BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. protein, laktosa dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi proses pertumbuhan fisik dan perkembangan yang sangat pesat.

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan 2010 bahwa kejadian diare pada bayi terus meningkat dan

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan yaitu meningkatnya kesadaran,

Karya Tulis Ilmiah. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Gizi. Disusun Oleh: MUJI RAHAYU J.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. program KIA tersebut menurunkan angka kematian ibu dan anak (Depkes, RI 2007)

BAB I PENDAHULUAN. penuhi. Alasan yang menerangkan pernyataan tersebut adalah ASI merupakan

BAB I PENDAHULUAN. (Depkes RI, 2003) dengan harapan pada tahun 2010 AKB di Indonesia turun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ASI eksklusif menurut World Health Organization (WHO, 2011) adalah

BAB I PENDAHULUAN. Hasil penelitian multi-center yang dilakukan UNICEF menunjukkan bahwa MP-

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk meningkatkan mutu sumber daya yang sehat,

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk. meningkatkan pembangunan di bidang kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. (AKB) atau Infant Mortality Rate (IMR). Angka Kematian Bayi tidak berdiri sendiri,

BAB I PENDAHULUAN. digantikan oleh apapun juga. Pemberian ASI ikut memegang peranan dalam

Artikel Pola Asuh Gizi Pada Bayi Anak Makalah Pengertian Contoh

BAB 1 PENDAHULUAN. pencapaian tumbuh kembang bayi tidak optimal. utama kematian bayi dan balita adalah diare dan pneumonia dan lebih dari 50%

BAB I PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB I PENDAHULUAN. Tumbuh kembang bayi pada tahun pertama sangat penting untuk. diperhatikan, oleh karena itu bayi merupakan harapan penerus bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bayi adalah anak yang baru lahir sampai berumur 12 bulan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. harus diperhatikan oleh ibu. Salah satu pemenuhan kebutuhan gizi bayi ialah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Angka Kematian Bayi (AKB) di dunia masih tergolong tinggi.

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan nasional merupakan pembangunan berkelanjutan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian balita dalam kurun waktu 1990 hingga 2015 (WHO, 2015).

BAB 1 PENDAHULUAN. sempurna bagi bayi selama bulan-bulan pertama kehidupannya (Margaret

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN PENDIDIKAN IBU DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI KELURAHAN PURWOSARI KECAMATAN LAWEYAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan pertama dan utama bagi bayi adalah air susu ibu (ASI). Air susu ibu sangat cocok untuk memenuhi kebutuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan dapat

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat terpenuhi. Namun masalah gizi bukan hanya berdampak pada

BAB I PENDAHULUAN. Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) adalah makanan atau minuman

BAB I PENDAHULUAN. 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat,

BAB I PENDAHULUAN UKDW. dan WHO, 2009). Pemberian ASI Ekslusif harus terinisiasi dini ASI saja dengan 1

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. terdapat 14% ibu yang memberikan ASI eksklusif kepada bayinya sampai

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu (AKI), angka kematian bayi (AKB) dan angka kematian balita. jangkauan maupun kualitas pelayanan (Novia ika, 2011).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan bayi akan zat gizi sangat tinggi untuk mempertahankan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan bayi baik fisik maupun psikologi sosial. ASI mengandung nutrisi,

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa baduta (bawah dua tahun) merupakan Window of opportunity. Pada

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesehatan termasuk dalam hal gizi. Hal ini terbukti dari

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makanan utama bayi. Pada awal kehidupan, seorang bayi sangat

BAB I PENDAHULUAN. menetapkan empat sasaran pembangunan kesehatan, satu diantaranya menurunkan prevalensi

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN (INFORMED CONSENT)

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian. Air susu ibu (ASI) adalah cairan hasil sekresi kelenjar payudara ibu, yang

BAB 1 PENDAHULUAN. ASI perlu mendapat perhatian para ibu dan tenaga kesehatan agar proses menyusui

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2025 adalah

BAB I PENDAHULUAN. lebih dramatis dikatakan bahwa anak merupakan penanaman modal sosial

BAB I PENDAHULUAN. bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate (IMR) dan Angka Kematian Ibu (AKI).

BAB 1 PENDAHULUAN. ASI Ekslusif pada bayinya (Laksono, 2010). Di daerah pedesaan, pada

KEBIJAKAN DEPARTEMEN KESEHATAN TENTANG PENINGKATAN PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI) PEKERJA WANITA

BAB I PENDAHULUAN. makanan bayi yang ideal dan alami serta merupakan basis biologis dan

BAB I PENDAHULUAN. angka kesakitan dan kematian anak, United Nation Children Fund (UNICEF) dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Makanan yang terbaik untuk bayi usia 0-6 bulan adalah ASI. Air susu ibu (ASI) merupakan sumber energi

BAB I PENDAHULUAN. menyusui bayinya, meyakinkan ibu akan keuntungan Air Susu Ibu (ASI) dan

HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN PENGHASILAN IBU MENYUSUI DENGAN KETEPATAN WAKTU PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI (MP ASI)

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan yang merugikan kesehatan. Hal-hal ini secara langsung menjadi. anak usia dibawah 2 tahun (Depkes RI, 2009)

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat sebagai makanan bayi (Maryunani, 2012). diberikan sampai usia bayi 2 tahun atau lebih (Wiji, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. Colostrum merupakan bagian dari ASI yang penting untuk diberikan pada

BAB I PENDAHULUAN. dan berkembang secara optimal dan baik. Makanan yang baik bagi bayi baru. eksklusif banyak terdapat kendala (Pudjiadi, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. daya manusia yang dilakukan secara berkelanjutan. Upaya peningkatan sumber daya

INTERVENSI MASALAH GIZI DAN PENERAPAN PROGRAM 1000 HPK MELALUI KEGIATAN PENDIDIKAN, PENELITIAN, DAN PENGABDIAN MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB 1 : PENDAHULUAN. diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. (1) anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya serta dapat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Akibatnya, program pemberian ASI ekslusif tidak berlansung secara optimal

BAB I PENDAHULUAN Millennium Develepment Goals (MDG s) Indonesia menargetkan

BAB I PENDAHULUAN. Program Millenium Development Goals (MDG s) yang terdiri dari delapan

BAB 1 PENDAHULUAN. Program peningkatan penggunaan ASI menjadi prioritas karena

demam tinggi, buah dada membengkak dan bernanah (abses) menyebabkan anak tidak boleh diberi ASI (Oswari 1986). Produksi ASI dipengaruhi konsumsi

PERBEDAAN PERKEMBANGAN MOTORIK BAYI USIA 0-6 BULAN ANTARA YANG DIBERI ASI DENGAN YANG DIBERI PASI DI DESA GLAGAH JATINOM KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan bidang kesehatan menurut Undang-Undang Nomor 36

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dahulu Air Susu Ibu merupakan makanan yang terbaik untuk bayi, karena

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI HASIL PENELITIAN. Kesimpulan penelitian Manfaat Penyuluhan Gizi dalam Upaya Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Air Susu Ibu (ASI) adalah cairan dari hasil sekresi kelenjar payudara ibu.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masalah gizi utama yang perlu mendapat perhatian. Masalah gizi secara

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk menurunkan prevalensi kurang gizi sesuai Deklarasi World Food Summit 1996

BAB I PENDAHULUAN. balita di Indonesia perlu mendapat perhatian serius yaitu dengan memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan

ABSTRAK. meninggal sebanyak 49 bayi dan 9 bayi diantaranya meninggal disebabkan karena diare. 2 Masa pertumbuhan buah hati

BAB I PENDAHULUAN. internasional yang menganjurkan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama

BAB 1 PENDAHULUAN. pemberian (ASI) masih jauh dari yang diharapkan. Menurut Survei Demografi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Pemberian ASI berarti memberikan zat-zat gizi yang bernilai gizi tinggi yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. biskuit, bubur nasi dan nasi tim. Setelah 6 bulan baru dimulai diberikan. berusia 2 tahun atau lebih. ( Weni, 2009 : 23 )

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Diare merupakan penyakit dengan tanda - tanda perubahan frekuensi buang air

GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PEMBERIAN MPASI DINI DI RW 1 KELURAHAN NGAGEL KECAMATAN WONOKROMO SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan minuman lain atau disebut dengan ASI Eksklusif dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. yang harus ditangani dengan serius. Ditinjau dari masalah kesehatan dan gizi, terhadap kekurangan gizi (Hanum, 2014).

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-undang No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa Pemerintah wajib memenuhi hak-hak anak, yaitu kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangannya serta perlindungan demi kepentingan terbaik anak. Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional ( RPJMN ) 2005-2009, dua tujuan yang berkaitan dengan balita adalah menurunkan kematian bayi dari 35 menjadi 26 per 1000 kelahiran hidup dan menurunkan prevalensi gizi kurang, dari 25,8% menjadi 20%. Program perbaikan gizi tahun 2010-2014 merupakan kelanjutan dari RPJMN 2005-2009 dan sekaligus sebagai milestone pencapaian sasaran MDGs tahun 2015. Sasaran kebijakan perbaikan gizi yang dilakukan adalah menurunkan prevalensi gizi kurang menjadi setinggi-tingginya 18% dan prevalensi gizi lebih menjadi setinggi-tingginya 10%. Upaya perbaikan gizi perlu memberikan perhatian lebih kepada kelompok ibu hamil, bayi dan anak sampai usia 24 bulan terutama keluarga miskin (Budihardja, 2008). Makanan pendamping ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung gizi, diberikan pada bayi atau anak yang berumur 6-24 bulan untuk memenuhi kebutuhan gizinya (Depkes RI, 2006 ). Bayi yang mendapat MP-ASI sebelum berumur empat bulan, berarti tidak mendapat ASI eksklusif. WHO mendefinisikan ASI eksklusif bila bayi hanya mendapat ASI tanpa tambahan makanan dan atau minuman lain, kecuali vitamin, mineral dan obat-obatan. Bayi yang mendapat ASI dan mendapat MP-ASI berupa cairan termasuk vitamin, mineral dan obat-obatan didefinisikan sebagai predominant breast-feeding. Bayi yang mendapat ASI dan mendapat MP-ASI berupa makanan padat, semi padat dan atau cairan termasuk vitamin, mineral dan obat-obatan didefinisikan sebagai partial breast-feeding (WHO, 2003 dalam Irawati, Anies, 2004). Praktek pemberian MP-ASI dini masih banyak dijumpai didaerah pedesaan maupun perkotaan. Menurut Zeitlin (2000), praktek pemberian MP-ASI

2 merupakan salah satu indikator pola asuh gizi, yaitu praktek di rumah tangga yang diwujudkan dengan tersedianya pangan dan perawatan kesehatan serta sumber lainnya untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan anak. Penelitian WHO tahun 2001 tentang pemberian ASI eksklusif (< 4 bulan) dari tahun 1995-2001 di beberapa negara menunjukkan bahwa negara-negara kurang berkembang sebesar 37%, negara berkembang sebesar 48%, dan angka dunia sebesar 45%. Hal ini menggambarkan masih rendahnya praktek pemberian ASI eksklusif dan masih tingginya angka praktek pemberian MP-ASI dini di negara-negara tersebut. Sedangkan penelitian di Amerika Serikat, survei yang dilakukan oleh Russ Laboratories Mother dan NHANES-III tentang ibu yang memberikan ASI dan yang memberikan ASI eksklusif pada bayi sampai umur 6 bulan tahun 1971-2001 menggambarkan bahwa pada tahun 2001 ibu-ibu yang melahirkan di RS dan memberikan ASI pada bayinya sebesar 69,5% dan diamati secara longitudinal, ibu-ibu yang memberikan ASI eksklusif sampai usia 6 bulan sebesar 32,5%. Dari angka tersebut berarti 67,5% dari ibu-ibu yang memberikan ASI sudah melakukan praktek pemberian MP-ASI dini ( Frances, et al, 2006 ). Cameron, et al (1983) dalam studi WHO di tiga negara, bahwa ibu-ibu yang memberikan MP-ASI kepada bayi mereka pada usia 2-3 bulan di daerah pedesaan dan perkotaan menunjukkan di Guatemala 52% di daerah perkotaan, dan 12% di daerah pedesaan sudah diberi MP-ASI. Di Zaire, 32% di perkotaan dan 35% di pedesaan bayi usia 2-3 bulan sudah diberi MP-ASI. Dan di India 6% di perkotaan dan 2% di pedesaan bayi usia 2-3 bulan sudah diberi MP-ASI. Hasil studi WHO melalui Multicentre Growth Reference Study (MGRS) yang diselenggarakan antara tahun 1997-2003 di 6 negara (Brazil, Ghana, India, Norwegia, Oman dan AS) dengan sampel bayi 0-24 bulan (baduta) diikuti kurva pertumbuhan, ASI eksklusif dan ibu tidak merokok, diperoleh gambaran bahwa dari 1737 baduta 882 ( 50,70% ) diantaranya tetap diberikan ASI eksklusif, sedangkan 855 ( 49,30% ) baduta sudah diberikan MP-ASI sebelum berusia 6 bulan (WHO 2006 dalam Basuni, A.2008 ). Penelitian yang dilakukan oleh Ramachandran di daerah kumuh India tahun 1987 menyebutkan bahwa pemberian MP-ASI secara dini dapat mengakibatkan

3 undernutrition pada bayi yang dapat meningkatkan terjadinya infeksi. (Cameron, et al, 1983). Dengan meningkatnya risiko infeksi maka akan meningkat pula risiko kematian yang akan berdampak pada tingginya Angka Kematian Bayi (AKB) (Nugraheni, 2002). Sebanyak lebih dari 50% bayi sudah mendapat MP-ASI pada umur kurang dari satu bulan (SDKI, 2002) Penelitian Hananto (1989) mengenai Neonatal Mortality Rate (NMR) di Nusa Tenggara Barat dan Jawa Timur menunjukkan lebih dari 64% di NTB dan 76% ibu di Jawa Timur memberi makan bayi mereka yang baru lahir dengan pisang. Sebanyak 8.49% neonatal meninggal karena gejala penyumbatan saluran pencernaan dan 23.07% meninggal karena diare. Ansori (2002) yang meneliti hubungan umur pertama kali pemberian MP- ASI dengan status gizi bayi berumur 6-12 bulan menemukan bahwa bayi yang mendapatkan MP-ASI pada umur di bawah 4 bulan akan mendapatkan risiko gizi kurang 5,221 kali dibandingkan bayi yang mendapatkan MP-ASI pada umur 4-6 bulan setelah dikontrol dengan asupan energi. Selain itu, umur pertama kali pemberian ASI sangat penting dalam menentukan status gizi bayi. Makanan prelaktal maupun MP-ASI dini mengakibatkan kesehatan bayi menjadi rapuh. Secara nyata, hal ini terbukti dengan terjadinya gagal tumbuh (growth faltering) yang terus kontinu terjadi sejak umur 3 bulan sampai anak mencapai umur 18 bulan. Banyak kerugian atau risiko yang ditimbulkan oleh pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang terlalu dini, antara lain: gangguan menyusui, beban ginjal yang terlalu berat sehingga mengakibatkan hiperosmolaritas plasma, alergi terhadap makanan, dan gangguan pencernaan atau diare (Suhardjo, 1996). Survey yang dilakukan oleh Nutrition and Health Surveillance System (NSS) bekerjasama dengan Balitbangkes (Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan) dan Hellen Keller di 4 perkotaan (Jakarta, Surabaya, Semarang, Makasar) dan 8 pedesaan (Sumbar, Lampung, Jabar, Banten, Jateng, Jatim, NTB, Sulsel) menunjukkan bahwa cakupan ASI eksklusif 4-5 bulan di perkotaan antara 4-12%, sedangkan di pedesaan 4-25%. Pencapaian ASI ekslusif 5-6 bulan di perkotaan berkisan antara 1-13% dan di pedesaan 2-13%, sehingga dapat

4 disimpulkan bahwa masih banyak ibu-ibu yang memberikan MP-ASI sebelum bayi berumur 6 bulan (Depkes, 2005). Berdasarkan data SDKI 2002-2003 sebagian bayi sudah mendapatkan minuman/makanan pendamping ASI sejak dini, 36% bayi berumur kurang dari 2 bulan mendapat MP-ASI yang terdiri dari air (4,1%), cairan lain (2,7 %), susu non ASI (16,3%) dan makanan padat atau lumat (21,1%), makanan padat diberikan kepada 38,3% bayi umur 2-3 bulan. Di Indonesia, salah satu studi mengenai ASI dan makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah studi yang dilakukan di 4 kabupaten di Jawa Timur (Kediri, Blitar, Mojokerto, dan Pasuruan). Studi ini menunjukkan bahwa sebanyak lebih dari 80% ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif 4 bulan dan telah memberikan makanan/minuman prelaktal dalam 3 hari pertama kepada bayinya, umumnya berupa susu formula di Jawa Barat 26,2 % dan di Jawa Timur 67,4 %. Sedangkan madu di Jawa Barat 25,8% dan Jawa Timur 15,3 % (Fikawati, 2003). Penelitian Ansori (2002) di kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatra selatan, menemukan 31% anak berumur di bawah 4 bulan telah diberikan MP- ASI. Beberapa alasan yang diberikan diantaranya adalah bayi masih lapar, bayi sudah besar, serta ASI tidak cukup. Studi MP-ASI tahun 1997 yang dilakukan di Bogor, Indramayu (Jawa Barat), Purworejo (Jawa Tengah), Jombang (Jawa Timur), dan Barru (Sulawesi Selatan) ternyata menunjukkan bahwa antara 7-40% (rata-rata 21%) ibu telah memberikan MP-ASI komersial (SUN, Nestle, Milna) setiap hari pada bayinya di bawah 5 bulan (Latief, et al, 2000). Berdasarkan laporan Profil Kesehatan Puskesmas Cipayung tahun 2007 diperoleh data jumlah bayi yang diberi ASI ekslusif di empat kelurahan (Cipayung, Cipayung Jaya, Pondok Terong dan Pondok Jaya) sebanyak 1197 bayi (88,01%) dari 1360 bayi yang ada. Hal ini bertolak belakang dengan hasil Praktikum Kesehatan Masyarakat mahasiswa Jurusan Gizi FKM-UI tahun 2008 di wilayah kerja Puskesmas Cipayung, di 4 Kelurahan ditemukan bahwa masih banyak ibu yang memberikan MP-ASI dini pada bayi 0-6 bulan. Dari 299 responden (bayi 0-6 bulan) sebanyak 168 (56,2%) sudah diberikan ASI parsial

5 (selain memberikan ASI, obat-obatan, vitamin dan mineral juga memberikan makanan cair sumber energi dan zat gizi lain seperti susu formula dan air buah, berupa makanan semi padat dan makanan padat). Responden yang diberikian ASI predominan sebanyak 33 bayi (11,0%) yaitu bayi yang diberikan selain ASI, obatobatan, vitamin dan mineral juga diberikan cairan lain seperti madu, air gula, air putih dan air teh). Sedangkan responden yang masih diberikan ASI saja sebanyak 98 bayi (32,8%). Sedangkan bayi yang diberikan ASI eksklusif sampai umur 6 bulan sebanyak 3 bayi (6,9%). 1.2. Rumusan Masalah Persentase ASI eksklusif yang dilaporkan pada profil kesehatan Puskesmas Cipayung berbanding terbalik dengan hasil Prakesmas mahasiswa Departemen Gizi FKM-UI pada bulan Maret April 2008. Masih rendahnya persentase bayi yang diberikan ASI eksklusif dan tingginya angka MP-ASI dini atau ASI parsial di wilayah kerja Puskesmas Cipayung perlu dipelajari lebih jauh faktor apa saja yang mempengaruhinya. Beberapa faktor yang mempengaruhi bayi tidak diberikan ASI secara eksklusif diantaranya ASI tidak keluar, masalah payudara, ibu sakit, bayi tidak mau, dan ibu bekerja. Hal ini pula yang menyebabkan ibu atau orang tua memberikan makanan pendamping ASI sebelum bayi berusia 6 bulan. Faktor lain yang mempengaruhi adalah sosial budaya masyarakat dan pengaruh orang tua ibu (nenek) dan suami. Mereka beranggapan bahwa pemberian MP-ASI dini adalah hal yang wajar dan secara turun temurun dilakukan oleh masyarakat setempat. Dampak dari pemberian MP-ASI secara dini sudah banyak dilaporkan antara lain kesehatan bayi menjadi rapuh, terbukti dengan terjadinya gagal tumbuh (growth faltering) yang terus kontinu terjadi sejak umur 3 bulan sampai anak mencapai umur 18 bulan (Ansori, 2002). Pemberian MP-ASI secara dini juga dapat mengakibatkan undernutrition pada bayi yang dapat meningkatkan terjadinya infeksi. Dengan meningkatnya risiko infeksi maka akan meningkat pula risiko kematian yang akan berdampak pada tingginya Angka Kematian Bayi (AKB) (Nugraheni, 2002). Dengan meningkatnya growth faltering dan

6 undernutrition pada balita, maka kualitas sumber daya manusia pun akan menurun dan MDGs tahun 2015 tidak akan tercapai. Tingginya persentase bayi 0-6 bulan yang sudah diberikan makanan pendamping ASI secara dini dan persentase kejadian infeksi di wilayah kerja Puskesmas Cipayung, membuat peneliti tertarik untuk mempelajari hubungan antara praktek pemberian MP-ASI dini atau ASI parsial dengan kejadian infeksi bayi 0-6 bulan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya di Puskesmas Cipayung, Kecamatan Pancoran Mas, Depok tahun 2009. 1. 3. Pertanyaan Penelitian 1.3.1. Berapa proporsi bayi 0-6 bulan yang sudah diberikan MP-ASI dini sebelum umur 6 bulan? 1.3.2. Apakah ada perbedaan proporsi penyakit infeksi dalam 2 minggu terakhir pada bayi 0-6 bulan antara kelompok bayi yang diberikan ASI predominan dan yang diberikan ASI parsial? 1.3.3. Bagaimana hubungan pemberian MP-ASI dini dan faktor-faktor lain dengan infeksi pada bayi 0-6 bulan? 1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum Mengetahui prevalensi pemberian MP-ASI dini dan hubungannya dengan kejadian infeksi pada bayi 0-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Cipayung, Kota Depok tahun 2009. 1.4.2. Tujuan Khusus 1.4.2.1. Diketahuinya proporsi bayi 0-6 bulan yang sudah diberikan MP-ASI dini di wilayah kerja Puskesmas Cipayung, Kota Depok tahun 2009. 1.4.2.2. Diketahuinya prevalensi penyakit infeksi dalam 2 minggu terakhir pada bayi 0-6 bulan di Puskesmas Cipayung, Kecamatan Pancoran Mas, Depok tahun 2009.

7 1.4.2.3. Diketahuinya hubungan antara pemberian MP-ASI dini dan faktorfaktor lain dengan kejadian infeksi 2 minggu terakhir di wilayah kerja Puskesmas Cipayung, Kecamatan Pancoran Mas, Depok tahun 2009. 1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Bagi Penulis Menambah pengetahuan penulis tentang hubungan antara pemberian MP-ASI dini terhadap kejadian infeksi pada bayi 0-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Cipayung, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok. 1.5.2. Bagi Institusi 1.5.2.1. Sebagai informasi bagi Puskesmas Cipayung bahwa selain tindakan kuratif terhadap bayi 0-6 bulan yang menderita penyakit infeksi, perlu juga ditekankan kepada para ibu khususnya yang mempunyai bayi < 6 bulan untuk memberikan ASI eksklusif dan memberikan penyuluhan bagi ibu hamil tentang pentingnya pemberian ASI saja sampai bayi berusia 6 bulan. Juga untuk menekan angka kesakitan bayi 0-6 bulan di wilayah kerja puskesmas. 1.5.2.2. Bagi bidan desa, kader dan punyuluh kesehatan, hasil penelitian ini sebagai informasi untuk memberikan penyuluhan gizi dan kesehatan di wilayahnya tentang pentingnya pemberian MP-ASI sesuai jenis dan tahapan umur bayi khususnya untuk ibu bayi dan ibu hamil untuk mencegah terjadinya infeksi berulang pada anak, serta meningkatkan daya tahan tubuh bayi. 1.5.2.3. Bagi Dinas Kesehatan Kota Depok, sebagai informasi bahwa kejadian infeksi bayi 0-6 bulan bukan saja karena faktor lingkungan seperti agen penyakit tetapi juga faktor pemberian makanan yang bergizi, pemberian ASI eksklusif dan pemberian MP-ASI sesuai jenis dan tahapan umur. Hal ini dimungkinkan dengan pemberian ASI ekslusif terutama kolostrum pada ASI pertama saat lahir dan pemberian MP-ASI sesuai

8 jenis dan tahapan umur bagi bayi > 6 bulan akan meningkatkan daya tahan tubuh untuk menangkal penyakit infeksi seperti ISPA dan Diare. 1.6. Ruang Lingkup Penelitian tentang pemberian MP-ASI dini dan hubungannya dengan kejadian infeksi pada bayi 0-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Cipayung, Kecamatan Pancoran Mas, Depok tahun 2009 ini dimaksudkan untuk melihat apakah ada hubungan antara praktek pemberian MP-ASI dini atau ASI parsial terhadap kejadian infeksi 2 minggu terakhir pada bayi 0-6 bulan. Penelitian ini merupakan analisis data sekunder dari hasil data dasar gizi Prakesmas mahasiswa Departemen Gizi FKM-UI pada bulan Maret April 2008 di wilayah kerja Puskesmas Cipayung, Kecamatan Pancoran Mas, Depok. Dilakukan penelitian ini karena dari hasil data dasar gizi tersebut diperoleh data masih tingginya persentase pemberian MP-ASI dini (ASI parsial) pada bayi 0-6 bulan dan tingginya persentase kejadian infeksi pada bayi 0-6 bulan dalam 2 minggu terakhir. Peneliti berasumsi bahwa kejadian infeksi ini selain faktor lingkungan dan agen penyakit, juga karena dampak praktek pemberian MP-ASI dini yang mengakibatkan daya tahan tubuh bayi menjadi rentan terhadap penyakit. Penelitian yang dilakukan oleh Ramachandran di daerah kumuh India tahun 1987 menyebutkan bahwa pemberian MP-ASI secara dini dapat mengakibatkan undernutrition pada bayi yang dapat meningkatkan terjadinya infeksi. (Cameron, et al, 1983) Dengan meningkatnya risiko infeksi maka akan meningkat pula risiko kematian yang akan berdampak pada tingginya Angka Kematian Bayi (AKB) (Nugraheni, 2002). Disain penelitian menggunakan studi analitik dengan pendekatan secara cross sectional. Data prakesmas yang digunakan diperoleh dari hasil wawancara menggunakan kuesioner yang telah diuji coba terlebih dahulu. Informasi data berasal dari data primer yaitu hasil wawancara dan pengukuran antropometri serta data sekunder yang diperoleh dari profil kesehatan Puskesmas Cipayung.