PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

dokumen-dokumen yang mirip
PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN MAJELIS RAKYAT PAPUA BARAT DALAM KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG KOMISI HUKUM AD HOC DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2004 TENTANG MAJELIS RAKYAT PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2004 TENTANG MAJELIS RAKYAT PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

1 of 23 27/04/2008 2:24 PM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Atmosudirdjo (1988:76) mengemukakan bahwa:

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PEMERINTAH KOTA BATU

GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMILIHAN UMUM GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH KABUPATEN WAROPEN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2006

11 LEMBARAN DAERAH Oktober KABUPATEN LAMONGAN 7/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

BUPATI SRAGEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMILIHAN ANGGOTA MAJELIS RAKYAT PAPUA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG LAPORAN KEPALA DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA

KEPALA DESA MARGOMULYO KABUPATEN BLITAR PERATURAN KEPALA DESA MARGOMULYO NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR PROVINSI PAPUA

Menetapkan : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PEDOMAN PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT HUKUM ADAT. BAB I KETENTUAN UMUM.

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) PROVINSI PAPUA TAHUN 2011

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 5 TAHUN 2007 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA

2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN JABATAN STAF KHUSUS GUBERNUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

PEMERINTAH KOTA BATU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PERTIMBANGAN KEPEGAWAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 13

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR TAHUN 2014 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

BUPATI KARO PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI KARO NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERATURAN DI DESA

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PERTIMBANGAN KEPEGAWAIAN

GUBERNUR JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG KERJA SAMA DESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 65 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG TENTANG MUSYAWARAH DESA

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 54 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,

S A L I N A N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERATURAN DI DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 2 - pada Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Papua, dan Papua Barat;

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

Transkripsi:

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN MAJELIS RAKYAT PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR PROVINSI PAPUA, Menimbang : a. bahwa Majelis Rakyat Papua sebagai lembaga representasi kultural orang asli Papua memiliki hak dan kewajiban dalam rangka perlindungan hak-hak orang asli Papua, dengan berdasarkan pada penghormatan terhadap adat dan budaya, pemberdayaan perempuan, dan pemantapan kerukunan hidup beragama; b. bahwa pelaksanaan hak dan kewajiban MRP mempunyai peran yang penting dalam penyelenggaraan otonomi khusus di Papua, terutama dalam pelaksanaan hubungan kerja dengan lembaga pemerintah provinsi lembaga pemerintah Kabupaten/kota dan masyarakat; c. (bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (2) dan Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, perlu membentuk Peraturan Daerah Khusus Provinsi Papua, tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Majelis Rakyat Papua) d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah Khusus Provinsi Papua, tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Majelis Rakyat Papua. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1969 tentang Pembentukan Propinsi Otonomi Irian Barat dan Kabupaten-kabupaten Otonom di Propinsi Irian Barat ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2907); 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4151) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4884); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

2 4. Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2004 tentang Majelis Rakyat Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 165 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4461) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4009); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT PAPUA dan GUBERNUR PROVINSI PAPUA M E M U T U S K A N Menetapkan : PERATURAN DAERAH KHUSUS TENTANG PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN MAJELIS RAKYAT PAPUA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah Provinsi ini yang dimaksud dengan : 1. Otonomi Khusus adalah kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada Provinsi Papua untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar masyarakat Papua; 2. Provinsi Papua adalah Provinsi Irian Jaya yang diberi Otonomi Khusus dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia; 3. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas Presiden beserta para Menteri. 4. Pemerintah Provinsi adalah Gubernur beserta perangkat lain sebagai Badan Eksekutif Provinsi. 5. Gubernur adalah Kepala Daerah dan Kepala Pemerintah yang bertanggungjawab penuh menyelenggarakan pemerintahan di Provinsi dan sebagai Wakil Pemerintah di Provinsi. 6. Pemerintah Kabupaten/Kota adalah Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi. 7. Dewan Perwakilan Rakyat Papua, yang selanjutnya disebut DPRP, adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Papua sebagai badan legislatif Daerah Provinsi Papua; 8. Majelis Rakyat Papua, yang selanjutnya disebut MRP, adalah representasi kultural orang asli Papua, yang memiliki wewenang tertentu dalam rangka perlindungan hak-hak orang asli Papua dengan berlandaskan pada penghormatan terhadap adat dan budaya, pemberdayaan perempuan, dan pemantapan kerukunan hidup beragama sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini; 9. Peraturan Daerah Khusus, yang selanjutnya disebut Perdasus, adalah Peraturan daerah Provinsi Papua dalam rangka pelaksanaan pasal-pasal tertentu dalam Undang Undang ini; 10. Adat adalah kebiasaan yang diakui, dipatuhi dan dilembagakan serta di pertahankan oleh masyarakat adat setempat secara turun-temurun; 11. Masyarakat adat adalah warga masyarakat asli Papua yang hidup dalam wilayah dan terikat serta tunduk kepada adat tertentu dengan rasa solidaritas yang tinggi diantara para anggotanya; 12. Masyarakat Hukum Adat adalah warga masyarakat asli Papua yang sejak kelahirannya hidup dalam wilayah tertentu dan terikat serta tunduk kepada hukum adat tertentu dengan rasa solidaritas yang tinggi diantara para anggotanya; 13. Orang Asli Papua adalah orang yang berasal dari rumpun ras Malanesia yang terdiri dari suku-suku asli di Provinsi Papua/atau orang yang diterima dan diakui sebagai orang asli Papua oleh masyarakat adat Papua;

3 14. Kelompok Kerja yang selanjutnya disebut Pokja, adalah alat kelengkapan MRP untuk menangani bidang adat, perempuan dan agama. BAB II PELAKSANAAN HAK MRP Bagian Pertama U m u m Pasal 2 MRP mempunyai hak: a. meminta keterangan kepada Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota mengenai hal-hal yang terkait dengan perlindungan hak-hak orang asli Papua; b. meminta peninjauan kembali Perdasi atau Keputusan Gubernur yang dinilai bertentangan dengan perlindungan hak-hak orang asli Papua; c. mengajukan rencana Anggaran Belanja MRP kepada DPRP sebagai satu kesatuan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Papua; dan d. menetapkan Peraturan Tata Tertib MRP. Bagian Kedua Pelaksanaan Hak Meminta Keterangan Pasal 3 (1) Setiap anggota MRP berhak meminta keterangan kepada Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota mengenai hal-hal yang terkait dengan perlindungan hak-hak orang asli Papua. (2) Permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada pimpinan MRP setelah memenuhi persyaratan : a. menjelaskan secara tertulis mengenai kebijakan yang dinilai bertentangan dengan kebijakan perlindungan hak-hak orang asli Papua; b. mendapat dukungan dalam bentuk tanda tangan anggota MRP paling sedikit 9 (sembilan) orang yang terdiri dari unsur adat, unsur perempuan dan unsur agama. Pasal 4 (1) Pimpinan MRP setelah menerima permintaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 ayat (2) mengadakan rapat pleno untuk melakukan pembahasan. (2) Pembahasan dalam rapat pleno sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai agenda yang terdiri atas : a. penjelasan dari pengusul mengenai substansi permintaan keterangan disertai alasannya; b. penyampaian pandangan peserta rapat pleno; c. pengambilan keputusan. (3) Pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, dilakukan secara musyawarah untuk mufakat. (4) Dalam hal musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak tercapai, maka pengambilan keputusan dilakukan melalui pemungutan suara. Pasal 5 (1) Pimpinan MRP menetapkan hasil pembahasan rapat pleno berupa persetujuan atau penolakan terhadap permintaan yang diajukan. (2) Dalam hal permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Pimpinan memerintahkan kepada Sekretaris MRP untuk menyampaikan permintaan keterangan kepada Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Kabupaten/Kota pembuat kebijakan yang dinilai bertentangan dengan perlindungan hak-hak orang asli Papua. (3) Permintaan.../4

4 (3) Permintaan keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam surat yang ditandatangani oleh pimpinan MRP, yang dilengkapi: a. uraian tentang substansi; b. penjelasan tempat dan waktu pemberian keterangan; c. berita acara hasil rapat pleno. Pasal 6 (1) Pemerintah Provinsi dan/atau Pemerintah Kabupaten/Kota yang dimintai keterangan wajib memberikan jawaban terhadap permintaan keterangan yang diajukan oleh MRP dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak diterimanya permintaan keterangan. (2) Jawaban tetulis terhadap permintaan untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan kepada Pimpinan MRP. (3) Pimpinan MRP berdasarkan jawaban tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menetaapkan waktu rapat pleno yang menghadirkan pimpinan instansi pemerintah daerah terkait. Pasal 7 (1) Dalam hal Pemerintah Provinsi atau Pemerintah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) menolak memberikan jawaban, pimpinan MRP mengadakan rapat pleno untuk membahas penolakan tersebut. (2) Pimpinan MRP wajib menyampaikan hasil rapat pleno sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada masyarakat melalui media publik. (3) Penyampaian hasil rapat pleno sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling sedikit memuat : a. penjelasan mengenai hal-hal yang dimintai keterangan; b. pentingnya pemberian keterangan dari pemerintah daerah; dan c. akibat yang timbul karena pemerintah daerah tidak memberikan jawaban. Bagian Ketiga Pelaksanaan Hak Meminta Peninjauan Kembali Perdasi Atau Peraturan Gubernur Pasal 8 (1) Setiap anggota MRP berhak mengajukan permintaan peninjauan kembali Perdasi atau Peraturan Gubernur yang dinilai bertentangan dengan perlindungan hak-hak orang asli Papua. (2) Permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada pimpinan MRP setelah memenuhi persyaratan : a. materi muatan Perdasi maupun Peraturan Gubernur yang dinilai bertentangan dengan kebijakan perlindungan hak-hak orang asli Papua; b. mendapat dukungan dalam bentuk tanda tangan anggota MRP paling sedikit 12 (dua belas) orang yang terdiri dari unsur adat, unsur perempuan, unsur agama. Pasal 9 (1) Pimpinan MRP setelah menerima usul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) mengadakan rapat pleno untuk melakukan pembahasan. (2) Pembahasan dalam rapat pleno sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai agenda yang terdiri atas: a. penjelasan.../5

5 a. penjelasan dari pengusul mengenai alasan permintaan peninjauan kembali Perdasi atau Peraturan Gubernur dan Keputusan Gubernur; b. penyampaian pandangan peserta rapat pleno; dan c. pengambilan keputusan. (3) Pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, dilakukan secara musyawarah untuk mufakat. (4) Dalam hal musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak tercapai, maka pengambilan keputusan dilakukan melalui pemungutan suara. Pasal 10 (1) Pimpinan MRP menetapkan hasil pembahasan rapat pleno berupa persetujuan atau penolakan terhadap usulan yang diajukan. (2) Dalam hal usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Pimpinan memerintahkan kepada Sekretaris MRP untuk menyampaikan permintaan peninjauan kembali Perdasi atau Peraturan Gubernur dan Keputusan Gubernur yang dinilai bertentangan dengan perlindungan hak-hak orang asli Papua; (3) Permintaan peninjauan kembali Perdasi atau Peraturan Gubernur dan Keputusan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam surat yang ditandatangani oleh pimpinan MRP, yang dilengkapi: a. uraian tentang substansi Perdasi atau Peraturan Gubernur yang ditinjau; b. penjelasan tempat dan waktu pemberian keterangan; c. berita acara hasil rapat pleno. Pasal 11 (1) Pemerintah Provinsi dan DPRP wajib memberikan tanggapan secara tertulis, atas permintaan peninjauan kembali Perdasi yang disampaikan oleh MRP; (2) Gubernur wajib memberikan tanggapan secara tertulis, atas permintaan peninjauan kembali Peraturan Gubernur yang disampaikan oleh MRP. (3) Tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan dalam rapat pleno untuk dibahas. Pasal 12 (1) Pemerintah Provinsi dan DPRP wajib memberikan jawaban terhadap permintaan peninjauan kembali Perdasi yang disampaikan oleh MRP dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak diterimanya permintaan. (2) Pemerintah Provinsi wajib memberikan jawaban terhadap permintaan peninjauan kembali Peraturan Gubernur yang disampaikan oleh MRP dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak diterimanya permintaan. (3) Jawaban tertulis terhadap permintaan peninjauan kembali Perdasi dan Peraturan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditujukan kepada Pimpinan MRP. (4) Pimpinan MRP berdasarkan jawaban tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menetapkan waktu rapat pleno untuk menghadirkan Gubernur dan DPRP atau Gubernur. Pasal 13 (1) Dalam hal Gubernur dan DPRP atau Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 menolak memberikan jawaban, pimpinan MRP mengadakan rapat pleno untuk membahas penolakan tersebut. (2) Pimpinan.../6

6 (2) Pimpinan MRP wajib menyampaikan hasil rapat pleno sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada masyarakat melalui media publik. (3) Penyampaian hasil rapat pleno sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling sedikit memuat: a. penjelasan mengenai Perdasi dan Peraturan Gubernur yang dinilai bertentangan dengan kebijakan perlindungan hak-hak orang asli Papua. b. pentingnya peninjauan kembali Perdasi dan Peraturan Gubernur; dan c. akibat yang timbul karena Gubernur dan DPRP tidak melakukan peninjauan kembali Perdasi atau Gubernur tidak melakukan peninjauan kembali Peraturan Gubernur. Bagian Keempat Pelaksanaan Hak Mengajukan Rencana Anggaran Belanja MRP Pasal 14 (1) Panitia Urusan Rumah Tangga bersama Sekretaris menyusun rencana anggaran belanja MRP yang terdiri atas anggaran belanja program dan anggaran belanja sekretariat. (2) Rencana anggaran belanja MRP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun untuk periode 1 (satu) tahun yang ditetapkan dalam rapat pleno. (3) Rencana anggaran belanja MRP yang telah mendapat persetujuan Pimpinan MRP, diajukan oleh Sekretaris MRP kepada DPRP untuk ditetapkan menjadi anggaran belanja MRP. Bagian Kelima Pelaksanaan Hak Menetapkan Peraturan Tata Tertib MRP Pasal 15 (1) MRP berhak menetapkan peraturan tata tertib dalam rapat pleno untuk memperlancar pelaksanaan tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban MRP. (2) Penetapan peraturan tata tertib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah melalui pembahasan dalam rapat pleno. Pasal 16 MRP wajib melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan peraturan tata tertib paling sedikit sekali dalam 1 (satu) tahun, dalam rangka meningkatkan kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban MRP. BAB III PELAKSANAAN KEWAJIBAN MRP Bagian Pertama U M U M Pasal 17 MRP mempunyai kewajiban : a. mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan mengabdi kepada rakyat Provinsi Papua; b. mengamalkan Pancasila dan Undang - Undang Dasar 1945 serta mentaati peraturan perundang-undangan; c. membina pelestarian penyelenggaraan kehidupan adat dan budaya asli Papua; d. membina kerukunan kehidupan beragama; dan e. mendorong pemberdayaan perempuan. Bagian.../7

7 Bagian Kedua Pelaksanaan Pemeliharaan Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia Dan Mengabdi Kepada Rakyat Provinsi Papua. Pasal 18 (1) MRP wajib: a. mempertahankan dan memelihara Kesatuan Negara Republik Indonesia; dan b. mengabdi kepada rakyat Provinsi Papua. (2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan melalui pelaksanaan program kerja yang mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. (3) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan melalui pelaksanaan program kerja yang memperhatikan kepentingan rakyat Provinsi Papua. Bagian Ketiga Pelaksanaan Pengamalan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 Serta Menaati Peraturan Perundang-undangan Pasal 19 (1) MRP wajib : a. mengamalkan pancasila; dan b. Mentaati Undang Undang Dasar 1945 dan peraturan perundang-undangan (2) Kewajiban sebagaiman dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan melalui pengamalan nilai-nilai Pancasila dan dalam penyusunan program kerja. (3) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan melalui penyusunan produk hukum yang selaras dengan Undang Undang dasar 1945 dan peraturan perundang-undangan. Bagian Keempat Pelaksanaan Pelestarian Penyelenggaraan Kehidupan Adat dan Budaya Asli Papua Pasal 20 (1) MRP wajib menyusun dan melaksanakan program kerja yang bertujuan untuk melestarikan dan memperkuat kehidupan adat dan kebudayaan asli di Papua. (2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pengajuan usulan kegiatan oleh Pokja Adat, melalui tahapan: a. merumuskan indentifikasi masalah; dan b. menyusun usulan kegiatan sebagai jawaban atas masalah yang dihadapi. (3) Pengajuan usulan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dirumuskan dalam bentuk program kerja disertai jadwal pelaksanaan untuk dibahas dan ditetapkan dalam rapat pleno. Bagian Kelima Pelaksanaan Pembinaan Kerukunan Kehidupan Beragama. Pasal 21 (1) MRP wajib menyusun dan melaksanakan program kerja yang bertujuan membina dan melestarikan kerukunan kehidupan beragama di Papua. (2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pengajuan usulan kegiatan oleh Pokja Agama, melalui tahapan : a. merumuskan indentifikasi masalah; dan Bagian.../8

8 b. menyusun usulan kegiatan sebagai jawaban atas masalah yang dihadapi. (3) Pengajuan usulan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dirumuskan dalam bentuk program kerja disertai jadwal pelaksanaan untuk dibahas dan ditetapkan dalam rapat pleno. Bagian Keenam Pelaksanaan Pemberdayaan Perempuan Pasal 22 (1) MRP wajib menyusun dan melaksanakan program kerja yang bertujuan untuk memberdayakan perempuan orang asli Papua. (2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pengajuan usulan kegiatan oleh Pokja Perempuan, melalui tahapan : a. penyampaian hasil indentifikasi masalah; dan b. penyampaian usulan kegiatan sebagai jawaban atas masalah yang dihadapi. (3) Pengajuan usulan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dirumuskan dalam bentuk program kerja disertai jadwal pelaksanaan untuk dibahas dan ditetapkan dalam rapat pleno. Pasal 23 (1) Pelaksanaan program sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 22 wajib dilakukan evaluasi. (2) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk bahan penyusunan program kerja pada tahun berikutnya dan disampaikan kepada masyarakat melalui media publik. BAB IV KETENTUAN PENUTUP Pasal 24 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Papua. Ditetapkan di Jayapura pada tanggal 10 Oktober 2008 GUBERNUR PROVINSI PAPUA CAP/TTD BARNABAS SUEBU,SH Diundangkan di Jayapura pada tanggal 13 Oktober 2008 SEKRETARIS DAERAH PROVINSI PAPUA TTD TEDJO SOEPRAPTO LEMBARAN DAERAH PROVINSI PAPUA TAHUN 2008 NOMOR 3 Untuk salinan yang sah sesuai dengan aslinya SEKRETARIS DAERAH PROVINSI PAPUA Drs. TEDJO SOEPRAPTO, MM

9 I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN MAJELIS RAKYAT PAPUA. Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua pada dasarnya adalah pemberian wewenang yang lebih luas bagi Provinsi dan rakyat Papua untuk mengatur dan mengurus diri sendiri didalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Wewenang yang lebih luas berarti pula tanggungjawab yang lebih besar bagi Provinsi dan rakyat Papua untuk menyelenggarakan pemerintahan dan mengatur pemanfataan kekayaan alam di Provinsi Papua untuk sebesarbesarnya bagi kemakmuran rakyat Papua sebagai bagian dari rakyat Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Wewenang ini berarti pula wewenang untuk memberdayakan potensi sosial-budaya dan perekonomian masyarakat Papua, termasuk memberikan peran yang memadai bagi orang-orang asli Papua melalui para wakil adat, agama, dan kaum perempuan. Peran yang dilakukan adalah ikut serta merumuskan kebijakan daerah, menentukan strategi pembangunan dengan tetap menghargai kesetaraan dan keragaman kehidupan masyarakat Papua, melestarikan budaya serta lingkungan alam Papua, yang tercermin melalui perubahan nama Irian Jaya menjadi Papua, lambang daerah dalam bentuk bendera daerah dan lagu daerah sebagai bentuk aktualisasi jati diri rakyat Papua dan pengakuan terhadap eksistensi hak ulayat, adat, masyarakat adat, dan hukum adat. Sebagai bentuk nyata dari upaya mewujudkan tujuan diatas, maka dalam Undang- Undang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua diamanatkan pembentukan Majelis Rakyat Papua (MRP). MRP merupakan represetasi kultural orang asli Papua, yang memiliki hak dan kewajiban tertentu dalam rangka perlindungan hak-hak orang asli Papua dengan berlandaskan pada penghormatan terhadap adat dan budaya, pemberdayaan perempuan, dan pemantapan kerukunan hidup beragama. Dalam kapasitasnya sebagai lembaga representasi kultural orang asli Papua, MRP mempunyai hak dan kewajiban. Hak MRP tersebut mencakup : a) meminta keterangan kepada Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota mengenai hal-hal yang terkait dengan perlindungan hak-hak orang asli Papua, b) meminta peninjauan kembali Perdasi dan Keputusan Gubernur yang dinilai bertentangan dengan perlindungan hak-hak orang asli Papua, c) mengajukan rencana Anggaran Belanja MRP kepada DPRP sebagai satu kesatuan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Papua, dan menetapkan Peraturan Tata Tertib MRP. Kewajiban MRP tersebut mencakup : a) mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan mengabdi kepada rakyat Provinsi Papua, b) mengamalkan Pancasila dan Undang - Undang Dasar 1945 serta menaati peraturan perundang-undangan, c) membina pelestarian penyelenggaraan kehidupan adat dan budaya asli Papua, d) membina kerukunan kehidupan beragama, dan e) mendorong pemberdayaan perempuan. Agar MRP dapat melaksanakan hak dan kewajiban secara jelas, lancar dan bertanggungjawab dalam hubungan kerja dengan bersama Gubernur, DPRP, Bupati/Walikota, DPRP Kabupaten/Kota, serta masyarakat untuk melaksanakan kebijakan otonomi khusus Papua, maka dibutuhkan Peraturan Daerah Khusus yang mengatur secara jelas dan sistematis tentang pelaksanaan hak dan kewajiban MRP. II. PASAL.../2

10 II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1. Pasal 2 Pasal 3 Pasal 4 Ayat (4) Pasal 5 Pasal 6 Pasal 7 Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Kabupaten/Kota dikategorikan menolak memberikan jawaban, apabila dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak diterimanya permintaan keterangan dari MRP, tetap tidak memberikan keterangan tertulis. Pasal 8.../3

11 Pasal 8 Pasal 9 Ayat (4) Pasal 10 Pasal 11 Pasal 12 Ayat (4) Pasal 13

12 Pasal 14 Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18 Pasal 19 Pasal 20 Pasal 21 Pasal 22.../5

13 Pasal 22 Pasal 23 Pasal 24