BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup

PENGANTAR. kebiasaan, visi hidup, maupun strata pendidikan. Perbedaan dan keunikan masingmasing

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well-Being. kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being

BAB I PENDAHULUAN. interaksi antara satu dengan lainnya, memiliki kecenderungan timbulnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam tiga tahun terakhir angka perceraian di Indonesia meningkat secara

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari proses interaksi sosial. Soerjono Soekanto (1986) mengutip

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebahagiaan. Kebahagian di dalam hidup seseorang akan berpengaruh pada

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya setiap manusia diciptakan secara berpasang-pasangan. Hal

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KOMUNIKASI SUAMI ISTRI DENGAN KECENDERUNGAN BERSELINGKUH PADA ISTRI

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan impian setiap manusia, sebab perkawinan dapat membuat hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun dengan lawan jenis merupakan salah satu tugas perkembangan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap kehidupan manusia pasti berhubungan dengan rasa bahagia dan rasa

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2015 KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS CINTA DAN KETERBUKAAN DIRI DENGAN KOMITMEN PERKAWINAN PADA PASANGAN SUAMI ISTRI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Manusia merupakan makhluk individu dan sosial. Makhluk individu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. dicintai, dapat lebih memaknai kehidupannya dan memiliki perasaan. yang mengalami penderitaan dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh karyawan lebih dari sekedar kegiatan yang berhubungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial, sebagai kehendak Sang pencipta yang telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga memiliki tanggung jawab terbesar dalam pengaturan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. mereka kelak. Salah satu bentuk hubungan yang paling kuat tingkat. cinta, kasih sayang, dan saling menghormati (Kertamuda, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. perih, mengiris dan melukai hati disebut unforgiveness. Seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

BAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan seperti firman Allah dalam Qur`an Surat Al- Baqarah ayat 36

PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU NEGERI DI SMAN I WONOSARI DENGAN GURU SWASTA DI SMA MUHAMMADIYAH I KLATEN. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Fenomena kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini terus meningkat dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang dapat dicapai oleh individu. Psychological well-being adalah konsep keberfungsian

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. dari kemacetan hingga persaingan bisnis serta tuntutan ekonomi kian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. bekerja. Tanggapan individu terhadap pekerjaan berbeda-beda dengan

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan selalu dianggap sebagai hal yang memuaskan dan berharga, namun dalam sebuah hubungan baik itu perkawinan maupun hubungan

KEPUTUSAN HIDUP MELAJANG PADA KARYAWAN DITINJAU DARI KEPUASAN HIDUP DAN KOMPETENSI INTERPERSONAL

BAB I PENDAHULUAN. selayaknya mendapatkan perhatian utama baik dari pemerintah maupun. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan bersatunya seorang laki-laki dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membuat hal tersebut menjadi semakin bertambah buruk.

HUBUNGAN ANTAR PRIBADI

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

BAB I PENDAHULUAN. 2001). Untuk selanjutnya kaum homoseksual yang berjenis kelamin pria dan

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

MENGATASI KONFLIK RUMAH TANGGA (STUDI BK KELUARGA)

BAB I PENDAHULUAN. melainkan juga mengikat janji dihadapan Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal ini adalah rumah tangga, yang dibentuk melalui suatu perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. didambakan tersebut menjadi hukum alam dalam diri tiap manusia. Akan tetapi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Abdi dalem merupakan orang yang mengabdi pada Keraton, pengabdian abdi

BAB I PENDAHULUAN. tugas dan sumber-sumber ekonomi (Olson and defrain, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

SUSI RACHMAWATI F

BAB I PENDAHULUAN. ). Sedangkan Semua agama ( yang diakui ) di Indonesia tidak ada yang. menganjurkan untuk menceraikan istri atau suami kita.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

KEBAHAGIAAN DAN KETIDAKBAHAGIAAN PADA WANITA MENIKAH MUDA

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN. matang baik secara mental maupun secara finansial. mulai booming di kalangan anak muda perkotaan. Hal ini terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Indonesia merupakan negara hukum. Hal itu dibuktikan melalui Undang-

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan sesungguhnya merupakan keterkaitan jiwa dan raga antarpasangan. Idealnya, satu sama lain secara konsisten saling menghidupi jiwa antarpasangan, dan menjiwai kehidupan perkawinan. Memberi rasa cinta setiap saat, setiap detik. Namun, setelah sekian lama perkawinan berlangsung, keterikatan jiwa mulai meluntur dimana satu sama lain cenderung mengikuti perasaan sendiri dan tidak jarang mulai mengabaikan perasaan pasangan. Padahal, perkawinan adalah perjalanan yang sangat panjang dan harus dibina hingga akhir hayat. Kehidupan perkawinan yang terjadi sekian lama terkadang tidak selalu seindah dan seromantis harapan. Persoalan demi persoalan yang dihadapi setiap hari, belum lagi keunikan antarpasangan dalam menghadapi persoalan rumah tangga. Tidak sedikit pasangan yang memilih untuk menjalin hubungan dengan lawan jenisnya pada saat keadaan rumah tangga sedang tidak harmonis. Hal seperti inilah yang menjadikan pengkhianatan terhadap pasangan. Tindakan pengkhianatan ini lebih dikenal dengan sebutan selingkuh. Dalam buku Karena Istri Ingin Dimengerti, Pujihastuti (2006) menyatakan bahwa perselingkuhan merupakan salah satu bentuk hubungan cinta atau ikatan batin seorang pria atau seorang wanita yang sudah berrumah tangga namun terlibat hubungan asmara dengan orang lain. Saat ini, selingkuh tidak hanya terjadi di perkotaan yang menganut gaya hidup metropolitan, tetapi juga telah merambah di pedesaan yang masih kental dengan norma norma yang memandang selingkuh itu sebuah aib. Agaknya saat ini kesetiaan terhadap pasangan dan komitmen terhadap perkawinan terkesan meluntur. Begitu kompleksnya pola kehidupan saat ini sehingga tidak dapat dideteksi apa yang merupakan penyebab mendasar dari ketidaksetiaan terhadap pasangan. Setiap tindakan sudah tentu ada dampaknya, begitu pula dengan perselingkuhan. Salah satu dampak yang terjadi adalah perceraian. Angka perceraian akibat perselingkuhan dari dulu sampai sekarang semakin meningkat jumlahnya. Hal 1

2 ini terbukti pada tahun 2005, di Indonesia terdapat 13.779 kasus perceraian yang bisa dikategorikan akibat selingkuh, 9.071 karena gangguan orang ketiga, dan 4.708 akibat cemburu. Dapat dikatakan 10 keluarga yang bercerai satu diantaranya karena selingkuh. Saat ini saja, rata rata dua jam ada tiga pasang suami-istri bercerai gara gara cemburu (http://awan965.wordpress.com, 29 Mei 2010). Sedangkan menurut data statistik Pengadilan Tinggi Agama seluruh Indonesia menunjukkan bahwa perceraian akibat orang ketiga pada tahun 2005 sebanyak 9.071 kasus, 2006 mengalami pengurangan menjadi 8.285 kasus, 2007 meningkat kembali menjadi 10.444 kasus, 2008 terdapat 12.617 kasus, dan data terakhir pada tahun 2009 lebih meningkat lagi menjadi 16.077 kasus (www.badilag.net dalam otindo.blogspot.com, 29 Mei 2010). Meningkatnya angka perceraian akibat perselingkuhan setiap tahunnya ini sangatlah memprihatinkan. Pada umumnya pelaku perselingkuhan adalah suami dan pada sebagian budaya masyarakat tertentu perselingkuhan sering kali diasumsikan sebagai sifat alamiah suami. Namun, statistik menunjukkan jumlah istri berselingkuh juga semakin meningkat. Dimana berdasarkan budaya istri dituntut dalam bentuk streotipe streotipe seperti seorang istri harus setia pada suaminya, sebuah aib besar apabila menduakan suami, harus bersikap patuh, mengabdi, pasif, dan bergantung pada orang lain (tidak mandiri). Selain itu, kepada istri juga dilekatkan berbagai peran. Istri yang bekerja diharuskan tetap bertanggung jawab atas tugas tugas domestik dan keharmonisan keluarga. Ketika rumah tangganya tidak harmonis, istri dipersalahkan karena terlalu sibuk dengan karirnya. Selain itu, banyak perempuan terpaksa meninggalkan pekerjaan atau tidak mengambil kesempatan untuk mendapat penghasilan lebih tinggi karena terikat dengan peran wanita sebagai istri dan ibu. Seperti telah diketahui bahwa peran wanita sebagai istri ialah untuk menjadi teman hidup dan partner seksual suami, seorang ibu dan pendidik untuk anak anaknya, dan bertanggung jawab untuk mengatur rumah tangga (Kartono, 1992). Meningkatnya perselingkuhan dikalangan istri setiap tahunnya telah dibuktikan dari beberapa survei penelitian. Pada survei yang dilakukan Glass, seorang psikolog asal Amerika dan pakar perselingkuhan (dalam situs www.wordpress.com, 30 Mei 2010) menyatakan bahwa 46% istri di Amerika telah

3 melakukan perselingkuhan. Menariknya, perselingkuhan yang dilakukan kalangan istri justru meningkat secara signifikan dari tahun 1982 1990 yaitu 38% istri melakukan perselingkuhan berbanding 50% istri tidak setia dari tahun 1991 2000. Sementara itu, hasil survei terbaru website Netmums menyatakan, hampir 25% istri tidak setia pada suaminya. Survei yang dilakukan di Inggris ini melibatkan 4.000 wanita dan sepertiga dari para istri yang tidak setia juga melakukan one night stand (www.lintasberita.com, 08 Juni 2010). Sedangkan survei di Indonesia sendiri pada cover majalah wanita Kartini edisi minggu pertama tahun 2005 diketahui bahwa 40% istri di Jakarta melakukan selingkuh. Hal ini diperkuat hasil riset Sukiat, psikolog klinis dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (dalam blog.friendster.com, 31 Mei 2010) yang menyatakan bahwa lebih dari 70% istri di Jakarta memiliki PIL (Pria Idaman Lain) atau satu dari tiga wanita di Jakarta pada saat ini berada dalam status selingkuh. Kasus kasus perselingkuhan di kalangan istri pun menjadi pemberitaan dan topik yang hangat di media cetak maupun elektronik. Seperti pada harian Kompas edisi Kamis, 29 September 2005 dimana seorang ibu rumah tangga yang sekaligus adalah eksekutif di sebuah perusahaan swasta mengkonsultasikan tentang perselingkuhan yang ia lakukan dengan pria idaman lain yang mampu memberinya hotter dan wilder sex. Adapula perselingkuhan istri pengusaha, istri muda, atau istri simpanan para pejabat Jakarta yang rela merogoh kocek Rp. 1,5 juta hingga Rp. 2 juta sekali kencan dngan pria panggilan. Selain Jakarta, perselingkuhan wanita wanita papan atas ini juga sudah menjamur di sejumlah kota besar seperti Surabaya, Medan, Semarang, dan Makasar. Bahkan di Jawa Timur sudah menjalar ke Malang, Kediri, dan Madiun (www.tribunnews.com, 11 Februari 2010). Pada harian Kompas online (dalam situs sosbud.kompasiana.com, 31 Mei 2010) diberitakan bahwa seorang istri di sebuah desa di Banda Aceh yang bekerja sebagai buruh di perkebunan sawit telah berselingkuh dengan rekan kerjanya yang juga buruh sawit. Ada pula istri pengusaha salah satu warung makan di Semarang berselingkuh dengan guru ngaji di rumahnya sendiri dan telah diketahui suaminya dan membuat suaminya memukul guru ngaji tersebut sehingga sang suami harus mendekam dalam penjara (www.news.okezone.com, 31 Mei 2010). Selain itu,

4 Kepala Desa di sebuah desa di kota Temanggung dilaporkan suaminya ke Bupati Temenggung karena ketahuan berselingkuh dan dirinya diminta untuk mengundurkan diri dari jabatannya (www.metrotvnews.com, 21 Oktober 2010). Dari beberapa kasus yang ada, perselingkuhan di kalangan istri ternyata tidak hanya memberikan dampak perceraian tetapi juga dapat meberikan sanksi sosial serta sanksi hukum apabila hal ini terbongkar kerena perselingkuhan istri masih menjadi hal yang sangat tabu. Selain itu, perasaan yang sudah tentu dirasakan adalah perasaan berdosa apalagi seorang istri yang berselingkuh telah melakukan one night stand dengan pasangan selingkuhnya. Selain itu juga perasaan tidak nyaman, khawatir, gelisah, dan tidak tenang karena telah melakukan pengkhianatan dan takut akan terbongkar. Perasaan perasaan tersebut sudah tentu akan mempengaruhi dalam pencapai kehidupan yang baik yang diinginkan oleh semua orang tidak terkecuali istri yang berselingkung. Dimana kehidupan yang baik merupakan keinginan tertinggi yang ingin dicapai oleh setiap orang begitu pula pada istri yang telah melakukan pengkhianatan terhadap suami. Pencapaian kehidupan yang baik ini tergantung pada perasaan sejahtera (well-being) khususnya secara psikologis yang dirasakan oleh diri sendiri. Dalam penelitian mengenai konsep kebahagian, diketahui bahwa seseorang dikatakan memiliki kebahagiaan yang tinggi jika mereka memiliki kepuasan hidup, sering merasa gembira, jarang mengalami perasaan sedih, dan marah. Sebaliknya orang yang merasa tidak puas dalam hidupnya, memiliki pengalaman menggembirakan yang kurang dan sering merasakan emosi yang negatif seperti marah atau gelisah akan menyebabkan individu tersebut memiliki kebahagian yang rendah (Ed Diener, Eunkook Suh, and Shigehiro Oishi, 1997). Tidak dipungkiri lagi bahwa semua kerja keras dan tindakan yang dilakukan oleh manusia berorientasi pada kehidupan yang baik untuk diri sendiri ataupun orang lain di masa depan. Untuk itu manusia berusaha untuk mencari tahu bagaimana cara mencapai suatu kehidupan yang baik tersebut. Jeremy Bentham (1789/1948) menganggap bahwa kehidupan yang baik dapat tercapai jika kebahagiaan hadir dan perasaan sedih atau sakit berkurang. Para pakar subjective well-being

5 mengemukakan, jika seorang individu memiliki kegembiraan yang berlimpah ruah maka dia memiliki kunci untuk mempunyai kehidupan yang baik (Ed. Snyder dan Lopes, 2002: 63). Menurut Bradburn (dalam Ryff, 1989) kebahagiaan (happiness) merupakan hasil dari kesejahteraan psikologis (psychological well-being) dan merupakan tujuan tertinggi yang ingin dicapai oleh setiap manusia. Bagi Ryff (1989), kesejahteraan psikologis dapat diartikan sebagai penggambaran sejauh mana individu merasa nyaman, damai, dan bahagia berdasarkan penilaian subjektif serta bagaimana mereka memandang pencapaian potensi potensi mereka sendiri. Dengan kata lain, kebahagian tercapai jika kesejahteraan tercapai dan akan membuahkan kehidupan yang baik. Ryff (dalam Keyes, 1995) juga menjelaskan bahwa psychological well being (PWB) sebagai pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang dan suatu keadaan ketika individu dapat menerima kekuatan dan kelemahan diri apa adanya, memiliki tujuan hidup, mengembangkan relasi yang positif dengan orang lain, menjadi pribadi yang mandiri, mampu mengendalikan lingkungan, dan terus tumbuh secara personal. Dari pemamparan di atas, istri yang sedang mengalami konflik dalam rumah tangga, perasaan tidak dihargai oleh suami, sakit hati (dengan diri sendiri maupun orang lain), stress (karena masalah terdahulu maupun yang baru saja terjadi pada dirinya), dan tidak lagi merasakan kepuasan dalam menjalin hubungan rumah tangga merupakan motif yang membuat dirinya menjalin hubungan dengan lawan jenisnya (pasangan selingkuhnya). Hal ini sudah tentu menjadi pengalaman hidup yang membuat dirinya merasa tidak nyaman, berdosa, gelisah. Akan tetapi di sisi lain bisa saja perselingkuhan ini juga dapat meningkatkan harga diri pelakunya. Dimana hal ini akan mempengaruhi kehidupan dan perasaan sejahteranya (well-being) dalam mencapai tujuan hidup tertinggi yang ingin diraih olehnya. Gambaran perasaan perasaan yang dirasakan oleh pelaku perselingkuhan ini (khususnya istri) menjadi suatu fenomena yang menarik untuk diteliti. Dimana fenomena istri berselingkuh dengan peristiwa peristiwa yang negatif atau bahkan positif dalam dirinya sehingga akan mempengaruhi pencapaian kesejahteraan psikologisnya baik dalam rumah tangga maupun tindakan selingkuhnya. Fenomena

6 perselingkuhan ini telah meningkat setiap tahunnya dan menjadi sangat memprihatinkan, sehingga membuat peneliti merasa perlu mengadakan penelitian lebih lanjut secara detail dan mendalam khususnya tentang gambaran kesejahteraan psikologis (psychological well being) pada istri yang berselingkuh. Oleh karena itu peneliti mengemukakan judul penelitian Psychological Well-Being Istri yang Berselingkuh. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimanakah gambaran psychological well-being pada istri yang berselingkuh? C. Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian yang diharapkan peneliti adalah mengetahui gambaran psychological well-being istri yang berselingkuh. D. Manfaat Penelitian Ditinjau dari aspek praktis dan teoritis, manfaat penelitian yang diharapkan oleh peneliti adalah sebagai berikut: a. Secara Praktis Diharapkan penelitian ini dapat menumbuhkan sikap kritis peneliti terhadap kasus perselingkuhan yang telah marak terjadi dikalangan istri khususnya mengenai psychological well-being istri yang berselingkuh. Selain itu juga diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi individu baik pada peneliti sendiri, istri maupun suami, konselor perkawinan, dan masyarakat secara luas dalam memahami psychological well-being seorang istri yang telah melakukan perselingkuhan.

7 b. Secara Teoritis Selain secara praktis, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan warna baru dalam aspek teoritis terutama sebagai referensi tambahan bagi pengembangan ilmu Psikologi khususnya Psikologi Perkawinan dan Psikologi Sosial mengenai gambaran psychological wellbeing istri yang berselingkuh.