Prosiding Seminar STIAMI Volume III, No. 01, Februari 2016 ISSN 2355-2883 STRATEGI KONSEP EKONOMI HIJAU SEBAGAI SUISTAINABLE DEVELOPMENT GOALS DI INDONESIA Dian Wahyudin Institut Ilmu Sosial dan Manajemen STIAMI dios_ok@yahoo.co.id Abstract. Sustainable Development Goals is an advanced program of the Millennium Development Goals. In Central flogging global challenges such as poverty, natural disasters, climate change and the financial crisis, the issue of sustainable development that emphasizes the integration of economic development and environmental protection is a challenge for policy makers in each country. Without a global commitment to change the pattern of conventional development, the exploration of natural resources and the environment will be even greater. With the concept of a green economy is expected to maximize the economic growth in Indonesia as a form of sustainable development. The purpose of this paper to determine the purpose of the concept of green economy and the government's efforts in promoting economic growth through the concept of the green economy and and the provision of incentives and disincentives by the government as the Sustainable Development Goals in Indonesia. The method in this paper used descriptive analysis with primary data in the form of literature that is accurate and previous research journal. Results of this paper is expected the regulatory review, the provision of incentives and disincentives as well as harmonization between governments, the private sector and the public Keywords: Millenium Development Goals, Suistainable Development Goal and Green Economy Abstrak. Suistainable Development Goals disebut sebagai program lanjutan dari Millenium Development Goals. Ditengah deraan tantangan global seperti tingkat kemiskinan, bencana alam, perubahan iklim, dan krisis keuangan, isu pembangunan berkelanjutan yang menekankan pada integrasi pembangunan ekonomi dan perlindungan lingkungan merupakan tantangan berat bagi para pengambil kebijakan di setiap negara. Tanpa adanya komitmen global untuk mengubah pola pembangunan konvensional, maka eksplorasi sumber daya alam dan lingkungan akan semakin besar. Dengan mengusung konsep ekonomi hijau diharapkan dapat memaksimalkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia sebagai salah satu bentuk pembangunan berkelanjutan. Tujuan dari penulisan ini untuk mengetahui tujuan konsep ekonomi hijau dan upaya pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui konsep ekonomi hijau serta penyediaan insentif dan disinsentif oleh pemerintah sebagai Suistainable Development Goals di Indonesia. Metode dalam penulisan menggunakan analisis deskriptif dengan data primer berupa literatur yang akurat dan jurnal penelitian sebelumnya. Hasil dari penulisan ini diharapkan adanya regulatory review, penyediaan insentif dan disinsentif serta harmonisasi antara pemerintah, pihak swasta dan masyarakat. Kata Kunci: Millenium Development Goals, Suistainable Development Goals, Ekonomi Hijau 34
Dian Wahyudin, Strategi Konsep Ekonomi Hijau Sebagai Sustainable Develovment Goals di Indonesia PENDAHULUAN Konsep pembangunan berkelanjutan telah menjadi konsep yang populer dan fokus dunia internasional sejak dipertegasnya pendekatan ini pada KTT Bumi di Rio de Jenairo pada tahun 1992. Hampir seluruh negara kemudian menggunakan pembangunan berkelanjutan sebagai jargon pembangunannya. Akhirakhir ini popularitas konsep pembangunan berkelanjutan menjadi semakin mengemuka dengan digadang-gadangnya Sustainable Development Goals (SDGs) sebagai pengganti dari Millennium Development Goals (MDGs) yang telah berakhir pada 31 Desember 2015. Konsep pembangunan berkelanjutan bukanlah merupakan pemikiran yang baru. Fauzi (2004) menuliskan bahwa konsep pembangunan berkelanjutan sebenarnya sejak sudah lama menjadi perhatian para ahli. Namun istilah keberlanjutan (sustainability) sendiri memang baru muncul beberapa dekade yang lalu, walaupun perhatian terhadap keberlanjutan sudah dimulai sejak Malthus pada tahun 1798 yang mengkhawatirkan ketersediaan lahan di Inggris akibat ledakan penduduk yang pesat. Satu setengah abad kemudian, perhatian terhadap keberlanjutan ini semakin mengental setelah Meadow dan kawankawan pada tahun 1972 menerbitkan publikasi yang berjudul The Limit to Growth, yang dalam kesimpulannya mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi akan sangat dibatasi oleh ketersediaan sumber daya alam. Dengan ketersediaan sumber daya alam yang terbatas, arus barang dan jasa yang dihasilkan dari sumber daya alam tidak akan selalu bisa dilakukan secara terus menerus (on sustainable basis). Pembangunan berkelanjutan disepakati sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan hak pemenuhan kebutuhankebutuhan generasi yang akan datang. Di dalamnya terkandung dua gagasan penting: (a) gagasan kebutuhan yaitu kebutuhan esensial untuk memberlanjutkan kehidupan manusia, dan (b) gagasan keterbatasan yang bersumber pada kondisi teknologi dan organisasi sosial terhadap kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan kini dan hari depan. Pada intinya, pembangunan berkelanjutan adalah suatu proses perubahan yang di dalamnya, seluruh aktivitas seperti eksploitasi sumber daya, arah investasi, orientasi pengembangan teknologi, dan perubahan kelembagaan berada dalam keadaan yang selaras serta meningkatkan potensi masa kini dan masa depan untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia. Jadi tujuan pembangunan 35
Prosiding Seminar STIAMI Volume III, No. 01, Februari 2016 ISSN 2355-2883 ekonomi dan sosial harus diupayakan dengan keberlanjutan. Karena adanya multi dimensi, dan multi interpretasi, maka terdapat dua hal yang secara implisit menjadi perhatian yaitu pertama, menyangkut pentingnya memperhatikan kendala sumberdaya alam dan lingkungan terhadap pola pembangunan dan konsumsi. Kedua, menyangkut perhatian terhadap kesejahteraan (well being) generasi mendatang. Dengan demikian, prinsip pembangunan berkelanjutan dihasilkan dengan memperhatikan 3 aksioma yaitu: (a) perlakukan masa kini dan masa mendatang yang menempatkan nilai positif dalam jangka panjang, (b) menyadari bahwa aset lingkungan memberikan kontribusi terhadap economic well being, dan (c) mengetahui kendala akibat implikasi yang timbul pada aset lingkungan. Pembangunan berkelanjutan juga sering dijabarkan dengan perbaikan kualitas hidup dan pertumbuhan ekonomi yang disesuaikan dengan daya dukung lingkungan (carrying capacity). Secara umum, keberlanjutan diartikan sebagai continuing without lessening yang berarti melanjutkan aktivitas tanpa mengurangi. Moldan dan Dahl (2007) memberikan pemahaman bahwa pembangunan berkelanjutan dapat dimaknai sebagai 36 pembangunan yang mampu mempertahankan terjadinya pembangunan itu sendiri menjadi tidak terbatas. Salah satu upaya menyelaraskan antara kebutuhan pertumbuhan ekonomi sekaligus melestarikan sumberdaya alam adalah konsep pertumbuhan hijau (green growth). Pertumbuhan ekonomi hijau adalah konsep pertumbuhan yang mengedepankan aspek kualitas dan kuantitas ekosistem dan lingkungan serta mengurangi disparitas sosial dalam memaksimalkan pertumbuhan ekonomi. Kemunculan konsep pertumbuhan hijau ini tidak lepas dari kekhawatiran global atas terjadinya perubahan iklim dan degradasi lingkungan akibat bias pengukuran indikator pertumbuhan ekonomi konvensional yang dianggap gagal melindungi kualitas sumber daya alam dan keragaman hayati disamping meningkatnya kesenjangan sosial. Berdasarkan fenomena yang telah penulis paparkan dalam pendahuluan, penulis merumuskan beberapa masalah, diantaranya: a. Apakah tujuan konsep ekonomi hijau dalam pembangunan berkelanjutan? b. Bagaimana upaya pemerintah Indonesia untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui konsep ekonomi hijau (Green Economy) dalam pembangunan berkelanjutan
Dian Wahyudin, Strategi Konsep Ekonomi Hijau Sebagai Sustainable Develovment Goals di Indonesia (Suistainable Development Goals)? c. Apa bentuk insentif dan disinsentif yang diberikan oleh pemerintah atas aktivitas ekonomi hijau dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia dalam pembangunan berkelanjutan (Suistainable Development Goals)? PEMBAHASAN Pembahasan mengenai isu sustainable development goals (SDGs) mengemuka sebagai tindaklanjut proposal yang diusulkan oleh Columbia, Guatemala, dan Peru dalam proses pertemuan menjelang KTT Rio+20 bulan Juni 2012. Usulan isu SDGs muncul sebagai salah satu outcome KTT Rio+20 karena adanya berbagai indikasi yang menunjukkan sulitnya mencapai konsensus global atas kompleksitas dua tema besar KTT Rio+20, yaitu green economy dan kerangka kelembagaan pembangunan berkelanjutan yang lebih dikenal sebagai institutional framework for sustainable development (IFSD). Konsep ini lantas mengalami redifinisi bahwa pembangunan berkelanjutan adalah secara ekonomi tidak menghasilkan emisi dan polusi lingkungan, hemat sumber daya alam dan berkeadilan sosial (Payne and Raiborn 157). Terminologi pembangunan berkelanjutan ini pada perkembangannya telah mengalami over used dan menjadi jargon kosong walaupun sangat populer. Bahkan orang-orang yang berkecimpung dalam isu pembangunan kadang merasa kesulitan menjelaskan secara jelas apa yang dimaksud dengan berkelanjutan (Daly, 1990). Mengingat ketidakjelasan agenda dan langkah menuju sustainable development tersebut, konsep ekonomi hijau dan pertumbuhan hijau muncul sebagai strategi operasional pembangunan ekonomi. Ekonomi hijau merupakan subset dari konsep pembangunan berkelanjutan dan paradigma baru yang menawarkan sistem pembangunan tanpa mengorbankan ekosistem. Dengan adanya konsep ekonomi hijau sebagai strategi operasional pembangunan ekonomi maka penulis mencoba memaparkan apakah tujuan dari ekonomi hijau dan upaya apa yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui konsep ekonomi hijau serta insentif dan disinsentif yang diberikan oleh pemerintah. a. Tujuan konsep ekonomi hijau Indonesia menetapkan konsep green economy (ekonomi hijau) dalam upaya pengentasan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan. Konsep green economy dilaksanakan untuk mendukung pembangunan nasional 37
Prosiding Seminar STIAMI Volume III, No. 01, Februari 2016 ISSN 2355-2883 38 yang bersifat pro-poor, pro-growth, pro-job dan pro-environmental. Konsep ini dipandang paling ideal dalam meningkatkan kesejahteraan masayrakat dengan tetap menyelamatkan lingkungan. Pembangunan ekonomi yang kurang memperhatikan kelestarian lingungan bukan saja telah memberikan kerusakan yang merugikan tetapi juga berdampak negatif untuk masa yang akan datang. Konsep ekonomi hijau meliputi cakupan yang luas dan merupakan paradigma baru dalam pembangunan ekonomi yang menggantikan kebijakan-kebijakan lingkungan yang pada masa lalu kerap difokuskan pada solusi jangka pendek. Pendekatan ekonomi hijau merupakan win-win solution dalam mengakhiri perdebatan para penentu kebijakan yang tidak ada habis-habisnya seputar "pelestarian lingkungan" dan "pertumbuhan ekonomi". Atau dengan kata lain, Ekonomi Hijau adalah model pembangunan ekonomi berbasiskan pengetahuan terhadap ecological economic dan green economic yang bertujuan untuk menjawab saling ketergantungan antara ekonomi dan ekosistem serta dampak negatif akibat aktivitas ekonomi termasuk perubahan iklim dan pamanasan global. Melaui konsep green economy, Indonesia mempunyai target pertumbuhan ekonomi sebesar 6-7 persen serta penurunan emisi karbon sebesar 26-40% pada tahun 2020 sejalan dengan Peraturan Presiden No 61/2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca yang digadang pada era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono..Dan beberapa isu penting yang menjadi fokus pemerintah terkait isu lingkungan dan pembangunan ekonomi hijau seperti penanganan dan pengeloalaan bahan kimia dan limbah berbahaya, pengelolaan limbah dan penanganan masalah e-waste (sampah dari produk/alat elektronik), pengembangan keragaman hayati, Selain itu pula dengan transformasi ekonomi hijau ini diharapkan akan membuka 15 hingga 60 juta lapangan kerja baru di seluruh dunia dalam dua dekade mendatang. Setidaknya separuh lapangan kerja global mencakup 1,5miliar pekerja akan terkena dampak positif peralihan ke ekonomi yang lebih hijau ini. Menurut ILO, puluhan juta lapangan kerja baru sudah tercipta seiring dengan transformasi ke ekonomi hijau ini.
Dian Wahyudin, Strategi Konsep Ekonomi Hijau Sebagai Sustainable Develovment Goals di Indonesia b. Upaya pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui konsep ekonomi hijau. Dalam rangka pencapaian target pertumbuhan ekonomi hijau, ada beberapa upaya yang harus menjadi fokus pemerintah, agar efektivitas kebijakan menjadi maksimal. Identifikasi dan evaluasi berbagai regulasi perlu diperhatikan karena pertumbuhan ekonomi hijau mensyaratkan pendekatan heuristic dan berkelanjutan di tengah perubahan terus menerus kondisi lingkungan global. Beberapa upaya yang dapat pemerintah lakukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui konsep ekonomi hijau diantaranya: 1. Regulatory Review Evaluasi kebijakan yang tidak pro environment mutlak perlu dilakukan agar semangat untuk bermigrasi menuju pembangunan lestari tidak terdegradasi oleh berbagai peraturan yang kontraproduktif. Harus diakui bahwa banyak regulasi disusun tanpa analisis yang mendalam serta proses konsultasi publik yang sangat terbatas sehingga efektivitas peraturan tersebut menjadi kurang optimal baik dilihat dari sisi manfaat, biaya dan efek dari peraturan yang diterbitkan. Untuk itu regulatory review berbagai peraturan terutama yang terkait dengan isu ekonomi hijau yang telah diterbitkan oleh berbagai kementerian/lembaga menjadi sangat penting untuk dilakukan evaluasi efektivitas dan dampaknya bagi pencapaian ekonomi hijau. Salah satu contoh jelas regulasi yang mendiscourage pengembangan energi baru terbarukan (EBT) adalah subsudi BBM. BBM bersubsidi akan menciptakan alokasi sumber daya yang tidak efisien serta tidak mencerminkan harga yang sesungguhnya karena konsumen membayar pada harga yang lebih rendah daripada harga pasar. Harga BBM bersubsidi yang begitu murah akan berdampak pada tingkat konsumsi yang boros dan ketergantungan pada sumber energi fosil. Kondisi seperti ini bisa berujung pada eksploitasi yang berlebihan dan kerusakan lingkungan yang serius. Konsekuensi lainnya adalah investor tidak tertarik berinvestasi di sektor EBT karena harganya tidak kompetitif. Selama subsidi 39
Prosiding Seminar STIAMI Volume III, No. 01, Februari 2016 ISSN 2355-2883 40 BBM ini masih terus dipertahankan, maka sangat sulit berharap diversifikasi energi melalui pengembangan energi baru terbarukan bisa berjalan di Indonesia. Padahal potensi energi terbarukan di Indonesia cukup besar. Kita dikaruniai aneka sumber energi baru terbarukan, mulai dari panas bumi, mikrohidro, tenaga angin, tenaga surya, hingga tenaga samudra. Untuk memacu tumbuhnya investasi di sektor ini diperlukan kebijakan yang bisa menstimulus perkembangan investasi yang lebih ramah lingkungan. 2. Peran Riset dan Pengembangan IPTEK Upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan pertumbuhan ekonomi melalui konsep ekonomi hijau adalah memaksimalkan peran dari penelitian dan pengembangan IPTEK, yang mana di Indonesia peran penelitian dan pengembangan IPTEK masih dipandang sebelah mata baik oleh kalangan bisnis maupun pemerintah. Padahal fakta mengajarkan bahwa daya saing bisnis suatu Negara tidak lagi ditentukan oleh faktor kelimpahan komoditas sumber daya alam dan ketersediaan tenaga murah saja, namun lebih ditentukan oleh kemampuan melakukan inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Pengembangan iptek ramah lingkungan akan menghasilkan produk berkualitas dengan biaya produksi rendah sebagai prasyarat utama menuju ekonomi hijau. Peminggiran peran riset di Indonesia bisa kita lihat dari nilai belanja swasta yang masih begitu rendah. Rendahnya prioritas pengembangan iptek di Indonesia bisa dilihat dari beberapa sisi, yaitu : a) Mentalitas colonial inferiority complex, yakni adanya anggapan bahwa periset asing selalu lebih unggul dari periset lokal. Sebagai konsekuensinya kemudian adalah pilihan untuk memakai hasil penelitian asing atau menjiplak teknologi mereka daripada melakukan riset sendiri yang tentu saja biayanya lebih tinggi. Dengan kondisi yang demikian, tak mengherankan jika kiprah ilmuwan kita tertinggal jauh dari Negara lainnya. Padahal konstribusi ilmu pengetahuan dan teknologi
Dian Wahyudin, Strategi Konsep Ekonomi Hijau Sebagai Sustainable Develovment Goals di Indonesia merupakan faktor penting untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas produksi industry dalam negeri dalam berkompetisi di pasar bebas. Apalagi sekarang sudah memasuki era Masyarakat Ekonomi Asean, jika pemerintah tidak dapat memaksimalkan peran ilmu pengetahuan dan teknologi maka kita akan menjadi pembantu di rumah sendiri karena kalah bersaing dengan Negara-negara Asean lainnya. Selain itu Dampak lanjutan dari kondisi tersebut adalah keengganan para ilmuwan Indonesia untuk berkarier atau bekerja di dalam negeri. Mereka lebih memilih bekerja di lembaga riset asing di luar negeri karena iming-iming gaji, fasilitas riset, kejelasan karier, stimilus intelektual hingga faktor jaminan kualitas hidup keluarga. b) Tingkat dependensi yang tinggi terhadap produksi dan utilisasi iptek dari negara lain. Pengembangan iptek di negara kita sangat tergantung pada buku, karya ilmiah dan jurnal iptek impor. Sebagai negara periferal dalam peta pengembangan iptek global, impor ilmu pengetahuan menjadi suatu keniscayaan. Namun konsekuensinya, tingkat dependensi menjadi sangat eksesif dan peluang berpartisipasi dalam pengembangan iptek global menjadi minim. c) Masalah lain yang sering dituduhkan kenapa peran riset industri begitu rendah adalah ketiadaan sinergi dan kerja sama antara lembaga riset, dalam hal ini dunia perguruan tinggi, dengan kalangan industri. Kerenggangan hubungan antara swasta dan kalangan periset menyebabkan minimnya interaksi dan ajang diskusi untuk memetakan potensi serta aplikasi hasil riset peneliti nasional c. Insentif dan Disinsentif dari pemerintah atas aktivitas ekonomi hijau Titik berat pertumbuhan hijau adalah pembangunan yang berkelanjutan, maka diperlukan kebijakan pemerintah yang bertumpu pada kesimbangan antara pencapaian kesejahtaraan sosial, memelihara keanekaragaman hayati, dan aspek 41
Prosiding Seminar STIAMI Volume III, No. 01, Februari 2016 ISSN 2355-2883 42 keadilan antar generasi. Sesuai pasal 42 UU No 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, disebutkan bahwa dalam rangka melestarikan fungsi lingkungan hidup, pemerintah dan pemerintah daerah wajib mengembangkan dan menerapkan instrumen ekonomi lingkungan hidup. Instrumen ekonomi lingkungan hidup ini meliputi: perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi; pendanaan lingkungan hidup; dan insentif dan/atau disinsentif. Terkait pemberian insentif dan disinsentif, menurut pasal 42 (3) Undang-Undang tersebut penerapannya dalam bentuk: pengadaan barang dan jasa yang ramah lingkungan hidup; penerapan pajak, retribusi, dan subsidi lingkungan hidup; pengembangan sistem lembaga keuangan dan pasar modal yang ramah lingkungan hidup; pengembangan sistem perdagangan izin pembuangan limbah dan/atau emisi; pengembangan sistem pembayaran jasa lingkungan hidup; pengembangan asuransi lingkungan hidup; pengembangan sistem label ramah lingkungan hidup; dan sistem penghargaan kinerja di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan. Singkatnya, bentuk dukungan pemerintah ini bisa berupa insentif fiskal (fasilitas pembebasan pajak, bea masuk ataupun subsidi), insentif finansial (pinjaman lunak, hibah dan pendanaan alternatif seperti pembayaran jasa lingkungan), dan instrumen pasar (lebel ramah lingkungan dan clean development mechanism). Dewasa ini, pemerintah telah menyediakan beberapa insentif fiskal diantaranya Pajak Penghasilan (berdasar Pasal 6 (1) UU No. 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No 7/1983 tentang Pajak Penghasilan) bahwa besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi, a.l. biaya pengolahan limbah. Ada pula amandemen tentang Pembebasan Bea Masuk berdasar Peraturan Menteri Keuangan No 101/PMK.04/2007 tentang Pembebasan bea masuk import peralatan dan bahan yang digunakan untuk pencegahan pencemaran lingkungan.
Dian Wahyudin, Strategi Konsep Ekonomi Hijau Sebagai Sustainable Develovment Goals di Indonesia Selain itu, pemerintah juga telah mengeluarkan beberapa insentif fiskal untuk pengembangan energi tenaga panas bumi, antara lain Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah atas Impor Barang untuk Kegiatan Usaha Eksplorasi Hulu Minyak dan Gas Bumi serta Panas bumi (Peraturan Menteri Keuangan nomor 242/PMK.011/2008). Ada juga terkait mekanisme Pajak Penghasilan Ditanggung Pemerintah dan Penghitungan Penerimaan Negara Bukan Pajak atas Hasil Pengusahaan Sumber Daya Panas bumi untuk Pembangkitan Energi/Listrik (Peraturan Menteri Keuangan nomor 22/PMK.02/2009 tanggal 16 Pebruari 2009). Kebijakan lain yang potensial dilakukan pemerintah untuk mengendalikan dampak kerusakan lingkungan adalah disinsentif berupa pajak lingkungan (green tax). Ide green tax ini belum diaplikasikan di Indonesia walaupun sudah diakomodasi dalam RUU Pajak dan Retribusi Daerah. Pajak memiliki fungsi ganda yakni sebagai sumber utama penerimaan negara (budgetary) dan sebagai alat pengatur (regulatory) untuk mengawasi aktivitas ekonomi kalangan swasta. Pemberlakuan green tax dirasa urgen untuk pencegahan, pengendalian, dan penanggulangan pencemaran dan kerusakan yang diakibatkan oleh kegiatan ekonomi. Menurut sebuah studi, kebijakan pajak yang selama ini ditetapkan pemerintah kepada sektor industri belum mempertimbangkan dampak aktivitas produksinya terhadap lingkungan, serta cenderung mengabaikan prinsip keadilan (fairness). Hal ini nampak dari industri dengan emisi yang tinggi (high pollutant industry) prosentase pajaknya justru kecil. Artinya, nilai emisi yang besar tersebut tidak diimbangi dengan pembayaran pajak yang juga tinggi. Di lain pihak, jenis industri yang relatif bersih atau sedikit polutan (assembly sector) peringkat pembayaran pajaknya justru tinggi. Hal ini barangkali disebabkan penerapan regulasi pajak industri yang selama ini diterapkan pemerintah lebih bersandar pada tinjauan ekonomi dan institusional semata, belum memperhatikan aspek lingkungan sebagai salah satu konsideran (BKF-FE Unair, 2011). SIMPULAN 43
Prosiding Seminar STIAMI Volume III, No. 01, Februari 2016 ISSN 2355-2883 44 Berdasarkan pemaparan yang telah penulis jelaskan dalam pembahasan maka penulis mencoba menyimpulkan yaitu a. Pembangunan berwawasan lingkungan mensyaratkan pertumbuhan ekonomi yang berjalan secara simultan dengan kelestarian lingkungan. Transisi menuju paradigma pertumbuhan ekonomi hijau ini harus ada harmonisasi antara pemerintah, masyarakat dan pihak swasta. Tidak lagi mengeksploitasi lingkungan hanya demi keuntungan sesaat tanpa memikirkan untuk generasi yang akan datang dikarenakan lingungan yang sudah tidak hijau lagi. b. Dengan adanya regulatory review maka diharapkan regulasi yang disusun tanpa analisis yang mendalam serta proses konsultasi publik yang sangat terbatas sehingga efektivitas peraturan tersebut menjadi kurang optimal baik dilihat dari sisi manfaat, biaya dan efek dari peraturan yang diterbitkan. c. Dengan berbagai insentif dan disinsentif yang disediakan oleh pemerintah diharapkan dapat memacu diversifiakasi energy non fosil terutama memperkecil selisih harga antara energi baru terbarukan dengan energy fosil DAFTAR PUSTAKA BKF-Laboatorium Pengkajian Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga. (2011). Indonesia s Green Growth Strategy for Global Initiatives: Developing a Simle Model and Indicators of Green Fiscal Policy in Indonesia Dally, Herman E, (1990). Suistainable Development: From Concept and Theory to Operational Principles. Resources, Environment, and Population. (1990): 25-43 Fauzi, Ahmad. 2004. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Gramedia Marboen, Ade. 2012. Bank Dunia Dorong Ekonomi Hijau http://www.antaranews.com/berita /314452/bank-dunia-dorongekonomi-hijau, diakses pada 11 Juni 2012 Moldan B dan Dahl Al. 2007. Meeting Conceptual Challenges dalam Hak T, Moldan B, Dahl AL (Ed) Suistainability Indicators: A Scientific Assessment. Scientific Committee on Problem of The Environment (SCOPE) Payne, Dinah M, and Cecily, A. Raiborn. 2001. Suistainable Development: The Ethics Support The Economics Journal of Business Ethics. 2001: 157-168 Shaleh, Malikkul. 2012. Ekonomi Hijau Berpotensi Ciptakan Pertumbuhan Ekonomi dan Kurangi Kemisikinan. http://sapulidinews.com/ekonomi/
Dian Wahyudin, Strategi Konsep Ekonomi Hijau Sebagai Sustainable Develovment Goals di Indonesia berita.php/id=2112, diakses pada 10 Juni 2012 Tribunnews. 2012. Presiden SBY Canangkan Konsep Ekonomi Hijau http://www.tribunnews.com/2012/ 06/05/presiden-sby-canangkankonsep-ekonomi-hijau, diakses pada 20 Juni 2012 UNEP. 2012. Working Towards Suistainable Development http://www.unep.org/greenecono my/, diakses pada 12 Juni 2012 45