Jurnal Ilmiah Teknik Mesin Unlam Vol. 03 No.1 pp 27-33, 2014 ISSN

dokumen-dokumen yang mirip
PROSES FREIS ( (MILLING) Paryanto, M.Pd.

Pengaruh Jenis Pahat dan Cairan Pendingin

PENGARUH TEBAL PEMAKANAN DAN KECEPATAN POTONG PADA PEMBUBUTAN KERING MENGGUNAKAN PAHAT KARBIDA TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN MATERIAL ST-60

BAB 3 PROSES FRAIS (MILLING)

BUKU 3 PROSES FRAIS (MILLING) Dr. Dwi Rahdiyanta

JTM. Volume 03 Nomor 02 Tahun 2014, 38-43

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab II Teori Dasar Gambar 2.1 Jenis konstruksi dasar mesin freis yang biasa terdapat di industri manufaktur.

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 TEKNIK PEMESINAN

JTM. Volume 03 Nomor 01 Tahun 2014, 40-48

Jumlah Halaman : 20 Kode Training Nama Modul` Simulation FRAIS VERTIKAL

PROSES PEMBUBUTAN LOGAM. PARYANTO, M.Pd.

PENGARUH JENIS PAHAT, JENIS PENDINGINAN DAN KEDALAMAN PEMAKANAN TERHADAP KERATAAN DAN KEKASARAN PERMUKAAN BAJA ST 42 PADA PROSES BUBUT RATA MUKA

POROS BERTINGKAT. Pahat bubut rata, pahat bubut facing, pahat alur. A. Tujuan Adapun tujuan dari pembuatan poros bertingkat ini yaitu :

PENGARUH VARIASI PUTARAN SPINDEL DAN KEDALAMAN PEMOTONGAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BAJA ST 60 PADA PROSES BUBUT KONVENSIONAL

Asep Wahyu Hermawan S1 Pendidikan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Surabaya

Pengaruh Kedalaman Pemakanan, Jenis Pendinginan dan Kecepatan Spindel

Kata kunci: Proses Milling, Variasi Kecepatan Putar dan Kedalaman Makan, Surface Roughness

PENGARUH JUMLAH MATA SAYAT END MILL CUTTER MENGGUNAKAN KODE PROGRAM G 02 Dan G 03 TERHADAP KERATAAN ALUMUNIUM 6061 PADA MESIN CNC TU-3A

PENGUKURAN KEKASARAN PROFIL PERMUKAAN BAJA ST37 PADA PEMESINAN BUBUT BERBASIS KONTROL NUMERIK

Alfian Eko Hariyanto S1 Pendidikan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Surabaya

Politeknik Negri Batam Program Studi Teknik Mesin Jl. Ahmad Yani, Batam Centre, Batam 29461, Indonesia

Analisa Pengaruh Gerak Makan Dan Putaran Spindel Terhadap Keausan Pahat Pada Proses Bubut Konvensional

PERBANDINGAN TINGKAT KEKASARAN DAN GETARAN PAHAT PADA PEMOTONGAN ORTHOGONAL DAN OBLIQUE AKIBAT SUDUT POTONG PAHAT

Pengaruh Jenis Pahat, Kecepatan Spindel dan Kedalaman Pemakanan terhadap Tingkat Kekasaran Permukaan Baja S45C

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. pemesinan. Berikut merupakan gambar kerja dari komponen yang dibuat: Gambar 1. Ukuran Poros Pencacah

PENGARUH FEEDING DAN SUDUT POTONG UTAMA TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN LOGAM HASIL PEMBUBUTAN RATA PADA MATERIAL BAJA ST 37

28 Gambar 4.1 Perancangan Produk 4.3. Proses Pemilihan Pahat dan Perhitungan Langkah selanjutnya adalah memilih jenis pahat yang akan digunakan. Karen

PENGARUH KECEPATAN PUTAR SPINDLE (RPM) DAN JENIS SUDUT PAHAT PADA PROSES PEMBUBUTAN TERHADAP TINGKAT KEKASARAN BENDA KERJA BAJA EMS 45

SOAL LATIHAN 2 TEORI KEJURUAN PEMESINAN

Pengaruh Kemiringan Benda Kerja dan Kecepatan Pemakanan terhadapgetaran Mesin Frais Universal Knuth UFM 2

JURNAL PENGARUH VARIASI GERAK MAKAN, KEDALAMAN POTONG DAN JENIS CAIRAN PENDINGIN TERHADAP TINGKAT KEKASARAN PERMUKAAN PEMBUBUTAN BAJA ST 37

Proses Frais. Metal Cutting Process. Sutopo Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta

ANALISIS TOPOGRAFI PERMUKAAN LOGAM DAN OPTIMASI PARAMETER PEMOTONGAN PADA PROSES MILLING ALUMINIUM ALLOY

Melakukan Pekerjaan Dengan Mesin Frais

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Setiap pekerjaan mesin mempunyai persyaratan kualitas permukaan (kekasaran

ANALISA KEKERASAN MATERIAL TERHADAP PROSES PEMBUBUTAN MENGGUNAKAN MEDIA PENDINGIN DAN TANPA MEDIA PENDINGIN

PENGARUH GRADE BATU GERINDA, KECEPATAN MEJA LONGITUDINAL, DAN KEDALAMAN PEMAKANAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES GERINDA PERMUKAAN SKRIPSI

BAB 7 MENGENAL PROSES FRAIS (Milling)

Mesin Milling CNC 8.1. Proses Pemotongan pada Mesin Milling

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya proses permesinan merupakan sebuah keharusan. mesin dari logam. Proses berlangsung karena adanya gerak

PROSES SEKRAP ( (SHAPING) Paryanto, M.Pd. Jur. PT Mesin FT UNY

BAB li TEORI DASAR. 2.1 Konsep Dasar Perancangan

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. hasil yang baik sesuai ukuran dan dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Ukuran poros : Ø 60 mm x 700 mm

MATERI KULIAH PROSES PEMESINAN KERJA BUBUT. Dwi Rahdiyanta FT-UNY

ANALISIS UMUR PAHAT DAN BIAYA PRODUKSI PADA PROSES DRILLING TERHADAP MATERIAL S 40 C

Mesin Perkakas Konvensional

LAMPIARN 1.4 TEST UJI COBA INSTRUMEN. Mata Pelajaran Tingkat/Semester : XI/ Hari / Tanggal :... Waktu. : 60 menit Sifat Ujian

JURNAL AUSTENIT VOLUME 1, NOMOR 1, APRIL 2009

Pengaruh Kedalaman Pemakanan, Kecepatan Spindel Dan Jenis Cairan Pendingin Terhadap Kekasaran Dan Kerataan

STUDI PENGARUH SUDUT POTONG (Kr) PAHAT KARBIDA PADA PROSES BUBUT DENGAN TIPE PEMOTONGAN OBLIQUE TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN

SOAL LATIHAN 2 TEORI KEJURUAN PEMESINAN

Machine; Jurnal Teknik Mesin Vol. 3 No. 2, Juli 2017 P-ISSN : E-ISSN :

I. PENDAHULUAN. Proses permesinan merupakan proses manufaktur dimana objek dibentuk

MESIN BOR. Gambar Chamfer

JTM. Volume 03 Nomor 01 Tahun 2014,

BAB II LANDASAN TEORI

TORSI ISSN : Jurnal Teknik Mesin Universitas Pendidikan Indonesia Vol. IV No. 1 Januari 2006 Hal

OPTIMASI PROSES PEMBUATAN MOBIL KAYU DENGAN MESIN CNC ROUTER PADA INDUSTRI BATIK KAYU

BAB II MESIN BUBUT. Gambar 2.1 Mesin bubut

SAT. Pengaruh Kemiringan Spindel Dan Kecepatan Pemakanan Terhadap Getaran Mesin Frais Universal Knuth UFM 2. Romiyadi, Emon Azriadi. 1.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

SURAT KETERANGAN No : 339C /UN /TU.00.00/2015

SMK PGRI 1 NGAWI TERAKREDITASI: A

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

OPTIMASI PARAMETER PEMESINAN TANPA FLUIDA PENDINGIN TERHADAP MUTU BAJA AISI Jl. Jend. Sudirman Km 3 Cilegon,

STUDI PENGARUH SUDUT POTONG PAHAT HSS PADA PROSES BUBUT DENGAN TIPE PEMOTONGAN ORTHOGONAL TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN

BAB 6 MENGENAL PROSES BUBUT (TURNING)

BAB V MESIN MILLING DAN DRILLING

Pengaruh Kecepatan Putar Terhadap Kekasaran Permukaan Kayu Medang pada Proses Pembubutan

Menentukan Peralatan Bantu Kerja Dengan Mesin Frais

ANALISIS PENGARUH CUTTING SPEED DAN FEEDING RATE MESIN BUBUT TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BENDA KERJA DENGAN METODE ANALISIS VARIANS

JTM. Volume 01 Nomor 03 Tahun 2013, 48-55

BAB III Mesin Milling I

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan mesin frais (milling) baik untuk keperluan produksi. maupun untuk kaperluan pendidikan, sangat dibutuhkan untuk

SOAL LATIHAN 3 TEORI KEJURUAN PEMESINAN

ANALISIS PEMOTONGAN RODA GILA (FLY WHEEL) PADA PROSES PEMESINAN CNC BUBUT VERTIKAL 2 AXIS MENGGUNAKAN METODE PEMESINAN KERING (DRY MACHINING)

PENGARUH PARAMETER PEMOTONGAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES BUBUT BAJA AISI 1045

c. besar c. besar Figure 1

Merupakan bagian yang terpenting dari mesin milling. Tempat untuk mencekam alat potong. Di bagi menjadi 3 jenis :

9 perawatan terlebih dahulu. Ini bertujuan agar proses perawatan berjalan sesuai rencana. 3.2 Pengertian Proses Produksi Proses produksi terdiri dari

2. Mesin Frais/Milling

Gambar I. 1 Mesin Bubut

PENGARUH PERUBAHAN KECEPATAN PEMAKANAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES PEMBUBUTAN

Kecepatan potong Kecepatan makan Kedalaman potong. Kekasaran Permukaan

ANALISIS KEAUSAN PAHAT TERHADAP KUALITAS PERMUKAAN BENDA KERJA PADA PROSES PEMBUBUTAN

BAB III PERAWATAN MESIN BUBUT PADA PT.MITSUBA INDONESIA

PENGARUH KECEPATAN PEMAKANAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN MATERIAL JIS G-3123 SS 41 DENGAN METODE TAGUCHI

DASAR DASAR PROSES PERMESINAN

BAB III METODOLOGI. Pembongkaran mesin dilakukan untuk melakukan pengukuran dan. Selain itu juga kita dapat menentukan komponen komponen mana yang

Studi Eksperimental tentang Pengaruh Parameter Pemesinan Bubut terhadap Kekasaran Permukaan pada Pemesinan Awal dan Akhir

BEKERJA DENGAN MESIN BUBUT

Optimasi Cutting Tool Carbide pada Turning Machine dengan Geometry Single Point Tool pada High Speed

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proses Produksi Jurusan Teknik

Dasar Dasar Proses Permesinan

ANALISA PENGARUH KECEPATAN FEEDING TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN DRAW BAR MESIN MILLING ACIERA DENGAN PROSES CNC TURNING

PENGUJIAN KEBULATAN HASIL PEMBUBUTAN POROS ALUMINIUM PADA LATHE MACHINE TYPE LZ 350 MENGGUNAKAN ALAT UKUR ROUNDNESS TESTER MACHINE

MENGENAL PROSES PERMESINAN

Gambarr 3.3 Downcut. Gambar 3.2 Upcut

Transkripsi:

PENGARUH VARIASI KECEPATAN POTONG DAN KEDALAMAN PEMAKANAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN DENGAN BERBAGAI MEDIA PENDINGIN PADA PROSES FRAIS KONVENSIONAL 1 Hari Yanuar, Akhmad Syarief, Ach. Kusairi 1 Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat Jalan A. Yani km 36 Banjarbaru, Kalimantan Selatan Email : ayiecastury@gmail.com Abstrak, Proses frais adalah suatu proses pengurangan material untuk membentuk suatu produk dengan cara pahat (cutter) berputar dan tiap giginya melakukan pemakanan serta meja mesin bergerak kekiri dan kekanan sehingga material bergerak mengikuti gerakan meja, akibatnya terjadilah penyayatan atau pemotongan oleh pahat. Dalam proses ini terdapat pengaruh hasil nilai kekasaran permukaan akibat dari penyayatan itu. Ada 2 metode frais yang dapat dilakukan yaitu dengan cara frais vertikal dan horizontal. Selain itu pada proses frais ini bahan yang akan dilakukan proses permesinan akan mempengaruhi kecepatan mesin dan pemakanan yang dilakukan oleh pahat. Bahan yang akan diuji adalah ST-42 dengan media pendingin yang berbeda yaitu oli campur air 1:1 dan collant yang difrais menggunakan pahat carbide, kemudian dilakukan proses frais dengan memvariasikan kecepatan potong 28,13 m/min, 41,1 m/min, dan 53,41 m/min, dan tebal pemakanan 0,1 mm, 0,3 mm, dan 0,5 mm.. Dari hasil penelitian ini maka kehalusan permukaan benda uji yang telah difrais untuk semua bahan yang digunakan pada pengujian dengan menggunakan cutter carbide termasuk kedalam kategori nilai kekasaran yang ada pada standard yaitu N6 sampai dengan N9 yang mempunyai nilai 0,8 µm sampai dengan 6,3 µm. Nilai kekasaran yang paling rendah didapat pada penelitian ini adalah 0.67 µm dan yang tertinggi 4.83 µm. Kata Kunci : Kecepatan potong, tebal pemakanan, kekasaran, media pendingin, kabrida. Abstract, Milling process is a process of reduction of material to form a product by a cutter rotates and each teeth do ingestion and the machine tabel move to the left or right so that moving objects follow the movements of the tabel, as a result there was slice or cut by a chisel. In this process there is an influence on the results of roughness value as a result of that slice. There are two methods milling process to do that is by vertical and horizontal. In addition to this milling process materials that will be machining process will affect the engine speed and ingestion by a chisel. Materials to be tested was ST 42 stell with cooling different is water mixed oil 1 : 1 and coolant milling using carbide chisel, milling process is then performed by varying the cutting speed 28.13 m/min; 41.1 m/min; 53.41 m/min and thickness 0.1 mm; 0.3 mm; 0.5 mm. From these results the surface smoothness of the specimen which has milling for all materials used in the test using a carbide cutter belonging to the category of surface rougness values that exist on the standard of between N6 to N9 which has had a value of 0,8 µm up 6,3 µm. the lowest rougness value that can be achieved in this experiment is 0.67 µm and the highest 4.83 µm. Key Words: Cutting speed, Thickness feeding, Rougness, Cooling, Carbide PENDAHULUAN Bagi teknisi di bidang pengerjaan logam dan mahasiswa pada jurusan teknik mesin, frais telah dikenal fungsi dan perannya untuk membuat komponen dari bermacam-macam mesin. Pada dasarnya setiap pekerjaan mesin mempunyai persyaratan kualitas (kekasaran permukaan) yang berbeda-beda, tergantung dari fungsinya. Kualitas permukaan hasil frais dapat dilihat dari kekasaran permukaannya. Makin halus permukaannya makin baik pula kualitasnya, sehingga cukup beralasan juga apabila kekasaran permukaan hasil frais perlu diperhatikan dan dicari solusi untuk mendapatkan tingkat kekasaran yang sehalus mungkin. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kekasaran permukaan pada pengerjaan logam dengan menggunakan mesin frais, antara lain kecepatan spindel, kedalaman pemakanan, kondisi mesin, bahan benda kerja, bentuk pahat potong, dan operator. Kualitas permukaan potong tergantung kepada kondisi pemotongan (cutting condition), adapun yang dimaksud dengan kondisi pemotongan di sini antara lain adalah besarnya kecepatan spindel dan kedalaman pemakanan (depth of cut). Kedalaman pemakanan merupakan salah satu hal yang dapat mempengaruhi hasil pengerjaan pada frais. Kualitas permukaan tergantung pada kondisi pemotongan, dengan pemakaian standarisasi kecepatan potong dan feeding kemungkinan akan didapat hasil kerataan yang sesuai. 27

Menurut penelitian Dicky Seprianto (2009) pada proses frais bahan yang akan dilakukan pada proses permesinan akan mempengaruhi kecepatan mesin dan pemakanan yang dilakukan oleh pahat pada tiap giginya. Menurut penelitian Misbachudin (2011) Ada pengaruh kecepatan potong terhadap nilai kekasaran permukaan pada baja ST 37 pada kecepatan spindle 400 rpm, 670 rpm, dan 920 rpm, dan tebal pemakanan 0.1 mm, 0.3 mm, 0.5 mm, dimana semakin tinggi kecepatan potong yang digunakan maka nilai kekasaran akan semakin kecil atau semakin halus. Demikian juga dengan peneliti Ristanto, Bambang., 2006, mengatakan bahwa semakin besar feeding yang digunakan semakin besar nilai kekasaran yang dihasilkan. Dari latar belakang masalah tersebut perlu diadakan penelitian yang berhubungan dengan tingkat kekasaran hasil proses frais, dengan mengambil judul Pengaruh Variasi Kecepatan Potong Dan Kedalaman Pemakanan Terhadap Kekasaran Permukaan Dengan Berbagai Media Pendingin Pada Proses Frais Konvensional Proses Mesin Frais (Milling) proses pemesinan frais (milling) adalah proses penyayatan benda kerja menggunakan alat potong dengan mata potong jamak yang berputar. Proses penyayatan dengan gigi potong yang banyak yang mengitari pisau ini bisa menghasilkan proses pemesinan lebih cepat. Permukaan yang disayat biasanya berbentuk datar, menyudut, atau melengkung. Permukaan benda kerja bisa juga berbentuk kombinasi dari beberapa bentuk. Mesin yang digunakan untuk memegang benda kerja, memutar pisau, dan penyayatannya disebut mesin frais (milling machine). Gambar 2. Tiga klasifikasi proses frais : (a) Frais periperal (slab milling) (b) frais muka (face milling), dan (c) frais jari (end milling) Parameter yang dapat diatur adalah parameter yang dapat langsung diatur oleh operator mesin ketika sedang mengoperasikan mesin frais. Seperti pada mesin bubut, maka parameter yang dimaksud adalah putaran spindel (n), gerak makan (f), dan kedalaman potong (a). Putaran spindel bisa langsung diatur dengan cara mengubah posisi handle pengatur putaran mesin. Gerak makan bisa diatur dengan cara mengatur handle gerak makan sesuai dengan tabel f yang ada di mesin. Gerak makan (Gambar 4) ini pada proses frais ada dua macam yaitu gerak makan per gigi (mm/gigi), dan gerak makan per putaran (mm/putaran). Kedalaman potong diatur dengan cara menaikkan benda kerja, atau dengan cara menurunkan pisau. Gambar 3. Gambar jalur pisau frais menunjukkan perbedaan antara gerak makan per gigi (f t ) dan gerak makan per putaran (f r ) Elemen dasar proses frais hampir sama dengan elemen dasar proses bubut. Elemen diturunkan berdasarkan rumus sebagai berikut. Gambar 1. Skematik dari gerakan-gerakan dan komponen- komponen dari a) Mesin frais vertikal tipe column and knee, dan (b) Mesin frais horizontal tipe column and knee. Proses frais dapat diklasifikasikan dalam tiga jenis. Klasifikasi ini berdasarkan jenis pisau, arah penyayatan, dan posisi relatif pisau terhadap benda kerja Gambar 4. Gambar skematis proses frais vertikal Keterangan: W = Lebar pemotongan (mm) l w = Panjang pemotongan (mm) l t = l v + l w + l n (mm) 28

a = Kedalaman potong (mm) Pisau frais: d = Diameter luar (mm) z = Jumlah gigi/mata potong X r = Sudut potong utama (90 0 )untuk pisau frais selubung Mesin frais: n = Putaran poros utama (rpm) v f = Kecepatan makan (mm/putaran) 1. Kecepatan potong (cutting speed) : Kecepatan potong merupakan kecepatan pemakanan pahat dalam satuan m/menit atau ft/menit. (m/menit) (1) 2. Gerak makan per gigi Merupakan kecepatan linier pahat sepanjang benda kerja dalam satuan mm/menit atau inci/menit. (mm/menit) (2) 3. Waktu potong Waktu potong merupakan waktu yang diperlukan untuk melakukan penyayatan sepanjang benda kerja dalam satuan detik atau menit. (menit).. (3) Di mana : l t = l 0 + l v + l w 4. Kecepatan penghasilan beram Kecepatan penghasilan beram merupakan volume material yang terbuang per satuan waktu dalam satuan cm 3 /menit atau inci 3 /menit. cm 3 /menit. (4) Rumus-rumus (1 sampai 4) tersebut digunakan untuk perencanaan proses frais. Hasil frais adalah benda kerja yang dihasilkan setelah mengalami perlakuan pada mesin frais yang meliputi pengurangan ukuran-ukuran karena pemakanan yang dilakukan oleh pahat. Hasil frais dapat dikatakan baik atau buruk didasarkan oleh dua faktor, yaitu ketepatan pada ukuran-ukurannya (kepresisian) dan tingkat kualitas permukaan yang dihasilkan. Melihat kedua faktor tersebut maka hasil frais dapat dikatakan baik apabila benda yang dihasilkan sesuai dengan ukuran yang dikehendaki dan permukaan benda kerja mempunyai tingkat kekasaran yang rendah (halus). Adapun hal-hal yang mempengaruhi tingkat kekasaran hasil frais antara lain : 1. Bahan Bahan merupakan faktor yang ikut menentukan kualitas hasil frais, hal ini berkaitan dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh bahan itu sendiri, seperti : sifat keras, lunak, liat, dan lainlain. Sifat yang paling dominan terdapat dalam suatu bahan adalah sifat keras, dimana tingkat kekasaran bahan sangat bervariasi dengan kandungan kadar karbon (C) dalam bahan tersebut. Untuk tiap tingkat kekerasan bahan tersebut, apabila dikerjakan pada mesin-mesin produksi termasuk pada frais akan memiliki tingkat kualitas permukaan yang berbeda-beda pada masing-masing tingkat kekerasan bahan tersebut 2. Pahat Dalam proses pemotongan pahat frais merupakan perkakas terpenting dari mesin frais yang fungsinya untuk menyayat benda kerja sehingga menjadi produk dengan bentuk dan ukuran serta mutu permukaan sesuai yang direncanakan. Dalam proses pemotongan, pahat potong bergerak relatif terhadap benda kerja dan membuang sebagian dari material benda kerja yang lazim disebut tatal, sedangkan bagian dari pahat potong yang makan kedalam material benda kerja disebut elemen pemotongan ( cutting elemen ). Adapun sifat-sifat bahan yang harus dipenuhi untuk setiap bahan pahat adalah mempu menahan pada pelunakan yang tinggi, harus lebih keras dari benda kerja dan mempunyai ketahanan yang tinggi untuk mengatasi retakan. 3. Pendingin Pendingin adalah suatu proses untuk mendinginkan panas yang terjadi akibat dua benda saling bergesekan, syarat-syarat pendingin sendiri meliputi : a) Mempunyai daya dingin yang baik b) Mempunyai daya lumas yang baik c) Mempunyai sifat netral terhadap benda kerja yakni menimbulkan karat ( korosi ) d) Tidak menganggu kesehatan e) Tidak cepat memuai. Keuntungan menggunakan cairan pendingin adalah sebagai berikut : a) Membuat pahat potong tidak cepat tumpul b) Untuk mendinginkan pahat potong, maka kecepatan potong yang lebih tinggi digunakan dan waktu yang dibutuhkan dalam proses permesinan menjadi lebih singkat c) Permukaan hasil proses permesinan akan semakin baik dan ketepatan ukuran dapat tercapai. 4. Tebal Pemakanan Pemakanan adalah jarak yang ditempuh oleh pahat penyayat ketika langkah pemakanan berlangsung. Ketebalan pemakanan merupakan besaran yang menunjukan seberapa tebal penyayatan saat melakukan pemakanan. 5. Kecepatan Potong Kecepatan potong merupakan kecepatan pemakanan pahat dalam satuan m/menit atau ft/menit 29

Kekasaran permukaan adalah salah satu penyimpangan yang disebabkan oleh kondisi potongan dari proses permesinan. Oleh karena itu, untuk memperoleh produk bermutu berupa tingkat kepresisian yang tinggi serta kekasaran permukaan yang baik, perlu didukung oleh proses permesinan yang tepat Tabel 1 Nilai kekasaran yang dicapai oleh beberapa cara pengerjaan METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada workshop universitas lambung mangkurat prodi teknik mesin, yang berlokasi di banjarbaru. Waktu penelitian ini dilakukan mulai tanggal 16 maret 2012 sampai 30 juni 2012. Spesifikasi benda uji yang digunakan dalam eksperimen ini adalah sebagai berikut: a) Bahan yang digunakan adalah as baja karbon rendah St 42 b) Panjang 50 mm, diameter 40 mm c) Pahat frais karbida d) Oli SAE 40 dicampur dengan air berbanding 1:1 sebagai media pendingin e) Coolant sebagai media pendingin f) 40 mm 50 mm Gambar 6. Baja ST 42 Pengukuran adalah suatu proses mengukur atau menilai kualitas sesuatu yang belum diketahui dengan cara membandingkan, dengan acuan standar atau menguji dengan suatu alat. Pada dasarnya ada dua metode pokok pengukuran yaitu pengukuran langsung dan pengukuran tidak langsung. Pengukuran langsung adalah pengukuran yang dilakukan secara langsung dengan membandingkan sesuatu atau benda dengan besaran atau ukuran standar. Pada pengukuran langsung hasil pengukurannya dapat dibaca langsung pada alat ukur yang digunakan, beberapa alat ukur tersebut adalah surface taster dan dial indikator. Pengukuran tidak langsung adalah pengukuran yang menggunakan sistem kalibrasi dimana tidak digunakan standar ukuran secara langsung namun melibatkan beberapa komponen pengukuran yang merupakan satu sistem pengukuran. Gambar 5. Surface tester Spesifikasi alat yang digunakan dalam pengujian ini adalah sebagai berikut: a) Mesin frais b) Pahat frais karbida c) Jangka sorong d) Cooling : Ada 2 media pendingin yang dipakai yaitu, o Oli SAE 40 dicampur dengan air berbanding 1:1 o Coolant e) Kuas f) Kunci L g) Surface tester 1. Proses frais a) M emeriksa kondisi mesin b) M empersiapkan semua peralatan yang dibutuhkan dan benda kerja. c) M engukur benda kerja dengan menggunakan jangka sorong dan menghaluskan sedikit permukaannya dengan menggunakan kikir d) M embersihkan ragum dan benda kerja dari serpihan beram agar tidak mengganjal sewaktu dijepit. e) Jarak panjang overhang pada holder 25 mm, apa bila benda kerja tidak sampai bawah holder (ragum) maka gunakan sim agar dasar pencekaman tidak miring. 30

f) Melakukan pencekaman dan penyenteran benda kerja pada meja frais. g) Memasangan pahat frais. h) Mengatur putaran spindel sesuai variasi pengujian. i) Mencari titik permukaan/titik nol dan kemudian Mengatur kedalaman pemakanan. j) Melakukan pemakanan. Saat pemakanan dilakukan, mata pahat dan benda kerja diberi media pendingin yaitu : k) Oli SAE 40 dicampur dengan air berbanding 1:1, dan l) coolant m) Pengelompokan eksperimen. 2. Proses pengukuran a) Menghidupkan surface tester dengan menekan tombol on/off yang terdapat pada alat tersebut. b) Melakukan kalibrasi dengan jalan menggoreskan ujung stylus pada material standar kekasaran yang diinginkan (spesifikasi). HASIL DAN PEMBAHASAN Grafik Hasil Pengujian Data hasil yang diperoleh dari frais untuk banda uji St 42 dengan media pendingin air campur oli 1:1, diperoleh grafik hubungan antara kecepatan potong terhadap kekasaran dengan variasi tebal pemakanan 0.1 mm, 0.3 mm, dan 0.5 mm. Dapat dilihat pada gambar 6 di bawah ini Gambar 7. Kalibrasi surface tester c) Setelah kalibrasi selesai akan dilakukan pengukuran dapat langsung dilaksanakan. d) Menggerakkan stylus sepanjang benda kerja yang diukur dengan menekan tombol start maka stylus akan melakukan gerakan pengukuran secara otomatis. Gambar 9. Grafik hubungan antara kecepatan potong dan tebal pemakanan terhadap kekasaran pada benda uji St 42 dengan (media pendingin air campur oli 1:1) Hasil uji kekasaran pada media pendingin air campur air 1:1 setelah proses frais dengan tebal pemakanan 0.1 mm nilai kekasaran pada permukaan pada kecepatan potong 28.13 m/min adalah 1.30 µm, pada kecepatan potong 41.1 m/min adalah 0.93 µm, pada kecepatan potong 53,41 m/min adalah 0.67 µm. Untuk tebal pemakanan 0.3 mm nilai kekasaran 1.80 µm, pada kecepatan potong 41.1 m/min adalah 1.32 µm, dan pada kecepatan potong 53.41 m/min adalah 0.70 µm. Untuk tebal pemakanan 0.5 mm nilai kekasaran 2.40 µm, pada kecepatan potong 41.1 m/min adalah 1.78 µm, dan pada kecepatan potong 53.41 m/min adalah 0,96 µm. Sedangkan data hasil yang diperoleh dari frais untuk banda uji St 42 dengan media pendingin coolant, diperoleh grafik hubungan antara kecepatan potong terhadap kekasaran dengan variasi tebal pemakanan 0.1 mm, 0.3 mm, dan 0.5 mm. Dapat dilihat pada gambar 7 di bawah ini. Gambar 8 Pengukuran benda kerja e) Melihat harga kekasaran yang tertera pada monitor surface tester dan mencatat harga kekasaran yang dihasilkan. f) Melakukan kembali pengukuran tingkat kekasaran pada tempat yang berbeda dan mencatat kembali harga kekasaran yang didapat. Gambar 10. Grafik hubungan antara kecepatan potong dan tebal pemakanan terhadap kekasaran pada benda uji St 42 dengan (media pendingin Coolant) 31

Hasil uji kekasaran pada media pendingin coolant setelah proses frais dengan tebal pemakanan 0.1 mm nilai kekasaran pada permukaan pada kecepatan potong 28.13 m/min adalah 1.29 µm, pada kecepatan potong 41.1 m/min adalah 1.25 µm, pada kecepatan potong 53,41 m/min adalah 0.98 µm. Untuk tebal pemakanan 0.3 mm nilai kekasaran 2.93 µm, pada kecepatan potong 41.1 m/min adalah 2.09 µm, dan pada kecepatan potong 53.41 m/min adalah 1.23 µm. Untuk tebal pemakanan 0.5 mm nilai kekasaran 4.83 µm, pada kecepatan potong 41.1 m/min adalah 2.27 µm, dan pada kecepatan potong 53.41 m/min adalah 1.47 µm. Setelah diperoleh grafik hubungan antara kecepatan potong terhadap kekasaran dengan variasi tebal pemakanan 0.1 mm, 0.3 mm, 0.5 mm maka dibuat grafik hubungan antara tebal pemakanan terhadap kekasaran dengan variasi kecepatan potong 28.13 m/min, 41.1 m/min, dan 53,41 m/min. Dapat dilihat pada gambar 8 di bawah ini. Gambar 11 Grafik hubungan antara tebal pemakanan dan kecepatan potong terhadap kekasaran pada benda uji St 42 dengan (media pendingin air campur oli 1:1) Hasil uji kekasaran pada spesimen baja karbon St 42 dengan media pendingin air campur oli 1:1 setelah proses frais dengan kecepatan potong 28,13 m/min, nilai kekasaran permukaan pada tebal pemakanan 0.1 mm adalah 1.30 µm, pada tebal pemakanan 0.3 mm adalah 1.80 µm, dan tebal pemakanan 0.5 mm adalah 2.40 µm. Untuk kecepatan potong 41,1 m/min, nilai adalah 0.93 µm, pada tebal pemakanan 0.3 mm adalah 1.32 µm, dan pada tebal pemakanan 0.5 mm adalah 1.78 µm. Untuk kecepatan potong 53,41 m/min, nilai adalah 0.67 µm, pada tebal pemakanan 0.3 mm adalah 0.70 µm, dan pada tebal pemakanan 0.5 mm adalah 0.96 µm. Sedangkan data hasil yang diperoleh dari frais pada spesimen St 42 dengan media pendingin coolant diperoleh grafik kekasaran dapat dilihat pada gambar 9 di bawah ini.. Gambar 12 Grafik hubungan antara tebal pemakanan dan kecepatan potong terhadap kekasaran pada benda uji St 42 dengan (media pendingin Coolant) Hasil uji kekasaran yang diperoleh dari frais pada spesimen St 42 media pendingin coolant dengan kecepatan potong 28,13 m/min, nilai kekasaran permukaan pada tebal pemakanan 0.1 mm adalah 1.29 µm, pada tebal pemakanan 0.3 mm adalah 2.93 µm, pada tebal pemakanan 0.5 mm adalah 4.83 µm. Untuk kecepatan potong 41.1 m/min, nilai adalah 1.25 µm, pada tebal pemakanan 0.3 mm adalah 2.09 µm, pada tebal pemakanan 0.5 mm adalah 2.27 µm. Untuk kecepatan potong 53.41 m/min, nilai adalah 0.98 µm, pada tebal pemakanan 0.3 mm adalah 1.23 µm, pada tebal pemakanan 0.5 mm adalah 1.47 µm Pembahasan Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian bahwa faktor kecepatan potong dan tebal pemakanan ikut menentukan tingkat kekasaran permukaan hasil frais disamping faktor-faktor lainnya. Data hasil penelitian yang telah diskripsikan dalam bentuk grafik tersebut untuk mengetahui tingkat kekasaran permukaan dari hasil frais dengan spesimen baja karbon St 42 dengan media pendingin air campur oli 1:1 dan media pendingin coolant. Pada grafik hubungan antara kecepatan potong terhadap kekasaran dengan variasi tebal pemakanan 0.1 mm, 0.3 mm, dan 0.5 mm pada spesimen baja karbon St 42 menggunakan media pendingin air campur oli 1:1 (gambar 4.1), terjadi kecenderungan penurunan nilai kekasaran, hal ini disebabkan oleh faktor kecepatan potong yang mempengaruhi nilai kekasaran permukaan, yaitu semakin besar nilai kecepatan potong maka kekasaran yang terjadi akan semakin kecil atau semakin halus. Pada grafik hubungan antara tebal pemakanan terhadap kekasaran dengan variasi kecepatan potong 28.13 m/min, 41.1 m/min, dan 53.41m/min pada spesimen baja karbon St 42 menggunakan media pendingin air campur oli 1:1 (gambar 4.3), terjadi kecenderungan peningkatan nilai kekasaran, hal ini disebabkan faktor ketebalan pemakanan yang mempengaruhi nilai kekasaran permukaan, yaitu semakin besar nilai ketebalan pemakanan maka kekasaran akan semakin besar atau semakin kasar. 32

Pada grafik hubungan antara kecepatan potong terhadap kekasaran dengan variasi tebal pemkanan 0.1 mm, 0.3 mm, dan 0.5 mm pada spesimen baja karbon St 42 menggunakan media pendingin coolant (gambar 4.2), terjadi kecenderungan penurunan nilai kekasaran, hal ini disebabkan oleh faktor kecepatan potong yang mempengaruhi nilai kekasaran permukaan, yaitu semakin besar nilai kecepatan potong maka kekasaran yang terjadi akan semakin kecil atau semakin halus. Pada grafik hubungan antara tebal pemakanan terhadap kekasaran dengan variasi kecepatan potong 28.13 m/min, 41.1 m/min, dan 53.41m/min pada spesimen baja karbon St 42 menggunakan media pendingin coolant (gambar 4.4), terjadi kecenderung peningkatan nilai kekasaran, hal ini disebabkan faktor ketebalan pemakanan yang mempengaruhi nilai kekasaran permukaan, yaitu semakin besar nilai ketebalan pemakanan maka kekasaran akan semakin besar atau semakin kasar. Pada penelitian ini semakin tebalnya pemakanan dapat menyebabkan benda kerja semakin kasar karena semakin dalamnya pemakanan yang dilakukan alur-alur pada sayatan pahat akan semakin dalam dan juga menyebabkan ingsutan atau getaran sehingga bisa membuat benda kerja bergerak. Sedangkan semakin besar kecepatan potong yang digunakan dapat menyebabkan kekasaran benda kerja semakin kecil atau semakin halus disebabkan mata pahat yang berputar akan semakin cepat dan banyak atau sering memotong ditempat yang sama sampai berkali-kali, sehingga gelombang kekasaran yang dihasilkan akan semakin kecil dan hasil permukaan benda kerja menjadi lebih halus. KESIMPULAN Dari penelitian yang dilakukan, dapat ditarik kesimpulan yaitu sebagai berikut: 1. Ada pengaruh kecepatan potong terhadap nilai kekasaran permukaan pada media pendingin oli SAE 40 campur air 1:1 dan media pendingin coolant, dimana semakin tinggi kecepatan potong yang digunakan maka nilai kekasaran akan semakin kecil atau semakin halus. 2. Adapun nilai tebal pemakanan terhadap nilai kekasaran permukaan pada media pendingin oli SAE 40 campur air 1:1 dan media pendingin coolant, dimana semakin besar tebal pemakanan yang digunakan maka nilai kekasaran akan semakin besar atau semakin kasar. 3. Nilai kekasaran paling rendah dan paling tinggi yang didapat pada spesimen baja karbon St 42 dengan 2 media pendingin yang berbeda : a) Nilai kekasaran paling rendah dengan media pendingin air campur oli 1:1 sebesar 0.67 µm, dan nilai kekasaran paling rendah pada media pendingin coolant sebesar 0.98 µm. b) Nilai kekasaran paling tinggi pada media pendingin air campur oli 1:1 sebesar 2.40 µm, dan nilai kekasaran paling tinggi pada media pendingin coolant sebesar 4.83 µm c) Nilai kekasaran yang paling rendah didapat dengan penggunaan kecepatan potong yang paling tinggi yaitu 53,41 m/min dan tebal pemakanan yang paling rendah yaitu 0.1 mm. d) Nilai kekasaran yang paling tinggi didapat dengan penggunaan kecepatan potong yang paling rendah yaitu 28,13 m/min dan tebal pemakanan yang paling besar yaitu 0.5 mm. e) Nilai kekasaran yang dapat dicapai pada penelitian ini termasuk kedalam kategori nilai kekasaran permukaan yang ada pada standar yaitu antara N6 N9 yang mempunyai nilai 0.8 µm, sampai dengan 6.3 µm. Saran Dari penelitian ini, terdapat kekurangankekurangan yang mungkin dapat diperbaiki dalam peneliti selanjutnya. Berikut ini adalah saran-saran yang perlu diperhatikan untuk mengembangkan peneliti selanjutnya: 1. Pada peneliti ini menggunakan frais vertikal (face mill) untuk peneliti berikutnya dapat menggunakan frais horizontal (slab milling) 2. Untuk material yang berbeda disarankan menggunakan yang sejenis, misalnya St 37, St 60 3. Perlu ditambahkan variasi antara jarak panjang overhang pada holder. 4. Ingat perhatikan keselamatan kerja pada saat melakukan penelitian, terutama menggunakan kacamata dan sarungtangan pada saat pengerjaan frais DAFTAR PUSTAKA [1] Harsono., 2009, Teknologi Pengelasan Logam. Jakata : Pradya Paramita [2] Handayani, Sri., 2007., Mengenal Proses Frais (Milling), ditemukan di: [3] ftp://118.97.42.43/virlibstemsi/teknolog I/TEKNIK MESIN/TEKNIK PEMESINAN 1/BAB 07 Mengenal Proses Frais New.pdf, diakses 08 Maret 2012. [4] Misbachudin., 2011, Analisa Kecepatan Potong Dan Tebal Pemakanan Terhadap Kekasaran Permukaan Pada Proses Frais Dengan Spesimen Baja Karbon Dan Aluminium, Jurusan Teknik Mesin Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru. [5] Ristanto, Bambang., 2006, Pengaruh Fedding Terhadap Tingkat Kekasaran Permukaan Pada Proses Pnyakrapan Rata Dengan Specimen Baja Karbon. Laporan Tugas Akhir, Jurusan Teknik Mesin Universitas Negeri Semarang [6] Schey, Jhon A., 2009., Proses Manufaktur, Andi, Yogyakarta. [7] Widarto, Wijanarka., S utopo, Paryanto Teknik Permesinan, 2008., Departemen Pendidikan Nasional, jakarta. 33