KESELAMATAN DAN KEAMANAN PENGEMBANGAN ENERGI NUKLIR INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

III. METODE PENELITIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KERANGKA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PROGRAM PEMBANGUNAN PLTN

KERANGKA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UNTUK PROGRAM PEMBANGUNAN PLTN

MODALITAS DAN PROGRAM APLIKASI NUKLIR UNTUK TUJUAN DAMAI DI INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Analisis terhadap perilaku peranan dapat dilakukan melalui tiga pendekatan : (1)

PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL ATAS PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR DAN DAMPAK LINGKUNGAN YANG MUNGKIN DITIMBULKAN 1 Oleh: Roberto Phispal 2

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA)

KEBIJAKAN PENGAWASAN TERHADAP LIMBAH RADIOAKTIF

KAJIAN TERHADAP PERATURAN TENTANG SEIFGARD DAN KEAMANAN BAHAN NUKLIR MENGGUNAKAN KUESIONER US DOE (UNITED STATES DEPARTMENT OF ENERGY)

BAB I PENDAHULUAN. listrik dalam wujud reaktor nuklir. Pengembangan teknologi nuklir tidak hanya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG

Andy Rachmianto Direktur Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata Kementerian Luar Negeri RI KORINWAS 12 Mei 2016

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

HUKUM KETENAGANUKLIRAN; Tinjauan dari Aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja, oleh Eri Hiswara Hak Cipta 2014 pada penulis

ANALISIS DAN EVALUASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG KETENAGANUKLIRAN

PROLIFERASI SENJATA NUKLIR DEWI TRIWAHYUNI

PERAN PERJANJIAN INTERNASIONAL KETENAGANUKLIRAN PADA PROMOSI PENGGUNAAN NUKLIR TUJUAN DAMAI 1

I. PENDAHULUAN. minyak. Terus melambungnya harga minyak dunia, bahkan sempat menyentuh

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR

PENGAWASAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR DALAM BIDANG ENERGI

Nuklir sebagai Energi Pedang Bermata Dua. Sarah Amalia Nursani. Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR

LAPORAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI I DPR RI KE NEGARA AUSTRIA TANGGAL NOVEMBER 2011

BAB I PENDAHULUAN. memonitoring aktivitas nuklir negara-negara di dunia, International Atomic. kasus Iran ini kepada Dewan Keamanan PBB.

BAB I PENDAHULUAN. sistem pertahanan diri sendiri atau sebagai deterent (pencegah). Nuklir telah. memiliki senjata nuklir sebagai the ultimate weapon

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEGALITAS PENGANCAMAN DAN PENGGUNAAN SENJATA NUKLIR OLEH NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2000 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Sihana

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

RENCANA STRATEGIS. Revisi - 1 Nopember 2005 Halaman 1 dari 31 KATA PENGANTAR

*39525 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 27 TAHUN 2002 (27/2002) TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2. PERSYARATAN UNTUK PENGKAJIAN KESELAMATAN DALAM PROSES PERIJINAN REAKTOR RISET

Keamanan Nuklir Kaitannya dengan Pemblokiran Dana

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2015, No Tenaga Nuklir tentang Penatalaksanaan Tanggap Darurat Badan Pengawas Tenaga Nuklir; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 te

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1978 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN MENGENAI PENCEGAHAN PENYEBARAN SENJATA-SENJATA NUKLIR

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERCOBAAN NUKLIR RINGKASAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN RADIASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR

Sihana

2012, No Instalasi Nuklir, Reaktor Nuklir, dan Bahan Nuklir adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Keten

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Kebijakan Pengawasan Ketenaganukliran

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

HIMPUNAN PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PENANAMAN MODAL TAHUN 2014

BAB I. PENDAHULUAN. negara dalam rangka mencapai tujuan tujuan tertentu telah banyak dipraktekan.

BAB II NON-PROLIFERATION TREATY (NPT) SEBAGAI REZIM PEMBATASAN SENJATA NUKLIR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

REVIU PERATURAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pada akhir Perang Dunia II tepatnya tanggal 6 dan 9 Agustus 1945, dunia

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TRAKT AT BANGKOK KAIT ANNY A DENGAN KEMANDIRIAN KETENAGANUKLIRAN DIINDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 instalasi nuklir adalah instalasi radiometalurgi. Instalasi nuklir didesain, dibangun, dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga pemanfaatan tenaga

GUNTINGAN BERITA Nomor : /HM 01/HHK 2.1/2014

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGEMBANGAN DAN PENGGUNAAN NUKLIR. Beberapa ensiklopedia 4 menyebutkan sebutan inti untuk nuklir bisa

PENERAPAN PERTANGGUNGJAWABAN DAN PENGENDALIAN BAHAN NUKLIR PADA PEMINDAHAN SPENT FUEL DARI MBA RI-F KE MBA RI-G

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2000 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM SEIFGARD DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Peraturan Ketenaganukliran

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. terhadap negara-negara yang menandatangani atau meratifikasi perjanjian multilateral

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Konvensi Munisi Tandan (CCM) tahun 2008

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. penghubung, media rekreasi, dan lain sebagainya. Oleh karena itu

IV. PEMBAHASAN. A. Peranan International Atomic Energy Agency (IAEA) dalam pengawasan pengembangan energi nuklir berdasarkan statuta IAEA 1957.

UPAYA PENCEGAHAN TERJADINYA ILLICIT TRAFFICKING PADA SUMBER RADIOAKTIF

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENERAPAN SISTEM SEIFGARD NUKLIR DAN TANTANGANNYA SAAT INI

3. PRINSIP-PRINSIP DASAR PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENETAPAN INDIKATOR KINERJA UTAMA DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS

Transkripsi:

Seminar Arsitektur Rezim Nuklir Internasional: Peran Indonesia dalam Konferensi CTBTO, Surabaya, 2 Oktober 2014 KESELAMATAN DAN KEAMANAN PENGEMBANGAN ENERGI NUKLIR INDONESIA Yaziz Hasan Biro Hukum, Hubungan Masyarakat, dan Kerja Sama, Badan Tenaga Nuklir Nasional www.batan.go.id

PENDAHULUAN Pengembangan program nuklir harus didasarkan pada komitmen hanya untuk tujuan damai, dengan cara yang aman dan selamat, yang mengharuskan adanya infrastruktur nasional yang berkelanjutan yang melibatkan aspek pemerintahan, peraturan perundang-undangan, manajerial, teknologi, sumber daya manusia dan industri sepanjang siklus program nuklir. Unjuk kepatuhan terhadap instrumen hukum internasional, standar keselamatan nuklir yang diterima secara internasional, panduan keamanan nuklir dan persyaratan seifgard (safeguard) sangat penting dalam membangun program nuklir yang bertanggung jawab.

Perencanaan Jangka Panjang Pengembangan program nuklir memerlukan perhatian pada isu-isu kompleks dan saling berhubungan selama waktu lama. Introduksi program nuklir perlu komitmen setidaknya 100 tahun untuk menjamin infrastruktur nasional yang berkelanjutan selama pengoperasian, dekomisioning dan pengelolaan/penyimpanan limbah lestari.

Aspek Keselamatan dan Pengendalian Bahan Nuklir Pilihan meluncurkan program nuklir merupakan komitmen penting yang memerlukan perhatian khusus pada aspek keselamatan dan pengendalian bahan nuklir. Komitmen ini tidak hanya mencakup tanggung jawab terhadap warga negara yang mengembangkan program tersebut, tetapi juga tanggung jawab terhadap masyarakat internasional.

Perlindungan Kepada Masyarakat dan Lingkungan Tujuan pokok keselamatan nuklir adalah untuk melindungi pekerja, masyarakat dan lingkungan dari efek bahaya radiasi pengion.

www.batan.go.id

Poin-poin penting dalam rangka komitmen tersebut antara lain: Perlunya memastikan keselamatan, keamanan dan nonproliferasi bahan nuklir; Perlunya menjadi pihak pada perjanjian dan konvensi internasional yang relevan; Perlunya mengembangkan suatu kerangka peraturan perundang-undangan komprehensif yang mencakup semua aspek hukum nuklir: keselamatan, keamanan, seifgard, dan pertanggungjawaban kerugian; Perlunya badan pengawas independen, kompeten dan efektif; Perlunya mengembangkan dan mempertahankan kemampuan sumber daya nasional.

Perjanjian Internasional Ketenaganukliran (Hukum Nuklir) Keselamatan (Safety) Keamanan (Security) Pengawasan (Safeguards) Pertanggungjawaban (Liability)

Sistem Keselamatan Nuklir Keselamatan Nuklir Manajemen Limbah dan Bahan Bakar Bekas Pemberitahuan Dini dan Bantuan Kedaruratan

Tujuh instrumen internasional Keselamatan Nuklir Nuclear Safety Convention Joint Convention on the Safety of Spent Fuel Management and on the Safety of Radioactive Waste Management (the Joint Convention ) Convention on Early Notification of a Nuclear Accident Convention on Assistance in the Case of a Nuclear Accident or Radiological Emergency Regulations for the Safe Transport of Radioactive Material Code of Conduct on the Safety and Security of Radioactives Sources Code of Conduct on the Safety of Research Reactors

Sistem Keamanan Nuklir Proteksi Fisik Terorisme Nuklir

Lima instrumen internasional Keamanan Nuklir Convention on the Physical Protection of Nuclear Material Amendment to the Convention on the Physical Protection of Nuclear Material Code of Conduct on the Safety and Security of Radioactive Sources International Convention for the Suppression of Acts of Nuclear Terrorism (2005) Resolution 1540 (2004)

Sistem Seifgard Traktat Non-proliferasi (NPT) Kontrol Bahan Nuklir Kontrol Teknologi Kunci Kontrol Uji Coba Senjata Nuklir

Empat instrumen internasional Pengawasan Nuklir Treaty on the Non-proliferation of Nuclear Weapons (NPT) Treaty on the Southeast Asia Nuclear Weapon-Free Zone (Treaty of Bangkok) The Structure And Content of Agreements Between the Agency and States Required in Connection with the Treaty on the Nonproliferation of Nuclear Weapons Model Protocol Additional to the Agreements between States and the International Atomic Energy Agency for the Application of Safeguards

Sumber: http://www.bapeten.go.id/badiklat/file_materi/modul/586_pengantar% 20safeguard%20dan%20Proteksi%20fisik%20.ppt.

Sistem Pertanggungjawaban Nuklir Pertanggungjawaban secara ekslusif dibebankan pada operator instalasi nuklir. Pertanggungjawaban operator adalah mutlak, yaitu operator harus menanggung pertanggungjawaban tanpa memandang bagaimana kesalahan terjadi. Pertanggungjawaban adalah terbatas dalam jumlah. Pertanggungjawaban adalah terbatas dalam waktu. Operator harus menjaminkan suatu asuransi. Yurisdiksi atas tindakan secara eksklusif berada pada pengadilan Negara Pihak yang mempunyai wilayah di mana kecelakaan nuklir terjadi. Non-diskriminasi korban atas dasar kebangsaan, domisili, dan tempat tinggal.

Instrumen internasional Pertanggungjawaban Kerugian Nuklir Paris Convention 1960 Brussels Supplementary Convention 1963 Vienna Convention on Civil Liability for Nuclear Damage 1963 Joint Protocol Relating to the Application of the Vienna Convention and the Paris Convention, 1988 Protocol to Amend the 1963 Vienna Convention on Civil Liability for Nuclear Damage 1997 Convention on Supplementary Compensation for Nuclear Damage 1997 Protocol Revising 2004 the Paris and Brussels Conventions

Negara-negara yang memiliki program pemanfaatan nuklir harus mempunyai peraturan yang mencakup semua bidang di atas www.batan.go.id

INFRASTRUKTUR PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN NUKLIR NASIONAL Revisi UU No. 31 Tahun 1964 tentang Pokok-pokok Tenaga Atom dengan UU No 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, dan PP No. 63/2000 ttg Kesehatan dan Keselamatan terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion, PP No. 64/2000 ttg Perizinan Pemanfaatan Tenaga Nuklir, PP No. 26/2002 ttg Keselamatan Pengangkutan Zat Radioaktif, PP No. 27/2002 ttg Pengelolaan Limbah Radiaoktif, PP No. 43/2006 ttg Perizinan Reaktor Nuklir, PP No. 33/2007 ttg Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif, PP No. 29/2008 ttg Perizinan Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion dan Bahan Nuklir, PP No. 46/2009 ttg Batas Pertanggungjawaban Kerugian Nuklir, PP No. 54/2012 ttg Keselamatan dan Keamanan Instalasi Nuklir, PP No. 61/2013 ttg Pengelolaan Limbah Radioaktif, dan PP No. 2/2014 ttg Perizinan Instalasi Nuklir dan Pemanfaatan Bahan Nuklir. mencerminkan kesiapan program nuklir nasional.

DAFTAR KONVENSI/TRAKTAT NUKLIR YANG DITANDATANGANI DAN DIRATIFIKASI OLEH PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA No. Konvensi/Protokol/Traktat Ditandatangani Diratifikasi 1. Statuta IAEA 26 Okt 1956 22 Juli 1957 UU 25 1957 Amandment Article VI.a.1 Statute IAEA. - 12 Jan. 1973 2. Convention on the Privileges and Immunities of the United Nations. 3 Treaty on Non-Proliferation of Nuclear Weapons Safeguards Agreement with IAEA - 24 Juni 1969 2 Maret 1970 14 Juli 1980 25 Nop. 1978 UU 8 1978 - Additional Protocol to Safeguards 4. Early Notification on Nuclear Accidents Convention 5. Convention on Assistance in the case of Nuclear Accident or Radiological Emergency 29 Sept. 1999 26 Sept. 1986 26 Sept. 1986-1 Sept 1993 Keppres 81 1993 1 Sept 1993 Keppres 82 1993

6. 7. 8. 9. 10. Convention on Physical Protection of Nuclear Material Amendment to the Convention on Physical Protection of Nuclear Material Convention on Nuclear Safety Southeast Asia Nuclear Weapon-Free Zone Treaty (Treaty of Bangkok) Comprehensive Nuclear-Test-Ban Treaty Joint Convention on the Safety of Spent Fuel Management and the Safety of Radioactive Waste Management 3 Juli 1986 5 Nov. 1986 Keppres 49 1986 8 Juli 2005 29 Okt 2009 Perpres 46 2009 20 Sept. 1994 4 Okt. 2001 Keppres 106 2001 15 Des. 1995 2 April 1997 UU 9 1997 24 Sept. 1996 4 Jan 2012 UU 1 2012 6 Oct. 1997 28 Des 2010 Perpres 84 2010 11. The Protocol to Amend the 1963 Vienna Convention on Civil Liability For Nuclear Damage 6 Oct. 1997-12. Convention On Supplementary Compensation for Nuclear Damage 6 Oct. 1997 -

Uji coba ledakan nuklir (23 kt) di Tapak Uji Nevada, 18 April 1953

Awan cendawan Bom Atom Nagasaki, Jepang, 9 Augustus 1945 membumbung 18 km di atas pusat ledakan. Kurang lebih 80.000 jiwa menjadi korban. Bom Hiroshima, 6 Agustus 1945, menelan korban 166.000. Dalam dua ledakan 246.000 terbunuh.

Litle boy, bom atom uranium Hiroshima, 6 Agustus 1945 Fat man, bom fissi tipe implosi plutonium Nagasaki, 9 Agustus 1945

Comprehensive Test Ban Treaty (CTBT) Traktat CTBT merupakan upaya internasional melalui PBB untuk mengendalikan dan melucuti senjata guna menciptakan perdamaian dan keseimbangan kekuatan dunia. Traktat melarang semua uji coba ledakan nuklir, baik untuk tujuan militer atau sipil. Para negara penandatangan setuju untuk melarang atau mencegah ledakan nuklir di setiap tempat di dalam yurisdiksi mereka atau mengendalikan, dan tidak mendorong dengan cara partisipasi dalam setiap ledakan nuklir. Traktat ini menciptakan sebuah rezim verifikasi yang komprehensif termasuk melakukan pemeriksaan di tempat, ketentuan konsultasi dan klarifikasi, dan saling membangun kepercayaan tindakan. www.batan.go.id

Kronologi Traktat-traktat Pelarangan Uji Coba Senjata Nuklir Sampai saat ini, lebih dari 2.000 uji coba nuklir telah dilakukan di berbagai tempat berbeda di seluruh dunia. Pendukung pelucutan senjata telah berkampanye untuk menerapkan Traktat yang melarang semua ledakan nuklir sejak awal 1950-an, ketika perhatian publik meningkat sebagai hasil meluasnya jatuhan radioaktif uji coba nuklir di atmosfer dan perlombaan senjata. Lebih dari 50 ledakan nuklir yang terjadi antara 16 Juli 1945, ketika pertama uji ledakan nuklir dilakukan oleh USA di White Sands Missile Range dekat Alamogordo, New Mexico, dan 31 Desember 1953. Perdana Menteri Nehru dari India pada 1954 menyuarakan keprihatinan internasional yang makin meningkat, ketika ia mengusulkan penghapusan semua uji coba ledakan nuklir di seluruh dunia. Namun, dalam konteks Perang Dingin, skeptisisme tentang kemampuan untuk memverifikasi sesuai dengan perjanjian larangan uji coba nuklir yang komprehensif menjadi hambatan besar untuk setiap kesepakatan apapun. www.batan.go.id

Jauh sebelum CTBT, beberapa negara bersenjata nuklir telah menyepakati traktat-traktat yang bertujuan membatasi kegiatan uji coba senjata nuklir mereka: 1963 Limited Test Ban Treaty atau Partial Test Ban Treaty (UK, USA, USSR): Melarang uji coba di bawah air, atmosfer dan luar angkasa. Hanya uji coba di bawah tanah yang dizinkan. 1974 Threshold Test Ban Treaty (USA, USSR): Melarang uji coba senjata nuklir bawah tanah dengan hasil ledakan melebihi 150 kiloton 1976 Peaceful Nuclear Explosions Treaty (USA, USSR): Melarang ledakan nuklir non-militer dengan hasil ledakan melebihi 150 kiloton www.batan.go.id

Indonesia mendorong negara-negara di dunia untuk meratifikasi traktat Traktat nuklir paling penting adalah NPT 1970. Menurut traktat bersejarah ini, Negara tak bersenjata nuklir (non-nuclear weapon states -NNWS) berikrar untuk tidak memperoleh dan mengembangkan senjata nuklir, sementara negara bersenjata nuklir (nuclear weapon states -NWS) berjanji untuk tidak hanya berupaya menghentikan perlombaan senjata nuklir tetapi juga membongkar gudang senjata nuklir mereka. Pada saat yang sama, NPT membolehkan NNWS menggunakan energi nuklir tujuan damai. Juga menetapkan bahwa Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) bertindak sebagai pengawas penggunaan tenaga nuklir tersebut dan bahwa NWS dapat membantu NNWS mendapatkan teknologi yang diperlukan. Hanya empat negara yang tidak menjadi pihak pada NPT: India, Israel, Korea Utara dan Pakistan. www.batan.go.id

1995: Selama NPT Review Conference 1995, negara pihak pada NPT sepakat bahwa traktat harus tetap berlaku tanpa batas waktu. Mayoritas NNWS menyatakan bahwa mereka hanya akan menyetujui ketentuan ini dengan syarat bahwa NWS menerima langkah-langkah pengendalian senjata. Lima NWS yang diakui resmi akhirnya menerima serangkaian langkah-langkah, salah satunya adalah Comprehensive Test Ban Treaty (CTBT). 1996: CTBT dinegosiasikan dalam Konferensi Perlucutan Senjata dan disetujui oleh Majelis Umum PBB. Traktat ini dibuka untuk ditandatangani pada 24 September 1996. www.batan.go.id

Pentingnya dan tujuan CTBT Mengingat bahwa NNWS sudah berjanji dalam NPT untuk tidak memperoleh dan mengembangkan senjata nuklir, CTBT menghadirkan sedikit perbedaan dalam hal ini. Salah satu tujuan CTBT adalah untuk membatasi pengembangan lebih lanjut senjata nuklir pada lima NWS yang diakui secara resmi. Berbeda dengan NPT, CTBT hanya memiliki satu kategori negara pihak. India, Pakistan dan Israel yang pada kenyataannya benar memiliki senjata nuklir tapi oleh NPT tetap dianggap sebagai NNWS -- bisa menjadi negara penandatangan CTBT dan dengan demikian dapat dimasukkan, meskipun sebagian, dalam rezim non-proliferasi. www.batan.go.id

Pemberlakuan CTBT Selama 18 tahun sejak CTBT dibuka untuk ditandatangani, 183 negara telah menandatangani dan diratifikasi oleh 163 negara. Namun demikian, Traktat ini belum juga berlaku, mengingat belum diratifikasi oleh semua dari 44 negara pemilik reaktor nuklir, baik riset maupun daya, yang tercantum dalam Traktat (dikenal sebagai "Annex 2 States"). Delapan negara belum melakukan ratifikasi dimaksud, yaitu : Cina, Mesir, Iran, Israel dan USA telah menandatangani namun belum meratifikasi sementara: India, Korea Utara dan Pakistan belum menandatanganinya. India berjanji akan menandatangani dan meratifikasi hanya jika USA menyajikan jadwal pemusnahan senjata nuklirnya, sesuatu yang ditolak USA. www.batan.go.id

Kontrol Kelangsungan hidup setiap Traktat apapun bergantung pada verifikasi kepatuhan. Inilah sebabnya mengapa Komisi Persiapan CTBTO yang bermarkas di Wina melakukan pengembangan sistem pemantauan internasional (international monitoring system-ims). Sistem ini meliputi jaringan 321 stasiun pemantau seismik, radionuklida, infrasonik dan hidroakustik, serta 16 laboratorium radionuklida di seluruh dunia, yang bertanggung jawab mengukur efek ledakan nuklir yang mungkin terjadi dan mengirimkan data yang dikumpulkan ke Wina untuk analisis. Semua negara pihak pada CTBT diberi akses ke temuan ini. Desain jaringan pemantau sedemikian rupa sehingga harus dapat mendeteksi dan menemukan ledakan 1kT di mana saja di dunia. Jika terjadi ledakan nuklir yang dicurigai, "pemeriksaan di tempat " dapat segera dilakukan untuk mengklarifikasi apakah ledakan nuklir yang dilakukan melanggar Traktat dan mengidentifikasi pelanggar potensial. Untuk memastikan penyediaan dan kualitas inspeksi tersebut, CTBTO memperoleh peralatan pemantauan yang diperlukan, melatih inspektur dan mengorganisasi pelatihan. www.batan.go.id

Indonesia dan CTBT Pada awal 1990-an, Indonesia (bersama Meksiko, Peru, Sri Lanka, dan Venezuela) secara aktif mempelopori upaya mewujudkan sebuah instrumen internasional yang mengatur pelarangan menyeluruh uji coba senjata nuklir. Menlu RI Ali Alatas memainkan peran sebagai Presiden dari Amendement Conference to the Partial Test-Ban Treaty (PTBT) pada 1991 Indonesia menjadi negara penandatangan pada CTBT pada 24 September 1996, meratifikasi 16 tahun kemudian, merupakan negara ke-157 melalui Undang-Undang Nomor 1 tahun 2012. Indonesia menyediakan 6 stasiun pemantauan seismik yang dioperasikan oleh BMKG. www.batan.go.id

Sebagai salah satu dari 44 negara yang berada dalam Annex II (yaitu negara bukan pemilik senjata nuklir namun memiliki kapasitas untuk mengembangkannya), Indonesia awalnya menunda proses ratifikasi, hingga seluruh negara pemilik senjata nuklir telah meratifikasi terlebih dahulu. Namun kondisi yang berkembang setelah KTT Keamanan Nuklir di Washington April 2010, mengubah sikap tersebut dan Indonesia meratifikasi CTBT serta secara proaktif mendorong dan mendesak negara-negara pemilik senjata nuklir yang belum meratifikasi CTBT untuk meratifikasi. www.batan.go.id

PENUTUP Dengan meratifikasi CTBT, Indonesia meningkatkan citra dan perannya dalam bidang pelucutan dan non proliferasi senjata nuklir dan dalam mendorong terwujudnya sebuah dunia yang bebas senjata nuklir. Ratifikasi CTBT diharapkan akan meningkatkan kepercayaan publik, khususnya dunia internasional, terhadap program nuklir Indonesia, bahwa sematamata hanya untuk tujuan damai. www.batan.go.id

www.batan.go.id TERIMA KASIH