BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. demokratis yang menjujung tinggi hak asasi manusia seutuhnya, hukum dan

BAB I PENDAHULUAN. Penyidikan tindak pidana merupakan serangkaian tindakan penyidik dalam

I. PENDAHULUAN. dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemberantasan tindak pidana korupsi di negara Indonesia hingga saat

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

Presiden, DPR, dan BPK.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

DAFTAR PUSTAKA. Adji, Indriyanto Seno. Korupsi dan Hukum Pidana. Jakarta : Kantor Pengacara & Konsultasi Hukum Prof. Oemar Seno Adji, SH&Rekan, 2001.

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

BAB I PENDAHULUAN. tua. Bahkan korupsi dianggap hampir sama kemunculanya dengan masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan telah

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

ANALISIS YURIDIS TERHADAP KEWENANGAN PENYIDIK MENGELUARKAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (SP3) PADA PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, selalu memikirkan untuk mendapat keuntungan bagi dirinya. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai

BAB I PENDAHULUAN. kepada Bishop Mabadell Creighton menulis sebuah ungkapan yang. menghubungkan antara korupsi dengan kekuasaan, yakni: power tends

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

KEABSAHAN PENETAPAN STATUS TERSANGKA DALAM PROSES PENYELIDIKAN (STUDI KASUS PENISTAAN AGAMA Ir. BASUKI TJAHAJA PURNAMA)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D Pembimbing:

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang Undang Dasar Repubik Indonesia (UUD 1945) Pasal 1 ayat (3).

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat

BAB I PENDAHULUAN kemudian Presiden mensahkan menjadi undang-undang pada tanggal. 31 Desember 1981 dengan nama Kitab Undang-undang Hukum Acara

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada Periode Sebelum dan Sesudah Berlaku Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, (Tesis Fakultas Hukum Indonesia:1999) hal.3.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan tanpa kecuali. Hukum merupakan kaidah yang berupa perintah

BAB I PENDAHULUAN. Korupsi sebagai bentuk kejahatan luar biasa (extra ordenary crime) telah

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

I. PENDAHULUAN. jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KEWENANGAN PENYIDIKAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia adalah negara bardasarkan hukum bukan

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian.

BAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan akses kepada keadilan (access to justice) dan kesamaan di

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

TUMPANG TINDIH KEWENANGAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI. Oleh : Sulistyo Utomo, SH* *

BAB I PENDAHULUAN. dipersidangan, dan hakim sebagai aparatur penegak hukum hanya akan

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

BAB I PENDAHULUAN. pidana, oleh karena itu, hukum acara pidana merupakan suatu rangkaian

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

BAB I PENDAHULUAN. menyatu dengan penyelenggarakan pemerintahan Negara 2. Tidak hanya di

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara

BAB I PENDAHULUAN. semakin bingung. Hal ini terlihat dari kasus kasus korupsi yang lama

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94.

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

BAB I PENDAHULUAN. negara harus berlandaskan hukum. Dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. penganiayaan adalah: perlakuan yang sewenang-wenang. Pengertian. pidana adalah menyangkut tubuh manusia. Meskipun pengertian

selalu berulang seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke

MENJAWAB GUGATAN TERHADAP KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH: Rudy Satriyo Mukantardjo (staf pengajar hukum pidana FHUI) 1

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

BAB I PENDAHULUAN. cara yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk mencari serta

KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) DALAM UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

I. PENDAHULUAN. Korupsi di Indonesia kini sudah kronis dan mengakar dalam setiap sendi kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai dimana-mana. Sejarah membuktikan bahwa hampir tiap Negara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

III. METODE PENELITIAN. yang digunakan dalam kerangka penulisan ini adalah :

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyidikan tindak pidana merupakan serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang suatu tindak pidana yang terjadi guna menemukan tersangka 1. Penyidikan merupakan suatu tahap yang terpenting dalam kerangka hukum acara pidana di Indonesia, karena dalam tahap ini pihak penyidik berupaya mengungkap fakta-fakta dan bukti-bukti atas terjadinya suatu tindak pidana serta menemukan tersangka pelaku tindak pidana tersebut. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) seperti yang dirumuskan memberi maksud penyidik adalah orang yang melakukan penyidikan yang terdiri dari pejabat yaitu Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia (POLRI) yang terbagi menjadi pejabat penyidik penuh dan pejabat penyidik pembantu, serta Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang 2. Namun dalam hal tertentu jaksa juga 1 Indonesia (a), Undang-Undang tentang hukum acara pidana, UU No. 8 Tahun 1981,LN.No. 76 Tahun 1981, TLN No. 3209, pasal 1 angka 2 2 Ibid., pasal 1 angka 1 jo. Pasal 6 jo. Pasal 10

memiliki kewenangan sebagai penyidik terhadap perkara / atau tindak pidana khusus, seperti perkara Hak Asasi Manusia dan Tindak Pidana Korupsi 3. Seiring berkembangnya zaman, penyidik berdasarkan undang-undang No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang merupakan awal mula eksistensi dari lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (Selanjutnya disebut KPK) disebutkan juga bahwa penyidik dalam perkara tindak pidana korupsi adalah Penyidik pada Komisi Pemberantasan Korupsi. 4 Sebelum dimulainya suatu proses penyidikan, terlebih dahulu telah dilakukan tahap proses penyelidikan oleh penyelidik suatu tindak pidana yang terjadi. Dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) disebutkan pengertian penyelidikan adalah sebagai berikut : penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai suatu tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. 5 3 Ibid., pasal 284 ayat (2) jo. Indonesia (b), Undang-undang tentang kejaksaan republik Indonesia, UU No. 16 Tahun 2004, LN. No. 67 tahun 2004, TLN No. 4401, pasal 30 ayat (1), huruf d. dalam penjelasan UU. No 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia dijelaskan bahwa undangundang tersebut mengatur dan menyempurnakan kewenangan kejaksaan untuk melakukan penyidikan tindak pidana tertentu, hal ini dimaksudkan untuk menampung beberapa ketentuan undang-undang yang memberikan kewenangan pada kejaksaan untuk melakukan penyidikan, misalnya UU no. 26 tahun 2000 tentang pengadilan Hak Asasi Manusia, Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 tahun 2001, dan Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 4 Indonesia (c), Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No. 30 Tahun 2002 LN. No. 137 Tahun 2002, TLN No. 4250. Pasal 45 (selanjutnya penulis akan menyebut dengan UU No. 30 Tahun 2002 Tentang KPK) 5 Indonesia (a), op.cit., pasal 1 angka 5 2

Dari pengertian tersebut terlihat bahwa penyelidikan merupakan tindakan tahap pertama permulaan penyidikan, namun pada tahap penyelidikan penekanan diletakkan pada tindakan mencari dan menemukan suatu peristiwa yang dianggap atau diduga sebagai suatu tindak pidana 6. Sedangkan pada proses penyidikan titik beratnya diletakkan pada penekanan mencari serta mnegumpulkan bukti agar dan supaya dalam tindak pidana yang ditemukan dapat menjadi terang serta agar dapat menemukan dan menentukan pelakunya. Hampir tidak ada perbedaan makna antara keduanya (penyelidikan dan penyidikan). Antara penyelidikan dan penyidikan saling berkaitan dan saling isi mengisi guna dapat diselesaikannya pemeriksaan suatu peristiwa pidana. 7 Keberhasilan penyidikan suatu tindak pidana akan sangat mempengaruhi berhasil tidaknya penuntutan Jaksa Penuntut Umum pada tahap pemeriksaan siding pengadilan nantinya. Namun bagaimana halnya bila proses penyidikan berhenti di tengah jalan? Undang-Undang memberikan wewenang penghentian penyidikan kepada penyidik, yakni penyidik berwenang bertindak menghentikan penyidikan yang telah dimulainya. Hal ini ditegaskan Pasal 109 ayat 2 KUHAP yang memberi wewenang kepada penyidik untuk menghentikan penyidikan yang sedang berjalan. Pasal 109 ayat 2 KUHAP menyebutkan 8 dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan 6 M. Yahya Harahap, Pembahasan permasalahan dan penerapan KUHAP ; Penyidikan dan penuntutan (edisi kedua), (Jakarta : Sinar Grafika, 2003 ), hal. 101. 7 Ibid., hal 109. 8 Indonesia (a), Op.cit, pasal 109 ayat (2) 3

tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum, maka penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya. Dengan demikian dapat disimpulkan alasan-alasan penyidik menghentikan penyidikan sesuai Pasal 109 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah sebagai berikut : 1. Karena tidak terdapat cukup bukti 2. Karena peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana 3. Penyidikan dihentikan demi hukum Ketika penyidik memulai tindakan penyidikan kepadanya dibebani kewajiban untuk memberitahukan hal dimulainya penyidikan tersebut kepada penuntut umum. Akan tetapi masalah kewajiban pemberitahuan itu bukan hanya pada permulaan tindakan penyidikan, melainkan juga pada tindakan penghentian penyidikan. Untuk itu setiap penghentian penyidikan yang dilakukan pihak penyidik secara resmi harus menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (Selanjutnya disebut SP3) 9. Pemberian SP3 yang akan dibahas dalam tulisan ini bukanlah pemberian SP3 terhadap tindak pidana biasa/umum, seperti pembunuhan, penganiayaan, pencurian dan sebagainya, melainkan hanya dikhususkan pada pemberian SP3 terhadap tindak pidana khusus yaitu tindak pidana korupsi 9 Lilik Mulyadi, Hukum acara Pidana normative,teoritis,praktik dan permasalahannya, (Bandung: P.T. Alumni, 2007), hal. 54. (Selanjutnya penulis akan menyebut Surat Perintah Penghentian Penyidikan dengan SP3). 4

yang dalam beberapa waktu belakangan ini mengundang kontroversi dan perdebatan serta menciptakan persepsi yang cenderung negatif terhadap kinerja dan citra aparat penegakan hukum, khususnya penyidik tindak pidana korupsi yang mengeluarkan SP3. 10 Dikeluarkannya SP3 selalu menjadi bahan tudingan dari masyarakat bahwa penegak hukum tidak serius dalam menyelesaikan berbagai kasus tindak pidana korupsi yang terjadi di Negara ini. Di mata masyarakat yang menghendaki agar pelaku tindak pidana korupsi di proses secara hukum dan dikenai hukuman yang seadil-adilnya, pemberian SP3 dianggap sebagai tindakan yang merusak harapan masyarakat dalam upaya pemberantasan korupsi. Dari ketiga alasan penghentian penyidikan berdasaarkan Pasal 109 ayat (2) KUHAP yang telah disebutkan diatas, alasan pertama yaitu karena tidak cukup bukti merupakan alasan yang paling sering digunakan oleh penyidik tindak pidana korupsi. Terdapat suatu kejanggalan apabila kita menilik kembali ketahapan awal dari proses pemeriksaan suatu perkara pidana kemudian menghubungkannya dengan alasan dikeluarkannya SP3. Penyelidikan merupakan suatu tindakan penyelidik yang bertujuan mengumpulkan bukti permulaan atau bukti yang cukup agar dapat dilakukan tindakan lanjutan penyidikan. Sehingga dengan adanya tahapan penyelidikan diharapkan tumbuh sikap hati-hati rasa tanggung jawab hukum yang bersifat manusiawi dalam melaksanakan tugas penegakan hukum sebelum dilanjukan dengan 10 Tindak pidana korupsi digolongkan oleh para ahli hukum sebagai extra ordinary crime atau kejahatan luar biasa dikarenakan bukan hanya menyebabkan kerugian pada Keuangan Negara dan menyengsarakan Rakyat banyak 5

tindakan penyidikan agar tidak terjadi yang melanggar hak-hak asasi yang merendahkan harkat dan martabat manusia. Jadi pada intinya sebelum dilakukan proses penyidikan, penyelidikan harus lebih dulu berusaha mengumpulkan fakta dan bukti yang ada sebagai landasan tindak lanjut penyidikan. Sedangkan penyidikan merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik dalam mencari dan mengumpulkan bukti, dan dengan bukti itu membuat atau menjadi terang tindak pidana yang terjadi serta sekaligus menemukan tersangkanya atau pelaku pidananya. Dari kedua rangkaian proses ini terdapat graduasi antara tahap penyelidikan menuju tahap penyidikan, karena itulah dibutuhkan kehati-hatian yang amat besar serta alasan yang jelas, meyakinkan dan relevan ketika aparat penegak hukum meningkatkan tahap penyelidikan ke tahap penyidikan. Hal ini tentu saja bertujuan untuk menjaga kredibilitas dan kewibawaan dari aparat penegak hukum itu sendiri agar tidak dinilai tergesagesa dalam melakukan rangkaian pemeriksaan terhadap suatu tindak pidana. Berbeda dengan kejaksaan dan POLRI sebagai penyidik suatu tindak pidana, lembaga KPK yang merupakan sebuah institusi atau lembaga Negara yang dibentuk dari Undang-Undang No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak berwenang mengeluarkan SP3 dalam setiap penyidikan yang dilakukannya. Hal ini di landasi oleh Pasal 40 undang-undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang berbunyi Komisi Pemberantasan Korupsi tidak 6

berwenang mengeluarkan surat perintah Penghentian Penyidikan dan penuntutn dalam perkara tindak pidana korupsi. Pernyataan dalam pasal tersebut dapat dilihat dari dua sudut pandang yang berbeda, yang pertama ditinjau dari sudut pandang hak-hak yang dimiliki oleh seorang tersangka pada tindak pidana korupsi. Ketentuan dalam pasal tersebut tentu saja di nilai mengebiri hak asasi tersangka yang juga merupakan warga Negara, sebab tanpa adanya SP3 maka seseorang yang sudah dinyatakan sebagai tersangka oleh KPK seolah-olah tidak lagi memiliki kemungkinan untuk dipulihkan kehormatan dan martabatnya, padahal filosofi adanya SP3 adalah sebagai sebuah mekanisme koreksi dan instrument untuk memulihkan martabat tersangka bila penyidik ternyata tidak memiliki cukup bukti untuk meneruskan kasus ke tingkat penyidikan. Maka tanpa adanya mekanisme SP3, KPK akan memaksakan setiap kasus yang ditanganinya untuk diteruskan ke tahapan selanjutnya yang lebih tinggi yaitu penuntutan dan pengadilan. Namun apa yang terjadi apa bila tersangka yang sedang dalam proses penyidikan di KPK meninggal dunia? Berbagai usaha telah dilakukan oleh banyak pihak yang merasa dirugikan oleh penerapan Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang KPK ini, di antaranya mengajukan Judicial Review atau pengajuan materil kepada Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai lembaga yang berwenang menangani perkara apakah undang-undang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 atau tidak. 7

Maka berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, penulis bermaksud menulis skripsi dengan judul Analisis Tidak Diberikannya Kewenangan Menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan Oleh Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Kepada Komisi Pemberantasan Korupsi Atas Tersangka Yang Meninggal Dunia B. Pokok Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka disusun pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini yaitu : 1. Apakah yang menjadi latar belakang dan pertimbangan tidak diberikannya kewenangan mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)? 2. Bagaimanakah penanganan kasus di KPK terkait tidak adanya kewenangan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap meninggalnya tersangka yang perkaranya ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)? C. Tujuan Penulisan Dalam suatu kegiatan penelitian pada dasarnya memiliki suatu tujuan tertentu yang hendak dicapai. Suatu penelitian dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu baik. Adapun tujuan dari penelitian yang ingin dicapai oleh penulis adalah sebagai berikut : 8

1. Menjelaskan mengenai latar belakang dan pertimbangan tidak diberikannya kewenangan mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. 2. Menguraikan akibat dari permasalahan-permasalahan yang terjadi sebagai dampak dari tidak diberikannya kewenangan mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap tersangka dalam proses penyidikan yang di tangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang meninggal dunia D. Metode penelitian Penelitian merupakan sarana pokok dalam pengembangan ilmu dan teknologi, maka metode penelitian yang ditetapkan harus selalu disesuaikan dengan ilmu pengetahuan yang menjadi pokoknya. Metode penelitian hukum adalah suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya. 11 Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penulisan berupa: 1. Bentuk Penelitian Bentuk penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mencari 11 ) Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet 3, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1986), hlm. 43 9

data-data melalui bahan pustaka dan studi dokumen. Tujuannya adalah untuk mencari kebenaran teoritis tentang masalah yang diteliti. 12 2. Sifat Penelitian Sifat penelitian yang digunakan penulis dalam penulisan hukum ini ialah deskriptif yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data seteliti mungkin tentang suatu gejala tertentu. Disamping itu, penulisan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian antara fakta-fakta atau suatu kasus dengan data yang diperoleh. Sehingga penulis dalam penelitian ini akan menggambarkan serta menguraikan semua data yang diperoleh dari hasil wawancara dan studi kepustakaan yang berkaitan dengan judul penulisan hukum secara jelas dan rinci kemudian di analisis guna menjawab permasalahan yang diteliti. 3. Jenis data dan Sumber Data Jenis data yang penulis pergunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Sumber Primer berasal dari narasumber yang berkompeten dibidangnya dan data sekunder berasal dari beberapa bahan hukum yang relevan yang meliputi: a. Data Primer Data Primer yaitu data yang diperoleh langsung dari narasumber, penelitian ini dilakukan dengan cara wawancara yaitu dengan 12 ) Soerjono Soekanto dan Sri Harmudji, Penelitian Hukum Normatif suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 15. 10

melakukan tanya jawab langsung kepada pihak yang berkompeten dibidangnya guna untuk memperoleh data yang dibutuhkan. Dalam pengumpulan data primer ini penulis melakukan teknik pengumpulan data dengan cara wawancara (interview). b. Data Sekunder Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari bahan pustaka atau literature yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. 13 1) Bahan Hukum Primer Yaitu bahan hukum yang mengikat yang terdiri dari : a. Undang-Undang Dasar 1945. b. Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana (KUHP) c. Undang Undang No. 8 Tahun 1981 Hukum Acara pidana (KUHAP) d. Undang Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi e. Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi 13 ) Heru Susetyo dan Henry Arianto, Pedoman Praktis Menulis Skripsi, (Jakarta : Fakultas Hukum Universitas Indonusa Esa Unggul, 2005), hlm. 18. 11

f. Undang Undang No.2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian. g. Undang undang No. 15 Tahun 1961 tentang Ketentuan Ketentuan Pokok Kejaksaan 2) Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder, yakni bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, dalam hal ini penulis akan menggunakan data-data dari buku-buku yang berkaitan dengan pembahasan penulisan. Data lain yang penulis gunakan meliputi Artikel yang berkaitan dengan penelitian, majalah dan internet. 4. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data yang ditempuh sebagai berikut : a. Studi Pustaka (Library Research) Yaitu sebuah metode dengan cara mengumpulkan data yang berasal dari buku, makalah, catatan dan dokumen. b. Wawancara Wawancara yang biasa disebut dengan interview atau kuosioner lisan adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh 12

pewawancara (interview) yaitu penulis, untuk memperoleh informasi dari interview. 5. Teknik Analisis data Analisis data merupakan langkah selanjutnya untuk mengolah hasil penelitian menjadi suatu laporan. Analisis data adalah proses pengorganisasian dan pengurutan data dalam pola, kategori dan uraian dasar, sehingga akan dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesisnya. Teknik analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah bersifat kualitatif, yaitu menguraikan data secara bermutu dalam bentuk kalimat yang teratur, runtun, logis, tidak tumpang tindih dan efektif, sehingga memudahkan pemahaman dan interprestasi data. E. Sistematika Penulisan berikut : Adapun sistematika penulisan yang penulis gunakan adalah sebagai BAB I PENDAHULUAN Untuk bab pertama ini akan diuraikan mengapa latar belakang permasalahan, tujuan penelitian, definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika penulisan. 13

BAB II TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA SERTA KEDUDUKAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 30 TAHUN 2002 Dalam bab ini akan diuraikan secara teoritis mengenai pengertian tindak pidana korupsi setelah era reformasi yang berlaku di Indonesia berdasarkan Undang-Undang No. 30 tahun 2002. BAB III LATAR BELAKANG TIDAK DI BERIKANNYA KEWENANGAN MENGELUARKAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (SP3) DI KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI (KPK) Bab ini membahas mengenai latar belakang terbentuknya Pasal 40 Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 Tentang KPK, penerapannya dalam proses penyidikan tindak pidana korupsi, bahkan hambatan dan penyelesaian yang ada, serta kaitannya dengan asa praduga tak bersalah dalam hukum acara pidana di Indonesia BAB IV PENANGANAN KASUS OLEH KPK TERHADAP TERSANGKA YANG MENINGGAL DUNIA 14

Bab ini penulis menguraikan penanganan kasus oleh KPK terhadap para tersangka yang perkaranya sedang dalam proses penyidikan namun meninggal dunia BAB V PENUTUP Bab ini adalah penutup dari penulisan penelitian yang menguraikan secara singkat mengenai kesimpulan dari keseluruhan penulisan serta saran untuk disampaikan agar dapat bermanfaat bagi para pembaca dalam memahami topik yang telah dibahas. 15