BATAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL,

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/ DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.45/Menhut-II/2008 TENTANG PENATAUSAHAAN BARANG MILIK NEGARA LINGKUP DEPARTEMEN KEHUTANAN

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 3 TAHUN 2007

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN-KP/2013 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 120/PMK.06/2007 TENTANG PENATAUSAHAAN BARANG MILIK NEGARA

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK PEMERINTAH KOTA PRABUMULIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

PERATURAN BUPATI KEPULAUAN SULA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA

WALIKOTA PALANGKA RAYA

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

SALINAN NO : 14 / LD/2009

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4/PMK.06/2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN ' REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 4/PMK.06/2013 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DEMAK TAHUN 2008 NOMOR : 4

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.44/Menhut-II/2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEMENTERIAN NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 96/PMK.06/2007 TENTANG

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA KMA NOMOR 23 TAHUN 2014

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

SALINAN TENTANG. Nomor. Dan Pelabuhan Bebas. Batam; Mengingat. Pemerintah

SALINAN PERATURAN REKTOR INSTITUT PERTANIAN BOGOR Nomor : 06/I3/LK/2008 Tentang PEDOMAN PENGELOLAAN BARANG MILIK INSTITUT PERTANIAN BOGOR REKTOR

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2009 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2009 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2009 NOMOR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1343, 2012 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Persediaan. Penatausahaan. Pencabutan.

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 02/PRT/M/2009

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

2015, No Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 3. Undang Undang Nomor 31 Tahun 2009 tentang M

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 14 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

BUPATI TIMOR TENGAH SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

PEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG

PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PUNCAK JAYA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR SULAWESI UTARA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SRAGEN PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN,

PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG

Modul JP (135 menit)

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM,

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA BANDAR LAMPUNG PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR : 04 TAHUN 2018 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA NOMOR /UN40/HK//2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEKADAU PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG

Transkripsi:

PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR: 158/KA/VIII/2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan tertib administrasi dan tertib pengelolaan barang milik negara Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), perlu menetapkan pedoman pengelolaan barang milik negara BATAN; b. bahwa pelaksanaan pengelolaan barang milik negara BATAN harus memperhatikan asas fungsional, kepastian hukum, transparansi, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala BATAN tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Negara Badan Tenaga Nuklir Nasional; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4609) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010

- 2 - Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5165); 5. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan. Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 20005; 6. Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4212) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5165); 7. Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5136); 8. Keputusan Presiden Nomor 16/M tahun 2007; 9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara; 10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.06/2007 tentang Penatausahaan Barang Milik Negara; 11. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 29/PMK.06/2010 tentang Penggolongan dan Kodefikasi Barang Milik Negara; 12. Keputusan Kepala BATAN Nomor 360/KA/VII/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir; 13. Peraturan Kepala BATAN Nomor 392/KA/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Tenaga Nuklir Nasional; 14.. Peraturan Kepala BATAN Nomor 393-396/KA/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai di Lingkungan BATAN; 15. Peraturan Kepala BATAN Nomor 093/KA/V/2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Manajemen Penelitian, Pengembangan, Perekayasaan, Diseminasi, dan Penguatan Kelembagaan Ilmu Pengetahuan dan

Teknologi Nuklir; BATAN - 3-16. Peraturan Kepala BATAN Nomor 211/KA/XII/2010 tentang Pedoman Penyusunan, Pelaksanaan, Pelaporan, dan Pengawasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Badan Tenaga Nuklir Nasional; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL. Pasal 1 (1) Pedoman Pengelolaan Barang Milik Negara Badan Tenaga Nuklir Nasional yang selanjutnya disebut Pedoman Pengelolaan BMN sebagaimana tersebut dalam Lampiran merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan ini. (2) Pedoman Pengelolaan BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk memberikan petunjuk umum bagi pelaksana pengelolaan BMN yang berada di Kuasa Pengguna Barang/Pengguna Barang dalam mewujudkan tertib administrasi dan tertib pengelolaan Barang Milik pada Kuasa Pengguna Barang/Pengguna Barang ditingkat Satuan Kerja, Wilayah, Eselon I, dan Lembaga. Pasal 2 Pelaksanaan pengelolaan kendaraan dan pelaksanaan pengelolaan pemeliharaan dan perawatan sarana dan/atau prasarana pendukung instalasi nuklir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

- 4 - Pasal 3 Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 3 Agustus 2011 KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL, HUDI HASTOWO Salinan sesuai dengan aslinya, Kepala Biro Kerja Sama, Hukum, dan Hubungan Masyarakat, Ferhat Aziz

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR : 158/KA/VIII/2011 TANGGAL : 3 Agustus 2011 PEDOMAN PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL BAB I PENDAHULUAN 1. Umum Dalam rangka menjamin terlaksananya tertib administrasi dan tertib pengelolaan Barang Milik Negara (BMN) telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan BMN sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008. Untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah tersebut, Menteri Keuangan selaku Pengelola BMN telah menetapkan: a. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan Pemindahtanganan BMN; b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.06/2007 tentang Penatausahaan BMN; dan c. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 29/PMK.06/2010 tentang Penggolongan dan Kodefikasi BMN. Sehubungan dengan itu, dalam rangka mewujudkan kesamaan persepsi dan langkah secara integral dan menyeluruh dalam pengelolaan BMN, yang dilaksanakan dengan memperhatikan asas fungsional, kepastian hukum, transparansi, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai, perlu disusun Pedoman Pengelolaan Barang Milik Negara Badan Tenaga Nuklir Nasional. Ruang lingkup pengelolaan BMN disamping berasal dari pembelian atau perolehan atas beban Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) juga berasal dari perolehan lain yang sah. BMN yang berasal dari perolehan lain yang sah dimaksud dirinci dalam 4 (empat) bagian yaitu : a. barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan/ sejenis; b. diperoleh sebagai pelaksanaan perjanjian/ kontrak; c. diperoleh berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan; dan

- 2 - d. diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Pengelolaan BMN meliputi semua aktivitas yang berkaitan dengan BMN terdiri dari perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penatausahaan (meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan) dan barang persediaan, penggunaan, pemeliharaan, pemanfaatan (meliputi sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, dan bangun guna serah/bangun serah guna), penilaian, penghapusan, pemindahtanganan (meliputi penjualan, tukar-menukar, hibah, dan penyertaan modal pemerintah pusat), pengawasan, pengendalian, dan pengamanan (meliputi administrasi, fisik, dan hukum). Dasar pengaturan mengenai wewenang dan tanggung jawab pejabat pengelolaan BMN adalah sebagai berikut: a. Menteri Keuangan selaku Pengelola Barang selain mempunyai fungsi pengaturan juga melakukan fungsi pengelolaan atas BMN khususnya tanah dan/atau bangunan, termasuk mengambil berbagai keputusan administratif; b. Kepala BATAN selaku Pimpinan Lembaga adalah Pengguna Barang pada dasarnya mempunyai fungsi yang terkait dengan penggunaan BMN yang ada dalam penguasaannya dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi BATAN. Dalam melaksanakan fungsi dimaksud Kepala BATAN berwenang menunjuk Kuasa Pengguna Barang. 2. Maksud dan Tujuan Pedoman pengelolaan BMN ini bertujuan untuk memberikan petunjuk umum bagi pelaksana pengelolaan BMN yang berada di Kuasa Pengguna Barang/Pengguna Barang dalam mewujudkan tertib administrasi dan tertib pengelolaan BMN BATAN pada Kuasa Pengguna Barang/Pengguna Barang ditingkat Satuan Kerja, Wilayah, Eselon I, dan Lembaga. 3. Ruang lingkup Ruang lingkup Pedoman Pengelolaan BMN terdiri atas: pejabat pengelolaan BMN, perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan barang/jasa, penggunaan, penatausahaan, pemeliharaan, pemanfaatan, penilaian, penghapusan, pemindahtanganan, pembinaan, pengawasan, pengendalian, dan pengamanan.

4. Sasaran pengelolaan BATAN - 3 - Seluruh BMN merupakan objek pengelolaan, yakni semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau berasal dari perolehan lain yang sah, yang berada dalam penguasaan Kuasa Pengguna Barang/Pengguna Barang. 5. Pengertian dan istilah Dalam Pedoman ini yang dimaksud dengan: 1. Barang Milik Negara (BMN) adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lain yang sah. 2. Menteri Keuangan selaku Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan BMN. 3. Kepala BATAN selaku Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan BMN 4. Kepala Satuan Kerja selaku Kuasa Pengguna Barang adalah pejabat yang ditunjuk oleh Pengguna Barang untuk menggunakan barang yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya. 5. Pelaksana Penatausahaan adalah unit yang melakukan penatausahaan BMN pada Kuasa Pengguna Barang/Penguna Barang dan pada Pengelola Barang. 6. Perencanaan Kebutuhan BMN adalah kegiatan merumuskan rincian kebutuhan BMN untuk menghubungkan pengadaan barang yang telah lalu dengan keadaan yang sedang berjalan sebagai dasar dalam melakukan tindakan yang akan datang, meliputi penyusunan: Rencana Kebutuhan BMN, Daftar Kebutuhan BMN, Pemeliharaan BMN, Daftar Kebutuhan Pemeliharaan Barang, dan Daftar Hasil Pemeliharaan Barang. 7. Rencana Kebutuhan BMN adalah rincian kebutuhan BMN pada masa yang akan datang yang disusun berdasarkan pengadaan barang yang telah lalu dan keadaan yang sedang berjalan. 8. Daftar Kebutuhan BMN adalah daftar yang memuat rincian kebutuhan BMN pada masa yang akan datang. 9. Pemeliharaan BMN adalah suatu rangkaian kegiatan untuk menjaga kondisi dan memperbaiki semua BMN agar selalu dalam keadaan baik dan siap untuk digunakan secara berdaya guna dan berhasil guna.

- 4-10. Daftar Kebutuhan Pemeliharaan Barang adalah daftar yang memuat rincian kebutuhan pemeliharaan BMN pada suatu periode tertentu yang disusun berdasarkan daftar barang. 11. Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan BMN sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 12. Pembukuan BMN adalah kegiatan pendaftaran dan pencatatan BMN ke dalam Daftar Barang yang ada pada Pengguna Barang dan Pengelola Barang 13. Inventarisasi adalah kegiatan untuk melakukan pendataan, pencatatan, dan pelaporan hasil pendataan BMN. 14. Penggolongan adalah kegiatan untuk menetapkan secara sistematik mengenai BMN ke dalam golongan, bidang, kelompok, subkelompok,dan sub-sub kelompok. 15. Kodefikasi adalah pemberian kode BMN sesuai dengan penggolongan masing-masing BMN. 16. Penggunaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pengguna Barang dalam mengelola dan menatausahakan BMN yang sesuai dengan tugas dan fungsi instansi yang bersangkutan. 17. Pemanfaatan adalah pendayagunaan BMN yang tidak dipergunakan sesuai dengan tugas dan fungsi kementerian/lembaga/satuan kerja, dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, dan bangun serah guna/bangun guna serah dengan tidak mengubah status kepemilikan. 18. Sewa adalah pemanfaatan BMN oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai. 19. Pinjam Pakai adalah penyerahan penggunaan barang antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan antar pemerintah daerah dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu tersebut berakhir BMN tersebut diserahkan kembali kepada Pengelola Barang. 20. Kerjasama Pemanfaatan adalah pendayagunaan BMN oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan sumber pembiayaan lainnya. 21. Bangun Guna Serah adalah pemanfaatan BMN berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya diserahkan kembali kepada Pengelola Barang setelah berakhirnya jangka waktu.

- 5-22. Bangun Serah Guna adalah pemanfaatan BMN berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan kepada Pengelola Barang untuk kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disepakati. 23. Penilaian adalah suatu proses kegiatan penelitian yang selektif didasarkan pada data/fakta yang objektif dan relevan dengan menggunakan metode/teknik tertentu untuk memperoleh nilai BMN. 24. Penilai adalah pihak yang melakukan penilaian secara independen berdasarkan kompetensi yang dimiliki terdiri dari penilai internal dan penilai eksternal. 25. Penghapusan adalah tindakan menghapus BMN dari daftar barang dengan menerbitkan surat keputusan pejabat yang berwenang untuk membebaskan Pengguna dan/atau Kuasa Pengguna Barang dan/atau Pengelola Barang dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya. 26. Pemindahtanganan adalah pengalihan kepemilikan BMN sebagai tindak lanjut penghapusan dengan cara dijual, dipertukarkan, dihibahkan atau disertakan sebagai modal pemerintah. 27. Penjualan adalah pengalihan kepemilikan BMN kepada pihak lain dengan menerima penggantian dalam bentuk uang. 28. Tukar-Menukar adalah pengalihan kepemilikan BMN yang dilakukan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, antar pemerintah daerah, atau antara pemerintah pusat/pemerintah daerah dengan pihak lain, dengan menerima penggantian dalam bentuk barang, sekurang-kurangnya dengan nilai seimbang. 29. Hibah adalah pengalihan kepemilikan barang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, dari pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, antar pemerintah daerah, atau dari pemerintah pusat/pemerintah daerah kepada pihak lain, tanpa memperoleh penggantian. 30. Penyertaan Modal Pemerintah Pusat adalah pengalihan kepemilikan BMN dan/atau uang yang semula merupakan kekayaan yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan yang dipisahkan untuk diperhitungkan sebagai modal/saham negara pada Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, atau badan hukum lain yang dimiliki negara/daerah. 31. Daftar Barang Pengguna (DBP) adalah daftar yang memuat data barang yang digunakan oleh masing-masing Pengguna Barang.

- 6-32. Daftar Barang Kuasa Pengguna (DBKP) adalah daftar yang memuat data barang yang dimiliki oleh masing-masing Kuasa Pengguna Barang. 33. Laporan Barang Kuasa Pengguna (LBKP) adalah laporan yang disusun oleh Kuasa Pengguna Barang yang menyajikan posisi BMN pada awal dan akhir periode tertentu setiap semester dan tahunan serta mutasi yang terjadi selama periode tersebut. 34. Laporan Barang Pengguna Wilayah (LBPW) adalah laporan yang disusun oleh unit kerja yang ditetapkan sebagai Kantor Wilayah Pengguna Barang (Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri untuk wilayah Bandung dan Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan untuk wilayah Yogyakarta) yang menyajikan posisi BMN pada awal dan akhir periode serta mutasi yang terjadi selama periode tersebut. 35. Laporan Barang Pengguna Eselon I (LBP-E1) adalah laporan yang disusun oleh unit Eselon I Pengguna Barang (Sekretariat Utama) yang menyajijkan posisi BMN pada awal dan akhir periode tertentu setiap semester dan tahunan serta mutasi yang terjadi selama periode tersebut. 36. Laporan Barang Pengguna (LBP) adalah laporan yang disusun oleh Pengguna Barang yang menyajikan posisi BMN pada awal dan akhir periode tertentu setiap semester dan tahunan serta mutasi yang terjadi selama periode tersebut. 37. Kementerian Negara/Lembaga adalah kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian negara/lembaga negara. 38. Menteri/Pimpinan Lembaga adalah pejabat yang bertanggung jawab atas penggunaan barang kementerian negara/lembaga yang bersangkutan. 39. Pihak lain adalah pihak selain kementerian negara/lembaga.

- 7 - BAB II PEJABAT PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA Pengelolaan BMN dilakukan oleh Pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab atas pengelolaan BMN sesuai dengan tugas dan fungsinya. Pengaturan mengenai wewenang dan tanggung jawab Pejabat Pengelolaan BMN adalah sebagai berikut : 1. Kepala BATAN selaku Pengguna BMN, berwenang dan bertanggung jawab: a. Menetapkan Kuasa Pengguna Barang; b. Mengajukan rencana kebutuhan dan penganggaran BMN BATAN; c. Melaksanakan pengadaan BMN sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; d. Mengajukan permohonan penetapan status tanah dan bangunan untuk penguasaan dan penggunaan BMN yang diperoleh dari beban APBN dan perolehan lain yang sah; e. Menggunakan BMN yang berada dalam penguasaannya untuk kepentingan pelaksanaan penyelenggaraan tugas dan fungsi BATAN; f. Mengamankan dan memelihara BMN yang berada dalam penguasaannya; g. Mengajukan usul pemanfaatan dan pemindahtanganan BMN; h. Mengajukan usul pemindahtanganan dengan tindak lanjut tukar menukar berupa tanah dan bangunan yang masih dipergunakan untuk pelaksanaan penyelenggaraan tugas dan fungsi tetapi tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota; i. Mengajukan usul pemindahtanganan dengan tindak lanjut penyertaan modal pemerintah pusat atau hibah yang dari awal pengadaannya sesuai dengan peruntukan yang tercantum dalam dokumen penganggaran; j. Menyerahkan tanah dan bangunan yang tidak dimanfaatkan untuk kepentingan pelaksanaan penyelenggaraan tugas dan fungsi kepada Pengelola Barang; k. Melakukan pengawasan dan pengendalian atas penggunaan BMN yang ada dalam penguasaannya; l. Melakukan pencatatan dan inventarisasi BMN yang berada dalam penguasaannya; dan m. Menyusun dan menyampaikan Laporan Barang Penguna Semesteran (LBPS) dan Laporan Barang Pengguna Tahunan (LBPT) yang berada dalam penguasaannya kepada Pengelola Barang. 2. Kepala Satuan Kerja selaku Kuasa Pengguna BMN dalam lingkungan satuan kerja yang dipimpin, berwenang dan bertanggung jawab:

- 8 - a. Mengajukan rencana kebutuhan BMN untuk lingkungan satuan kerja yang dipimpin kepada Pengguna Barang; b. Menunjuk pegawai yang mengurus dan menyimpan BMN; c. Melaksanakan pengadaan BMN sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; d. Mengajukan permohonan penetapan status untuk penguasaan dan penggunaan BMN yang diperoleh dari beban APBN dan perolehan lain yang sah kepada Pengguna Barang; e. Melakukan pencatatan dan inventarisasi BMN yang berada dalam penguasaannya; f. Menggunakan BMN yang berada dalam penguasaannya untuk kepentingan pelaksanaan penyelenggaraan tugas dan fungsi satuan kerja yang dipimpin; g. Mengamankan BMN yang berada dalam penguasaannya; h. Mengajukan usul pemindahtanganan BMN berupa tanah dan bangunan yang tidak memerlukan persetujuan DPR dan BMN selain tanah dan bangunan kepada Pengguna Barang; i. Menyerahkan tanah dan bangunan yang tidak dimanfaatkan untuk kepentingan pelaksanaan penyelenggaraan tugas dan fungsi satuan kerja yang dipimpin kepada Pengguna Barang; j. Melakukan pengawasan dan pengendalian atas penggunaan BMN yang ada dalam penguasaannya; dan k. Menyusun dan menyampaikan Laporan Barang Kuasa Pengguna Semesteran (LBKPS) dan Laporan Barang Kuasa Pengguna Tahunan (LBKPT) kepada Pengguna Barang.

- 9 - BAB III PERENCANAAN KEBUTUHAN DAN PENGANGGARAN Perencanaan kebutuhan BMN, meliputi perencanaan kebutuhan pengadaan dan perencanaan kebutuhan pemeliharaan serta perencanaan penghapusan BMN, harus mampu menghubungkan antara ketersediaan BMN yang ada sebagai hasil pengadaan yang telah lalu dengan keadaan yang sedang berjalan sebagai dasar tindakan yang akan datang dalam rangka pencapaian efisiensi dan efektivitas pengadaan BMN. Hasil perencanaan kebutuhan BMN, yang disusun menjadi Rencana Kebutuhan Barang Milik Negara (RKBMN) dan dituangkan dalam Daftar Kebutuhan Barang Milik Negara (DKBMN) merupakan salah satu dasar dalam penyusunan perencanaan anggaran. Perencanaan anggaran yang mencerminkan kebutuhan riil BMN akan menentukan pencapaian tujuan pengadaan barang yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan penyelenggaraan tugas dan fungsi masing-masing satuan kerja. 1. Mekanisme penyusunan perencanaan kebutuhan BMN adalah sebagai berikut : a. Perencanaan kebutuhan BMN disusun dalam Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) BATAN dan/atau RKA satuan kerja di BATAN setelah memperhatikan ketersediaan BMN yang ada, berpedoman pada Laporan Kondisi Barang, standar barang, standar sarana dan prasarana, dan standar harga yang ditetapkan berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.. b. Satuan Kerja wajib memperbaharui Laporan Kondisi Barang setiap semester sebagai salah satu dasar untuk perencanaan kebutuhan BMN meliputi Perencanaan Pengadaan BMN, Perencanaan Pemeliharaan BMN, dan Perencanaan Penghapusan BMN. c. Berdasarkan Perencanaan Pengadaan BMN, Perencanaan Pemeliharaan BMN, dan Perencanaan Penghapusan BMN, satuan kerja menyusun usulan RKBMN untuk disampaikan kepada Pengguna Barang melalui Biro Umum. d. Pengguna Barang (yang dilaksanakan oleh Biro Umum dan Biro Perencanaan) menghimpun usul RKBMN yang diajukan oleh Kepala Satuan Kerja selaku Kuasa Pengguna Anggaran/Barang di BATAN kemudian menyampaikan kepada Pengelola Barang. e. Pengelola Barang bersama Pengguna Barang (yang dilaksanakan oleh Biro Umum dan Biro Perencanaan) membahas usul RKBMN dengan memperhatikan data barang (temasuk Laporan Pengguna Barang Semesteran dan Laporan Pengguna Barang Tahunan) untuk ditetapkan sebagai RKBMN.

- 10 - f. RKBMN yang telah ditetapkan, dituangkan dalam Daftar Kebutuhan BMN (DKBMN) digunakan sebagai acuan dalam penyusunan RKA BATAN dan/ atau RKA satuan kerja di BATAN. 2. Mekanisme penyusunan perencanaan pemeliharaan BMN adalah sebagai berikut : a. Perencanaan pemeliharaan BMN disusun dalam RKA BATAN dan/atau RKA satuan kerja di BATAN setelah memperhatikan ketersediaan BMN yang ada, berpedoman pada Laporan Kondisi Barang, standar barang, standar sarana dan prasarana, dan standar harga yang ditetapkan oleh berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. b. Satuan Kerja wajib memperbaharui Laporan Kondisi Barang setiap semester, sebagai salah satu dasar untuk perencanaan pemeliharaan BMN. c. Berdasarkan Laporan Kondisi Barang Semesteran, satuan kerja menyusun usulan Rencana Pemeliharaan BMN, untuk disampaikan kepada Penguna Barang melalui Biro Umum. d. Pengguna Barang (yang dilaksanakan oleh Biro Umum dan Biro Perencanaan) menghimpun usul Rencana Pemeliharaan BMN yang diajukan oleh Kepala Satuan Kerja selaku Kuasa Pengguna Anggaran/Barang di BATAN kemudian menyampaikan kepada Pengelola Barang. e. Pengelola Barang bersama Pengguna Barang (yang dilaksanakan oleh Biro Umum dan Biro Perencanaan) membahas usul Rencana Pemeliharaan BMN dengan memperhatikan data barang (termasuk Laporan Pengguna Barang Semesteran dan Laporan Pengguna Barang Tahunan) untuk ditetapkan sebagai Rencana Pemeliharaan BMN. f. Rencana Pemeliharaan BMN yang telah ditetapkan, dituangkan dalam Daftar Kebutuhan Pemeliharaan BMN digunakan sebagai acuan dalam penyusunan Rencana RKA BATAN dan/atau RKA satuan kerja di BATAN.

- 11 - BAB IV PENGADAAN BARANG/JASA Pengadaan BMN dilaksanakan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006, Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, dan Peraturan Kepala BATAN Nomor 211/KA/XII/2010 tentang Pedoman Penyusunan, Pelaksanaan, Pelaporan, dan Pengawasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Badan Tenaga Nuklir Nasional. Pelaksanaan pengadaan barang/jasa wajib menerapkan prinsip dasar, kebijakan umum pemerintah, dan etika dalam pengadaan barang/jasa. 1. Prinsip dasar pengadaan barang/jasa adalah sebagai berikut: a. Efisien, berarti pengadaan barang/jasa harus diusahakan dengan menggunakan dana dan daya yang minimum untuk mencapai kualitas dan sasaran dalam waktu yang ditetapkan atau menggunakan dana yang telah ditetapkan untuk mencapai hasil dan sasaran dengan kualitas yang maksimum; b. Efektif, berarti pengadaan barang/jasa harus sesuai dengan kebutuhan dan sasaran yang telah ditetapkan serta memberikan manfaat yang sebesar-besarnya; c. Transparan, berarti semua ketentuan dan informasi mengenai pengadaan barang/jasa bersifat jelas dan dapat diketahui secara luas oleh penyedia barang/jasa yang berminat serta oleh masyarakat pada umumnya; d. Terbuka, berarti pengadaan barang/jasa, dapat diikuti oleh semua penyedia barang/jasa yang memenuhi persyaratan/kriteria tertentu berdasarkan ketentuan dan prosedur yang jelas; e. Bersaing, berarti pengadaan barang/jasa harus dilakukan melalui persaingan yang sehat diantara sebanyak mungkin penyedia barang/jasa yang setara dan memenuhi persyaratan, sehingga dapat diperoleh barang/jasa yang ditawarkan secara kompetitif dan tidak ada intervensi yang mengganggu terciptanya mekanisme pasar dalam pengadaan barang/jasa; f. Adil/tidak diskriminatif, berarti memberikan perlakuan yang sama bagi semua calon penyedia barang/jasa dan tidak mengarah untuk memberi keuntungan kepada pihak tertentu, dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional;

- 12 - g. Akuntabel, berarti harus sesuai dengan aturan dan ketentuan yang terkait dengan pengadaan barang/jasa sehingga dapat dipertanggungjawabkan. 2. Kebijakan umum pemerintah dalam pengadaan barang/jasa adalah sebagai berikut : a. Meningkatkan penggunaan produksi dalam negeri, rancang bangun, dan perekayasaan nasional yang sasarannya adalah memperluas lapangan kerja dan mengembangkan industri dalam negeri dalam rangka meningkatkan daya saing barang/jasa produksi dalam negeri pada perdagangan internasional; b. Meningkatkan peran serta usaha kecil termasuk koperasi kecil dan kelompok masyarakat dalam pengadaan barang/jasa; c. Menyederhanakan ketentuan dan tata cara untuk mempercepat proses pengambilan keputusan dalam pengadaan barang/jasa; d. Meningkatkan profesionalisme, kemandirian, dan tanggung jawab pengguna barang/jasa, panitia/pejabat pengadaan, dan penyedia barang/jasa; e. Meningkatkan penerimaan negara melalui sektor perpajakan; f. Menumbuhkembangkan peran serta usaha nasional; g. Mengharuskan pelaksanaan pemilihan penyedia barang/jasa dilakukan di dalam wilayah negara kesatuan republik indonesia; h. Mengharuskan pengumuman secara terbuka rencana pengadaan barang/jasa kecuali pengadaan barang/jasa yang bersifat rahasia pada setiap awal pelaksanaan anggaran kepada masyarakat luas. 3. Etika pengadaan barang/jasa yang harus dipatuhi oleh Pengguna Barang/Jasa, Penyedia Barang/Jasa, dan para pihak yang terkait adalah sebagai berikut : a. Melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk mencapai sasaran, kelancaran, dan ketepatan tercapainya tujuan pengadaan barang/jasa; b. Bekerja secara profesional dan mandiri atas dasar kejujuran, serta menjaga kerahasiaan dokumen pengadaan barang/jasa yang menurut sifatnya harus dirahasiakan untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam pengadaan barang/jasa; c. Tidak saling mempengaruhi, baik langsung maupun tidak langsung, untuk mencegah dan menghindari terjadinya persaingan tidak sehat; d. Menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan sesuai dengan kesepakatan para pihak;

- 13 - e. Menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan para pihak (conflict of interest) yang terkait, baik langsung maupun tidak langsung, dalam proses pengadaan barang/jasa; f. Menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran keuangan negara dalam pengadaan barang/jasa; g. Menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara; h. Tidak menerima, tidak menawarkan atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat, dan berupa apa saja kepada siapapun yang diketahui atau patut dapat diduga berkaitan dengan pengadaan barang/jasa.

- 14 - BAB V PENGGUNAAN BMN BMN pada dasarnya digunakan untuk pelaksanaan penyelenggaraan tugas dan fungsi BATAN dan/atau satuan kerja di BATAN. Sehubungan dengan itu, BMN yang diperlukan bagi pelaksanaan penyelenggaraan tugas dan fungsi BATAN dan/atau satuan kerja di BATAN tidak dapat dipindahtangankan. Dalam rangka menjamin tertib penggunaan, Pengguna Barang harus melaporkan kepada Pengelola Barang atas semua BMN yang diperoleh BATAN dan/atau satuan kerja di BATAN untuk ditetapkan status penggunaannya. Ketentuan pokok Penggunaan BMN : 1. BMN berupa tanah dan/atau bangunan harus ditetapkan status penggunaannya oleh Pengelola Barang; 2. BMN selain tanah dan/atau bangunan yang harus ditetapkan status penggunaannya oleh Pengelola Barang, yaitu : a. Barang yang mempunyai bukti kepemilikan, seperti sepeda motor, mobil, dan kapal; b. Barang dengan nilai perolehan di atas Rp. 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) per unit/satuan; 3. BMN selain tanah dan/atau bangunan dengan nilai perolehan sampai dengan Rp. 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) per unit/satuan ditetapkan status penggunaanya oleh Pengguna Barang; 4. Pencatatan BMN diatur sebagai berikut : a. Pencatatan oleh Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang dilakukan dalam Daftar Barang Pengguna/Kuasa Pengguna Barang untuk seluruh BMN yang berada dalam penguasaan Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang; b. Pencatatan oleh Pengelola Barang dilakukan dalam Daftar Barang Milik Negara untuk tanah dan/atau bangunan, dan barang lainnya sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b diatas; 5. BMN yang dari awal pengadaannya telah direncanakan untuk penyertaan modal pemerintah pusat atau dihibahkan harus ditetapkan status penggunaannya oleh Pengelola Barang dengan terlebih dahulu diaudit oleh aparat pengawas fungsional; 6. BMN yang telah ditetapkan status penggunaannya pada Pengguna Barang, dapat digunakan sementara oleh Pengguna Barang lainnya dalam jangka waktu tertentu tanpa harus mengubah status penggunaan BMN tersebut setelah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Pengelola Barang.

- 15-7. Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang wajib menyerahkan BMN berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi kepada Pengelola Barang; 8. Pengelola Barang menetapkan BMN berupa tanah dan/atau bangunan yang harus diserahkan oleh Pengguna Barang karena sudah tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi BATAN 9. Dalam rangka optimalisasi BMN sesuai dengan tugas dan fungsi Pengguna Barang, Pengelola Barang dapat mengalihkan status penggunaan BMN dari Pengguna Barang kepada Pengguna Barang lainnya. 10. Dalam hal BMN berupa bangunan yang dibangun di atas tanah pihak lain, usulan penetapan status penggunaan bangunan tersebut harus disertai perjanjian antara Pengguna Barang dengan pihak lain tersebut yang memuat jangka waktu, dan kewajiban para pihak Tata Cara Penetapan Status Penggunaan BMN diatur dalam Anak Lampiran I.A

- 16 - BAB VI PENATAUSAHAAN BMN Seluruh BMN merupakan objek penatausahaan, yakni semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lain yang sah, yang berada dalam penguasaan Kuasa Pengguna Barang/Pengguna Barang dan yang berada dalam pengelolaan Pengelola Barang. BMN yang berada dalam penguasaan Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang harus dibukukan melalui proses pencatatan dalam Daftar Barang Pengguna/Kuasa Pengguna oleh Kuasa Pengguna Barang di BATAN, dan Daftar Barang Pengguna oleh Pengguna Barang. Proses inventarisasi, baik berupa pendataan, pencatatan, dan pelaporan hasil pendataan BMN merupakan bagian Penatausahaan. Hasil proses pembukuan dan inventarisasi diperlukan dalam proses pelaporan BMN yang dilakukan oleh Kuasa Pengguna Barang dan Pengguna Barang. Dalam penatausahaan ini termasuk pelaksanaan tugas dan fungsi pelaksanaan BMN, yang terbagi atas persediaan pada pos aset lancar, aset tetap, aset tak berwujud, dan aset lainlain pada pos aset lainnya. Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan (supplies) yang diperoleh dengan maksud untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah atau barangbarang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. Aset tetap, adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan, atau dimaksudkan untuk digunakan, dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Aset tetap terdiri dari tanah, gedung dan bangunan, peralatan dan mesin, jalan, irigasi dan jaringan, aset tetap lainnya, dan konstruksi dalam pengerjaan. Aset lainnya, adalah aset pemerintah selain aset lancar, investasi jangka panjang, aset tetap dan dana cadangan. Adapun BMN yang berada pada pos aset lainnya adalah aset tak berwujud dan aset lain-lain. Aset tak berwujud adalah aset non keuangan yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan barang atau jasa atau digunakan untuk tujuan lainnya yang memberikan manfaat jangka panjang seperti Hak Kekayaan Intelektual (hak cipta, perlindungan varietas tanaman, desain industri, desain tata letak sirkuit terpadu, rahasia dagang, dan paten).

- 17 - Aset lain-lain adalah pos aset yang digunakan untuk mencatat aset lainnya yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam aset tak berwujud, aset tetap yang dihentikan dari penggunaan aktif BATAN. Hasil penatausahaan BMN dapat digunakan dalam rangka: (a) penyusunan neraca pemerintah pusat setiap tahun, (b) perencanaan kebutuhan pengadaan dan pemeliharaan BMN setiap tahun untuk digunakan sebagai bahan penyusunan rencana anggaran, dan (c) pengamanan administrasi BMN. Penatausahaan BMN pada BATAN dilaksanakan oleh: UPKPB : Unit Penatausahaan Kuasa Pengguna Barang (satuan kerja) adalah: Unit Penatausahaan BMN pada tingkat satuan kerja (Kuasa Pengguna Barang), yang secara fungsional dilakukan oleh Bagian Perlengkapan (Subbagian Inventarisasi) pada satuan kerja Kantor Pusat BATAN dan Bagian Tata Usaha/Bagian Administrasi Umum (Subbagian Perlengkapan) pada Satuan Kerja selain Kantor Pusat BATAN, kecuali Inspektorat dan PSJMN dilakukan oleh Subbagian Tatausaha. Penanggung jawab UPKPB adalah Kepala Satuan Kerja. UPPB-W : Unit Penatausahaan Pengguna Barang Wilayah adalah: Unit Penatausahaan BMN pada tingkat Kantor Wilayah atau Unit Kerja lain diwilayah yang ditetapkan sebagai UPPB-W yang secara fungsional dilakukan oleh Bagian Tata Usaha (Subbagian Perlengkapan) PTAPB untuk Wilayah Yogyakarta dan Bagian Tata Usaha (Subbagian Perlengkapan) PTNBR untuk Wilayah Bandung. Penanggung jawab UPPB-W adalah Kepala PTAPB untuk Wilayah Yogyakarta dan Kepala PTNBR untuk Wilayah Bandung. UPPB-E : Unit Penatausahaan Pengguna Barang Eselon I adalah: Unit Penatausahaan BMN UPPB pada tingkat Eselon I yang secara fungsional dilakukan oleh Biro Umum, dalam hal ini dilakukan oleh Bagian Perlengkapan (Subbagian Inventarisasi). Penanggung jawab UPPB-E1 adalah Sekretaris Utama. : Unit Penatausahaan Pengguna Barang adalah: Unit Penatusahaan BMN pada tingkat Lembaga yang secara fungsional dilakukan oleh Biro Umum, dalam hal ini dilakukan oleh Bagian Perlengkapan (Subbagian Inventarisasi). Penanggung jawab UPPB adalah Kepala BATAN. Setiap Satuan Kerja di BATAN wajib menyelenggarakan penatausahaan BMN meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan.

1. Pembukuan BATAN - 18 - Pembukuan BMN dimaksudkan agar semua BMN yang berada dalam penguasaan Pengguna Barang dan yang berada dalam pengelolaan Pengelola Barang tercatat dengan baik. Tata Cara Pembukuan BMN diatur dalam Anak Lampiran I.B. 2. Inventarisasi Inventarisasi BMN dimaksudkan untuk mengetahui jumlah dan nilai serta kondisi BMN yang sebenarnya, yang berada dalam penguasaan Pengguna Barang. Ketentuan Umum yang wajib dilakukan dalam pelaksanaan inventarisasi BMN adalah sebagai berikut: a. Pengguna Barang melakukan inventarisasi BMN paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun, kecuali untuk barang persediaan dan konstruksi dalam pengerjaan dilakukan setiap tahun. b. Yang dimaksud dengan inventarisasi dalam waktu paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun adalah sensus barang, dan yang dimaksud dengan inventarisasi terhadap persediaan dan konstruksi dalam pengerjaan adalah inventarisasi fisik. c. Dalam rangka pelaksanaan inventarisasi BMN atas tanah dan/atau bangunan idle, Pengguna/Kuasa Pengguna Barang yang sebelumnya menyerahkan tanah dan/atau bangunan dimaksud tetap berkewajiban membantu pelaksanaan hasil inventarisasi BMN atas tanah dan/atau bangunan idle. d. Pihak yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan inventarisasi harus menyertakan penjelasan atas setiap perbedaan antara data BMN dalam daftar barang dan hasil inventarisasi. e. Penanggung jawab pelaksanaan inventarisasi BMN pada Pengguna Barang adalah Kepala BATAN atau Pejabat yang dikuasakan. Tata Cara Inventarisasi BMN diatur dalam Anak Lampiran I.C. 3. Pelaporan Pelaporan BMN dimaksudkan agar semua data dan informasi mengenai BMN dapat disajikan dan disampaikan kepada pihak yang berkepentingan dengan akurat sebagai bahan penyusunan neraca pemerintah pusat. Batasan penyajian untuk penyampaian daftar BMN untuk pertama kali, dan batasan penyampaian mutasi BMN oleh unit penatausahaan pada Pengguna Barang adalah sebagai berikut:

a. Daftar BMN berupa persediaan : BATAN - 19-1) Tingkat UPKPB, sampai dengan sub-subkelompok barang 2) Tingkat UPPB-W, UPPB-E1, dan UPPB sampai dengan subkelompok barang. b. Daftar BMN berupa aset tetap 1) Tanah, gedung dan bangunan, dan alat angkutan bermotor, disajikan oleh masingmasing tingkat organisasi pelaksana penatausahaan BMN pada Pengguna Barang sampai dengan sub-subkelompok barang. 2) Aset tetap selain tanah, gedung dan bangunan, dan alat angkutan bermotor, disajikan oleh : a) Tingkat UPKPB sampai dengan sub-subkelompok barang. b) Tingkat UPPB-W, dan UPPB-E1 sampai dengan subkelompok barang c) Tingkat UPPB sampai dengan kelompok barang. c. Daftar BMN berupa aset lainnya 1) Tanah, gedung dan bangunan, dan alat angkutan bermotor, disajikan oleh masingmasing unit pelaksana penatausahaan BMN pada Pengguna Barang sampai dengan sub-subkelompok barang 2) Aset tetap selain tanah, gedung dan bangunan, dan alat angkutan bermotor, disajikan oleh : a) Tingkat UPKPB sampai dengan sub-subkelompok barang b) Tingkat UPPB-W, dan UPPB-E1 sampai dengan subkelompok barang c) Tingkat UPPB sampai dengan subkelompok barang d. Batasan penyajian untuk penyampaian laporan barang semesteran dan tahunan termasuk laporan kondisi barang pada masing-masing unit pelaksana penatausahaan BMN pada Pengguna Barang adalah sebagai berikut: 1) Pelaporan BMN berupa persediaan : a) Tingkat UPKPB sampai dengan sub-subkelompok barang b) Tingkat UPPBW, UPPB-E 1, dan UPPB sampai dengan subkelompok barang 2) Pelaporan BMN berupa Aset Tetap dan Aset lainnya a) Tingkat UPKPB sampai dengan sub-subkelompok barang b) Tingkat UPPB-W sampai dengan subkelompok barang. c) Tingkat UPPB-E1 dan UPPB sampai dengan kelompok barang Tata Cara Pelaporan BMN diatur dalam Anak Lampiran I.D.

4. Penggolongan dan Kodefikasi BATAN - 20 - Penggolongan dan Kodefikasi BMN bertujuan untuk mempermudah pelaksanaan pengelolaan termasuk penatausahaan BMN. Seluruh BMN merupakan sasaran penggolongan dan kodefikasi yaitu semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lain yang sah, yang berada dalam penguasaan Kuasa Pengguna Barang/Pengguna Barang dan yang berada dalam pengelolaan Pengelola Barang. Tata Cara Penggolongan dan Kodefikasi BMN diatur dalam Anak Lampiran I.E.

- 21 - BAB VII PEMELIHARAAN BMN merupakan salah satu aset BATAN yang mempunyai nilai strategis dalam rangka pelaksanaan penyelenggaraan tugas dan fungsi BATAN, sehingga perlu dilakukan pemeliharaan untuk mempertahankan kondisi agar tetap memenuhi persyaratan laik fungsi. Selain itu perlu dilakukan perawatan terhadap BMN yang mengalami kerusakan agar dapat berfungsi dengan baik. Upaya pemeliharaan perlu perhatian dari penanggung jawab pemeliharaan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pelaporan. 1. Kegiatan pemeliharaan meliputi : a. Perumusan kebijakan, program, dan perencanaan; b. Penyediaan dan pengelolaan sumber daya dan peralatan pemeliharaan; c. Pemeliharaan selama pemanfaatan untuk mempertahankan kondisi dan fungsi; d. Perawatan dalam hal kerusakan dan penggantian komponen untuk memulihkan fungsi; e. Pemantauan operasi, kondisi, dan kegiatan; f. Pelaporan dan evaluasi pelaksanaan pemeliharaan; dan g. Penyusunan dan pengelolaan dokumentasi pemeliharaan. 2. Tugas dan tanggung jawab pelaksana utama kegiatan pemeliharaan pada tingkat satuan kerja adalah sebagai berikut : a. Kepala Satuan Kerja selaku Kuasa Pengguna Barang 1) Bertanggungjawab atas pemeliharaan BMN yang ada dibawah penguasaannya, berpedoman pada Daftar Kebutuhan Pemeliharaan Barang dan standar teknis pemeliharaan; 2) Membuat daftar hasil pemeliharaan BMN yang berada dalam kewenangannya; 3) Menetapkan rencana umum pemeliharaan; 4) Menetapkan prosedur pemeliharaan; 5) Melakukan pemantauan pelaksanaan pemeliharaan; 6) Menyediakan sumber daya yang diperlukan untuk pelaksanaan pemeliharaan. b. Koordinator Pemeliharaan 1) Menyusun kegiatan pemeliharaan tahunan; 2) Memberikan masukan dalam penyusunan dokumen teknis pemeliharaan untuk keperluan proses pengadaan barang/jasa;

- 22-3) Memberikan penjelasan teknis tentang pemeliharaan untuk keperluan proses pengadaan barang/jasa; 4) Memeriksa konsep prosedur pemeliharaan; 5) Melakukan koordinasi pemeliharaan; 6) Melakukan pengawasan pelaksanaan pekerjaan pemeliharaan; 7) Memastikan bahwa kondisi bmn selalu laik fungsi; 8) Menyusun basis data BMN; 9) Melaporkan pelaksanaan pemeliharaan kepada kepala satuan kerja. c. Pelaksana Pemeliharaan 1) Membuat konsep prosedur pemeliharaan; 2) Melaksanakan pemeliharaan sesuai dengan kegiatan dan prosedur yang ditetapkan; 3) Melaksanakan pengawasan pekerjaan pemeliharaan yang dilakukan oleh penyedia barang/jasa.

- 23 - BAB VIII PEMANFAATAN BMN dapat dimanfaatkan apabila tidak digunakan untuk pelaksanaan penyelenggaraan tugas dan fungsi BATAN. Dalam konteks pemanfaatan tidak terjadi adanya peralihan kepemilikan dari pemerintah kepada pihak lain. Tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan sesuai dengan tugas dan fungsi instansi Pengguna Barang harus diserahkan kepada Menteri Keuangan selaku Pengelola Barang. Penyerahan kembali BMN tersebut dilakukan dengan memperhatikan kondisi status tanah dan/atau bangunan, apakah telah bersertifikat (baik dalam kondisi bermasalah maupun tidak bermasalah) atau tidak bersertifikat (baik dalam kondisi bermasalah maupun tidak bermasalah). Kewenangan pelaksanaan pemanfaatan tanah dan/atau bangunan pada prinsipnya dilakukan oleh Pengelola Barang, kecuali pemanfaatan tanah dan/atau bangunan untuk memperoleh fasilitas yang diperlukan untuk menunjang tugas dan fungsi instansi Pengguna Barang dan berada dalam lingkungan instansi Pengguna Barang contoh: Kantin, Bank, dan Koperasi. Pengecualian tersebut, untuk BMN dilakukan oleh Pengguna Barang dengan persetujuan Pengelola Barang. Bentuk pemanfaatan BMN, berupa: (1) sewa (2) pinjam pakai (3) kerjasama pemanfaatan, dan (4) bangun guna serah dan bangun serah guna. 1. Pemanfaatan BMN dalam bentuk Sewa a. Dilakukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan BMN yang belum/tidak digunakan dalam pelaksanaan penyelenggaraan tugas dan fungsi BATAN, menunjang pelaksanaan penyelenggaraan tugas dan fungsi BATAN atau mencegah penggunaan BMN oleh pihak lain secara tidak sah. b. BMN yang dapat disewakan adalah tanah dan/atau bangunan, baik yang ada pada Pengelola Barang maupun yang status penggunaannya ada pada Pengguna Barang, dan BMN selain tanah dan/atau bangunan. c. Pihak yang dapat menyewakan BMN adalah Pengguna Barang dengan persetujuan Pengelola Barang, untuk : 1) Sebagian tanah dan/atau bangunan yang status penggunaannya ada pada Pengguna Barang; 2) BMN selain tanah dan/atau bangunan. d. Pihak yang dapat menyewa BMN meliputi: 1) Badan Usaha Milik Negara;

2) Badan Usaha Milik Daerah; 3) Badan Hukum lainnya; 4) Perorangan. BATAN - 24 - e. Ketentuan dalam penyewaan BMN adalah sebagai berikut : 1) BMN yang dalam kondisi belum atau tidak digunakan oleh Pengguna Barang. 2) Jangka waktu sewa BMN paling lama 5 (lima) tahun sejak ditandatanganinya perjanjian, dan dapat diperpanjang. 3) Perpanjangan jangka waktu sewa BMN dilakukan setelah evaluasi oleh Pengguna Barang dan disetujui oleh Pengelola Barang. 4) Penghitungan besaran sewa minimum didasarkan pada formula tarif sewa. Penghitungan nilai BMN dalam rangka penentuan besaran sewa minimum dilakukan sebagai berikut: a) Penghitungan nilai BMN untuk sebagian tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang dilakukan oleh tim yang ditetapkan oleh Pengguna Barang dan dapat melibatkan instansi teknis terkait dan/atau Penilai; b) Penghitungan nilai BMN selain tanah dan/atau bangunan, dilakukan oleh tim yang ditetapkan oleh Pengguna Barang dan dapat melibatkan instansi teknis terkait dan/atau Penilai. 5) Penetapan besaran sewa BMN sebagian tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang dan selain tanah dan/atau bangunan, ditetapkan oleh Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan Pengelola Barang. 6) Pembayaran uang sewa dilakukan secara sekaligus paling lambat pada saat penandatanganan kontrak. 7) Seluruh biaya yang timbul dalam rangka penilaian, dibebankan pada APBN. 8) Rumah negara golongan I dan golongan II yang disewakan kepada pejabat negara/pegawai negeri, pelaksanaannya berpedoman pada ketentuan yang mengatur mengenai rumah negara. Tata Cara Pelaksanaan Sewa BMN termasuk Formula Tarif Sewa diatur dalam Anak Lampiran I.F. 2. Pemanfaatan BMN dalam bentuk Pinjam Pakai : a. Dilakukan untuk mengoptimalkan penggunaan BMN yang belum/tidak digunakan untuk pelaksanaan penyelenggaraan tugas dan fungsi BATAN

- 25 - b. BMN yang dapat dipinjampakaikan adalah tanah dan/atau bangunan, baik yang ada pada Pengelola Barang maupun yang status penggunaannya ada pada Pengguna Barang, serta BMN selain tanah dan/atau bangunan. c. Pihak yang dapat meminjampakaikan BMN adalah Pengguna Barang dengan persetujuan Pengelola Barang, untuk: 1) Sebagian tanah dan/atau bangunan yang status penggunaannya ada pada Pengguna Barang; 2) BMN selain tanah dan/atau bangunan. d. Pihak yang dapat meminjam BMN adalah pemerintah daerah. e. Ketentuan dalam pelaksanaan Pinjam Pakai adalah sebagai berikut : 1) BMN yang dapat dipinjampakaikan harus dalam kondisi belum/tidak digunakan oleh Pengguna Barang untuk pelaksanaan penyelenggaraan tugas dan fungsi BATAN. 2) Tanah dan/atau bangunan yang dapat dipinjampakaikan Pengguna Barang meliputi sebagian tanah dan/atau bangunan yang merupakan sisa tanah dan/ atau bangunan yang sudah digunakan oleh Pengguna Barang dalam rangka pelaksanaan penyelenggaraan tugas dan fungsi BATAN. 3) Jangka waktu peminjaman BMN paling lama 2 (dua) tahun sejak ditandatanganinya perjanjian Pinjam Pakai, dan dapat diperpanjang. 4) Dalam hal jangka waktu peminjaman BMN akan diperpanjang, permintaan perpanjangan jangka waktu Pinjam Pakai dimaksud harus sudah diterima Pengelola Barang paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum jangka waktu Pinjam Pakai berakhir. 5) Tanah dan/atau bangunan yang dipinjampakaikan harus digunakan sesuai dengan peruntukan dalam perjanjian Pinjam Pakai dan tidak diperkenankan mengubah, baik menambah dan/atau mengurangi bentuk bangunan. 6) Pemeliharaan dan segala biaya yang timbul selama masa pelaksanaan Pinjam Pakai menjadi tanggung jawab peminjam. 7) Setelah masa Pinjam Pakai berakhir, peminjam harus mengembalikan BMN yang dipinjam dalam kondisi sebagaimana yang dituangkan dalam perjanjian. Tata Cara Pelaksanaan Pinjam Pakai diatur dalam Anak Lampiran I.G. 3. Pemanfaatan dalam bentuk Kerjasama Pemanfaatan : a. Dilakukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan BMN yang belum/tidak digunakan dalam pelaksanaan penyelenggaraan tugas dan fungsi BATAN, meningkatkan

- 26 - penerimaan negara, dan mengamankan BMN dalam arti mencegah penggunaan BMN tanpa didasarkan pada ketentuan yang berlaku. b. BMN yang dapat dijadikan objek Kerjasama Pemanfaatan adalah tanah dan/atau bangunan, baik yang ada pada Pengelola Barang maupun yang status penggunaannya ada pada Pengguna Barang, serta BMN selain tanah dan/atau bangunan. c. Pihak yang dapat melakukan Kerjasama Pemanfaatan adalah Pengguna Barang dengan persetujuan Pengelola Barang, untuk: 1) Sebagian tanah dan/atau bangunan yang berlebih dari tanah dan/atau bangunan yang sudah digunakan oleh Pengguna Barang dalam rangka pelaksanaan penyelenggaraan tugas dan fungsi BATAN; 2) BMN selain tanah dan/atau bangunan. d. Pihak yang dapat menjadi mitra Kerjasama Pemanfaatan BMN meliputi: 1) Badan Usaha Milik Negara; 2) Badan Usaha Milik Daerah; 3) Badan Hukum lainnya. e. Ketentuan dalam pelaksanaan Kerjasama Pemanfaatan adalah sebagai berikut: 1) Kerjasama Pemanfaatan tidak mengubah status BMN yang menjadi objek Kerjasama Pemanfaatan. a) Sarana dan prasarana yang menjadi bagian pelaksanaan Kerjasama Pemanfaatan adalah BMN yang dari awal perencanaan pengadaan dimaksudkan untuk Kerjasama Pemanfaatan. b) Jangka waktu Kerjasama Pemanfaatan BMN paling lama 30 (tiga puluh) tahun sejak ditandatanganinya perjanjian, dan dapat diperpanjang. 2) Penerimaan negara yang wajib disetorkan mitra Kerjasama Pemanfaatan selama jangka waktu Kerjasama Pemanfaatan, terdiri dari: a) Kontribusi tetap; dan b) Pembagian keuntungan hasil pendapatan Kerjasama Pemanfaatan BMN. 3) Penghitungan nilai BMN, baik yang berada pada Pengelola Barang maupun yang berada pada Pengguna Barang, dalam rangka penentuan besaran kontribusi tetap dilakukan oleh Penilai yang ditugaskan oleh Pengelola Barang. 4) Penetapan besaran kontribusi tetap atas BMN berupa tanah dan/atau bangunan ditetapkan oleh Pengelola Barang berdasarkan hasil perhitungan Penilai;