PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENINGKATAN KEMAMPUAN LEMBAGA

dokumen-dokumen yang mirip
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Medis dan Lembaga Rehabilitasi Sosial bagi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2

2017, No Medis dan Lembaga Rehabilitasi Sosial bagi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2

2017, No Mengingat : 1. Undang - Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tam

2017, No d. bahwa untuk belum adanya keseragaman terhadap penyelenggaraan rehabilitasi, maka perlu adanya pengaturan tentang standar pelayanan

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2014, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Nega

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BERSAMA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI BESAR REHABILITASI BADAN NARKOTIKA NASIONAL

2 2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik I

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

2 Nasional tentang Tata Cara Peningkatan Kemampuan Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial Yang Diselenggarakan oleh Pemerintah/Pemerintah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BULUNGAN PROPINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL,

2011, No sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA

17. Keputusan Menteri...

STRUKTUR ORGANISASI BNNK SLEMAN

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Loka Rehabilitasi. Organisasi. Tata Kerja.

BERITA NEGARA. No.679, 2012 BADAN NARKOTIKA NASIONAL. Balai Rehabilitasi. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

BNN. Orta. Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI REHABILITASI BADAN NARKOTIKA NASIONAL

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 56 / HUK / 2009 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG FASILITASI PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG REHABILITASI NARKOTIKA KOMPONEN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 2. Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 60); 3. Peraturan Ke

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik I

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1

2017, No Indonesia Nomor 5062); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144

2017, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Badan Narkotik

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI INSTANSI VERTIKAL

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 03 TAHUN 2009 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 24 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA LAIN PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA LAIN PROVINSI JAWA BARAT

S A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR LEMBAGA PENYELENGGARA REHABILITASI SOSIAL TUNA SOSIAL

2016, No Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431); 2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lemb

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan pr

NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA (P4GN) DI KABUPATEN BANYUWANGI

: PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 03 TAHUN 2009 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR REHABILITASI SOSIAL DENGAN PENDEKATAN PROFESI PEKERJAAN SOSIAL

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

2016, No Republik Indonesia Nomor 3614); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyara

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 288, 2012

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2009

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN NARKOTIKA KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA PELAKSANA HARIAN BADAN NARKOTIKA KABUPATEN TAPIN

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL

BUPATI BANGKA BARAT PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2015

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENGEL

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG TARUNA SIAGA BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PMK.02/2013 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR : 02 TAHUN 2009 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA PELAKSANA HARIAN BADAN NARKOTIKA KOTA PAYAKUMBUH

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkot

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedelapan atas Keputusan Presiden Nomor

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

2 Pecandu Narkotika dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 80 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Rehabilitasi Medis Bagi Pecandu, Penyalahg

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KONSULTASI KESEJAHTERAAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetuju

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENINGKATAN KEMAMPUAN LEMBAGA REHABILITASI MEDIS DAN REHABILITASI SOSIAL YANG DISELENGGARAKAN OLEH PEMERINTAH/ PEMERINTAH DAERAH MAUPUN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL, Menimbang: a. bahwa berdasarkan pasal 70 huruf d Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Badan Narkotika Nasional memiliki tugas meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial pecandu narkotika, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat; b. bahwa dalam rangka efisiensi dan efektifitas pemberian peningkatan kemampuan terhadap lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial milik pemerintah dan masyarakat, perlu menyusun tata cara peningkatan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial; c. bahwa...

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional tentang Tata Cara Peningkatan Kemampuan Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial Yang Diselenggarakan oleh Pemerintah/Pemerintah Daerah Maupun Masyarakat; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967); 5. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5062); 6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia... Indonesia...

3 Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5211); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5243); 10. Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional; 11. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; 12. Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; 13. Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan ke 4 atas Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; 14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2415 Tahun 2011 tentang Rehabilitasi Medis Bagi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 825); 15. Peraturan Menteri Sosial Nomor 03 Tahun 2012 tentang Standar Lembaga Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, Dan Zat Adiktif Lainnya; 16. Peraturan Menteri Sosial Nomor 26 Tahun 2012 tentang Standar Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan...

4 Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, Dan Zat Adiktif Lainnya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 1218); 17. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 113/PMK/05/2012 tentang Perjalanan Dalam Negeri Bagi Pejabat Negara dan Pegawai Tidak Tetap (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 678); 18. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK/05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pembayaran Anggaran Pendapatan Belanja Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 1191); 19. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2013 tentang Fasilitasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 352); 20. Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 11 Tahun 2014 tentang Tata Cara Penanganan Tersangka Dan/Atau Terdakwa Pecandu Narkotika Dan Korban Penyalahgunaan Narkotika Ke Dalam Lembaga Rehabilitasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 844); 21. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 13 Tahun 2014 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 415); 22. Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 16 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Narkotika Nasional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2085); 23. Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 3 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Narkotika Nasional Provinsi dan Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 493); 24. Keputusan...

5 24. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 421 Tahun 2010 tentang Standar Terapi dan Rehabilitasi Gangguan Penggunaan Napza; MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL TENTANG TATA CARA PENINGKATAN KEMAMPUAN LEMBAGA REHABILITASI MEDIS DAN REHABILITASI SOSIAL YANG DISELENGGARAKAN OLEH PEMERINTAH/PEMERINTAH DAERAH MAUPUN MASYARAKAT. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. 2. Rehabilitasi medis adalah suatu proses kegiatan terapi secara terpadu untuk membebaskan Pecandu Narkotika dari ketergantungan Narkotika. 3. Rehabilitasi sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar bekas pecandu Narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan bermasyarakat. 4. Pascarehabilitasi adalah bagian dari rehabilitasi sosial berupa pembinaan lanjut dalam bentuk pendampingan, peningkatan ketrampilan dan dukungan produktivitas agar mampu menjaga kepulihan...

6 kepulihan serta beradaptasi dengan lingkungan sosial dan mandiri. 5. Penyalah Guna adalah adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan hukum. 6. Pecandu Narkotika adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis. 7. Korban Penyalahgunaan Narkotika adalah seseorang yang tidak sengaja menggunakan Narkotika karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/atau diancam untuk menggunakan Narkotika. 8. Peningkatan kemampuan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan seperti upaya memberikan penguatan, dorongan, atau fasilitasi kepada lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang diselenggarakan oleh pemerintah/pemerintah daerah maupun masyarakat agar terjaga keberlangsungannya. 9. Penguatan adalah proses memberikan bantuan berupa pembinaan dan peningkatan program kepada lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang diselenggarakan oleh pemerintah/ pemerintah daerah maupun masyarakat. 10. Dorongan adalah serangkaian kegiatan dalam bentuk komunikasi, informasi, dan edukasi dalam rangka memotivasi lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang diselenggarakan oleh pemerintah/pemerintah daerah maupun masyarakat. 11. Fasilitasi adalah proses dalam memberikan kemudahan terhadap lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang dikelola pemerintah/pemerintah daerah maupun masyarakat dalam bentuk pemberian rekomendasi dan upaya mengadvokasi pihak terkait dalam pemberian ijin. 12. Rehabilitasi rawat inap merupakan proses perawatan terhadap klien dimana klien diinapkan di lembaga rehabilitasi dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan rencana terapi untuk memulihkan kondisi fisik dan psikisnya akibat penyalahgunaan Narkotika. 13. Rehabilitasi...

7 13. Rehabilitasi rawat jalan merupakan proses perawatan terhadap klien dimana klien datang berkunjung ke lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial sesuai jadwal dalam kurun waktu tertentu berdasarkan rencana terapi untuk memulihkan kondisi fisik dan psikisnya akibat penyalahgunaan Narkotika. 14. Lembaga rehabilitasi medis adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang melaksanakan rehabilitasi medis bagi Pecandu, Korban Penyalahgunaan Narkotika dan Penyalah Guna Narkotika yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. 15. Lembaga rehabilitasi sosial adalah tempat atau panti yang melaksanakan rehabilitasi sosial bagi Pecandu, Korban Penyalahgunaan dan Penyalah Guna Narkotika yang ditetapkan oleh Menteri Sosial. 16. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 17. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 18. Badan Narkotika Nasional yang selanjutnya disingkat BNN adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian, berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden yang mempunyai tugas di bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika. Pasal 2 Maksud dan Tujuan peraturan ini adalah: 1. Maksud peraturan ini adalah memberikan pedoman bagi lingkungan BNN dalam peningkatan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang diselenggarakan oleh pemerintah/pemerintah daerah maupun masyarakat dan pedoman bagi lembaga dalam menerima peningkatan kemampuan. 2. Tujuan...

8 2. Tujuan peraturan ini adalah agar pelaksanaan peningkatan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial oleh pemerintah/pemerintah daerah maupun masyarakat dapat diselenggarakan secara efektif dan efisien serta akuntabel. BAB II KEGIATAN DAN PROSES PENINGKATAN KEMAMPUAN Pasal 3 Peningkatan kemampuan yang dapat diberikan oleh BNN diantaranya sebagai berikut: a. penguatan lembaga; b. dorongan lembaga; dan c. fasilitasi lembaga. Pasal 4 (1) Kegiatan penguatan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, diantaranya sebagai berikut : a. pembinaan dan bimbingan teknis; b. peningkatan keterampilan atau kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM); c. peningkatan kapasitas lembaga; d. magang; e. peningkatan mutu layanan; f. peningkatan sarana dan prasarana; dan g. pemberian dukungan layanan rehabilitasi dan pascarehabilitasi. (2) Pemberian dukungan layanan rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g meliputi a. rawat...

9 a. rawat inap; dan b. rawat jalan. (3) Pemberian dukungan layanan pascarehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g meliputi: a. layanan pendampingan; b. layanan bimbingan pengembangan diri; c. terapi kelompok; dan d. kelompok dukungan keluarga (family support group). Pasal 5 Kegiatan dorongan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, diantaranya sebagai berikut : a. seminar; b. koordinasi antar pemangku kepentingan; c. semiloka atau lokakarya; d. dukungan asistensi/konselor adiksi; dan e. pemberian motivasi penyediaan dan pengembangan program layanan. Pasal 6 Kegiatan fasilitasi lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf c, diantaranya sebagai berikut: a. pemberian rekomendasi dalam pengurusan ijin penyelenggaraan rehabilitasi; dan b. mediasi antar pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan terkait rehabilitasi. Pasal 7 Peningkatan kemampuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilakukan melalui proses : a. persiapan; b. pelaksanaan...

10 b. pelaksanaan; c. pembiayaan; d. pelaporan; dan e. monitoring dan evaluasi. Pasal 8 (1) Persiapan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 huruf a dilaksanakan dalam bentuk antara lain: a. kegiatan pemetaan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial; b. penandatanganan perjanjian kerjasama; dan c. penerbitan keputusan oleh Kepala BNN; (2) Pemetaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. lokasi lembaga; b. legalitas formal; c. layanan yang tersedia; d. sumber daya manusia; e. sarana dan prasarana; dan f. anggaran. (3) Pemetaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan cara wawancara, observasi, kajian laporan dan/atau pengisian kuesioner. (4) Hasil pemetaan berupa kesimpulan kebutuhan dan kondisi lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang akan memperoleh peningkatan kemampuan berdasarkan prioritas kebutuhan dan kondisi lembaga. Pasal 9 (1) Legalitas formal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b merupakan keabsahan perizinan dalam penyelenggaraan rehabilitasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Legalitas...

11 (2) Legalitas formal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi lembaga rehabilitasi milik pemerintah/pemerintah daerah antara lain : a. penetapan dari kementerian yang membidangi urusan kesehatan untuk penyelenggaraan rehabilitasi medis; dan b. penetapan dari kementerian yang membidangi urusan sosial dalam hal penyelenggaraan rehabilitasi sosial. (3) Legalitas formal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi lembaga rehabilitasi milik masyarakat meliputi: a. akte notaris; b. ijin operasional dari dinas/instansi terkait; c. penetapan dari kementerian yang membidangi urusan kesehatan untuk penyelenggaraan rehabilitasi medis; dan/atau d. penetapan dari kementerian yang membidangi urusan sosial dalam hal penyelenggaraan rehabilitasi sosial. Pasal 10 Penandatanganan Perjanjian Kerjasama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b ditandatangani oleh Deputi Rehabilitasi BNN dan pimpinan lembaga rehabilitasi. Pasal 11 Penerbitan Keputusan Kepala BNN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf c ditandatangani oleh Kepala BNN atau Deputi Rehabilitasi BNN yang menerima pendelegasian wewenang dari Kepala BNN. Pasal 12 (1) Lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang dapat memperoleh peningkatan kemampuan adalah yang diselenggarakan oleh: a. pemerintah/pemerintah daerah; dan/atau b. masyarakat. (2) Lembaga...

12 (2) Lembaga rehabilitasi yang diselenggarakan oleh pemerintah/pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, antara lain: a. Rumah Sakit Umum; b. Rumah Sakit Khusus meliputi Rumah Sakit Jiwa dan Rumah Sakit Ketergantungan Obat; c. Puskesmas; d. Klinik; e. Panti rehabilitasi; f. Balai atau loka rehabilitasi; dan/atau g. Lembaga Pemasyarakatan. (3) Lembaga rehabilitasi yang diselenggarakan oleh masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, antara lain: a. Lembaga rehabilitasi sosial; b. Rumah sakit swasta; dan c. Klinik swasta; Pasal 13 (1) Pemberian peningkatan kemampuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dapat pula dilakukan pada lembaga milik pemerintah yang difungsikan sebagai tempat rehabilitasi sosial, antara lain : a. Resimen Induk Militer Komando Daerah Militer; b. Sekolah Polisi Negara; c. Komando Pendidikan Angkatan Laut; dan d. Balai Pemasyarakatan. (2) Lembaga milik pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pula lembaga yang dimiliki oleh pemerintah daerah yaitu Balai Latihan Kerja. (3) Lembaga milik pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib mendapatkan persetujuan dari Kementerian yang membidangi urusan sosial setelah memperoleh rekomendasi dari BNN. Pasal 14...

13 Pasal 14 (1) Peningkatan kemampuan lembaga rehabilitasi yang diselenggarakan oleh pemerintah/pemerintah daerah dilaksanakan oleh Direktorat Penguatan Lembaga Rehabilitasi Instansi Pemerintah BNN, Bidang Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Provinsi dan Seksi Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota. (2) Peningkatan kemampuan lembaga rehabilitasi yang diselenggarakan oleh masyarakat dilaksanakan oleh Direktorat Penguatan Lembaga Rehabilitasi Komponen Masyarakat BNN dan Direktorat Pascarehabilitasi BNN, Bidang Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Provinsi dan Seksi Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota. (3) Penyelenggaraan rehabilitasi pada lembaga milik pemerintah/ pemerintah daerah yang difungsikan sebagai tempat rehabilitasi sosial dilaksanakan oleh Deputi Bidang Rehabilitasi BNN. Pasal 15 (1) Layanan rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dan layanan pascarehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) dilakukan oleh lembaga rehabilitasi milik pemerintah/pemerintah daerah maupun masyarakat. (2) Dalam hal klien telah menjalani layanan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial pada suatu lembaga dan diperlukan perawatan dalam bentuk lainnya dapat dilanjutkan pada lembaga yang sama atau dilakukan rujukan pada lembaga lain yang menyediakan layanan yang dibutuhkan oleh klien. Pasal 16 (1) Lembaga rehabilitasi milik pemerintah/pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf a sampai dengan huruf f melaksanakan penyusunan rencana layanan rehabilitasi. (2) Lembaga...

14 (2) Lembaga rehabilitasi milik pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf g melaksanakan penyusunan rencana layanan rehabilitasi bersama dengan Direktorat Penguatan Lembaga Rehabilitasi Instansi Pemerintah BNN. (3) Lembaga milik pemerintah yang difungsikan sebagai tempat rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dan milik pemerintah/pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) melaksanakan penyusunan rencana layanan rehabilitasi bersama dengan Deputi Bidang Rehabilitasi BNN. (4) Lembaga rehabilitasi milik masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) melaksanakan penyusunan rencana layanan rehabilitasi. Pasal 17 (1) Lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial melaksanakan pencatatan penyelenggaraan rehabilitasi sesuai peraturan perundangundangan. (2) Lembaga milik pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf g dan lembaga milik pemerintah/pemerintah daerah yang difungsikan sebagai tempat rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2) melaksanakan pencatatan sesuai pedoman yang diterbitkan BNN. BAB III PELAPORAN Pasal 18 (1) Lembaga rehabilitasi yang menerima peningkatan kemampuan wajib melakukan pelaporan sebagai berikut: a. pelaporan pelaksanaan kegiatan; dan b. pelaporan keuangan. (2) Pelaporan pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a termasuk laporan rekapitulasi klien yang memperoleh layanan rehabilitasi dan pascarehabilitasi. (3) Laporan...

15 (3) Laporan rekapitulasi klien sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikirimkan kepada BNN Kabupaten/Kota atau BNN Provinsi sesuai ruang lingkup domisili lembaga rehabilitasi. (4) BNN Kabupaten/Kota wajib meneruskan laporan rekapitulasi klien yang diterimanya kepada BNN Provinsi. (5) BNN Kabupaten/Kota dan BNN Provinsi wajib meneruskan laporan rekapitulasi klien yang diterimanya kepada BNN. (6) Laporan rekapitulasi klien sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk lembaga milik pemerintah/pemerintah daerah yang difungsikan sebagai tempat rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2) dikirimkan langsung kepada BNN. (7) Format laporan rekapitulasi klien terdapat dalam lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan Kepala ini. Pasal 19 (1) Laporan keuangan terkait dukungan pembiayaan layanan rehabilitasi dan pascarehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (1) huruf b dilaksanakan secara berkala yang diatur lebih lanjut dalam lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan Kepala ini. (2) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikirimkan kepada BNN. BAB IV MONITORING DAN EVALUASI Pasal 20 BNN, BNN Provinsi, dan BNN Kabupaten/Kota melakukan monitoring dan evaluasi secara berjenjang terhadap program dan kegiatan yang berhubungan dengan peningkatan kemampuan lembaga rehabilitasi. Pasal 21...

16 Pasal 21 Monitoring dan evaluasi peningkatan kemampuan lembaga rehabilitasi meliputi: a. pemantauan pelaksanaan rehabilitasi; b. pengumpulan data rekapitulasi klien; c. identifikasi dan inventarisasi permasalahan teknis maupun administratif; d. identifikasi dan inventarisasi solusi masalah yang dapat dilakukan; dan e. evaluasi pelaksanaan upaya peningkatan kemampuan lembaga rehabilitasi. Pasal 22 Dalam melakukan monitoring dan evaluasi, BNN, BNN Provinsi, dan BNN Kabupaten/Kota harus berkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah atau Pemilik lembaga terkait sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing. Pasal 23 Pelaksanaan monitoring dan evaluasi peningkatan kemampuan lembaga rehabilitasi tercantum dalam lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan Kepala ini. BAB V PEMBIAYAAN Pasal 24 Pembiayaan peningkatan kemampuan lembaga rehabilitasi yang diberikan oleh Badan Narkotika Nasional dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 25 (1) Dukungan layanan rehabilitasi dan pascarehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dapat diwujudkan dalam bentuk antara lain: a. pembiayaan...

17 a. pembiayaan rehabilitasi rawat inap; b. pembiayaan rehabilitasi rawat jalan; c. pembiayaan program pendampingan; d. pembiayaan program pengembangan diri; e. pembiayaan terapi kelompok; dan f. pembiayaan kelompok dukungan keluarga (family support group). (2) Pembiayaan layanan rehabilitasi dan pascarehabilitasi sebagaimana dimaksud ayat (1) hanya dapat diberikan pada klien yang belum memperoleh pembiayaan dari pihak lain, kecuali dilakukan pada periode perawatan yang berbeda. (3) Besaran dukungan pembiayaan sebagaimana dimaksud ayat (1) mengacu pada Satuan Biaya Khusus dan/atau Satuan Biaya Masukan yang berlaku pada tahun berjalan yang disahkan oleh Menteri Keuangan atau pola tarif yang disahkan oleh pemilik/ ketua lembaga. (4) Rincian besaran dukungan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala ini. (5) Pembiayaan layanan rehabilitasi dan pascarehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara swakelola berdasarkan peraturan perundang-undangan. (6) Pembiayaan layanan rehabilitasi dan pascarehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan melalui mekanisme sebagaimana tercantum dalam lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala ini. (7) Dalam hal dukungan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak memenuhi pola tarif resmi lembaga rehabilitasi yang memperoleh dukungan peningkatan kemampuan dari BNN, maka lembaga tersebut dapat membebankan selisih pembiayaan pada pasien dan/atau keluarganya. (8) Dukungan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak termasuk pembiayaan apabila klien membutuhkan rujukan pada lembaga...

18 lembaga lain terkait dengan komplikasi fisik dan/atau komplikasi kejiwaannya. BAB VI LAIN-LAIN Pasal 26 Lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang memberikan layanan rehabilitasi dan belum memenuhi persyaratan legalitas formal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 diberikan jangka waktu paling lama satu tahun untuk mengurus persyaratan tersebut dalam tahun anggaran berjalan. BAB VII PENUTUP Pasal 27 Peraturan Kepala BNN ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Kepala BNN ini dengan penempatan dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Maret 2015 KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL, ttd ANANG ISKANDAR Diundangkan di Jakarta pada tanggal 25 Mei 2015 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd YASONNA H. LAOLY BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 770

19