan pada hasil uji tarik spesimen quench 1... 59 Lampiran 7. Grafik dan perhitungan pada hasil uji tarik spesimen quench... 6 Lampiran 8. Grafik dan perhitungan pada hasil uji tarik spesimen quench 3... 61 Lampiran 9. Grafik dan perhitungan pada hasil uji tarik spesimen temper 1... 6 Lampiran 1. Grafik dan perhitungan pada hasil uji tarik spesimen temper... 63 Lampiran 11. Grafik dan perhitungan pada hasil uji tarik spesimen temper 3... 64 Lampiran 1. Rekapitulasi hasil pengujian tarik... 65 Lampiran 13. Hasil pengujian impact... 66 Lampiran 14. Hasil penghitungan keliatan spesimen... 67 Lampiran 14. Hasil pengujian muai panjang... 68 Lampiran 15. Surat Penetapan Dosen Pembimbing Skripsi Mahasiswa... 69 Lampiran 16. Surat Tugas Panitia Ujian... 7 xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemakaian baja dalam kehidupan sehari-hari mensyaratkan faktor keuletan, kekerasan, tahan aus dan sebagainya. Peningkatan kualitas baja ini dapat dilakukan dengan cara penambahan unsur atau dengan melakukan perlakuan panas (heat treatment) pada baja. Poros engkol sebagai salah satu komponen dalam sebuah mesin yang berfungsi untuk menyalurkan tenaga dari satu bagian ke bagian yang lain dengan penerimaan beban yang beragam dalam siklus kerjanya. Pembebanan yang dialami poros engkol ini dapat berupa gaya tekan dari piston, gaya gesek pada bantalan connecting road, gaya puntir dari fly wheel dan kombinasi saat dilakukan pemindahan tranmisi sehingga poros harus dibuat dengan memperhatikan bebanbeban tersebut. Perlakuan panas pada baja memegang peranan penting dalam upaya meningkatkan kekerasan baja sesuai kebutuhan. Proses ini meliputi pemanasan baja pada suhu tertentu, dipertahankan pada waktu tertentu dan didinginkan pada media tertentu puia. Perlakuan panas mempunyai tujuan untuk meningkatkan keuletan, menghilangkan tegangan internal, menghaluskan butir kristal, meningkatkan kekerasan, meningkatkan tegangan tarik logam dan sebagainya. Tujuan ini akan tercapai seperti apa yang diinginkan jika memperhatikan faktor 1

yang mempengaruhinya, seperti suhu pemanasan dan media pendingin yang digunakan. Pengerjaan logam untuk mendapatkan komponen pada umumnya diawali dengan pengerjaan mesin yang kemudian diberikan perlakuan panas sebagai salah satu upaya untuk memperbaiki sifat dan kualitas komponen seperi annealing, normalizing, hardening atau tempering. Hardening merupakan proses pemanasan baja sampai suhu di daerah atau di atas daerah kritis disusul dengan pendinginan yang cepat yang dinamakan quench (Djafrie, 1995). Akibat proses hardening pada baja, maka timbul tegangan dalam (internal stresses), dan rapuh (brittles) yang menyebabkan baja tersebut belum cocok untuk segera digunakan sehingga baja tersebut perlu dilakukan proses lanjut yaitu temper. Atas dasar tujuan untuk memperbaiki sifat baja tersebut, maka peneliti memilih perlakuan panas temper dengan quenching media oli Mesran SAE W 5. Perubahan sifat baja dapat diketahui dengan cara melakukan pengujian tarik, kekerasan, impact dan muai panas. Penelitian ini memfokuskan pada baja EMS 45 sebagai bahan penelitian. B. Permasalahan Adapun yang menjadi permasalahannya adalah : 1. Bagaimanakah karakteristik sifat mekanis medium carbon steel (kekuatan tarik, impact, kekerasan dan muai panjang) akibat proses temper dengan quench media oli Mesran SAE W 5?

3. Bagaimanakah karakteristik sifat fisis (foto mikro) medium carbon steel akibat proses temper dengan quench media oli Mesran SAE W 5? C. Penegasan Istilah 1. Baja EMS 45 Baja EMS 45 merupakan jenis baja yang diproduksi oleh PT. BHINEKA BAJANAS dengan kandungan kimia sesuai dengan katalog,48 % C;,3% Si;,7% Mn.. Quenching Quenching merupakan proses pemanasan baja sampai suhu didaerah atau diatas daerah kritis disusul dengan pendinginan yang cepat (Djafrie, 1995). 3. Tempering Tempering adalah pemanasan kembali dari baja yang telah dikeraskan pada suhu dibawah suhu kritis yang disusul dengan pendinginan (Djaprie, 1989:148) untuk menghilangkan tegangan dalam (sisa) dari baja akibat proses quenching. 4. Karakteristik bahan Karakteristik bahan merupakan parameter yang diukur setelah dilakukan serangkaian pengujian bahan, meliputi karakteristik mekanis yang terdiri dari kekerasan, kekuatan tarik, impact, muai panjang dan karakteristik fisis yang berupa foto mikro spesimen.

4 D. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui karakteristik sifat mekanis (kekuatan tarik, impact, kekerasan dan muai panjang) akibat proses temper dengan quench media oli Mesran SAE W 5?. Untuk mengetahui karakteristik sifat fisis (foto mikro) medium carbon steel akibat proses temper dengan quench media oli Mesran SAE W 5? E. Manfaat Adanya penelitian mengenai pengaruh temper dengan quench media oli Mesran SAE W - 5 terhadap karakteristik medium carbon steel dapat diambil manfaat sebagai berikut : 1. Kontribusi terhadap pengetahuan tentang properties sifat fisis yaitu struktur mikro dan mekanis yaitu kekuatan tarik, ketangguhan, kekerasan dan muai panas pada bahan medium carbon steel yang dihasilkan dari proses temper dengan quench media oli Mesran SAE W 5.. Dapat membantu mengatasi masalah-masalah yang ada pada industri otomotif, khususnya yang berhubungan dengan elemen-elemen mesin dan poros. 3. Memberikan wawasan baru bagi perancangan poros engkol yang membutuhkan kekuatan bahan yang tinggi.

5 F. Sistematika Skripsi Sistematika skripsi ini terbagi menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Bagian pendahuluan berisi halaman judul, halaman pengesahan, abstrak, motto dan persembahan, prakata, daftar isi, daftar gambar, daftar tabel dan daftar lampiran.. Bagian isi skripsi terdiri dari Bab I Pendahuluan, meliputi latar belakang, permasalahan, tujuan, manfaat dan sistematika skripsi. Bab II Landasan Teori, meliputi baja karbon, quenching, tempering, pelumas, pengujian tarik, pengujian kekerasan, pengujian impact dan pengujian muai panjang. Bab III Metodologi Penelitian, meliputi desain penelitian, material spesimen, peralatan penelitian, alur penelitian, cara penelitian, tempat penelitian, teknik pengumpulan data dan analisis data. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, meliputi hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian. Bab V Penutup, meliputi simpulan dan saran dari hasil penelitian. 3. Bagian akhir skripsi berisi daftar pustaka dan lampiran.

BAB II LANDASAN TEORI A. Baja Karbon Baja merupakan salah satu jenis logam yang banyak digunakan dengan unsur karbon sebagai salah satu dasar campurannya. Di samping itu baja juga mengandung unsur-unsur lain seperti sulfur (S), fosfor (P), silikon (Si), mangan (Mn), dan sebagainya yang jumlahnya dibatasi. Sifat baja pada umumnya sangat dipengaruhi oleh prosentase karbon dan struktur mikro. Struktur mikro pada baja karbon dipengaruhi oleh perlakuan panas dan komposisi baja. Karbon dengan unsur campuran lain dalam baja membentuk karbid yang dapat menambah kekerasan, tahan gores dan tahan suhu baja. Perbedaan prosentase karbon dalam campuran logam baja karbon menjadi salah satu cara mengklasifikasikan baja. Berdasarkan kandungan karbon, baja dibagi menjadi tiga macam, yaitu : 1. Baja karbon rendah Baja kabon rendah (low carbon steel) mengandung karbon dalam campuran baja karbon kurang dari,3%. Baja ini bukan baja yang keras karena kandungan karbonnya yang rendah kurang dari,3%c. Baja karbon rendah tidak dapat dikeraskan karena kandungan karbonnya tidak cukup untuk membentuk struktur martensit (Amanto, 1999). 6

7. Baja karbon menengah Baja karbon sedang mengandung karbon,3%c,6%c (medium carbon steel) dan dengan kandungan karbonnya memungkinkan baja untuk dikeraskan sebagian dengan perlakuan panas (heat treatment) yang sesuai. Baja karbon sedang lebih keras serta lebih lebih kuat dibandingkan dengan baja karbon rendah (Amanto, 1999). 3. Baja karbon tinggi Baja karbon tinggi mengandung,6%c 1,5%C dan memiliki kekerasan tinggi namun keuletannya lebih rendah, hampir tidak dapat diketahui jarak tegangan lumernya terhadap tegangan proporsional pada grafik tegangan regangan. Berkebalikan dengan baja karbon rendah, pengerasan dengan perlakuan panas pada baja karbon tinggi tidak memberikan hasil yang optimal dikarenakan terlalu banyaknya martensit sehingga membuat baja menjadi getas. Sifat mekanis baja juga dipengaruhi oleh cara mengadakan ikatan karbon dengan besi. Menurut Schonmetz (1985) terdapat 3 bentuk utama kristal saat karbon mengadakan ikatan dengan besi, yaitu : 1. Ferit, yaitu besi murni (Fe) terletak rapat saling berdekatan tidak teratur, baik bentuk maupun besarnya. Ferit merupakan bagian baja yang paling lunak, ferrit murni tidak akan cocok digunakan sebagai bahan untuk benda kerja yang menahan beban karena kekuatannya kecil.. Karbid besi (Fe 3 C), suatu senyawa kimia antara besi dengan karbon sebagai struktur tersendiri yang dinamakan sementit. Peningkatan kandungan karbon

8 akan menambah kadar sementit. Sementit dalam baja merupakan unsur yang paling keras. 3. Perlit, merupakan campuran antara ferrit dan sementit dengan kandungan karbon sebesar,8%. Struktur perlitis mempunyai kristal ferrit tersendiri dari serpihan sementit halus yang saling berdampingan dalam lapisan tipis mirip lamel. Proses pengerasan pada baja karbon menengah akan memberikan hasil yang lebih optimal dibandingkan dengan baja karbon yang lain karena dengan kandungan karbon yang cukup banyak dapat membentuk martensit untuk menambah kekerasan baja. B. Quenching Proses pengerasan baja merupakan salah satu dari proses perlakuan panas yang bertujuan untuk meningkatkan kekerasan baja, hal ini dilakukan dengan memanaskan suatu baja karbon ke dalam daerah temperatur yang dianjurkan untuk pengerasan baja. Proses pengerasan baja dilakukan dalam tahap pengerjaan: 1. Pengerjaan pertama dalam pengerasan baja adalah memanaskan baja sampai pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur kritis (gambar 1). Suhu ini dipengaruhi oleh kandungan karbon. Berdasarkan kandungan karbon EMS 45 yang sebesar,45%, quenching dilakukan pada suhu 8 C.

9 Gambar 1. Diagram fasa Fe Fe 3 C Tujuan pemanasan adalah untuk mengubah baja dari keadaan normal dan tipe struktur perlit lunak ke struktur larutan padat yang disebut austenit. Pemanasan harus dilakukan secara bertahap (preheating) dan perlahan-lahan untuk memperkecil deformasi ataupun resiko retak. Setelah temperatur pengerasan (austenitizing) tercapai, ditahan dalam selang waktu tertentu (holding time).. Pengerjaan kedua adalah baja yang dipanaskan tersebut kemudian didinginkan secara cepat (quenching). Pada dasarnya pengerjaan kedua dalam pengerasan baja adalah mendinginkan atau melindungi suatu perubahan austenit dari pendinginan lain sampai temperatur mendekati 79 C. Jika berhasil mendinginkan austenit sampai 79 C akan mengubah dengan cepat ke suatu struktur yang keras dan relatif rapuh yang dikenal martensit. Martensit adalah

1 fasa metastabil terbentuk dengan laju pendinginan cepat. Martensit yang keras mempunyai susunan kristal BCT (Body Centred Tetragonal). Kekerasan yang dapat dicapai dalam proses pengerasan akan tergantung dari kandungan karbon, temperatur pemanasan, sistem pendinginan serta bentuk dan ketebalan bahan (Amanto, 1999:77). C. Tempering Tempering adalah pemanasan kembali dari baja yang telah dikeraskan pada suhu dibawah suhu kritis yang disusul dengan pendinginan (Djaprie, 1989:148) untuk menghilangkan tegangan dalam (sisa) dari baja akibat proses quenching. Melalui temper, kekerasan, dan kerapuhan dapat diturunkan sampai memenuhi persyaratan. Kekerasan turun, kekuatan tarik akan turun, sedang keuletan dan ketangguhan akan meningkat (Djafrie, 1985). Proses temper dimungkinkan karena struktur martensit yang tidak stabil. Proses ini akan menyebabkan martensit berubah menjadi troosit atau sorbit sesuai dengan suhu penemperannya. Troosit dan sorbit tersebar halus dalam bentuk karbid pada lapisan ferrit. Temperatur pemanasan pada proses tempering memiliki beberapa tingkatan : 1. Tempering suhu rendah Tempering ini mempunyai suhu pemanasan 15 3 C. Proses ini tidak akan menghasilkan penurunan kekerasan yang berarti. Tempering ini hanya untuk mengurangi tegangan-tegangan kerut dan kerapuhan dari baja.

11. Tempering suhu menengah Tempering ini mempunyai suhu pemanasan 3-55 C. Tempering pada suhu sedang bertujuan untuk menambah keuletan dan sedikit menurunkan kekerasannya. Peningkatan suhu temper akan mempercepat penguraian martensit dan kira-kira pada suhu 315 C perubahan fase menjadi martensit temper berlangsung dengan cepat. 3. Tempering pada suhu tinggi Tempering ini mempunyai suhu pemanasan 55-65 C. Tempering suhu tinggi bertujuan memberikan daya keuletan yang besar dan sekaligus kekerasannya menjadi agak rendah. Tingginya suhu penemperan dan holding time pada benda kerja tergantung pada jenis dan kekerasan baja yang dikehendaki. Semakin tinggi dan semakin lama holding time yang diberikan, semakin banyak terbentuk trosit dan sorbit sehingga kekerasan menjadi lebih rendah, keuletannya bertambah. Proses pendinginan temper dalam tempering umumnya bersifat alami yaitu pendinginan benda kerja pada udara terbuka. Tempering pada penelitian ini dilakukan pada suhu 6 C untuk mendapatkan keuletan spesimen yang maksimal. D. Pelumas Kemampuan suatu jenis media pendingin dalam mendinginkan spesimen bisa berbeda-beda. Perbedaan kemampuan mendinginkan media pendingin disebabkan oleh temperatur, kekentalan, kadar larutan dan bahan dasar media pendingin. Pelumas adalah minyak yang mempunyai sifat untuk selalu melekat

1 dan menyebar pada permukaan-permukaan yang bergesekan, sehingga membuat pengausan dan kenaikan suhu kecil sekali (Soedjono, 1978). Viskositas oli, dan bahan dasar oli membawa pengaruh dalam mendinginkan spesimen. Bahan dasar minyak dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu minyak yang berasal dari hewan diperoleh dengan cara merebus atau memasak tulangbelulang atau lemak babi, minyak pelumas dari tumbuhan dan minyak pelumas mineral diperoleh dengan cara penyulingan (destilasi) minyak bumi secara bertahap. Minyak pelumas sintetik merupakan campuran beberapa organik, terutama hidro karbon. Dalam minyak bumi mengandung parafin (C n H n ), siklik parafin naftena (C n H n ) dan aromatik (C n H n ), jumlah susunan tergantung jumlah minyaknya. Dalam perdagangan ada dua macam viskositas, misalnya SAE dan SAE W. SAE W tidak begitu peka terhadap temperatur, sedangkan oli SAE peka terhadap temperatur (Suyanto, 1989 : 41). Indek kekentalan diikuti huruf W yang menunjukkan kekentalan pada suhu C, sedangkan kekentalan yang tidak diikuti huruf W menyatakan kekentalan pada suhu 1 C, dengan adanya perkembangan teknologi lebih dari satu tingkat klasifikasi viskositasnya yang dikenal dengan minyak pelumas multigrande. Penulisan angka viskositas misalnya SAE W 5 dengan maksud standar olinya SAE pada suhu C dan standar sampai SAE 5 pada suhu 1 C, sehingga minyak pelumas ini bila digunakan di lingkungan suhu dingin akan bersikap sebagai pelumas SAE W

13 sedangkan bila digunakan dilingkungan suhu panas akan bersikap sebagai minyak pelumas SAE 5W. Penggunaan pelumas sebagai media pendingin dalam proses perlakuan akan menyebabkan timbulnya lapisan karbon pada bagian permukaan spesimen yang akan mempengaruhi sifat mekanis spesimen. Tingkat lapisan ini tergantung pada laju shear, yaitu kecepatan tiap tebal film pelumas. Kerusakan pada zat aditif pelumas karena peningkatan temperatur dapat menyebabkan terjadinya penurunan ketebalan lapisan karbon saat pelumas digunakan sebagai media pendingin. Penggunaan pelumas Mesran SAE W 5 pada sebagian besar kendaraan bermotor mendorong peneliti untuk menggunakannya sebagai media pendingin pada quenching. E. Pengujian Tarik Pembebanan tarik merupakan suatu pembebanan pada benda dengan memberikan gaya yang berlawanan pada benda dengan arah menjauh dari titik tengah, atau dengan memberikan gaya pada salah satu ujung benda dan ujung lainnya diikat. Pengujian tarik dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat mekanis suatu logam dan paduannya. Pengujian ini paling sering dilakukan karena merupakan dasar pengujian-pengujian dan studi mengenai kekuatan bahan. Akibat dari penarikan gaya terhadap bahan adalah perubahan bentuk (deformasi) bahan, yaitu pergeseran butiran kristal logam hingga terlepasnya ikatan kristal tersebut karena gaya maksimum.

14 Proses terjadinya deformasi pada bahan hingga putus, dapat dievaluasi melalui tahapan pembebanan tarik. Hasil pengukuran dari pengujian tarik adalah suatu kurva yang memberikan hubungan antara gaya yang dipergunakan dan perpanjangan yang dialami oleh spesimen. σ u σ f σ y Gambar. Contoh hasil pengujian tarik Sifat mekanik pertama yang dapat diketahui berdasarkan kurva pengujian tarik yang dihasilkan adalah kekuatan tarik maksimum yang diberi simbol σ u. simbol u didapat dari kata ultimate yang berarti puncak. Jadi besarnya kekuatan tarik ditentukan oleh tegangan maksimum yang diperoleh dari kurva tarik. Tegangan maksimum ini diperoleh dari : P u σ u =... (1) A o

15 dimana P u = beban maksimum (kg) A o = luas penampang awal (mm ) Pada awal pemberian pembebanan, kurva tegangan regangan memberikan grafik dengan garis yang menunjukkan kesepadanan antara tegangan dan regangan bahan. Artinya bahan ini tetap berada pada keadaan proporsional. Penghentian pembebanan pada kondisi ini akan mengembalikan bahan ke bentuk yang semula karena masih dalam batas deformasi elastis. Pada kurva tarik baja karbon rendah batas ini mudah terlihat, tetapi pada bahan lain batas ini sukar sekali untuk diamati oleh karena daerah linier dan tidak linier bersambung secara kontinyu. Oleh karena itu untuk menentukan titik luluh diambil dengan metoda off set yaitu suatu metoda yang menyatakan bahwa titik luluh adalah suatu titik pada kurva yang menyatakan dicapainya regangan plastis sebesar, %. a b c d Gambar 3. Diagram Tegangan Regangan a. Bahan tidak ulet, tidak ada deformasi plastis misalnya besi cor b. Bahan ulet dengan titik luluh misalnya pada baja karbon rendah c. Bahan ulet tanpa titik luluh yang jelas misalnya alumunium. Diperlukan metode off set untuk mengetahui titik luluhnya d. Kurva tegangan regangan sesungguhnya.

16 Batas kesepadanan tegangan regangan ditandai dengan berubahnya bentuk kurva yang tidak lagi menunjukkan adanya kesepadanan antara tegangan dengan regangan. Jarak antara titik awal pemberian beban sampai pada batas ini disebut dengan regangan yang dirumuskan dengan : Δ L e =,... () Lo dimana e = regangan bahan Batas elastis mengenal dengan adanya modulus elastsisitas atau modulus Young, suatu sifat yang menyatakan kekakuan dari suatu bahan yang didalam kurva tarik. Sifat ini menyatakan hubungan yang linier dari tegangan dan regangan dimana berlaku persamaan : E = e σ,... (3) dimana E = modulus Young σ = tegangan. Pemberian beban tarik pada pengujian tarik mengakibatkan terjadinya perpatahan pada bahan. Sifat mekanis lain yang dapat diketahui dari pengujian tarik adalah reduksi penampang atau reduction of area pada saat patah. Sifat ini dinyatakan dengan persamaan : q = (A o - A A o f ),... (4) dimana A o = luas penampang awal (mm ) A f = luas penampang patah (mm ) q = reduksi penampang

17 Saat spesimen uji tarik mengalami perpatahan akan terbentuk suatu penampang patah. Menurut bentuknya jenis perpatahan dapat berbentuk simetri, kerucut mangkok (cup cone), rata dan tak teratur. Sedangkan berdasarkan teksturnya dapat berupa silky (seperti sutera), butir halus, butir kasar atau granular, berserat (fibrous), kristalin, glassy (seperti kaca) dan pudar. (a) Flat granular (b) Cupcone (c) Partial cup-cone Silky (d) Star fracture (c) Irregular fibrous Gambar 4. Bentuk patahan pada pengujian tarik F. Pengujian Kekerasan Proses pengujian kekerasan logam dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bahan terhadap pembebanan dalam perubahan yang tetap, ketika gaya tertentu diberikan pada suatu benda uji. Harga kekerasan bahan tersebut dapat dianalisis dari besarnya beban yang diberikan terhadap luasan bidang yang menerima pembebanan. Secara garis besar terdapat tiga metode pengujian kekerasan logam yaitu penekanan, goresan, dan dinamik. Proses pengujian yang mudah dan cepat dalam memperoleh angka kekerasan yaitu dengan metode penekanan. Dikenal ada tiga jenis metode penekanan, yaitu : Rockwell, Brinnel, Vickers yang masing-masing memiliki perbedaan dalam cara menentukan angka kekerasannya. Metode Brinell

18 dan Vickers menentukan angka kekerasannya dengan menitikberatkan pada penghitungan kekuatan bahan terhadap daya luas penampang yang menerima pembebanan, sedangkan pada metode Rockwell ditentukan dengan menitikberatkan pada kedalaman indentor pada benda uji. Prinsip pengujian Brinell sama dengan pengujian Vickers, hanya pada pengujian Vickers digunakan indentor yang berbentuk piramid dengan alas bujur sangkar yang bersudut puncak antara dua sisi yang berhadapan sebesar 136. Sudut ini dipilih karena nilai tersebut mendekati sebagian besar nilai perbandingan yang diinginkan antara diameter lekukan dan diameter bola penekan pada pengujian Brinell. Pengujian kekerasan Vickers banyak dilakukan pada penelitian karena hasil dari pengukuran kekerasan Vickers tidak tergantung pada besarnya gaya tekan seperti pada pengujian Brinell, jadi dengan gaya yang berbeda-beda akan tetap akan diperoleh nilai kekerasan yang sama (Suherman : 1987). Pengujian kekerasan Vickers dapat digunakan untuk mengukur nilai kekerasan pada benda yang sangat lunak sampai pada benda yang sangat keras, juga akan menghasilkan nilai kekerasan yang relatif kontinyu untuk suatu beban tertentu. Angka kekerasan Vickers (VHN) didefinisikan sebagai beban dibagi luas permukaan lekukan (Djaprie : 1987). Pada praktiknya luas ini dihitung dari pengukuran mikroskopik panjang diagonal jejak. VHN dapat dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut:

19 ( α ) Psin 1,854P VHN = =... (5) d d dimana P = Beban yang diberikan (kg) d = Panjang diagonal bekas injakan (mm) α = Sudut puncak indentor (136 o ) Gambar 5. Prinsip pengujian kekerasan Vickers G. Pengujian Impact Baja karbon yang biasanya bersifat ulet dapat diubah menjadi getas bila berada kondisi tertentu. Menurut G. E. Diater (1988), terdapat tiga faktor dasar yang mendukung terjadinya patah getas, keadaan tegangan tiga sumbu, suhu rendah dan laju regangan tinggi atau laju pembebanan yang cepat. Ketiga faktor tersebut tidak harus ada secara bersamaan pada waktu terjadi patah getas sehingga untuk menentukan kepekaan bahan terhadap patah getas, sering kali digunakan pengujian impact.

Tujuan utama pengujian impact ialah untuk mengukur kegetasan bahan atau juga keliatan bahan terhadap beban tiba-tiba dengan cara mengukur perubahan energi potensial sebuah palu godam yang dijatuhkan pada ketinggian tertentu. Perbedaan tinggi ayunan palu godam merupakan ukuran energi yang diserap oleh benda uji. Besar energi yang diserap tergantung pada keuletan bahan uji. Bahan yang ulet menunjukkan nilai impact yang besar. Benda uji disiapkan secara khusus, ukuran dan bentuknya ditentukan sesuai standart. Jenis pengujian impact yang dikenal ada dua macam, yaitu dengan metode Izod dan Charpy. Pengujian impact berdasarkan prinsif hukum kekekalan energi yang menyatakan jumlah energi mekanik konstan. Gambar 6 menunjukkan palu godam dilepas dengan ketinggian H 1 dari pusat benda uji yang bersudut α dan setelah menabrak benda uji palu mengayun sampai ketinggian H dari pusat benda uji yang bersudut β. Pada kondisi ini besar tenaga kinetik Ek 1 dan Ek sama dengan nol karena kecepatan V 1 dan V sama dengan nol yaitu berada pada kondisi berhenti. Besarnya tenaga potensial Ep 1 =mgh 1 dan tenaga potensial Ep =mgh. Jadi tenaga yang diserap benda uji atau tenaga untuk mematahkan benda uji yaitu, W = Ep 1 Ep W = GR (cos β - cos α) J... (6)

1 Gambar 6. Prinsip pengukuran pengujian ketangguhan. Nilai impact bahan (K) merupakan hasil bagi tenaga untuk mematahkan benda uji (Joule) dengan luas penampang patah benda uji (mm ), dirumuskan dengan : W K =... (7) A dimana W = energi terserap (J) G = massa berat palu godam (kg) R = jarak titik pusat ke titik berat palu godam (m) α = sudut jatuh dalam β = sudut ayun dalam K = nilai pukulan takik (J/mm ) A = luas penampang batang semula dibawah takikan (mm ) Luas penampang patah pada hasil pengujian impact menjadi salah satu metode dalam menentukan keliatan bahan, dirumuskan dengan : A Keliatan = d 1%... (8) A dimana A d = luas penampang liat (mm ) b A b = luas penampang getas (mm )

Perbedaan pada struktur bahan dapat menyebabkan perbedaan pada bentuk patahan hasil impact. Sifat peretakan dapat terjadi dalam tiga bentuk : 1. Keretakan getas atau keretakan bersuara, adalah rata dan mempunyai permukaan yang kilap. Kalau potongan potongannya kita sambungkan lagi ternyata keretakan atau kepatahan itu tidak diikuti dengan deformasi bahan, tipe ini mempunyai pukulan takik yang rendah.. Patahan liat atau patahan perubahan bentuk, patah ini mempunyai permukaan yang tidak rata dan tampak seperti bludru, buram dan berserat, tipe ini mempunyai pukulan yang tinggi. 3. Patahan campuran, patahan yang sebagian getas sebagian liat, patahan ini terjadi paling banyak. H. Pengujian Muai Panjang Pada suhu K atom-atom suatu bahan tidak bergerak dan jarak antar atom tetap. Apabila suhu dinaikkan, peningkatan energi memungkinkan atomatom bergetar pada jarak antar atom rata-rata yang lebih besar, hal ini menghasilkan pemuaian pada bahan tersebut. Valensi ion juga berpengaruh pada jarak antar atom. Pelepasan elektron pada sebuah atom menyebabkan berkurangnya jarak antar atom. Banyaknya jumlah atom yang berdekatan mampu meningkatkan gaya tolak menolak elektron sehingga jarak antar atom juga meningkat. Energi ikatan antar atom suatu bahan seperti logam dipengaruhi oleh bentuk struktur kristalnya. Struktur kristal tertentu mempunyai ikatan yang kuat daripada struktur kristal yang lain atau sebaliknya. Perubahan keadaan padat pada

3 struktur logam dapat terjadi dengan adanya perlakuan panas sehingga memungkinkan untuk mengubah sifat muai logam dengan adanya perlakuan panas tersebut. Prinsip pengukuran dilatometer adalah perubahan panjang benda uji karena kenaikan suhu benda uji diteruskan secara mekanik ke inductive displacement tranducer. Perubahan yang ditampilkan pada display bukanlah harga perubahan panjang yang sebenarnya, hal ini disebabkan oleh batang penekan dan penumpu benda uji yang juga ikut memuai. Selain itu juga dipengaruhi oleh kecepatan pemanasan dan atmosfer di sekitar. Untuk mendapatkan perubahan benda uji yang sebenarnya (absolut) diperlukan kalibrasi pengukuran. Kalibrasi dilakukan pada kondisi pengukuran yang sama dengan keadaan pengukuran benda uji dan dilakukan dengan menggunakan benda uji standar yang sudah diketahui koefisien muai panasnya, dirumuskan dengan : ΔL koreksi = L f pengukuran material standar (α L ΔT) material standar ΔL spesimen = L f pengukuran ΔL koreksi... (9)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental yang dilakukan di laboratorium teknik dengan penekanan pada karakteristik mekanik (kekuatan tarik, kekerasan, muai panjang, impact) dan fisis (struktur mikro) bahan. Kategori rancangan percobaan yang dipilih adalah Pre-Eksperimental Designs bertipe Static Group Comparations, jadi ada kelompok percobaan/eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen terdiri dari spesimen yang telah mengalami perlakuan panas yaitu spesimen temper dan spesimen quench, masing-masing kelompok berjumlah 3 spesimen. Eksperimen untuk kelompok kontrol (raw materials) dilakukan sebagai pembanding, bagaimanakah perbedaan yang terjadi antara material yang telah mengalami temper dan quench dengan material yang tidak mengalami perlakuan panas (raw materials). B. Material Spesimen Penelitian ini menggunakan medium carbon steel EMS 45 produksi PT BHINEKA BAJANAS sebagai bahan penelitian. Bahan ini dibentuk menjadi spesimen kekuatan tarik, ketangguhan, muai panjang dan kekerasan. 1. Dimensi spesimen pengujian tarik Dimensi spesimen pengujian tarik berdasarkan standard ASTM E8, A 48. 4

5 Gambar 7. Dimensi spesimen uji tarik Gambar 8. Spesimen uji tarik. Dimensi spesimen pengujian impact Dimensi spesimen pengujian impact berdasarkan standard ASTM E3 Gambar 9. Dimensi spesimen impact Gambar 1. Spesimen impact 3. Dimensi spesimen pengujian kekerasan Dimensi spesimen pengujian kekerasan menggunakan tabung silindris dengan tebal 1 mm.

6 Gambar 11. Dimensi spesimen kekerasan 4. Spesimen muai panjang Gambar 1. Spesimen kekerasan Dimensi spesimen pengujian impact berdasarkan standard ASTM E8 Gambar 13. Dimensi spesimen muai panjang Gambar 14. Spesimen muai panjang

7 C. Peralatan Penelitian Peralatan penelitian berupa sarana peralatan yang digunakan dalam pembuatan spesimen maupun pengambilan data. Alat-alat yang digunakan antara lain : 1. Mesin bubut. Mesin frais 3. Mesin uji komposisi 4. Dapur pemanas 5. Mesin uji tarik 6. Mesin uji kekerasan 7. Mesin uji impact 8. Mesin uji muai panjang 9. Jangka sorong D. Alur Penelitian dibawah ini: Secara garis besar, penelitian ini dapat digambarkan seperti bagan

8 Medium Carbon Steel Uji komposisi Pembuatan spesimen Raw Materials Quenching Tempering Uji tarik Uji kekerasan Uji muai panjang Uji impact Pembahasan dan analisis data Simpulan Gambar 15. Diagram alur penelitian

9 E. Cara Penelitian 1. Pembuatan spesimen Pembuatan spesimen tarik dan kekerasan dengan menggunakan mesin bubut konvensional, sedangkan pada pembuatan spesimen impact dan muai panjang menggunakan menggunakan mesin skrap konvensional. Pada tahapan akhir pengerjaan spesimen dilakukan penghalusan.. Proses Pemanasan Pemanasan diawali dengan persiapan bahan dan dapur pemanas. Pemanasan dilakukan dengan menggunakan dapur listrik. Spesimen quenching dipanaskan pada 8 C sedangkan pada proses tempering diatur pada suhu 6 C. 3. Proses Quenching Proses quenching dilakukan dengan cara mendinginkan semua spesimen yang telah dipanaskan pada suhu 8 C kedalam oli Mesran SAE W 5 secara kejut. 4. Proses Tempering Proses tempering dilakukan dengan cara memanaskan kembali spesimen temper pada suhu 6 C kedalam oven kemudian didinginkan secara alami pada udara terbuka. 5. Pengujian spesimen Pengujian spesimen ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik material hasil quenching dan tempering suhu 6 C serta raw materials. Setiap pengujian kelompok spesimen yang digunakan adalah 3 buah.

3 F. Tempat Penelitian Pembuatan spesimen dilakukan di laboratorium produksi jurusan Teknik Mesin Universitas Negeri Semarang. Uji komposisi dilakukan di PT. ITOKOH CEPERINDO Klaten. Pemanasan spesimen dilakukan di laboratorium pengecoran SMK Negeri 7 semarang. Pengujian spesimen tarik, spesimen impact, kekerasan, foto mikro dan makro dilakukan di Laboratorium Bahan Diploma Teknik Mesin Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, sedangkan pengujian muai panjang dilaksanakan di laboratorium bahan jurusan Teknik Mesin Universitas Negeri Semarang. G. Teknik Pengumpulan Data Penelitian akan menghasilkan data-data yang dalam pencatatannya dimasukkan dalam lembar penelitian. Lembar penelitian ini dikelompokkan berdasarkan jenis pengujian spesimen, dengan menggunakan lembar pengamatan tersebut diharapkan penelitian yang dilakukan dapat berjalan dengan tertib dan data yang didapat tercatat dengan baik. Lembar penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Tabel 1. Lembar Pengamatan Uji Tarik Spesimen P u A σ u σ y L o L f e d o d f q

31 Tabel. Lembar Pengamatan Pengujian Kekerasan Spesimen P d α VHN Tabel 3. Lembar Pengamatan Uji Ketangguhan Spesimen α β R G W A K Tabel 4. Lembar Pengamatan Keliatan Spesimen A d A b Keliatan Tabel 5. Lembar Pengamatan Uji Muai Panjang Spesimen α L Cu ΔT ΔL Cu ΔL koreksi ΔL spesimen ΔL spesimen

3 H. Analisis Data Teknik analisis data yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan data deskriptif yang dilakukan dengan cara melukiskan dan merangkum pengamatan dari penelitian yang dilakukan. Data yang dihasilkan digambarkan secara grafis dalam histogram atau poligon. Pengujian struktur mikro dilakukan dengan cara pengamatan, yaitu membandingkan hasil foto struktur mikro sehingga dapat dianalisis mengenai struktur, ukuran dan bentuk butiran dari masing-masing kelompok perlakuan. Foto makro bentuk penampang patahan juga dapat dianalisis bentuk dan perambatan retak masing-masing perlakuan.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil dalam penelitian ini berupa data angka, gambar, grafik dan foto-foto penelitian. Pengujian komposisi dilakukan untuk mengetahui kandungan unsur dalam material dan memastikan bahwa material penelitian yang digunakan dalam golongan medium carbon steel. 1. Hasil uji komposisi Unsur-unsur yang terkandung dalam baja akan mempengaruhi sifat-sifat mekanis dan fisis dari baja yang bersangkutan. Jenis-jenis baja umumnya ditentukan berdasarkan kandungan unsur karbon yang terkandung dalam material baja tersebut. Tabel berikut ini menunjukkan data komposisi kimia unsur-unsur yang ada dalam material spesimen. Berdasarkan kandungan karbon dalam material dapat disimpulkan bahwa material yang digunakan tergolong medium carbon steel dengan kadar karbon,45 %. Berikut tabel kandungan unsur kimia dalam material secara lengkap. Tabel 1. Komposisi kimia EMS 45 Kandungan Kandungan No Unsur Kimia No Unsur Kimia (% berat) (% berat) 1 Fe 98,41 9 Mo,4 C,453 1 Cu,4 3 Si,3 11 Al, 33

34 4 Mn,693 1 Nb,1 5 P,17 13 V, 6 S,93 14 W,4 7 Ni,473 15 Ti, 8 Cr,113. Hasil foto mikro spesimen Pengujian foto mikro bertujuan untuk mengetahui struktur yang terkandung dalam spesimen penelitian. Struktur mikro yang berbeda akan memberikan pengaruh yang berbeda pada sifat mekanis bahan. Bentuk penampang mikro untuk tiap jenis spesimen dengan perbesaran kali adalah sebagai berikut : Ferrit Perlit Gambar 16. Foto mikro raw materials Ferrit Perlit Gambar 17. Foto mikro spesimen quench

35 Ferrit Perlit Gambar 18. Foto mikro spesimen temper 3. Hasil pengujian kekerasan Proses pengujian kekerasan logam dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bahan terhadap pembebanan dalam perubahan yang tetap, ketika gaya tertentu diberikan pada suatu benda uji. Pengujian kekerasan dalam penelitian ini dilakukan berurutan pada jarak awal,1 mm dari tepi menuju ke tengah dengan jarak antar titik, mm sejauh 1.1 mm. Data hasil pengujian ini dikelompokkan menjadi kelompok, yaitu data untuk spesimen raw materials dan data pengujian spesimen quench dan temper. Secara umum, hasil pengujian kekerasan yang didapat dari pengujian terlihat dalam tabel berikut ini. Tabel. Hasil pengujian kekerasan Jarak titik (mm),1,3,5,7,9 1,1 VHN Raw materials 171,5 166,1 165,8 166,7 166,1 164,4 Quench 63,7 6,3 53,5 4,7 37,7 37,7 Temper 6,8 53,8 43,8 37,7 37,7 37,7

36 Tabel di atas jika disajikan dalam bentuk diagram garis seperti pada gambar berikut ini: GRAFIK KEKERASAN RAW MATERIALS 174 17 171.5 17 VHN 168 166 166.1 165.8 166.7 166.1 164 164.4 16 16.1.3.5.7.9 1.1 Jarak Titik (mm) Gambar 19. Grafik kekerasan raw materials Berdasarkan pada hasil pengujian kekerasan yang digambarkan dalam grafik distribusi kekerasan raw materials di atas menunjukkan besarnya kekerasan vickers pada raw materials jarak,1 mm sebesar 171,5; jarak,3 mm sebesar 166,4; jarak,5 mm sebesar 165,8; jarak,7 mm sebesar 166,7; jarak,9 mm sebesar 166,1 dan pada jarak 1,1 sebesar 164,4.

37 GRAFIK KEKERASAN QUENCH 7 63.7 6 6.3 53.5 5 VHN 4 4.7 37.7 37.7 3.1.3.5.7.9 1.1 Jarak titik (mm) Gambar. Grafik kekerasan quench Berdasarkan pada hasil pengujian kekerasan yang digambarkan dalam grafik distribusi kekerasan quench di atas menunjukkan besarnya kekerasan vickers pada spesimen quench jarak,1 mm sebesar 63,7; jarak,3 mm sebesar 6,3; jarak,5 mm sebesar 53,5; jarak,7 mm sebesar 4,7; jarak,9 mm sebesar 37,7 dan pada jarak 1,1 sebesar 37,7. Terhadap raw materials kenaikan kekerasan pada tiap titik pada spesimen quench berturut-turut sebesar 53,76%; 56,71%; 5,9%; 44,39%; 43,11%; 4,59%

38 GRAFIK KEKERASAN TEMPER 65 6 58.7 55 53.8 VHN 5 45 43.8 4 37.7 37.7 37.7 35 3 5.1.3.5.7.9 1.1 Jarak Titik (mm) Gambar 1. Grafik kekerasan temper Berdasarkan pada hasil pengujian kekerasan yang digambarkan dalam grafik distribusi kekerasan temper di atas menunjukkan besarnya kekerasan vickers pada spesimen temper jarak,1 mm sebesar 6,8; jarak,3 mm sebesar 53,8; jarak,5 mm sebesar 43,8; jarak,7 mm sebesar 37,7; jarak,9 mm sebesar 37,7 dan pada jarak 1,1 sebesar 37,7. Kenaikan terhadap raw materials masingmasing titik berturut-turut sebesar 5,85 %; 5,8%; 47,4%; 4,59%; 43,11%; 44,59%. Kekerasan spesimen temper ini mengalami penurunan jika dibandingkan dengan spesimen quench masing-masing titik berturut-turut sebesar 1,9%;,5%; 3,83%; 1,5%; %; %.

39 4. Hasil pengujian tarik Pengujian tarik dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat mekanis dari spesimen dalam penelitian ini. Hasil pengujian tarik terdiri dari tiga parameter yaitu parameter kekuatan tarik (ultimate strength), parameter kekuatan luluh (yield strength) dan parameter keuletan yang ditunjukkan oleh besarnya regangan serta bentuk penampang patah yang terjadi. Hasil pengujian tarik terlihat dalam grafik uji tarik pada setiap spesimen. Data hasil pengujian ini dikelompokkan menjadi kelompok, yaitu data untuk spesimen raw materials dan data pengujian spesimen quench dan temper, masingmasing data pada kelompok spesimen diambil rata-rata hasil pengujian. Secara umum hasil pengujian diatas jika disajikan dalam tabel dibawah ini. Tabel 3. Hasil pengujian tarik Spesimen Raw materials Quench Temper Teg. Max (kg/mm ) Teg. Luluh (kg/mm ) Perpanjangan (%) Reduksi Penampang (%) 67,74 43,44 1.38% 46,74% 86,44 63,41 1.87% 38,67% 8,1 59,3 14.5% 4,7% Tabel di atas jika disajikan dalam bentuk diagram garis seperti pada gambar berikut ini:

4 GRAFIK TEGANGAN SPESIMEN 95. Tegangan (kg/mm ) 85. 75. 65. 55. 67.74 86.44 63.41 8.1 59.3 Teg. Max Teg. Luluh 45. 43.44 35. Raw Materials Quench Temper Gambar. Grafik tegangan Berdasarkan pada hasil pengujian kekuatan tarik yang digambarkan dalam grafik tegangan di atas menunjukkan kekuatan tarik material baja EMS 45 sebesar 67,74 kg/mm. Spesimen quench mempunyai tegangan maksimum sebesar 86,44 kg/mm atau mengalami kenaikan sebesar 7,61 % terhadap raw materials. Spesimen temper mempunyai tegangan maksimum sebesar 8,1 kg/mm atau mengalami kenaikan sebesar 18,7 % terhadap raw materials tetapi mengalami penurunan sebesar 7,3 % dibandingkan spesimen quench. Berdasarkan grafik tegangan luluh di atas menunjukkan bahwa tegangan luluh terbesar terjadi pada spesimen quench yaitu sebesar 63,41 kg/mm atau mengalami kenaikan sebesar 45,99 % terhadap raw materials. Tegangan luluh sebesar 59,3 kg/mm pada spesimen temper menggambarkan adanya penurunan sebesar 6,9 % terhadap spseimen quench tetapi mengalami kenaikan 4,59 % terhadap raw materials yang hanya sebesar 43,44 kg/mm.

41 Grafik Perpanjangan dan Reduksi Penampang 5.% 46.74% 45.% 4.% 38.67% 4.7% 35.% 3.% 5.% Perpanjangan Reduksi penampang.% 15.% 1.% 1.38% 1.87% 14.5% 5.%.% Raw Materials Quench Temper Gambar 3. Grafik perpanjangan dan reduksi penampang Berdasarkan pada hasil pengujian kekuatan tarik yang digambarkan dalam grafik perpanjangan dan reduksi penampang di atas menunjukkan perpanjangan minimum hasil pengujian spesimen EMS 45 terjadi pada spesimen quench sebesar 1,87 %. Peningkatan sebesar 33,34 % terhadap spesimen quench terjadi pada spesimen temper dengan perpanjangan yang sebesar 14,5 %, raw materials baja EMS 45 mempunyai perpanjangan sebesar 1,38 %. Berdasarkan grafik reduksi penampang di atas menunjukkan reduksi penampang raw materials baja EMS 45 sebesar 46,74 %. Spesimen quench mempunyai reduksi penampang sebesar 38,67 % atau mengalami penurunan sebesar 17,7 % sedangkan spesimen temper mengalami penurunan reduksi penampang sebesar 9,55 % dibandingkan raw materials dengan reduksi penampang sebesar 4,7 %.

4 Pengujian tarik berakhir dengan terjadinya perpatahan pada spesimen. Dari hasil pengujian yang telah dilakukan terdapat perbedaan pada bentuk penampang patah pada raw materials, quench dan temper. Spesimen raw materials dan quench dengan pembesaran kali memberikan gambaran bentuk patahan jenis partial cup cone. Perbedaan diantara keduanya terletak pada tekstur spesimen quench yang cenderung lebih halus. Spesimen temper mempunyai bentuk patahan cup cone dengan butir yang halus. Bentuk penampang patah untuk tiap jenis spesimen seperti gambar dibawah ini. Final Fracture Initial Crack Gambar 4. Penampang patah uji tarik raw materials Final Fracture Initial Crack Gambar 5. Penampang patah uji tarik quench Initial Crack Final Fracture Gambar 6. Penampang patah uji tarik temper

43 5. Hasil pengujian impact Pengujian impact bertujuan untuk mengukur kegetasan bahan atau keuletan bahan terhadap beban tiba-tiba dengan cara mengukur perubahan energi potensial sebuah palu godam yang dijatuhkan pada ketinggian tertentu. Data hasil pengujian ini dikelompokkan menjadi kelompok, yaitu data untuk spesimen raw materials dan data pengujian spesimen quench dan temper. Secara umum, hasil pengujian impact yang didapat dari pengujian terlihat dalam data berikut ini. Tabel 4. Hasil pengujian impact Spesimen Impact (J/mm ) Raw materials 1,56 Quench 1,583 Temper 1,65 gambar berikut. Data di atas jika disajikan dalam bentuk diagram garis seperti pada GRAFIK IMPACT EMS 45 1.64 1.6 1.65 Harga Impcat (J/mm ) 1.6 1.58 1.56 1.54 1.56 1.583 1.5 Raw Materials Quench Temper Gambar 7. Grafik impact EMS 45