LAPORAN KHUSUS. Puri Antika R

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. landasan kerja dan lingkungan kerja serta cara-cara melakukan pekerjaan dan proses

Tujuan K3. Mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Menjamin tempat kerja yang sehat, bersih, nyaman dan aman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. dan proses produksi (Tarwaka, 2008: 4). 1. Mencegah dan Mengurangi kecelakaan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja. subkontraktor, serta safety professionals.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Sumberdaya Manusia Manajemen Sumberdaya Manusia adalah penarikan seleksi,

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia berusaha mengambil manfaat materi yang tersedia. depan dan perubahan dalam arti pembaharuan.

KONSEP DASAR KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

LAPORAN KHUSUS. Septia Wulandari NIM. R

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


BAB 1 : PENDAHULUAN. didik untuk bekerja pada bidang tertentu, sesuai dengan misi Sekolah Menengah Kejuruan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi kebanyakan orang di Indonesia maupun di dunia, bekerja adalah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA BAB I TENTANG ISTILAH-ISTILAH. Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. Kecelakaan merupakan kejadian yang tidak direncanakan dan tidak

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan pesat dunia industri konstruksi bangunan di Indonesia

PELATIHAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA Oleh : Agus Yulianto

12. Peraturan Uap Tahun 1930 atau Stoom Verordening 1930;

LAMPIRAN LAMPIRAN Universitas Kristen Maranatha

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Implementasi Kartu observasi bahaya atau HOC (Hazard Observation Card) Implementasi merupakan aspek yang sangat penting

BAB 1 PENDAHULUAN. dari masa ke masa. Dengan demikian, setiap tenaga kerja harus dilindungi

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mempunyai risiko terjadinya kecelakaan. Besarnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tempat Kerja Didalam Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan

PENDAHULUAN. beberapa faktor yang saling berkaitan satu dengan yang lain. Ketimpangan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Peranan Keselamatan Kerja di Tempat Kerja Sebagai Wujud Keberhasilan Perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan, pemulihan serta pemeliharaan kesehatan. Sebagai layanan masyarakat,

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... INTISARI... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

MODUL 10 SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA. (Prinsip Keselamatan Kerja)

BAB I PENDAHULUAN. yang bekerja mengalami peningkatan sebanyak 5,4 juta orang dibanding keadaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Undang-undang Nomor I Tahun 1970

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kecelakaan kerja yang menimpa pekerja disebuah proyek. konstruksi bisa terjadi karena faktor tindakan manusia itu sendiri

IMPLEMENTASI PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

PENJELASAN. Jakarta, 3 Mei DEPARTEMEN TENAGA KERJA. DIREKTORAT PEMBINAAN NORMA-NORMA KESELAMATAN KERJA, HYGIENE PERUSAHAN dan KESEHATAN KERJA.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menimbulkan kerugian bagi peusahaan (Ramli, 2010).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS RISIKO KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN HIRARC (STUDI KASUS PT. COCA COLA BOTTLING INDONESIA UNIT SEMARANG)

adalah 70-80% angkatan kerja bergerak disektor informal. Sektor informal memiliki

Angka kecelakaan kerja di Indonesia tahun 2010 hingga Juli mencapai kasus.


PENERAPAN SAFETY PATROL DI PT. TOYOTA MOTOR MANUFACTURING INDONESIA KARAWANG PLANT

BAB 1 LATAR BELAKANG. signifikan bagi perekonomian Indonesia. Pada tahun 2006, luas lahan areal kelapa

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kerja dari kecelakaan atau penyakit akibat kerja (Ramli, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan harta benda. Kecelakaan kerja banyak akhir-akhir ini kita jumpai

KESEHATAN KERJA. oleh; Syamsul Rizal Sinulingga, MPH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja

BAB 1 PENDAHULUAN. demikian upaya-upaya berorientasi pada pemenuhan kebutuhan perlindungan tenaga

BAB 1 : PENDAHULUAN. masalah-masalah baru yang harus bisa segera diatasi apabila perusahaan tersebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS RESIKO KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA INSTALASI LAUNDRY

BAB 1 PENDAHULUAN. Potensi bahaya dan risiko kecelakaan kerja antara lain disebabkan oleh

BAB III LANDASAN TEORI

IMPLEMENTASI IDENTIFIKASI BAHAYA DAN PENILAIAN RISIKO

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-undang Nomor. 1 Tahun 1970 tentang. Keselamatan Kerja pasal 1 ayat (1), yang dimaksud tempat kerja adalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. faktor yaitu, unsafe action dan unsafe condition. OHSAS menyebutkan risiko

PENDAHULUAN. yang memiliki peran penting dalam kegiatan perusahaan. dari potensi bahaya yang dihadapinya (Shiddiq, dkk, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan dan keselamatan kerja perlu dilakukan karena menurut Undang-Undang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. umumnya, hasil karya dan budaya menuju masyarakat adil dan makmur. Sedangkan secara

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan disebabkan oleh perbuatan yang tidak selamat (unsafe act), dan hanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

URGENSI DAN PRINSIP K3 PERTEMUAN #2 TKT TAUFIQUR RACHMAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA INDUSTRI

BAB 1 : PENDAHULUAN. depresi akan menjadi penyakit pembunuh nomor dua setelah penyakit jantung.untuk

KECELAKAAN TAMBANG. Oleh : Rochsyid Anggara

BAB I PENDAHULUAN. pasar lokal, nasional, regional maupun internasional, dilakukan oleh setiap

BAB IV HASIL DAN ANALISA

commit to user BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi tahun 2020 mendatang kesehatan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja. adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. ketenagakerjaan, merupakan kewajiban pengusaha untuk melindungi tenaga

BAB I PENDAHULUAN. melakukan pekerjaan tersebut. Menurut Suma mur (2009) bahwa aktivitas

Ujian Akhir Semester Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lindung Lingkungan Semester Pendek Oleh: Arrigo Dirgantara

Kerugian Kecelakaan Kerja (Teori Gunung Es Kecelakaan Kerja)

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)

Analisis Kecelakaan Kerja di Stasiun Pengisian Tabung LPG

Identifikasi Potensi Bahaya Akibat Pencahayaan Dengan Pendekatan HIRA (Hazard Identification And Risk Assessment)

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan traumatic injury. Secara keilmuan, keselamatan dan

RESUME PENGAWASAN K3 LINGKUNGAN KERJA MATA KULIAH: STANDAR KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA. Ditulis oleh: Yudy Surya Irawan

PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG KETENAGAKERJAAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. cara mengurangi biaya yang dianggap kurang penting dikeluarkan

K3 Konstruksi Bangunan

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi pada daya kerja. Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. bersangkutan.secara umum, kecelakaan selalu diartikan sebagai kejadian yang. yang dapat mengakibatkan kecelakaan(simanjuntak,2000).

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan di sektor industri dewasa ini berlangsung dengan cepat

BAB 1 : PENDAHULUAN. perhatian dan kerja keras dari pemerintah maupun masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. dan keahlian serta lingkungan. Tindakan tidak aman dari manusia (unsafe act)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. regional, nasional maupun internasional, dilakukan oleh setiap perusahaan secara

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan perlu melaksanakan program keselamatan dan kesehatan kerja

BAB I PENDAHULUAN. Dalam setiap proses pelayanan kesehatan di Rumah Sakit, pelayanan kesehatan yang berakhir dengan timbulnya kerugian (Puslitbag

LAPORAN TUGAS AKHIR. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Ahli Madya. Selviani R

Transkripsi:

LAPORAN KHUSUS IPDK SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN KECELAKAAN DAN PENYAKIT AKIBAT KERJA DI UNIT PEMBAKARAN DAN PENDINGINAN PT. SEMEN GRESIK (PERSERO) Tbk. PABRIK TUBAN JAWA TIMUR Puri Antika R.0008062 PROGRAM DIPLOMA III HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta 2011

PENGESAHAN Tugas Akhir dengan judul : IPDK sebagai Upaya Pencegahan Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja di Unit Pembakaran dan Pendinginan PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Pabrik Tuban Jawa Timur Puri Antika, NIM : R.0008062, Tahun : 2011 Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Penguji Tugas Akhir Program D.III Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran UNS Surakarta Pada Hari.Tanggal.. 20. Pembimbing I Pembimbing II Putu Suriyasa, dr., MS, PKK, Sp.Ok Live Setyaningsih, SKM NIP. 19481105 198111 1 001 NIP. 19850811 201101 2020 Ketua Program D.III Hiperkes dan Keselamatan Kerja FK UNS Sumardiyono, SKM, M.Kes NIP. 19650706 1988303 1 002 ii

Pengesahan perusahaan iii

ABSTRAK Puri Antika, 2010. IPDK sebagai Upaya Pencegahan Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja di Unit Pembakaran dan Pendinginan PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Pabrik Tuban Jawa Timur. PROGRAM D.III HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA. Manusia, mesin, proses kerja, lingkungan kerja, peralatan, dan material mengandung faktor dan potensi bahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Maka dari itu, perlu adanya identifikasi, penilaian resiko, dan pengendalian resiko. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor dan potensi bahaya, serta dampak yang ditimbulkan dari kegiatan atau pekerjaan di unit pembakaran dan pendinginan, serta upaya pengendalian yang dilakukan oleh perusahaan. Kerangka pemikiran penelitian ini adalah potensi dan faktor bahaya yang ada di tempat kerja dimana di dalamnya terdapat tenaga kerja, mesin, proses kerja, lingkungan kerja, peralatan, dan material. Untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja, maka perusahaan melakukan Identifikasi dan Penilaian Dampak Kegiatan (IPDK) yang dilaksanakan di setiap unit kerja dan kegiatan tenaga kerja kontraktor di unit tersebut. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode deskriptif yang memberikan gambaran tentang Identifikasi dan Penilaian Dampak Kegiatan (IPDK) unit pembakaran dan pendinginan dan Identifikasi dan Penilaian Dampak Kegiatan (IPDK) kontraktor di unit tersebut. Pengambilan data diperoleh melalui observasi, wawancara, data dari perusahaan, dan studi kepustakaan. Data yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan kondisi di lapangan yang sebenarnya, tinjauan pustaka, dan peraturan perundangan yang berlaku. Perusahaan telah melaksanakan Identifikasi dan Penilaian Dampak Kegiatan (IPDK) sebagai upaya pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja di unit pembakaran dan pendinginan sesuai dengan Permenaker No. PER-05/MEN/1996 mengenai Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). Saran yang diberikan adalah sebaiknya perusahaan meningkatkan kesadaran akan pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada seluruh stakeholders di PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Pabrik Tuban. Kata kunci : IPDK, Pencegahan Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja Kepustakaan : 12, 1996-2010 iv

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah, rahmat, karunia, kesehatan, kekuatan, dan kemudahan dalam pelaksanaan magang serta penyusunan laporan Tugas Akhir dengan judul IPDK sebagai Upaya Pencegahan Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja di Unit Pembakaran dan Pendinginan PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Tuban Jawa Timur. Laporan ini disusun sebagai syarat untuk menyelesaikan studi di Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Di samping itu, praktek kerja lapangan ini dilaksanakan untuk menambah wawasan mengenai implementasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja di perusahaan. Dalam pelaksanaan magang dan penyusunan laporan ini, penulis telah dibantu dan dibimbing oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr. S.PD-KR-FINASIM selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Prof. Dr. A.A Subiyanto, dr.,ms selaku mantan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, periode sampai Mei 2011. 3. Sumardiyono, SKM, M.Kes selaku Ketua Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja Universitas Sebelas Maret Surakarta. 4. Putu Suriyasa, dr., MS, PKK, Sp.Ok selaku mantan Ketua Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja Universitas Sebelas Maret Surakarta, periode sampai Juni 2011 dan selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan saran dalam penyusunan laporan ini. 5. Live Setyaningsih, SKM selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan saran dalam penyusunan laporan ini. 6. Hendro Wartono selaku Kepala Bagian Diklat PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. yang telah memberikan ijin untuk pelaksaan Praktek Kerja Lapangan. 7. Dodi selaku Kepala Diklat PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Pabrik Tuban yang telah memberikan dukungan selama kegiatan Praktek Kerja Lapangan. 8. Syahri selaku Koordinator Praktek Kerja Lapangan PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. 9. Kuswandi selaku Kepala Seksi Keselamatan Kerja dan Kebersihan (K3) PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Pabrik Tuban dan Bapak Awan Nugroho selaku pembimbing utama yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan laporan ini. 10. Seluruh karyawan PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Pabrik Tuban yang telah memberikan bantuan selama kegiatan Praktek Kerja Lapangan. 11. Bapak dan ibu serta keluarga yang selalu memberikan dukungan dan doa untuk keberhasilan dalam penyusunan laporan ini. 12. Teman-teman Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja 2008 yang selalu memberikan motivasi dan dukungan dalam menyelesaikan penyusunan laporan ini. v

13. Semua pihak yang telah membantu penulisan dalam penyusunan laporan penelitian ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa penulisan laporan ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan ini, sehingga dapat berguna dan bermanfaat. Penulis berharap semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua, khususnya mahasiswa Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja untuk menambah wawasan yang berkaitan dengan implementasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja di perusahaan. Surakarta, Mei 2011 Penulis, Puri Antika vi

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PENGESAHAN PERUSAHAAN... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii iv v vii ix xi xii BAB I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Rumusan Masalah... 3 C. Tujuan Penelitian... 3 D. Manfaat Penelitian... 4 BAB II. LANDASAN TEORI... 6 A. Tinjauan Pustaka... 6 B. Kerangka Pemikiran... 54 BAB III. METODE PENELITIAN... 55 A. Metode Penelitian... 55 B. Lokasi Penelitian... 55 C. Objek dan Ruang Lingkup Penelitian... 55 vii

D. Sumber Data... 56 E. Teknik Pengumpulan Data... 57 F. Pelaksanaan... 58 G. Analisa Data... 59 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 60 A. Hasil Penelitian... 60 B. Pembahasan... 105 BAB V. SIMPULAN, SARAN, DAN IMPLIKASI... 132 A. Simpulan... 132 B. Saran... 133 C. Implikasi... 136 DAFTAR PUSTAKA... 138 LAMPIRAN viii

DAFTAR TABEL Tabel 1. Kerugian Akibat Kecelakaan Kerja... 28 Tabel 2. Klasifikasi Tingkat Resiko... 43 Tabel 3. Ukuran Kuantitatif Likelihood Menurut Standar AS/NZS 4360... 43 Tabel 4. Ukuran Kuantitatif Concequence Menurut Standar AS/NZS 4360... 44 Tabel 5. Kecelakaan Kerja Unit Pembakaran dan Pendinginan Tahun 2010. 60 Tabel 6. Ketentuan Aspek dan Dampak terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja... 79 Tabel 7. Ketentuan Aspek dan Dampak terhadap Lingkungan... 79 Tabel 8. Nilai Keparahan IPDK Unit Kerja... 80 Tabel 9. Nilai Kemungkinan IPDK Unit Kerja... 81 Tabel 10. Nilai Peluang IPDK Kontraktor... 82 Tabel 11. Nilai Keparahan atau Akibat IPDK Kontraktor... 82 Tabel 12. Keterangan Peringkat Resiko IPDK Kontraktor... 83 Tabel 13. Penyajian IPDK Unit Pembakaran dan Pendinginan... 86 Tabel 14 IPDK Mengoperasikan Blending Silo... 87 Tabel 15. IPDK Penembusan Air Slide Kiln Feed yang Buntu... 87 Tabel 16. IPDK Mengoperasikan Kiln... 88 Tabel 17. IPDK Mengoperasikan Cooler... 89 Tabel 18. IPDK Mengoperasikan EP Cooler... 90 Tabel 19. IPDK Pengoperasian Clinker Transport... 90 ix

Tabel 20. IPDK Mengoperasikan Coal Mill... 91 Tabel 21. IPDK Bongkar Pasang Batu Tahan Api atau Brick dan Castable. 92 Tabel 22. IPDK Pembersihan Jalan All Area Pabrik Tuban... 94 Tabel 23. IPDK Membuat Kantongan di Lantai 5 Preheater 442 PH 2 Tuban 2... 94 Tabel 24. IPDK Tambal TAD SLC 443 PH 1 Tuban 3... 95 Tabel 25. IPDK Feeding BBA Sekam di Kiln 436 BC 7... 96 Tabel 26. IPDK Loading Sludge Oil di 442 Kl 1 Tuban 2... 97 Tabel 27. IPDK Mengganti Actuator Cooler Compartment 5 441 CC 1... 97 Tabel 28. IPDK Mengganti Main Gear 443 Kl 1 dan Potong Kiln Shell 443 Kiln 1 Tuban 3... 98 Tabel 29. IPDK Memasang Blower Cooling Shell Kiln Tuban 2... 99 Tabel 30. IPDK Menambal Cyclone Redspot 443 PH 1 Lantai 6 dan Lantai 11 Tuban 3... 100 Tabel 31. IPDK Perbaikan Rekondisi Lift 443 EL 1 Tuban 3... 101 Tabel 32. IPDK Tembus Inlet Kiln dan Hammer Cooler 441 KL 1 Tuban 1... 101 x

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Teori Domino... 21 Gambar 2. Teori Gunung Es... 27 Gambar 3. Rasio Kecelakaan Menurut Dupont... 32 Gambar 4. Matrik penilaian Resiko... 42 Gambar 5. Risk Matrik Peringkat Resiko... 44 Gambar 6. Kerangka Pemikiran... 54 Gambar 7. Blending Silo... 64 Gambar 8. Suspension Preheater... 67 Gambar 9. Rotary Kiln... 68 Gambar 10. Grate Cooler... 70 Gambar 11. Coal Mill... 72 Gambar 12. Electrostatic Precipitator (EP)... 74 Gambar 13. Risk Matrik Peringakat Resiko IPDK Unit Kerja... 81 Gambar 14. Risk Matrik Penilaian Resiko IPDK Kontraktor... 83 xi

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Surat Keterangan Panggilan Kerja Praktek Lapangan/Magang Surat Keterangan Selesai Kerja Praktek Lapanga/Magang Jadwal Kegiatan Kerja Praktek Lapangan/Magang Presensi selama Kerja Praktek Lapangan/Magang Formulir Identifikasi dan Penilaian Dampak Kegiatan (IPDK) Unit Kerja Lampiran 6. Formulir Identifikasi dan Penilaian Dampak Kegiatan (IPDK) Kontraktor xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia yang semakin hari semakin meningkat menuntut dunia industri untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produk yang dihasilkan. Seperti yang kita ketahui bahwa sebuah perusahaan sudah barang tentu menginginkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Maka dari itu, perusahaan meningkatkan aktivitas produksi untuk meningkatkan jumlah produk yang dihasilkan. Hal ini didukung dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah menghasilkan mesin-mesin produksi yang semakin canggih. Namun demikian, dalam melaksanakan suatu aktivitas produksi tidaklah mudah. Setiap aktivitas yang melibatkan manusia, mesin, proses kerja, lingkungan kerja, peralatan, dan material tentunya mengandung risiko. Dalam perspektif Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) risiko timbul akibat dari adanya sumber bahaya yang mengandung potensi dan faktor bahaya yang mana apabila tidak dikendalikan dapat menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja menyatakan bahwa upaya pencegahan kecelakaan, kebakaran, dan penyakit akibat kerja merupakan suatu hal yang wajib dilaksanakan di instansi baik milik pemerintah maupun swasta. Maka dari itu, perusahaan perlu melakukan upaya pengendalian terhadap potensi dan faktor bahaya guna mengurangi 1

2 kerugian yang disebabkan oleh kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang terjadi. Kerugian dapat berupa kerugian ekonomi dan kerugian non ekonomi. Kerugian ekonomi berupa kerugian yang langsung dapat ditaksir dengan menggunakan uang, kerugian non ekonomi antara lain adalah rusaknya citra perusahaan. Setiap perusahaan tentunya tidak ingin mengalami kerugian yang diakibatkan oleh kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang menyebabkan membengkaknya biaya produksi. Maka dari itu, dalam upaya pencegahan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja, perusahaan harus melakukan Hazard Identification, Risk Assessment, and Risk Control (HIRARC), serta melakukan pengawasan dan peninjauan ulang terhadap identifikasi bahaya, penilaian risiko, dan upaya pengendalian yang telah dilakukan. Dalam hal ini, PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. melakukan identifikasi bahaya, penilaian, dan pengendalian risiko dalam bentuk Identifikasi dan Penilaian Dampak Kegiatan (IPDK). Melalui observasi yang dilakukan di unit pembakaran dan pendinginan PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Pabrik Tuban, peneliti mencoba untuk menggambarkan identifikasi potensi dan faktor bahaya, penilaian risiko atau dampak yang ditimbulkan, dan upaya pengendalian yang dilakukan guna mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja dalam Identifikasi dan Penilaian Dampak Kegiatan (IPDK) unit pembakaran dan pendinginan serta Identifikasi dan Penilaian Dampak Kegiatan (IPDK) kontraktor pada unit tersebut melalui laporan dengan judul IPDK sebagai Upaya Pencegahan

3 Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja di Unit Pembakaran dan Pendinginan PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Pabrik Tuban Jawa Timur. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana Identifikasi dan Penilaian Dampak Kegiatan (IPDK) unit pembakaran dan pendinginan PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Pabrik Tuban? 2. Bagaimana Identifikasi dan Penilaian Dampak Kegiatan (IPDK) tenaga kerja kontraktor di unit pembakaran dan pendinginan PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Pabrik Tuban? 3. Bagaimana tindak lanjut dari pelaksanaan Identifikasi dan Penilaian Dampak Kegiatan (IPDK) yang telah dilakukan guna mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui Identifikasi dan Penilaian Dampak Kegiatan (IPDK) unit pembakaran dan pendinginan PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Pabrik Tuban.

4 2. Untuk mengetahui Identifikasi dan Penilaian Dampak Kegiatan (IPDK) tenaga kerja kontraktor di unit pembakaran dan pendinginan PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Pabrik Tuban. 3. Untuk mengetahui tindak lanjut dari pelaksanaan Identifikasi dan Penilaian Dampak Kegiatan (IPDK) yang telah dilakukan guna mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. D. Manfaat Penelitian 1. Perusahaan Dapat memperoleh masukan mengenai Identifikasi dan Penilaian Dampak Kegiatan (IPDK) yang diterapkan sehingga dapat melakukan perbaikan atau menindak lanjuti terhadap saran-saran yang disampaikan. 2. Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja a. Dapat memperoleh masukan terkait identifikasi bahaya, penilaian, dan pengendalian risiko di tempat kerja guna melengkapi kurikulum sehingga manghasilkan lulusan yang dapat bersaing di dunia kerja. b. Dapat menambah studi kepustakaan yang bermanfaat tentang identifikasi bahaya, penilaian, dan pengendalian risiko dimana dalam hal ini adalah Identifikasi dan Penilaian Dampak Kegiatan (IPDK) unit pembakaran dan pendinginan PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Pabrik Tuban serta Identifikasi dan Penilaian Dampak Kegiatan (IPDK) kontraktor di unit tersebut.

5 3. Peneliti Dapat mengetahui potensi dan faktor bahaya, dampak atau risiko yang ditimbulkan, penilaian risiko, dan pengendalian risiko yang dilakukan pada setiap kegiatan produksi dan kegiatan tenaga kerja kontraktor di unit pembakaran dan pendinginan PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Pabrik Tuban. 4. Pembaca Dapat menambah wawasan dan pengetahuan pembaca khususnya mengenai identifikasi bahaya, penilaian, dan pengendalian risiko dimana dalam hal ini adalah Identifikasi dan Penilaian Dampak Kegiatan (IPDK) unit pembakaran dan pendinginan PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Pabrik Tuban serta Identifikasi dan Penilaian Dampak Kegiatan (IPDK) kontraktor di unit tersebut.

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Keselamatan dan kesehatan kerja a. Keselamatan kerja 1) Definisi keselamatan kerja Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahan, landasan kerja, dan lingkungan kerja serta cara-cara melakukan pekerajaan dan proses produksi (Tarwaka, 2008). 2) Syarat-syarat keselamatan kerja Syarat-syarat keselamatan kerja seperti tersebut pada Undangundang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 3 ayat 1 yaitu : a) Mencegah dan mengurangi kecelakaan. b) Mencegah, mengurangi, dan memadamkan kebakaran. c) Memberi kesempatan atau jalan penyelamatan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang membahayakan. d) Memberi pertolongan pada kecelakaan. e) Memberi alat pelindung diri pada para pekerja. 6

7 f) Mencegah atau mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, aliran udara, cuaca, sinar radiasi, kebisingan, dan getaran. g) Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik maupun psikis, peracunan, infeksi, dan penularan. h) Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai. i) Menyelenggarakan suhu dan kelembaban udara yang baik. j) Menyelenggarakan udara penyegaran udara yang cukup. k) Memelihara kebersihan, kesehatan, dan ketertiban. l) Menerapkan ergonomi di tempat kerja. m) Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang dan barang. n) Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan. o) Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan, dan penyimpanan barang. p) Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya. q) Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi. 3) Tujuan keselamatan kerja a) Melindungi tenaga kerja dan setiap orang lain yang berada di tempat kerja agar selalu dalam keadaan selamat dan sehat.

8 b) Melindungi sumber-sumber produksi agar dapat dipakai dan digunakan secara efisien. c) Menjaga proses produksi agar dapat berjalan dengan aman tanpa hambatan apapun. b. Kesehatan kerja 1) Definisi kesehatan kerja Kesehatan (kedokteran) kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan atau kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja atau masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan sebaik-baiknya (dalam hal dimungkinkan, bila tidak cukup derajat kesehatan yang optimal), fisik, mental, emosional, maupun sosial dengan upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh pekerjaan dan atau lingkungan kerja serta terhadap penyakit pada umumnya (Suma mur, 2009). Dalam rangka upaya menjadikan tenaga kerja yang sehat dan produktif, kesehatan kerja diartikan sebagai ilmu kesehatan dan penerapannya yang bertujuan mewujudkan tenaga kerja sehat, produktif dalam bekerja, berada pada keseimbangan yang mantap antara kapasitas kerja, beban kerja, dan keadaan lingkungan kerja serta terlindung dari penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja (Suma mur, 2009).

9 Kesehatan kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan atau kedokteran yang mempelajari bagaimana melakukan usaha preventif dan kuratif serta rehabilitatif terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja maupun penyakit umum dengan tujuan agar pekerja memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya baik fisik, mental, maupun sosial (Tarwaka, 2008). 2) Tujuan kesehatan kerja Menurut Tarwaka (2008) penyelenggaraan kesehatan kerja di perusahaan bertujuan untuk : a) Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan tenaga kerja setinggi-tingginya baik fisik, mental, dan sosial di semua lapangan pekerjaan. b) Mencegah timbulnya gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kondisi lingkungan kerja. c) Melindungi tenaga kerja dari bahaya kesehatan yang ditimbulkan akibat pekerjaan. d) Menempatkan tenaga kerja pada lingkungan kerja yang sesuai dengan kondisi fisik, faal tubuh, dan mental psikologis tenaga kerja yang bersangkutan.

10 c. Keselamatan dan kesehatan kerja 1) Definisi keselamatan dan kesehatan kerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) secara filosofi didefinisikan sebagai upaya dan pemikiran untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohaniah diri manusia pada umumnya dan tenaga kerja pada khususnya beserta hasil karyanya dalam rangka menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera (Tarwaka, 2008). Secara keilmuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) didefinisikan sebagai ilmu dan penerapannya secara teknis dan teknologis untuk melakukan pencegahan terhadap munculnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dari setiap pekerjaan yang dilakukan (Tarwaka, 2008). Sedangkan dari sudut pandang ilmu hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) didefinisikan sebagai suatu upaya perlindungan agar setiap tenaga kerja dan orang lain yang memasuki tempat kerja senantiasa dalam keadaan yang sehat dan selamat serta sumber-sumber proses produksi dapat dijalankan secara aman, efisien, dan produktif (Tarwaka, 2008). 2) Tujuan keselamatan dan kesehatan kerja a) Melindungi tenaga kerja dan setiap orang lain yang berada di tempat kerja agar selalu dalam keadaan selamat dan sehat.

11 b) Melindungi sumber-sumber produksi agar dapat diakui dan digunakan secara aman dan efisien. c) Menjaga proses produksi agar dapat berjalan lancar tanpa hambatan apapun. 2. Tempat kerja Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, yang dimaksud tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya. 3. Bahaya a. Definisi bahaya Pengertian hazard atau potensi bahaya adalah sesuatu yang berpotensi menyebabkan terjadinya kerugian, kerusakan, cidera, sakit, kecelakaan, atau bahkan dapat mengakibatkan kematian yang berhubungan dengan proses dan sistem kerja (Tarwaka, 2008). Bahaya adalah segala sesuatu termasuk situasi atau tindakan yang berpotensi menimbulkan kecelakaan atau cidera pada manusia, kerusakan, atau gangguan lainnya (Ramli, 2010). Bahaya adalah sumber, situasi, atau tindakan yang berpotensi menciderai manusia atau sakit penyakit (3.8) atau kombinasi dari semuanya (OHSAS 18001: 2007).

12 b. Jenis bahaya Menurut Ramli (2010), jenis bahaya dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1) Bahaya mekanis Bahaya mekanis bersumber dari peralatan mekanis atau benda bergerak dengan gaya mekanika baik yang digerakkan secara manual maupun dengan penggerak. Misalnya mesin gerinda, bubut, potong, press, tempa, pengaduk, dan lain-lain. Bagian yang bergerak pada mesin mengandung bahaya seperti garakan mengebor, memotong, menempa, menjepit, menekan, dan bentuk gerakan lainnya. Gerakan mekanis ini dapat menimbulkan cidera atau kerusakan seperti tersayat, terjepit, terpotong, atau terkupas. 2) Bahaya listrik Bahaya listrik adalah sumber bahaya yang berasal dari energi listrik. Energi listrik dapat mengakibatkan berbagai bahaya seperti kebakaran, sengatan listrik, dan hubungan singkat. Di lingkungan kerja banyak ditemukan bahaya listrik, baik dari jaringan listrik, maupun peralatan kerja atau mesin yang menggunakan energi listrik. 3) Bahaya fisis Bahaya yang berasal dari faktor fisis antara lain :

13 a) Bising, dapat mengakibatkan bahaya ketulian atau kerusakan indera pendengaran. b) Tekanan c) Getaran d) Suhu panas atau dingin. e) Cahaya atau penerangan. f) Radiasi dari bahan radioaktif, sinar ultra violet, atau infra merah. 4) Bahaya biologis Di berbagai lingkungan kerja terdapat bahaya yang bersumber dari unsur biologis seperti flora dan fauna yang terdapat di lingkungan kerja atau berasal dari aktivitas kerja. Potensi bahaya ini ditemukan dalam industri makanan, farmasi, pertanian, kimia, pertambangan minyak, dan gas bumi. 5) Bahaya kimia Bahan kimia mengandung berbagai potensi bahaya sesuai dengan sifat dan kandungannya. Banyak kecelakaan terjadi akibat bahaya kimiawi. Bahaya yang dapat ditimbulkan oleh bahan-bahan kimia antara lain : a) Keracunan oleh bahan kimia yang bersifat racun (toxic). b) Iritasi, oleh bahan kimia yang memiliki sifat iritasi seperti asam keras, cuka, air aki, dan lain-lain.

14 c) Kebakaran dan peledakan. Beberapa jenis bahan kimia memiliki sifat mudah terbakar dan meledak, misalnya golongan senyawa hidrokarbon seperti minyak tanah, premium, LPG, dan lain-lain. d) Polusi dan pencemaran lingkungan. c. Sumber bahaya Menurut Ramli (2010) sumber bahaya dapat berasal dari unsurunsur produksi, antara lain : 1) Manusia Manusia berperan menimbulkan bahaya di tempat kerja yaitu pada saat melakukan aktivitas masing-masing. Misalnya pada saat seseorang melakukan pekerjaan pengelasan, maka dalam proses pekerjaan tersebut akan terkandung atau timbul berbagai jenis bahaya. 2) Peralatan Di tempat kerja akan digunakan berbagai peralatan kerja seperti mesin, pesawat uap, pesawat angkat, alat angkut, tangga, perancah, dan lain-lain. Semua peralatan tersebut dapat menjadi sumber bahaya bagi manusia yang menggunakannya. Misalnya tangga yang tidak baik atau rusak dapat mengakibatkan bahaya jatuh dari ketinggian. Mesin yang berputar dapat menimbulkan bahaya mekanis atau fisis. Mesin kempa dapat menimbulkan bahaya

15 kinetik. Peralatan listrik dapat menimbulkan bahaya listrik seperti terkena sengatan listrik. 3) Material Material yang digunakan baik sebagai bahan baku, bahan antara atau hasil produksi mengandung berbagai macam bahaya sesuai dengan sifat dan karakteristiknya masing-masing. Material yang berupa bahan kimia mengandung bahaya seperti keracunan, iritasi, kebakaran, dan pencemaran lingkungan. 4) Proses Kegiatan produksi menggunakan berbagai jenis proses baik yang bersifat fisis atau kimia. Sebagai contoh dalam proses pengolahan minyak digunakan proses fisis dan kimia dengan kondisi operasi seperti temperatur yang tinggi atau rendah, tekanan, aliran bahan, perubahan bentuk dari reaksi kimia, penimbunan, dan lain-lain. Semuanya mengandung bahaya. Tekanan yang berlebihan atau temperatur yang terlalu tinggi dapat menimbulkan bahaya peledakan atau kebakaran. 5) Sistem dan prosedur Proses produksi dikemas melalui suatu sistem dan prosedur operasi yang diperlukan sesuai dengan sifat dan jenis kegiatan. Secara langsung sistem dan prosedur tidak bersifat bahaya, namun dapat mendorong timbulnya bahaya yang potensial. Sebagai contoh, sistem pengaturan kerja bagi seorang sopir selama delapan

16 jam terus-menerus akan menimbulkan kelelahan. Faktor kelelahan ini akan mendorong terjadinya kondisi yang tidak aman, misalnya menurunnya konsentrasi, mengantuk, dan kehilangan daya reaksi yang pada akhirnya dapat mendorong terjadinya kecelakaan. 4. Kecelakaan kerja a. Definisi kecelakaan kerja Kecelakaan adalah suatu kejadian yang jelas tidak dikehendaki dan sering kali tidak terduga semula yang dapat menimbulkan kerugian baik waktu, harta benda, atau properti maupun korban jiwa yang terjadi di dalam suatu proses kerja industri atau yang berkaitan dengannya (Tarwaka, 2008). b. Unsur-unsur kecelakaan kerja Menurut Tarwaka (2008) kecelakaan kerja mengandung unsurunsur sebagai berikut : 1) Tidak diduga semula, oleh karena di belakang peristiwa kecelakaan tidak terdapat unsur kesengajaan atau perencanaan. 2) Tidak diinginkan atau diharapkan, karena setiap peristiwa kecelakaan akan selalu disertai dengan kerugian baik fisik maupun mental. 3) Selalu menimbulkan kerugian dan kerusakan, yang sekurangkurangnya menyebabkan gangguan proses kerja.

17 c. Klasifikasi kecelakaan kerja Tarwaka (2008) menyatakan bahwa kecelakaan kerja di industri dapat dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu : 1) Kecelakaan industri (industrial accident). Kecelakaan industri yaitu suatu kecelakaan yang terjadi di tempat kerja karena adanya potensi bahaya yang tidak terkendali. 2) Kecelakaan di dalam perjalanan (community accident). Kecelakaan di dalam perjalanan yaitu kecelakaan yang terjadi di luar tempat kerja dalam kaitannya dengan adanya hubungan kerja. Menurut International Labour Organization (ILO), kecelakaan kerja di industri dapat diklasifikasikan menurut jenis kecelakaan, agen penyebab atau objek kerja, jenis cidera atau luka, dan lokasi tubuh yang terluka. Klasifikasi kecelakaan kerja di industri secara garis besar dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Klasifikasi menurut jenis kecelakaan. a) Terjatuh b) Tertimpa atau kejatuhan benda atau objek kerja. c) Tersandung benda atau objek, terbentur benda, terjepit antara dua benda. d) Gerakan-gerakan paksa atau peregangan otot berlebihan. e) Terpapar atau kontak dengan benda panas atau suhu tinggi. f) Terkena arus listrik.

18 g) Terpapar bahan-bahan berbahaya atau radiasi. 2) Klasifikasi menurut agen penyebab. a) Mesin, seperti mesin penggerak kecuali motor elektrik, mesin transmisi, mesin-mesin produksi, mesin-mesin pertambangan, mesin-mesin pertanian, dan lain-lain. b) Sarana alat angkat dan angkut, seperti forklift, alat angkut kereta, alat angkut beroda selain kereta, alat angkut di perairan, alat angkut di udara, dan lain-lain. c) Peralatan-peralatan lain, seperti bejana tekan, tanur atau dapur peleburan, instalasi listrik termasuk motor listrik, alat-alat tangan listrik, perkakas, tangga, perancah, dan lain-lain. d) Bahan-bahan berbahaya dan radiasi, seperti bahan mudah meledak, debu, gas, cairan, bahan kimia, radiasi, dan lain-lain. e) Lingkungan kerja, seperti tekanan panas dan tekanan dingin, intensitas kebisingan tinggi, getaran, ruang bawah tanah, dan lain-lain. 3) Klasifikasi menurut jenis luka atau cidera. a) Patah tulang b) Keseleo atau dislokasi atau terkilir. c) Kenyerian otot dan kejang. d) Gagar otak dan luka bagian dalam lainnya. e) Amputasi dan enukleasi. f) Luka tergores dan luka luar lainnya.

19 g) Memar dan retak. h) Luka bakar i) Keracunan akut j) Aspixia atau sesak napas. k) Efek terkena arus listrik. l) Efek terkena paparan radiasi. m) Luka pada banyak tempat di bagian tubuh dan lain-lain. 4) Klasifikasi menurut bagian tubuh yang terluka. a) Kepala, leher, badan, lengan, kaki, dan bagian tubuh lainnya. b) Luka umum dan lain-lain. d. Teori domino Dalam buku Accident Prevention, Heinrech (1972) mengemukakan suatu teori sebab akibat terjadinya kecelakaan yang selanjutnya dikenal dengan teori domino. Dari teori tersebut digambarkan bahwa timbulnya suatu kecelakaan atau cidera disebabkan oleh lima faktor penyebab yang secara berurutan dan berdiri sejajar antara faktor satu dengan yang lainnya. Kelima faktor tersebut adalah : 1) Domino kebiasaan 2) Domino kesalahan 3) Domino tindakan dan kondisi tidak aman. 4) Domino kecelakaan 5) Domino cidera

20 Selanjutnya Heinrech (1972) menjelaskan bahwa untuk mencegah terjadinya kecelakaan adalah cukup dengan membuang salah satu kartu domino atau memutuskan rangkaian mata rantai domino tersebut. Berdasarkan teori dari Heinrech (1972) tersebut, Bird dan Germain (1986) memodifikasi teori domino dengan merefleksikan ke dalam hubungan manajemen secara langsung dengan sebab akibat kerugian kecelakaan. Model penyebab kerugian melibatkan lima faktor penyebab secara berurutan. Kelima faktor yang dimaksud adalah : 1) Kurangnya pengawasan, meliputi ketidaktersediaan program, standar program, dan tidak terpenuhinya standar. 2) Sumber penyebab dasar, meliputi faktor personal dan pekerjaan. 3) Penyebab kontak, meliputi tidakan dan kondisi yang tidak sesuai dengan standar. 4) Insiden, hal ini terjadi karena adanya kontak dengan energy atau bahan-bahan berbahaya. 5) Kerugian, akibat rentetan faktor sebelumnya akan mengakibatkan kerugian pada manusia itu sendiri, harta benda atau properti, dan proses produksi. Sehingga dapat digambarkan sebagai berikut :

21 Lack of Control Basic Causes Immediate Causes Accident Loss Inadequate Program Inadequate Program Standart Inadequate to Standart Personal Factor Job Factor Unsafe act Unsafe Conditions Contact with Energy or Substance People Property Process Gambar 1. Teori Domino Sumber : Identifikasi Bahaya dan Pengendalian Resiko Di Departemen Pipe And Off Line PT Citra Tubindo Tbk. Batam, 2007 Selanjutnya Bird dan Germain (1986) menjelaskan bahwa upaya pencegahan kecelakaan akan berhasil dan efektif bila dimulai dengan memperbaiki manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di tempat kerja. Setelah dilakukan perbaikan manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), selanjutnya dapat dilakukan identifikasi dan evaluasi sumber-sumber penyebab, memprediksi gejala yang timbul, dan mencegah kontak dengan atau kepada objek kerja. Pada akhirnya kerugian kecelakaan dapat dihindarkan seminimal mungkin. Tarwaka (2008) menyatakan bahwa secara umum penyebab kecelakaan kerja dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1) Sebab dasar atau asal mula. Sebab dasar merupakan sebab atau faktor yang mendasari secara umum terhadap kejadian atau peristiwa kecelakaan. Sebab dasar kecelakaan kerja commit di industri to user antara lain meliputi faktor :

22 a) Komitmen atau partisipasi dari pihak manajemen atau pimpinan perusahaan dalam upaya penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di perusahaannya. b) Manusia atau para pekerjanya sendiri. c) Kondisi tempat kerja, sarana kerja, dan lingkungan kerja. 2) Sebab utama Sebab utama dari kejadian kecelakaan kerja adalah adanya faktor dan persyaratan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang belum dilaksanakan secara benar (substandards). Sebab utama kecelakaan kerja meliputi faktor : a) Faktor manusia atau dikenal dengan istilah tindakan tidak aman (unsafe actions). Yaitu merupakan tindakan berbahaya dari para tenaga kerja yang mungkin dilatarbelakangi oleh berbagai sebab, antara lain : (1) Kurang pengetahuan dan keterampilan. (2) Ketidakmampuan untuk bekerja secara normal. (3) Ketidakfungsian tubuh karena cacat yang tidak nampak. (4) Kelelahan dan kejenuhan. (5) Sikap dan tingkah laku yang tidak aman. (6) Kebingungan dan stres karena prosedur kerja yang baru belum dapat dipahami.

23 (7) Belum menguasai atau belum terampil dengan peralatan atau mesin-mesin baru. (8) Penurunan konsentrasi dari tenaga kerja saat melakukan pekerjaan. (9) Sikap masa bodoh dari tenaga kerja. (10) Kurang adanya motivasi kerja dari tenaga kerja. (11) Kurang adanya kepuasan kerja. (12) Sikap kecenderungan mencelakai diri sendiri. b) Faktor lingkungan atau dikenal dengan kondisi tidak aman (unsafe conditions). Yaitu kondisi tidak aman dari mesin, peralatan, pesawat, bahan, lingkungan dan tempat kerja, proses kerja, sifat pekerjaan, dan sistem kerja. Lingkungan dalam artian luas dapat diartikan tidak saja lingkungan fisik, tetapi juga faktorfaktor yang berkaitan dengan penyediaan fasilitas, pengalaman manusia yang lalu maupun sesaat sebelum bertugas, pengaturan organisasi kerja, hubungan sesama pekerja, kondisi ekonomi, dan politik yang bisa mengganggu konsentrasi. c) Interaksi manusia dan sarana pendukung kerja. Interaksi manusia dan sarana pendukung kerja merupakan sumber penyebab kecelakaan. Apabila interaksi antara keduanya tidak sesuai, maka akan menyebabkan terjadinya suatu kesalahan yang mengarah kepada terjadinya kecelakaan

24 kerja. Dengan demikian, penyediaan sarana kerja yang sesuai dengan kemampuan, kebolehan, dan keterbatasan manusia harus sudah dilaksanakan sejak desain sistem kerja. e. Kerugian akibat kecelakaan kerja Setiap kecelakaan adalah malapetaka, kerugian, dan kerusakan pada manusia, harta benda atau properti, dan proses produksi. Implikasi yang berhubungan dengan kecelakaan sekurang-kurangnya berupa gangguan kinerja perusahaan dan penurunan keuntungan perusahaan. Pada dasarnya, akibat dari peristiwa kecelakaan dapat dilihat dari besar kecilnya biaya yang dikeluarkan bagi terjadinya suatu peristiwa kecelakaan. Pada umumnya kerugian akibat kecelakaan kerja cukup besar dan dapat mempengaruhi upaya peningkatan produktivitas kerja perusahaan (Tarwaka, 2008). Tarwaka (2008) menyatakan bahwa secara garis besar kerugian akibat kecelakaan kerja dapat dikelompokkan menjadi : 1) Kerugian atau biaya langsung (Direct Costs). Yaitu suatu kerugian yang dapat dihitung secara langsung dari mulai terjadi peristiwa sampai dengan tahap rehabilitasi, seperti : a) Penderitaan tenaga kerja yang mendapat kecelakaan dan keluarganya. b) Biaya pertolongan pertama pada kecelakaan. c) Biaya pengobatan dan perawatan. d) Biaya angkut dan biaya rumah sakit.

25 e) Biaya kompensasi pembayaran asuransi kecelakaan. f) Upah selama tidak mampu bekerja. g) Biaya perbaikan peralatan yang rusak, dan lain-lain. 2) Kerugian atau biaya tidak langsung (Indirect Costs). Yaitu merupakan kerugian berupa biaya yang dikeluarkan dan meliputi suatu yang tidak terlihat pada waktu atau beberapa waktu setelah terjadinya kecelakaan, biaya tidak langsung ini antara lain mencakup : a) Hilangnya waktu kerja dari tenaga kerja yang mendapat kecelakaan. b) Hilangnya waktu kerja dari tenaga kerja lain, seperti rasa ingin tahu dan rasa simpati serta setia kawan untuk membantu dan memberikan pertolongan pada korban, mengantar ke rumah sakit, dan lain-lain. c) Terhentinya proses produksi sementara, kegagalan pencapaian target, kehilangan bonus, dan lain-lain. d) Kerugian akibat kerusakan mesin, perkakas, atau peralatan kerja lainnya. e) Biaya penyelidikan dan sosial lainnya, seperti : (1) Mengunjungi tenaga kerja yang sedang menderita akibat kecelakaan. (2) Menyelidiki sebab-sebab terjadinya kecelakaan.

26 (3) Mengatur dan menunjuk tenaga kerja lain untuk meneruskan pekerjaan dari tenaga kerja yang menderita kecelakaan. (4) Merekrut dan malatih tenaga kerja baru. (5) Timbulnya ketegangan dan stres serta menurunnya moral dan mental tenaga kerja. Pada umumnya, fokus hanya tertuju pada kerugian atau biaya langsung, padahal pada kenyataannya, kerugian atau biaya-biaya yang tidak langsung dan terselubung jauh lebih besar dan mempunyai dampak yang lebih luas. Hal ini dapat dilihat dari fenomena gunung es dimana puncak gunung es yang nampak hanya sebagian kecil dibandingkan dengan bagian gunung es yang terpendam di dalamnya dan belum kelihatan pada saat kejadian. Dengan demikian, jelas bahwa di samping kerugian langsung akibat kejadian kecelakaan, kerugian tidak langsung harus mendapatkan perhatian yang serius karena sangat mempengaruhi kelangsungan proses produksi perusahaan secara keseluruhan (Tarwaka, 2008).

27 A : biaya langsung B : biaya tidak langsung Gambar 2. Teori Gunung Es Sumber : Bird and Germain, 1990 Sedangkan Bird dan Germain (1986), membedakan jenis-jenis kerugian yang disebabkan karena kecelakaan kerja secara lebih detail seperti yang tersebut dalam tabel di bawah ini.

28 Tabel 1. Kerugian Akibat Kecelakaan Kerja No. Jenis kerugian No. Komponen kerugian 1. Waktu kerja hilang dari korban. 1.1 Waktu produktif hilang oleh karena pekerja mengalami cidera dan tidak dapat diganti dengan kompensasi atau asuransi. 2. Waktu kerja hilang dari temanteman korban. 3. Waktu kerja hilang dari supervisor. 2.1 2.2 2.3 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 Waktu kerja hilang oleh teman korban yang ada di tempat kejadian, membantu, dan memberi pertolongan pada korban, dan lain-lain. Waktu kerja hilang karena simpati atau rasa keingitahuan, dan gangguan pekerjaan pada saat kejadian dan membicarakan kasus yang terjadi, saling bercerita mengenai kejadian yang serupa, kasak-kusuk mengenai kejadian kecelakaan, dan lain-lain. Waktu kerja hilang insidentil untuk membersihkan tempat kejadian, mengumpulkan dana untuk membantu korban dan keluarganya, dan lain-lain. Waktu kerja hilang dari supervisor untuk membantu dan memberi pertolongan korban. Investigasi penyebab kecelakaan, seperti investigasi awal, tindak lanjut, penelitian untuk upaya pencegahan, dan lain-lain. Mengatur kelangsungan pekerjaan, mendapatkan material baru, menjadwal ulang pekerjaan, dan lainlain. Memilih dan melatih pekerja baru atau memindah tugaskan pekerja lain. Menyiapkan laporan kecelakaan, seperti laporan sakit atau cidera, laporan kerusakan properti, laporan insiden, dan lain-lain. Partisipasi untuk ikut mendengarkan pada kasus kecelakaan, dan lain-lain. Bersambung.

29 Sambungan. 4. Kerugian umum 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 5. Kerugian properti 5.1 5.2 5.3 5.4 5.5 5.6 5.7 5.8 Waktu produktif hilang akibat kesedihan, shock, trauma, proses kerja menjadi lambat, dan lain-lain. Kerugian akibat dari penghentian mesin-mesin produksi, kendaraan, pabrik, fasilitas, dan lain-lain. Serta pengaruh peralatan dan jadwal kerja baik yang bersifat sementara maupun jangka panjang. Efektifitas korban sering berkurang setelah kembali kerja yang mungkin disebabkan karena cacat fisik atau trauma psikologis. Kerugian usaha secara umum karena penurunan public image. Biaya dapat meningkat untuk pembayaran asuransi karena sering terjadi kecelakaan di tempat kerja. Aneka ragam kerugian lain yang berhubungan dengan kasus kecelakaan tertentu. Biaya pengeluaran untuk keadaan emergensi. Biaya untuk penyelamatan dan penggantian peralatan dan material. Biaya untuk perbaikan material dan peralatan. Biaya untuk waktu perbaikan dan pemindahan peralatan yang menyebabkan penurunan produktivitas dan penundaan jadwal pemeliharaan paralatan lainnya. Baiaya untuk tindakan korektif selain perbaikan. Kerugian karena suku cadang peralatan yang rusak. Biaya untuk penyelamatan dan emergensi peralatan. Kerugian produksi selama periode kejadian kecelakaan, dan lain-lain. Sumber : Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Manajemen dan Implementasi K3 di Tempat Kerja 2008.

30 5. Penyakit akibat kerja Penyakit akibat kerja adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Setiap penyakit akibat kerja yang ditemukan dalam pemeriksaan kesehatan berkala atau khusus harus dilaporkan secara tertulis kepada Dinas Tenaga Kerja setempat selambatlambatnya 2x24 jam setelah dilakukan diagnosa. Pengurus wajib dengan segera melakukan tindakan-tindakan preventif agar penyakit akibat kerja yang sama tidak terulang kembali. Pengusaha wajib menyediakan sacara cuma-cuma semua alat pelindung diri yang diwajibkan penggunaannya oleh tenaga kerja (Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per. 08/MEN/VII/2010 tentang Alat Pelindung Diri). 6. Identifkasi bahaya a. Definisi identifikasi bahaya Identifikasi bahaya adalah untuk menjawab pertanyaan apa potensi bahaya yang dapat terjadi atau menimpa organisasi atau perusahaan dan bagaimana terjadinya (Ramli, 2010). Identifikasi bahaya adalah proses untuk mengetahui adanya suatu bahaya (3.6) dan menetukan karakteristiknya (OHSAS 18001 : 2007). Identifikasi bahaya merupakan suatu proses yang dapat dilakukan untuk mengenali seluruh situasi atau kejadian yang berpotensi sebagai penyebab terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin timbul di tempat kerja (Tarwaka, 2008).

31 b. Manfaat identifikasi bahaya Menurut Ramli (2010) identifikasi bahaya memberikan berbagai manfaat antara lain : 1) Mengurangi peluang kecelakaan. Identifikasi bahaya dapat mengurangi peluang terdainya kecelakaan karena identifikasi bahaya berkaitan dengan faktor penyebab kecelakaan. Dengan melakukan identifikasi bahaya maka berbagai sumber bahaya yang merupakan pemicu kecelakaan dapat diketahui dan kemudian dihilangkan sehingga kemungkinan kecelakaan dapat ditekan. Menurut Dupont, rasio kecelakaan adalah 1 : 30 : 300 : 3000 : 30.000, yang artinya untuk setiap 30.000 bahaya atau tindakan tidak aman atau kondisi tidak aman, akan terjadi 1 kali kecelakaan fatal, 30 kali kecelakaan berat, 300 kali kecelakaan serius, dan 3000 kecelakaan ringan. Berdasarkan rasio ini dapat dilihat bahwa dengan mengurangi sumber penyebab kecelakaan yang menjadi dasar dari piramida, maka peluang untuk terjadinya kecelakaan dapat diturunkan. Oleh karena itu, harus diupayakan mengidentifikasi seluruh sumber bahaya yaitu kondisi tidak aman dan perilaku tidak aman yang ada di tempat kerja. Gambaran rasio kecelakaan menurut Dupont adalah sebagai berikut :

32 1 Fatal 30 Kecelakaan Berat 300 Kecelakaan serius 3000 Kecelakaan Ringan 30000 Tindakan dan Kondisi Tidak Aman Gambar 3. Rasio Kecelakaan Menurut Dupont Sumber : Pedoman Praktis Manajemen Risiko dalam Perspektif K3 OHS Risk Management 2010. 2) Memberikan pemahaman bagi semua pihak (pekerja-manajemen dan pihak terkait lainnya) mengenai potensi bahaya dari aktivitas perusahaan sehingga dapat meningkatkan kewaspadaan dalam menjalankan operasi perusahaan. 3) Menjadi landasan sekaligus masukan untuk menentukan strategi pencegahan dan pengamanan yang tepat dan efektif. Dengan mengenal bahaya yang ada, manajemen dapat menentukan skala prioritas penanganannya sesuai dengan tingkat risiko sehingga diharapkan hasilnya akan lebih efektif. 4) Memberikan informasi yang terdokumentasi mengenai sumber bahaya dalam perusahaan kepada semua pihak khususnya pemangku kepentingan. Dengan demikian mereka dapat

33 memperoleh gambaran mengenai risiko suatu usaha yang akan dilakukan. c. Syarat identifikasi bahaya Ramli (2010) menjelaskan bahwa identifikasi bahaya harus dilakukan secara terencana dan komprehensif. Banyak perusahaan yang telah melakukan identifikasi bahaya, tetapi ternyata angka kecelakaan masih dinilai tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa proses identifikasi bahaya yang dilakukan belum berjalan dengan efektif. Ada beberapa hal yang mendukung keberhasilan program identifikasi bahaya, antara lain : 1) Identifikasi bahaya harus sejalan dan relevan dengan aktivitas perusahaan sehingga dapat berfungsi dengan baik. Hal ini sangat menentukan dalam memilih teknik identifikasi bahaya yang tepat bagi perusahaan. Bagi perusahaan dengan risiko rendah, tentu tidak perlu melakukan identifikasi bahaya dengan teknik yang sangat komprehensif misalnya teknik kuantitatif. 2) Identifikasi bahaya harus dinamis dan selalu mempertimbangkan adanya teknologi dan ilmu terbaru. Banyak bahaya yang sebelumnya belum dikenal tetapi saat ini menjadi suatu potensi besar. Oleh karena itu, dalam melakukan identifikasi bahaya pasti selalu mempertimbangkan kemungkinan adanya teknik baru atau sistem pencegahan yang telah dikembangkan.

34 3) Keterlibatan semua pihak terkait dalam proses identifikasi bahaya. Proses identifikasi bahaya harus melibatkan atau dilakukan melalui konsultasi dengan pihak terkait misalnya dengan pekerja. Mereka paling mengetahui adanya bahaya di lingkungan kerjanya masingmasing. Mereka juga berkepentingan dengan pengendalian bahaya di tempat kerjanya. Identifikasi bahaya juga berdasarkan masukan dari pihak lain misalnya konsumen atau masyarakat sekitar. Konsumen biasanya mengetahui berbagai kelemahan dan kondisi berbahaya yang ada dalam jasa atau produk yang dihasilkan perusahaan. 4) Ketersediaan metode, peralatan, referensi, data, dan dokumen untuk mendukung kegiatan identifikasi bahaya. Salah satu sumber informasi misalnya data kecelakaan yang pernah terjadi baik internal maupun eksternal perusahaan. 5) Akses terhadap regulasi yang berkaitan dengan aktivitas perusahaan termasuk juga pedoman industri dan data seperti MSDS (Material Safety Data Sheet). d. Sumber informasi bahaya Menurut Ramli (2010), bahaya dapat diketahui dengan berbagai cara dan dari berbagai sumber antara lain dari peristiwa atau kecelakaan yang pernah terjadi, pemeriksaan ke tempat kerja, melakukan wawancara dengan pekerja di lokasi kerja, informasi dari pabrik atau asosiasi industri, data keselamatan bahan (material safety

35 data sheet), dan lain sebagainya. Ramli (2010) juga menjelaskan tentang cara mengetahui sumber bahaya dilihat dari kejadian kecelakaan dan kecenderungan kejadian sebagai berikut : 1) Kejadian kecelakaan Informasi berharga tentang sumber bahaya atau risiko adalah melalui informasi kejadian yang pernah terjadi sebelumnya. Setiap orang harus belajar dari kejadian dengan maksud agar peristiwa serupa tidak terulang kembali. Informasi dari kejadian-kejadian sebelumnya, terutama dari hasil penelitian dan kajian penyebabnya akan bermanfaat untuk mencegah kejadian serupa. Dari kasus kecelakaan banyak informasi berguna untuk mengenal bahaya misalnya : a) Lokasi kejadian b) Peralatan atau alat kerja. c) Pekerja yang terlibat dalam kecelakaan. d) Data-data korban berkaitan dengan usia, pengalaman, pendidikan, masa kerja, kondisi kesehatan, dan kondisi fisik serta informasi lainnya. e) Waktu kejadian f) Bagian badan yang cidera. g) Keparahan kejadian Informasi yang diperoleh akan memberikan gambaran tentang suatu bahaya yang ada di tempat kerja. Sebagai contoh dari suatu

36 kecelakaan yang terjadi ketika bekerja pada mesin yang berputar dan menyebabkan jari tangan putus dapat diperoleh berbagai informasi mengenai bahaya. Misalnya adanya bahaya mekanis, bahaya fisis, ergonomis, dan lain sebagainya. 2) Kecenderungan kejadian Identifikasi bahaya juga dapat dilakukan dengan mempelajari kecenderungan atau trend kejadian dalam perusahaan. Misalnya dalam periode setahun ditemukan banyak pekerja yang menderita penyakit pernapasa, terkena semburan bahan kimia, dan jatuh dari tangga. Indikasi ini dapat dipelajari untuk mengidentifikasi potensi bahaya yang ada di tempat kerja. e. Teknik identifikasi bahaya Identifikasi bahaya adalah suatu teknik komprehensif untuk mengetahui potensi bahaya dari suatu bahan, alat, atau sistem. Ramli (2010) mengklasifikasikan teknik identifikasi bahaya sebagai berikut : 1) Teknik pasif Bahaya dapat dikenal dengan mudah jika kita mengalaminya sendiri secara langsung. Seseorang akan mengetahui adanya bahaya lubang di jalan setelah tersandung atau terperosok ke dalamnya. Kita tahu bahaya listrik setelah tersengat arus listrik. Cara ini bersifat primitif dan terlambat karena kecelakaan telah terjadi, baru kita mengenal dan mengambil langkah pencegahan.

37 2) Teknik semi proaktif Teknik ini lebih baik daripada teknik pasif karena tidak perlu mengalami sendiri setelah itu baru mengetahui adanya bahaya. Namun, teknik ini juga kurang efektif karena : a) Tidak semua bahaya telah diketahui atau pernah menimbulkan dampak kejadian kecelakaan. b) Tidak semua kejadian dilaporkan atau diinformasikan kepada pihak lain untuk diambil sebagai pelajaran. c) Kecelakaan telah terjadi yang berarti tetap menimbulkan kerugian, walaupun menimpa pihak lain. Sejalan dengan hal ini, setiap sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) mensyaratkan untuk melakukan penyelidikan kecelakaan sebagai lesson learning agar kejadian serupa tidak terulang kembali. Di berbagai kalangan masih ada anggapan bahwa kecelakaan adalah aib bagi perusahaan, sehingga data-data dan informasi tentang kejadian sulit diperoleh. Jika diekspos, mungkin kejadiannya sudah dipoles sedemikian rupa sehingga tidak sesuai lagi dengan fakta kejadian sebenarnya. Di berbagai negara, hasil penyelidikan kecelakaan dipublikasikan dan dijadikan bahan pembelajaran. 3) Teknik proaktif Metoda terbik untuk mengidentifikasi bahaya adalah cara proaktif atau mencari bahaya sebelum bahaya tersebut