BAB III PENUTUP. di wilayah hukum pengadilan Negeri Klaten sebagai berikut:

dokumen-dokumen yang mirip
JURNAL KOORDINASI PENYIDIK POLRI DAN PENUNTUT UMUM DALAM PENGENDALIAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI KLATEN.

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

Lex Crimen Vol. V/No. 6/Ags/2016

perundang-undangan tentang pemberantasan tindak pidana korupsi serta tugas dan wewenang Kejaksaan, maka dapat disimpulkan bahwa:

BAB III PENUTUP. waktu yang lama, dilain pihak kejaksaan harus segera dapat menentukan kerugian

BAB III PENUTUP. bencana terhadap kehidupan perekonomian nasional. Pemberantasan korupsi

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Sebagaimana tertulis dalam rumusan masalah, akhirnya penulis

BAB III PENUTUP. pada bab-bab sebelumnya maka dapat dijabarkan kesimpulan sebagai berikut:

Fungsi Pra Penuntutan Terhadap Keberhasilan Pelaksanaan Penuntutan Perkara Pidana Oleh Penuntut Umum. Cakra Nur Budi Hartanto *

PRAPENUNTUTAN DALAM KUHAP DAN PENGARUH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA 1 Oleh: Angela A.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

DAFTAR PUSTAKA. Abdul Kadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan pada

BAB III PENUTUP. dapatlah ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Eksekusi putusan pengadilan tindak pidana korupsi yang telah

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan telah

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA, KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, DAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

KEPUTUSAN BERSAMA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAN KETUA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan salah satu Negara Hukum. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat

2011, No b. bahwa Tindak Pidana Korupsi adalah suatu tindak pidana yang pemberantasannya perlu dilakukan secara luar biasa, namun dalam pelaksan

BAB III PENUTUP. praperadilan, maka dapat disimpulkan bahwa: akan memeriksa tuntutan tersebut. Tata cara atau acara dalam proses pemeriksaan

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibahas diatas, maka dapat dikemukakan

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari uraian hasil penelitian dan analisa yang telah dilakukan oleh penulis,

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

KEWENANGAN JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM PROSES PRA PENUNTUTAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA 1 Oleh : Richard Olongsongke 2

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti

BAB I PENDAHULUAN. demokratis yang menjujung tinggi hak asasi manusia seutuhnya, hukum dan

BAB I PENDAHULUAN. Korupsi sebagai bentuk kejahatan luar biasa (extra ordenary crime) telah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

Peran PPNS Dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan. Oleh: Muhammad Karno dan Dahlia 1

TUMPANG TINDIH KEWENANGAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI. Oleh : Sulistyo Utomo, SH* *

BAB IV PENUTUP. dalam tesis ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

Lex Crimen Vol. IV/No. 4/Juni/2015

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. 01/KB/I-XIII.

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2000 TENTANG

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 010/PUU-IV/2006 Perbaikan Tgl 13 Juni 2006

BAB III PENUTUP. pidana pembunuhan berencana yang menggunakan racun, yaitu: b. Jaksa Penuntut Umum membuat surat dakwaan yang merupakan dasar

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya

Lex Administratum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016

BAB III PENUTUP. sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : a. Pasal 74 dan 75 Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2010 Tentang

BAB III PENUTUP. disimpulkan peran penyidik dalam menangani tindak pidana yang. dilakukan oleh anakmenurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk

BAB I PENDAHULUAN. pidana korupsi. Dampak yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang

BERITA NEGARA. No.711, 2013 MAHKAMAH AGUNG. Penyelesaian. Harta. Kekayaan. Tindak Pidana. Pencucian Uang. Lainnya PERATURAN MAHKAMAH AGUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemberantasan tindak pidana korupsi di negara Indonesia hingga saat

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

BAB I PENDAHULUAN. negara harus berlandaskan hukum. Dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang

BAB III PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis penulis yang telah dilakukan maka dapat

JURNAL KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI INFORMASI ATAU DOKUMEN ELEKTRONIK DALAM PERADILAN PERKARA PIDANA KORUPSI

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 53 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN PELAKSANAAN TUGAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan

BAB III PENUTUP. penulis, maka penulis menyimpulkan bahwa :

NOMOR 14 TAHUN 2016 NOMOR 01 TAHUN 2016 NOMOR 013/JA/11/2016 TENTANG

DAFTAR PUSTAKA. Ali, Mahrus, 2011, Hukum Pidana Korupsi di Indonesia, UII Pers, Yogyakarta.

PERATURAN BERSAMA KEPALA KEPOLISIAN NESARA REPUBLIK IN D O N E S IA DAN JAKSA ASUNb REPUBLIK IN D O N E S IA NO. POL.

Lex Crimen Vol. VI/No. 4/Jun/2017

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

BAB V PENUTUP. Praktek kerja lapangan yang dilakukan oleh Penulis selama kurang lebih 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu

I. PENDAHULUAN. dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta

DAFTAR PUSTAKA. Achmad Ali & Wiwie Heryani, Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum, Cetakan ke 1,

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia adalah negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. A Latar Belakang Masalah. Keberadaan manusia tidak dapat dipisahkan dari hukum yang

BAB III PENUTUP. Berdasarkan pembahasan diatas Pembuktian Cyber Crime Dalam. di dunia maya adalah : oleh terdakwa.

DAFTAR PUSTAKA. Adami Chazawi, 2008, Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi, Bandung, Alumni,

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. pidana korupsi yang dikategorikan sebagai kejahatan extra ordinary crime.

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keuangan negara sebagai bagian terpenting dalam pelaksanaan

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.16 No.3 Tahun 2016

BAB III PENUTUP. maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut :

GARIS-GARIS BESAR PERKULIAHAN (GBPP)

IMPLEMENTASI PERADILAN KONEKSITAS DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Putusan No. 2478/Pid.B/Kon/2006/PN.Jak.

BAB III PENUTUP. (Berita Acara Pelaksanaan Putusan Hakim) yang isinya. dalam amar putusan Hakim.

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

MATRIKS 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/LEMBAGA TAHUN 2011 II.L.093.1

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA KEPALA KEPOLISIAN DAERAH BALI DENGAN KEPALA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERWAKILAN PROVINSI BALI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

II. TINJAUAN PUSTAKA

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

KEPUTUSAN BERSAMA KETUA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA Nomor : KEP Nomor : KEP- IAIJ.

Indonesia Corruption Watch dan UNODC REVISI SKB/MOU OPTIMALISASI PEMBERANTASAN KORUPSI

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesatu, Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010

Transkripsi:

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai koordinasi penyidik Polri dan penuntut umum dalam pengendalian tindak pidana korupsi di wilayah hukum pengadilan Negeri Klaten sebagai berikut: 1. Koordinasi antara Penyidik dan Penuntut Umum dalam tindak pidana korupsi yang terjadi di wilayah Hukum Pengadilan Negeri Klaten khsusnya Kepolisian sebagai penyidik dan Kejaksaan sebagai Penuntut Umum terdapat dalam setiap proses penyidikan sampai penuntutan. Dalam proses penyidikan, penyidik Polri melakukan koordinasi dengan Kejaksaan berupa penyerahan Surat Pemberitahuan dimulainya Penyidikan (SPDP) dan berkas penyelidikan yang kemudian akan diteliti oleh Kejaksaan. Polri sebagai penyidik segera melakukan penyidikan dan dapat meminta bantuan Kejaksaan yang akan membentuk tim Jaksa penyidik untuk membantu proses penyidikan. Dalam penyidikan pada umumnya penyidik akan mendatangkan ahli untuk menemukan alat bukti. Koordinasi antara Penyidik Polri dan Penuntut Umum biasanya dilakukan dengan cara bertemu langsung atau dengan surat menyurat guna membahas proses penyidikan terkait dengan tindak pidana korupsi yang terjadi. Koordinasi seperti ini diperlukan agar dalam proses penyidikan dapat menemukan alat atau barang bukti yang diperlukan guna melengkapi berkas perkara penyidikan. Pertemuan langsung antara penyidik Polri dan Jaksa tidak 70

71 hanya berlangsung sekali tetapi dapat berlangsung beberapa kali tergantung sulit tidaknya kasus tindak pidana korupsi yang terjadi. Apabila berkas penyidikan sudah lengkap pihak Polri sebagai penyidik menyerahkan berkas perkara P-15 tersebut kepada Kejaksaan untuk diperiksa. Jika sudah lengkap maka Jaksa Penuntut Umum akan membuat surat sakwaan P-28 untuk dilimpahkan ke Pengadilan. Apabila dirasa belum lengkap, maka berkas tersebut akan dikembalikan pada pihak Polri disertai petunjuk untuk melakukan penyidikan ulang. Kejaksaan dalam hal ini berhak untuk mengikuti perkembangan penyidikan yang dilakukan oleh Polri. Pada umumnya pada penyidikan ulang penyidik akan terus berkoordinasi dengan Penuntut Umum agar berkas penyidikan dapat selesai dan lengkap sehingga bisa diterima oleh Penuntut Umum. 2. Hambatan yang terjadi dalam koordinasi penyidik Polri dan Penuntut Umum yakni : a. Faktor Internal meliputi : sarana dan prasarana yang dimiliki oleh penyidik tidak memadahi untuk melakukan penyidikan untuk kasus korupsi yang rumit, dokumen-dokumen tentang kasus tindak pidana korupsi hilang. b. Faktor eksternal meliputi : Pelaku tindak pidana korupsi tersebut cerdik dan sudah berpengalaman sehingga dapat melakukan tindak pidana korupsi yang sulit untuk dicari bukti atas perbuatan korupsi, pelaku yang menyembunyikan alat bukti sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk mencari alat bukti tersebut dalam penyidikan, aset korupsi tersebut sudah hilang, dokumen-dokumen bukti perbuatan korupsi dibakar oleh pelaku

72 sehingga menyulitkan penyidik dalam menyusun alat bukti, pelaku tindak pidana korupsi yang melarikan diri sehingga sulit untuk melacak keberadaannya. Selain itu bolak-balik berkas perkara dari Kejaksaan kepada Polri yang bertindak sebagai penyidik juga menghambat proses penanganan tindak pidana korupsi karena akan membutuhkan waktu yang sangat lama. B. SARAN Dalam tindak pidana korupsi yang ditangani oleh lembaga negara yang ada di daerah seperti Kejaksaan dan Kepolisian seringkali ada persoalan dalam penyelesaiannya khususnya yang ditangani oleh penyidik dan penuntut umum yang berbeda atap. Oleh karena itu, usaha-usaha yang perlu diperhatikan agar masalah-masalah yang saya sebutkan di atas dapat diatasi, perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut : 1. Polri sebagai Penyidik dari sejak awal hendaknya melakukan koordinasi dengan Penuntut Umum, jangan ketika hendak menyerahkan berkas perkara, sebagaimana yang sering dilakukan oleh penyidik. 2. Polri sebagai Penyidik dalam hal menangani kasus-kasus tindak pidana korupsi yang berat agar mengundang Penuntut Umum untuk dilaksanakan gelar perkara atau dilakukan konsultasi melalui sarana komunikasi secara lisan ataupun tertulis. 3. Jika berkas yang dari sejak awal sudah dikonsultasikan dan/atau ikut gelar perkara, penelitian terhadap kelengkapan berkas cukup dilakukan sekali saja oleh Penuntut Umum.

73 4. Apabila Penuntut Umum beranggapan masih terdapat kekurangan atas kelengkapan berkas yang telah dilimpahkan kepada Penuntut Umum, penyidik dapat melakukan pemeriksaaan tambahan dengan dibantu oleh Penuntut Umum.

74 DAFTAR PUSTAKA Buku : Andi Hamzah, Jur. 2011. Pemberantasan Korupsi melalui hukum pidana Nasional dan Internasiona. Jakarta: Rajawali Pers. Awaloedin Djamin, Jenderal Pol (P), dan Prof. Dr. MPA. 2007. Kedudukan KPK Dalam Sistem Ketatanegaraan : Dulu, Kini dan Esok. PTIK Press: Jakarta. Djaja, Emansjah. 2008. Memberantas Korupsi bersama KPK. Jakarta: Sinar Grafika, Effendi, Marwan. 2005. Posisi dan Fungsi Kejaksaan RI dari Perspektif Hukum. Jakarta: Gramedia. Hartanti, Evi. 2007. Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Sinar Grafika. ----------------. 2008. Penyelidikan, Penyidikan, Penuntutan dan pemeriksaan Di Sidang Kasus Korupsi. CV. Mandar Maju: Bandung. M. Husein, Harun. 2007. Penyidik dan Penuntut dalam proses pidana. Jakarta: Rineka Cipta. M. Yahya Harahap,2000. Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP, Penyidikan dan Penuntutan,Jakarta,Sinar Grafika Perundang Undangan : Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri Negara Republik Indonesia Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia Skripsi : Fardiyanto Yuhartono Mala, 2009, Eksistensi Kejaksaan dalam penyidikan tindak pidana korupsi setelah dibentuknya KPK, Fakultas Hukum Universitas Atmajaya Yogyakarta

75 Mara Tulus Maruba Simanjuntak, 2009, Koordinasi Kejaksaan dengan komisi pemberantasan korupsi dalam penyidikan tindak pidana korupsi, Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta Ronald Alex Harrison Siregar, 2012, Peran Jaksa dalam Pelaksanaan pengembalian uang pengganti kerugian Negara akibat tindak pidana korupsi, Fakultas Hukum Universitas Atmajaya Yogyakarta Website : http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl1207/siapakah-sebetulnya-yangberwenang-dalam-penyidikan-tipikor? http://farhad88.wordpress.com/2013/04/22/pengertian-korupsi-dan-unsur-unsurkorupsi/ http://kbbi.web.id/ http://.lexregis.com