BAB I PENDAHULUAN. dewasa dalam berbagai hal, termasuk dalam urusan seks. Bandung sebagai

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. biasanya seseorang menjadi mahasiswa pada kisaran usia tahun. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa-masa peralihan dari masa kanak-kanak. menuju masa dewasa. Pada masa-masa remaja ini umumnya timbul

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terjadinya peningkatan minat dan motivasi terhadap seksualitas. Hal ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tidak perawan. (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) BKKBN. menganut seks bebas. Yayasan (Diskusi Kelompok Terarah) DKT

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

HUBUNGAN ANTARA PENALARAN MORAL DAN GAYA PACARAN DENGAN KECENDERUNGAN MEMBELI KONDOM PADA REMAJA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. mereka harus meninggalkan segala hal yang kekanak-kanakan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan cara berpikir dan penalaran yang kuat. Pendeta adalah individu

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah

PENGALAMAN REMAJA DALAM MENERIMA PENDIDIKAN SEKS

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk

Bab I Pendahuluan. Mahasiswa masuk pada tahapan perkembangan remaja akhir karena berada pada usia 17-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ekonomi. Remaja akan mengalami transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada

BABI PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini masyarakat dikejutkan dengan persoalan-persoalan yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nadia Aulia Nadhirah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempunyai hak yang sama dengan orang dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL & PROSES ADAPTASI REMAJA. Asmika Madjri

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan tersebut menjungjung tinggi moralitas berdasarkan norma-norma

BAB I PENDAHULUAN. Remaja kota besar khususnya Jakarta semakin berani melakukan hubungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. berkembang mendorong semua lapisan masyarakat untuk masuk kedalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut terjadi akibat dari kehidupan seksual remaja yang saat ini semakin bebas

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menikmati masa remajanya dengan baik dan membahagiakan, sebab tidak jarang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia selama hidupnya pasti mengalami perubahan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau keinginan yang kuat tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

BAB I PENDAHULUAN. Individu yang memasuki sekolah menengah pertama pada umumnya berada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya manusia merupakan individu ciptaan Tuhan Yang

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

Selamat membaca, mempelajari dan memahami materi Rentang Perkembangan Manusia II

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak

BAB I PENDAHULUAN. ini seorang anak mulai bertumbuh dan berkembang menuju kematangan, misalnya

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.

BAB I. perkembangan, yaitu fase remaja. Remaja (Adolescence) di artikan sebagai masa

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB I PENDAHULUAN. remaja yang berkisar antara tahun. Hurlock (1980: 206) mengemukakan

BABI PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial secara kodrat mempunyai berbagai

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan. Bahkan hubungan seksual yang sewajarnya dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya zaman, dan pengaruh budaya barat merubah pola pikir

BAB 1 PENDAHULUAN. masa dewasa yang berkisar antara umur 12 tahun sampai 21 tahun. Seorang remaja, memiliki tugas perkembangan dan fase

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

PERKEMBANGAN AFEKTIF

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman membuat manusia harus bisa beradaptasi dengan

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP OVER PROTECTIVE ORANGTUA DENGAN KECENDERUNGAN TERHADAP PERGAULAN BEBAS. S k r i p s i

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB 1 PENDAHULUAN. menuju masyarakat modern, yang mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya

BAB 1 PENDAHULUAN. mempengaruhi perubahan sikap dan perilaku mereka (Chaffe dalam el-hakim, 2014).

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beragam suku dan sebagian besar suku yang menghuni kabupaten Merangin

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO

BAB I P E N D A H U L U A N. Sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai tanggungjawab dalam

Sahabat. Assalamu alaikum Wr. Wb Orang bijak berkata;

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimasyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi, koran, radio dan

PERILAKU SEKSUAL WABAL DI TINJAU DARI KUALITAS KOMUNIKASI ORANG TUA-ANAK TENTANG SEKSUALITAS S K R I P S I

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia. Tahap ini

PERKEMBANGAN NILAI, MORAL DAN SIKAP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. alat-alat reproduksi tersebut sudah berfungsi secara sempurna pula. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacam-macam, mulai dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi

BAB I PENDAHULUAN. Remaja Indonesia saat ini sedang mengalami perubahan sosial yang cepat

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. peka adalah permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kematangan seksual

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kelompok dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Bandung merupakan salah satu kota yang menjadi daya tarik para pelajar untuk menempuh pendidikan perguruan tinggi, hal ini di dukung juga oleh banyaknya perguruan tinggi negeri maupun swasta yang terdapat di kota Bandung. Sebagian besar para pelajar yang menempuh pendidikan perguruan tinggi di kota Bandung datang dari berbagai kota di Indonesia, akan tetapi tidak sedikit juga dari mereka yang berasal dari daerah Jawa Barat. Kehidupan yang jauh dari orang tua menjadikan mereka mandiri dan cepat dewasa dalam berbagai hal, termasuk dalam urusan seks. Bandung sebagai kota pendidikan menunjukkan angka yang cukup tinggi soal perilaku seks bebas terutama di kalangan remaja akhir, separuh dari mahasiswa di kota Bandung tercatat pernah melakukan hubungan intim (www.merdeka.com, diakses 18 September 2014). Pada tahun 2014, wali Kota Bandung Ridwan Kamil mengatakan kepada merdeka.com bahwa dirinya cukup prihatin terhadap perilaku seks bebas yang dilakukan oleh para mahasiswa tersebut, namun ia juga menambahkan bahwa pemerintah juga berupaya untuk melakukan tindakan 1

preventif dan akuratif untuk menanggulanginya. Kasus remaja yang hamil diluar nikah meningkat signifikan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial (B2P3KS), Departemen Sosial Republik Indonesia (Depsos RI) melakukan penelitian pada tahun 2007, dilakukan di sebuah kota di Pulau Jawa. Hal Yang Menarik adalah melihat fakta populasi berdasarkan pendidikan. Tahun 2002-2005, remaja (10-24 tahun) yang mengalami kehamilan diluar nikah terbanyak adalah yang memiliki pendidikan perguruan tinggi alias mahasiswi (59,22%), remaja yang berpendidikan SMU (17,70%) dan yang paling kecil SMP (1,63%).(www.prianganonline.com, diakses 23 September, 2014). Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia Sahabat Remaja (SAHARA) melakukan polling di kota Bandung dan hasilnya 44,8% mahasiswi dan juga remaja kota Bandung sudah pernah melakukan hubungan intim. Mahasiswi yang berjumlah 1000 orang dan polling yang dilakukan LSM Sahara Indonesia dari tahun 2006 sampai dengan 2010, diketahui hasil survey menunjukkan bahwa tempat yang sering digunakan untuk berhubungan seks adalah di rumah tempat kost sebanyak 51,5%, di rumah pribadi 30%, dan di rumah sang wanita 27,3%. Beberapa pasangan ada yang menyewa hotel untuk berhubungan seks yakni sebanyak 11,2%, sebagian kecil dari peserta survey ada yang mengaku pernah berhubungan seks di tempat publik yakni di taman luas sebanyak 2,5%, di tempat rekreasi 2,4%, di ruang kelas kampus 1,3%, di 2

dalam mobil 0,4%, dan lain-lain yang tidak diketahui sebanyak 0,7% (www.seksualitas.net, diakses 23 September 2014). Dari hasil survey yang telah dilakukan tersebut dapat terlihat bahwa tempat yang paling banyak digunakan untuk berhubungan seks bagi para mahasiswa adalah rumah tempat kost. Rumah tempat kost adalah sebuah rumah yang menawarkan sebuah kamar atau tempat untuk ditinggali dengan sejumlah pembayaran tertentu untuk setiap periode tertentu (umumnya pembayaran per bulan). Di area sekitar kampus Universitas X, terdapat banyak rumah tempat kost yang disediakan bagi para mahasiswa yang berasal dari berbagai kota. Setiap tahun banyak rumah tempat kost yang dibangun, hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak pelajar yang menempuh pendidikan di perguruan tinggi X. Perkembangan lainnya yang dapat terlihat yaitu semakin banyaknya toko swalayan yang terdapat di sekitar area kampus Universitas X. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap 5 orang karyawan pada 3 toko swalayan yang terdapat di sekitar area kampus Universitas X, item atau barang yang paling banyak di konsumsi adalah yang pertama yaitu kondom (alat kontrasepsi) dan yang kedua adalah mie instant. Oleh karena itu peneliti melakukan survey terhadap beberapa responden, dan yang menjadi responden adalah mahasiswa Universitas X. Dalam hal ini mahasiswa merupakan remaja akhir, dan masa remaja adalah waktu untuk penjelajahan dan eksperimen, fantasi seksual, dan 3

kenyataan seksual, untuk menjadikan seksualitas sebagai bagian dari identitas seseorang. Pergaulan mahasiswa itu sendiri dari masa ke masa selalu mengalami perkembangan, baik kearah yang positif maupun negatif. Ke arah positifnya, dari masa ke masa kegiatan para mahasiswa semakin beragam, hal ini didukung oleh kecanggihan teknologi dan internet yang semakin akrab dengan mahasiswa. Hal tersebut menunjang bagi para mahasiswa untuk memiliki kegiatan-kegiatan yang kreatif dan lebih maju. Di samping itu, banyak juga kegiatan-kegiatan negatif yang berkembang pada mahasiswa saat ini, salah satunya gaya berpacaran yang bebas. Perilaku berpacaran pada remaja adalah hal yang wajar karena pada usia tersebut organ-organ seksual mulai matang dan sebagai akibatnya dorongan seksual mulai muncul (Santrock 2003). Remaja memiliki keingintahuan yang tidak pernah terpuaskan mengenai misteri seksualitas, mereka akan berpikir apakah mereka menarik secara seksual, apakah mereka akan bertumbuh lagi, apakah orang lain akan mencintai mereka, dan apakah berhubungan seks adalah hal yang normal. Perilaku seksual remaja masa kini jauh lebih lunak dibanding remaja generasi sebelumnya, maka ancaman pola hidup seks bebas di kalangan mahasiswa kini berkembang semakin serius. Seks adalah terjadinya kontak genital yang diantara pria dan wanita atau biasa disebut dengan berhubungan intim (Santrock 2004). 4

Dalam menyikapi perilaku seks yang terjadi, maka moral memegang peranan penting terhadap kehidupan individu yang berhubungan dengan baik atau buruk terhadap tingkah laku individu itu sendiri, tingkah laku yang mendasarkan pada norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Nilai moral merupakan nilai-nilai yang dapat menuntun dan mengarahkan manusia pada sikap dan perilaku yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Nilai moral yang ada di dalam diri seseorang merupakan suatu sistem kontrol pada diri setiap individu. Dalam kasus ini, seseorang dikatakan bermoral apabila orang tersebut bertingkah laku sesuai dengan norma-norma yang ada di masyarakat. Menurut Kohlberg, moralitas merupakan apa yang diketahui dan dipikirkan seseorang mengenai baik dan buruk atau benar dan salah. Moralitas berkenaan dengan jawaban atas pernyataan mengapa dan bagaimana orang sampai pada keputusan bahwa sesuatu dianggap baik atau buruk, dan istilah yang digunakan oleh Kohlberg tersebut adalah moral judgement. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap 10 orang mahasiswa Universitas X yang terdiri dari 4 orang mahasiswi dan 6 orang mahasiswa, didapatkan hasil sebagai berikut : Sebanyak 60% dari mereka mengatakan bahwa seks bebas bukan merupakan suatu hal yang wajar dilakukan oleh pasangan yang sedang berpacaran, dan 40% mengatakan wajar. 5

Sebanyak 70% dari jumlah responden yang pernah melakukan hubungan seks dengan pasangan kekasihnya, mengatakan bahwa mereka mengetahui akan dampak baik dan buruk atau benar dan salah dari tindakan seks bebas yang mereka lakukan. Mereka tidak dapat menolak untuk tidak melakukan hubungan seks karena merasa bahwa terjadinya hubungan seks tersebut memberikan efek kenikmatan. Mereka merasa dengan melakukan hubungan seks tersebut, maka kebutuhan biologisnya dapat terpenuhi pada saat itu. Hal ini berkaitan dengan tahap perkembangan prakonvensional, karena efek kenikmatan yang dirasakan merupakan salah satu bentuk reward yang ingin mereka dapatkan. Sebanyak 30% lainnya yang pernah melakukan hubungan seks mengatakan bahwa mereka mengetahui akan tata tertib, norma-norma dan aturan yang berlaku di masyarakat, akan tetapi situasi dan kondisi yang ada sangat mendukung mereka untuk melakukan hubungan seks bersama pasangan kekasihnya tersebut. Mereka menyadari bahwa tindakan mereka telah melanggar aturan ataupun norma-norma yang ada di masyarakat, dan mereka juga menyadari bahwa tindakan yang mereka lakukan tersebut akan memberikan rasa kecewa yang begitu besar terhadap keluarga terlebih khususnya kepada kedua orang tua mereka, sehingga terkadang muncul perasaan bersalah dalam diri mereka. Hal yang terjadi tersebut berkaitan dengan tahap perkembangan konvensional, yaitu dalam tahap perkembangan 6

ini individu hanya menuruti harapan keluarga, kelompok atau bangsa, dan dipandang sebagai hal yang bernilai dalam dirinya sendiri. Fenomena-fenomena yang terjadi tersebut menunjukkan bahwa moral judgement (perkembangan moral) setiap individu berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, sehingga memunculkan alasan-alasan yang bervariasi. Perilaku seks bebas yang terjadi pada kasus di atas menunjukkan pada kenyataan yang terjadi saat ini bahwa terdapat beberapa mahasiswa yang melakukan penyimpangan-penyimpangan yang sudah tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku di Indonesia dan mereka cenderung tidak menghiraukan lagi norma-norma yang ada. Salah satunya adalah norma kesusilaan, yaitu peraturan sosial yang berasal dari hati nurani yang menghasilkan akhlak yang baik sehingga individu dapat membedakan sesuatu yang dianggap baik dan sesuatu yang dianggap buruk. Sanksi norma kesusilaan bersifat relatif sesuai situasi dan kondisi masyarakatnya termasuk agama yang dianut oleh masyarakatnya, umumnya pelanggaran terhadap norma kesusilaan ini berakibat sanksi pengucilan secara fisik (diusir) ataupun batin (dijauhi dari pergaulan). Norma yang ada seharusnya menjadi dasar bagi seseorang untuk bertindak, akan tetapi kasus diatas menujukkan bahwa telah terjadi pergeseran budaya yang membuat mereka melakukan tindakan penyimpangan-penyimpangan yang tidak sesuai dengan norma yang ada di masyarakat. Adapun tahap-tahap perkembangan moral terdiri atas tiga bagian, 7

antara lain yaitu tingkat prakonvensional, tingkat konvensional, dan pasca konvensional ( Lawrence Kohlberg, 1995). Berdasarkan kasus-kasus yang terjadi diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul Studi Deskriptif mengenai Moral Judgement pada mahasiswa yang melakukan seks pranikah di Universitas X Bandung. 8

1.2 Identifikasi Masalah Dari penelitian ini ingin diketahui bagaimana tahapan Moral Judgement pada mahasiswa yang melakukan seks pranikah di Universitas X Bandung. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian Maksud penelitian ini adalah untuk memeroleh gambaran mengenai tahap moral judgement pada mahasiswa yang melakukan seks pranikah di Universitas X Bandung. 1.3.2. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk memeroleh gambaran yang lebih rinci dan mendalam mengenai tahap moral judgement pada mahasiswa yang melakukan seks pranikah di Universitas X Bandung. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1. Kegunaan Teoritis 1. Memberikan informasi tambahan pada bidang Psikologi Pendidikan mengenai moral judgement pada mahasiswa yang melakukan seks pranikah dan tinggal di tempat kost. 9

2. Sebagai masukan bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian atau membahas lebih lanjut mengenai moral judgement pada mahasiswa yang melakukan seks pranikah dan tinggal di tempat kost. 3. Sebagai sumber referensi bagi mahasiswa yang ingin mengetahui tentang moral judgement pada mahasiswa yang melakukan seks pranikah dan tinggal di tempat kost. 1.4.2. Kegunaan Praktis 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi institusi pendidikan khususnya kepada pembantu rektor bidang kemahasiswaan di Universitas X Bandung sehingga dapat memeroleh gambaran mengenai moral judgement pada mahasiswa yang melakukan seks pranikah serta dapat menjadi bahan pertimbangan bagi intitusi pendidikan tersebut untuk memberikan edukasi kepada para mahasiswa mengenai perilaku seks bebas. 2. Memberikan masukan kepada para mahasiswa Universitas X mengenai moral judgement pada mahasiswa yang melakukan seks pranikah, sehingga para mahasiswa dapat membatasi diri dan memberikan intervensi terhadap dirinya untuk menghindari perilaku seks pranikah. 10

1.5 Kerangka Pikir Remaja diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosio-emosional. Perubahan-perubahan yang terjadi tersebut berkisar dari perkembangan fungsi seksual, proses berpikir abstrak sampai pada kemandirian. Seorang mahasiswa yang berada pada masa ini mengalami perubahan secara hormonal yang terjadi didalam tubuh mereka, dan perubahan ini menyebabkan mahasiswa memiliki ketertarikan terhadap lawan jenis dan adanya kebutuhan seksual, seperti sentuhan fisik terhadap lawan jenisnya. Kebutuhan ini seringkali menjadi penyebab adanya perilaku seks bebas di lingkungan mahasiswa (Santrock, 2003). Menurut Stanley Hall (dalam Santrock, 2003) usia remaja berada pada rentang 12 tahun sampai 22 tahun. Mengacu pada teori tersebut, maka mahasiswa yang tinggal di tempat kost pada kawasan Universitas X Bandung yang berusia delapan belas tahun sampai dua puluh dua tahun berada pada tahap perkembangan remaja. Remaja memiliki tugas perkembangan yang harus dilalui yaitu mampu mengembangkan intelektual dalam kehidupan bermasyarakat, mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab, serta memiliki nilai-nilai yang digunakan sebagai pedoman hidup. Dalam hal ini mahasiswa mampu mengganti konsep-konsep moral yang berlaku di masyarakat saat mahasiswa dihadapkan dengan prinsip moral yang lebih 11

individual dan menginternalisasikan prinsip moral tersebut sebagai pedoman perilakunya. Dalam perkembangan kognitif, mahasiswa berada pada tahap operasional formal, yang berarti mahasiswa mampu berpikir secara abstrak dan melakukan penalaran sebab-akibat dalam mengatasi masalah. Mahasiswa sudah dapat mengaplikasikan prinsip-prinsip moral yang telah ditanamkan dalam diri individu dan konsekuensi yang akan diterimanya. Dengan perkembangan kognisi tersebut, mahasiswa dapat mengevaluasi kemungkinan-kemungkinan logis yang akan menyertai suatu tindakan tanpa mengalami situasi konkrit terlebih dahulu (Santrock, 2004). Kemampuan berpikir tersebut yang dapat digunakan oleh mahasiswa dalam menghadapi tuntutan-tuntutan untuk berperilaku berdasarkan pertimbangan moral. Mahasiswa juga mengalami perkembangan dalam segi relasi dan minat, dari segi relasi perkembangan yang paling menonjol terjadi di bidang relasi heteroseksual. Dalam waktu yang singkat, remaja mengadakan perubahan radikal yaitu lebih menyukai lawan jenis. Mahasiswa juga mengalami perubahan dalam segi minat, salah satunya adalah minat terhadap seks. Pada saat meningkatnya minat seks, remaja mencari berbagai sumber informasi yang mungkin dapat diperoleh, misalnya membaca majalah atau buku-buku tentang seks, melalui media elektronik, membahasnya dengan teman-teman, atau mengadakan percobaan dengan jalan bercumbu atau bersenggama. 12

Menurut Santrock dalam adolescence perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis, akibat dari adanya dorongan seksual. Bentuk-bentuk tingkah laku ini dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan, bercumbu dan senggama. Mahasiswa yang tinggal di tempat kost pada kawasan Universitas X Bandung harus memiliki tanggung jawab dalam berperilaku dan mengambil keputusan, salah satunya yaitu dengan dimilikinya pertimbangan moral yang terdapat dalam diri mahasiswa terhadap perilaku yang dimunculkan. Pada saat akan mengambil keputusan, terutama saat mahasiswa berada jauh dari pengawasan orang tua, mahasiswa harus dapat memilah dan mempertimbangkan dengan benar setiap keputusan yang akan diambilnya termasuk keputusan dirinya akan terlibat dalam perilaku plagiarisme atau tidak. Dalam hal ini moral memegang peranan penting, nilai moral merupakan nilai-nilai yang dapat menuntun dan mengarahkan individu pada sikap dan perilaku yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Nilai moral yang ada di dalam diri individumerupakan suatu proses bertahap, bagaimana nilai moral dapat menyatu dengan kepribadian manusia dikenal dengan proses internalisasi manusia. Secara teoritis, untuk memunculkan perilaku moral secara konsisten maka harus terjadi proses integrasi nilai moral yang ada dalam struktur kognitif ke dalam motivasi dan perasaan manusia. Nilai moral yang telah menjadi bagian (terintegrasi) dalam perasaan ini disebut identitas 13

moral. Menurut Blazi (1995) proses integrasi terbagi atas dua jenis yaitu integrasi alamiah dan integrasi yang ditanamkan. Pada integrasi alamiah, nilai-nilai moral akan menjadi bagian dari identitas secara otomatis karena proses yang dilakukan seseorang dalam hidupnya. Integrasi yang ditanamkan akan terjadi melalui keseriusan dan kesadaran terhadap nilai-nilai motral yang diajarkan. Pertimbangan ini akan berguna untuk menempatkan mahasiswa pada posisi yang dapat diterima oleh masyarakat, pertimbangan ini disebut juga dengan moral judgement. Moral Judgement adalah mengenai apa yang dipikirkan mahasiswa tentang baik-buruk atau benar-salah, dan bukan merupakan suatu jawaban dari pertanyaan apa yang baik dan apa yang buruk tetapi merupakan jawaban dari pertanyaan mengapa atau bagaimana seseorang sampai kepada keputusan bahwa sesuatu dianggap baik atau buruk (Kohlberg, 1995 dalam Drs. John de Santo & Drs. Agus Cremers SVD). Secara umum, terdapat tiga tahapan dalam moral judgement yang disebutkan oleh Kohlberg, yaitu tahap pra-konventional, tahap conventional, dan tahap pasca conventional. Setiap tahapan ini masing-masing terbagi lagi ke dalam dua tahapan. Pada tahap pra-konventional, mahasiswa mempertimbangkan untuk tidak terlibat dalam perilaku plagiarisme berdasarkan akibat yang akan diterimanya. Tahap ini terbagi lagi menjadi dua tahap, yaitu tahap orientasi hukuman dan kepatuhan, dan orientasi relatisvis instrumental. 14

Mahasiswa yang berada pada tahap hukuman dan kepatuhan akan mempertimbangkan keputusan untuk tidak melakukan plagiarisme berdasarkan keinginannya untuk menghindari hukuman atau akibat yang akan ditimbulkan. Mahasiswa yang tidak melakukan plagiarisme karena untuk menghindari dikeluarkan dari kampus merupakan mahasiswa yang berada pada tahap ini. Sedangkan mahasiswa yang berada pada tahap orientasi relativis instrumental akan mempertimbangkan keputusannya untuk tidak melakukan plagiarisme berdasarkan keinginannya untuk mendapatkan keuntungan. Mahasiswa pada tahap ini tidak akan melakukan plagiarisme dengan pertimbangan bahwa ia dapat terus melanjutkan studi sampai selesai dengan hasil usahanya sendiri. Pada tahap praconventional tersebut, mahasiswa yang menunjukkan perilaku yang positif terhadap plagiarisme, secara kognitif dirinya mengetahui bahwa perilaku plagiarisme akan membuat dirinya mendapatkan hukuman, namun secara afektif dirinya memiliki keinginan atau kesukaan terhadap perilaku plagiarisme untuk mempermudah tugasnya. Mahasiswa yang menunjukkan perilaku yang negatif terhadap plagiarisme memerlihatkan perilaku menolak terhadap perilaku plagiarisme karena secara kognitif dirinya memiliki keyakinan bahwa perilaku plagiarisme merupakan perbuatan yang tercela dan akan mendapatkan hukuman apabila melakukannya, secara afektif dirinya tidak menyukai hukuman tersebut sehingga dirinya berusaha untuk menghindari hukuman. 15

Tahap selanjutnya adalah tahap conventional. Mahasiswa yang berada pada tahap ini mempertimbangkan setiap tindakannya untuk menghindari celaan dan rasa bersalah yang diakibatkan dari kegagalannya dalam mematuhi peraturan yang berlaku di masyarakat. Mahasiswa memilih untuk tidak melakukan plagiarisme dalam usaha untuk memenuhi harapan-harapan dari keluarga, kelompok dan masyarakat sekitarnya. Tahap conventional terdiri atas dua tahap, yaitu tahap orientasi masuk ke kelompok anak baik dan anak manis, dan tahap orientasi hukum dan ketertiban. Mahasiswa yang berada pada tahap masuk ke kelompok anak baik dan anak manis akan mempertimbangkan keputusannya untuk tidak melakukan plagiarisme karena mahasiswa ini ingin dianggap sebagai anak yang baik oleh keluarga dan lingkungannya. Mahasiswa yang berada pada tahap orientasi hukuman dan ketertiban akan mempertimbangkan keputusannya untuk tidak melakukan plagiarisme berdasarkan motivasinya untuk mengantisipasi celaan dari masyarakat karena dirinya tidak mampu menahan dorongan untuk tidak melakukan plagiarisme. Pada tahap conventional ini, mahasiswa akan menunjukkan perilaku yang positif terhadap perilaku plagiarisme, secara kognitif dirinya mengetahui bahwa perilaku plagiarisme akan membuat orang-orang yang berada di sekitarnya merasa kecewa, dan secara afektif dirinya puas apabila dirinya dapat menyelesaikan tugasnya dengan cepat.. Mahasiswa yang menunjukkan perilaku yang negatif terhadap plagiarisme, secara kognitif dirinya 16

mengetahui akan aturan-aturan dan norma yang berlaku di masyarakat, secara afektif dirinya senang ketika ia dapat berperilaku sesuai dengan aturan-aturan dan norma yang berlaku tersebut. Tahap akhir dari moral judgement adalah tahap pasca conventional. Pada tahap ini mahasiswa dapat mempertimbangkan segala tindakannya untuk tidak melakukan plagiarisme berdasarkan nilai-nilai yang dianutnya tanpa pengaruh otoritas yang ada di lingkungannya serta mahasiswa juga sudah memahami nilai dari setiap aturan yang berlaku di masyarakat. Dalam tahap ini mahasiswa sudah mencapai puncak tertinggi dari tahapan moral judgement, dirinya sama sekali tidak akan menunjukkan perilaku yang positif terhadap perilaku plagiarisme, secara kognitif dirinya berusaha untuk mempertahankan nilai-nilai yang telah dianutnya tanpa pengaruh otoritas, dan secara afektif dirinya akan merasa bangga apabila ia dapat mempertahankan nilai-nilai yang ada di dalam dirinya tersebut. Tahap pasca conventional terdiri dari dua tahap, yaitu tahap orientasi kontak sosial-legalistis dan tahap orientasi azas etika universal. Mahasiswa yang berada pada tahap orientasi kontak sosial-legalistis akan mempertimbangkan keputusannya untuk tidak melakukan plagiarisme berdasarkan keinginannya untuk mempertahankan rasa hormat orang lain dan masyarakat sekitarnya. Mahasiswa yang berada pada tahap ini tidak akan melakukan plagiarisme dengan pertimbangan bahwa mahasiswa tersebut 17

menghormati orang-orang yang berada di sekitarnya dengan mematuhi peraturan dan norma yang berlaku di lingkungannya. Mahasiswa yang berada pada tahap orientasi azas etika universal tidak akan melakukan plagiarisme berdasarkan motivasinya untuk mempertahankan prinsip-prinsip moral yang tertanam didalam dirinya. Mahasiswa pada tahap ini tidak akan melakukan plagiarisme berdasarkan dengan pertimbangan bahwa dirinya akan terus memegang prinsip nilai yang telah di tanamkan oleh orang tuanya. Dalam membahas moral judgement, terdapat beberapa faktor yang memengaruhinya, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal diantaranya yaitu keluarga, teman sebaya, dan lingkungan sekitar tempat remaja tumbuh dan berkembang (sekolah). Kesempatan yang diberikan keluarga pada remaja untuk membuat keputusan-keputusan moral merupakan hal penting bagi perkembangan moral remaja. Pola asuh yang diterapkan orang tua memegang peranan dalam hal ini, orang tua yang otoriter tidak akan memberi kesempatan pada anak remajanya untuk berdiskusi dan segala peraturan secara ketat diatur oleh orang tua, dimana hal tersebut membuat remaja terpaku pada ketakutan akan hukuman, melakukan atau tidak melakukan sesuatu guna menghindari hukuman. Dengan kata lain, remaja tersebut berada pada tahap pertama dalam perkembangan moral, yaitu orientasi hukuman dan kepatuhan. 18

Remaja yang dibesarkan oleh orang tua yang memberikan aturan namun memberi kesempatan untuk berdiskusi akan merangsang remaja untuk berpikir dan mengemukakan pendapat. Dari hasil diskusi dengan orang tuanya ini, remaja dapat menalar dan mempertimbangkan mana yang benar dan mana yang tidak benar, serta dapat menginternalisasi nilai-nilai tersebut. Dengan kata lain, orientasi mereka bukanlah pujian dan hukuman, melainkan ada pengolahan dalam pikiran sampai akhirnya menginternalisasi nilai-nilai yang berarti remaja ini berada pada tahapan moral yang lebih tinggi dibandingkan dengan remaja yang orang tuanya otoriter. Pada pola asuh orangtua dimana mereka mempunyai hubungan yang hangat dengan anak-anaknya serta memberi kebebasan penuh untuk bertindak sesuai keinginan keinginan mereka, mahasiswa diijinkan mengambil keputusan sendiri dan berbuat sekehendak mereka sendiri. Orangtua jarang memberikan hukuman apabila mereka melanggar peraturan dan cenderung membiarkan tindakan tersebut. Dalam hal ini, penalaran mahasiswa bebas berkembang tetapi tanpa diimbangi oleh aturan-aturan atau norma yang berlaku, mahasiswa akan berpikir dan menalar bahwa mereka bebas dan akan selalu membenarkan setiap keputusan yang diambilnya, sehingga mahasiswa tidak mengetahui dan bingung mana yang benar dan salah. Dalam lingkungan teman sebaya, konflik-konflik dapat terjadi pada mahasiswa bilamana norma-norma pribadi sangat berlainan dengan normanorma yang ada di lingkungan teman-teman. Di satu pihak, mahasiswa ingin 19

memertahankan pola-pola tingkah laku yang telah diperoleh di rumah dari keluarganya, sedangkan di pihak lain lingkungan menuntut mahasiswa untuk memerlihatkan pola yang lain yang bertentangan dengan pola yang sudah ada atau sebaliknya. Dalam lingkungan sekolah, corak relasi antar mahasiswa, maupun antar mahasiswa dengan dosen banyak memengaruhi aspek-aspek kepribadian, termasuk nilai-nilai moral yang memang masih mengalami perubahan-perubahan. Kepribadian yang dipancarkan oleh dosen dapat menjadi tokoh-tokoh yang dikagumi, dan hal ini dapat menimbulkan peniruan terhadap sebagian atau seluruh tingkah laku dosen tersebut. Lingkungan mahasiswa dapat memengaruhi setiap pertimbangan mahasiswa dalam mengambil suatu tindakan, misalnya dalam hal ini yaitu lingkungan tempat kost. Lingkungan tempat kost juga memberikan pengaruh terhadap mahasiswa yang tinggal di tempat kost, aturan-aturan yang diberlakukan dalam tempat kost dapat memengaruhi pertimbangan moral bagi mahasiswa yang tinggal di tempat kost tersebut, baik dari segi peraturanperaturan yang diterapkan, pengawasan dari pemilik kost dan konsekuensi yang didapat jika melanggar peraturan harus jelas dan konsisten. Lingkungan tempat kost yang dapat menjalankan peraturannya dengan konsisten, maka mahasiswa akan cenderung tidak memiliki kesempatan untuk melakukan hubungan seks bebas terutama di tempat kost dibandingkan mahasiswa pada 20

lingkungan tempat kost yang tidak secara konsisten memberlakukan aturan yang ada. Faktor internal yang memengaruhi moral judgement yaitu perkembangan kognitif. Dalam hal ini Kohlberg membenarkan gagasan Piaget, bahwa sekitar usia 16 tahun pada masa remaja, tahap tertinggi dalam proses pertimbangan moral dicapai. Sebagaimana Piaget telah membuktikan bahwa baru pada masa remaja pola pemikiran operasional-formal berkembang, demikian pula Kohlberg secara sejajar pada bidang perkembangan moral memerlihatkan bahwa pada masa remaja dapat dicapai juga tahap tertinggi pertimbangan moral dimana remaja berhasil menerapkan prinsip keadilan yang universal pada penilaian moralnya. Dalam hal ini, mahasiswa diharapkan dapat mengaplikasikan prinsip-prinsip moral yang ditanamkan oleh orangtua di dalam dirinya untuk tidak melanggar aturan yang ada dalam masyarakat. Mahasiswa menggunakan logikanya ketika mempertimbangkan keputusannya untuk melakukan seks pranikah berdasarkan keuntungan dan kerugian yang akan diterimanya. Untuk memahami gambaran penelitian yang akan dilakukan, dapat dilihat dalam skema di bawah ini ; 21

orientasi hukuman dan kepatuhan orientasi relativis instrumental Mahasiswa Universitas X Bandung berusia 18-22 tahun yang melakukan seks pranikah MORAL JUDGEMENT Pra-conventional Conventional orientasi masuk ke kelompok anak baik dan anak manis orientasi hukuman dan ketertiban Pasca-conventional orientasi kontrak sosial-legalistis Faktor yang memengaruhi : orientasi azas etika universal a)faktor eksternal 1. Keluarga 2.Teman Sebaya 3.Lingkungan b)faktor internal : 1. Kognitif Bagan 1.1 Kerangka Pikir 22

1.6 Asumsi Penelitian 1) Mahasiswa akan berhadapan dengan pertimbangan-pertimbangan moral dalam menghadapi fenomena perilaku seks pranikah. 2) Pertimbangan-pertimbangan moral tersebut akan membantu mahasiswa dalam membuat keputusan-keputusan moral mengenai seks pranikah. 3) Mahasiswa yang tinggal di tempat kost sekitar area kampus Universitas X Bandung memiliki salah satu dari tahapan moral judgement yang terdiri dari enam tahap berikut : tahap orientasi hukuman dan kepatuhan, tahap orientasi relativis instrumental, tahap orientasi masuk ke kelompok anak baik dan anak manis, tahap orientasi hukum dan ketertiban, tahap orientasi kontrak-sosial legalistis, serta tahap orientasi azas etika universal. 23