III. MATERI DAN METODE PENELITIAN 2.1 Bagan Alir Penelitian Persiapan alat dan bahan penelitian di Lab. Parasitologi dan Entomologi Mengamati keadaan rumah yang akan diambil sampel nyamuk Aedes spp. meliputi: suhu, intensitas cahaya, dan kebersihan outdoor dan indoor rumah. Pengambilan sampel nyamuk Dihitung, dicatat jumlah nyamuk berdasarkan berdasarkan indoor dan outdoornya Diidentifikasi nyamuk berdasarkan spesies dan kelamin Menghitung kepadatan nyamuk Pembedahan ovarium nyamuk menggunakkan ( parous/nulliparous) rumus MHD (Man Hour Density) Menghitung prousitas dengan rumus 9
2.2 Materi Penelitian 2.2.1 Bahan Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah nyamuk Aedes spp., Diethyl eter, dan aquades. 2.2.2 Alat Alat-alat yang digunakan adalah kantong plastik, jarum dissect, beaker glass, pipet tetes, mikroskop cahaya, mikroskop stereo, object glass, cover glass, cawan petri, baki, kamera digital, mikroskop, dan alat bedah. Peralatan untuk membedah nyamuk meliputi botol specimen, pinset, jarum bedah. 2.3 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penangkapan nyamuk dilakukan di daerah Kelurahan Teluk Kecamatan Purwokerto Selatan, Kabupaten Banyumas. Waktu yang dibutuhkan yaitu selama 6 bulan. Sampel diambil secara acak di dekat rumah penderita DBD. Jarak maksimal 100 meter dari rumah yang diambil sampel dengan rumah penderita DBD (menyesuaikan jarak maksimal terbang nyamuk). Pembedahan ovarium nyamuk dilakukan di Laboratorium Parasitologi dan Entomologi Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman. 2.4 Metode Penelitian 2.4.1 Teknik Pengambilan Sampel Penelitian ini dilaksanakan menggunakan metode survei dengan purposive sampling. Sampel diambil dari beberapa rumah warga yang paling dekat dengan rumah penderita penyakit demam berdarah di kelurahan Teluk. Rumah yang diambil sampelnya diulang dua kali pada pengambilan sampel. Pengambilan sampel nyamuk Aedes spp. dilakukan cara menangkap nyamuk pada saat nyamuk hinggap pada umpan manusia atau man landing place (dimana nyamuk hinggap pada bagian tubuh manusia) 10
di luar rumah (outdoor) dan di dalam rumah (indoor) dengan waktu nyamuk Aedes spp., aktif mencari makan yaitu jam 08.00-10.00 WIB dengan kriteria jam 08.00-09.00 jam pertama dan jam 09.00-10.00. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara acak atau random sampling dengan pengambilan sebanyak dua kali ulangan. 2.4.2 Variabel penelitian Variabel yang diteliti adalah kepadatan dan parousitas nyamuk Aedes spp. Parameter yang diamati yaitu, jumlah nyamuk yang ditangkap per umpan per jam di rumah warga yang diambil, baik outdoor ataupun indoornya, sedangkan untuk parameter parousitas yaitu jumlah nyamuk yang parous perspesies dari seluruh nyamuk betina yang dibedah. 2.5 Cara Kerja 2.5.1 Cara menangkap sampel Nyamuk Aedes spp. a. Nyamuk Aedes spp. ditangkap menggunakan umpan manusia dengan cara menunggu nyamuk hinggap pada kulit (seperti tangan atau kaki) kemudian ditangkap dengan kantong plastik. Cara tersebut dilakukan di dalam rumah (indoor) dan di luar rumah (outdoor) dan nyamuk yang lolos dari tangkapan tidak dihitung. b. Setelah nyamuk masuk plastik kemudian di ikat agar nyamuk tidak keluar dengan diberikan sedikit ruang udara agar nyamuk tidak mati. 2.5.2 Cara mengidentifikasi nyamuk Aedes spp. (WHO,2007) a. Pengamatan morfologi nyamuk Aedes spp. dilakukan di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 100-400x. Nyamuk dibius dengan menggunakan kapas yang telah diberi dengan larutan eter sebelumnya hingga nyamuk tersebut terlihat lemas dan tidak bergerak lagi saat kantong plastik digoyangkan. b. Setelah nyamuk benar benar tidak bergerak, nyamuk tersebut diletakkan pada object glass meja preparat mikroskop stereo. 11
c. Selanjutnya nyamuk diamati di bawah mikroskop stereo dan diidentifikasi berdasarkan morfologi luar tubuh nyamuk d. Identifikasi kelamin berupa nyamuk jantan atau betina. e. Berbeda dengan nyamuk betina, jika nyamuk Aedes jantan didapatkan dengan ciri panjang palpus maxillaries lebih panjang daripada proboscis serta memiliki antenna yang lebat. f. Nyamuk Aedes betina memiliki ciri panjang palpus maxillaries lebih pendek daripada proboscis serta memiliki antenna yang tidak lebat. g. A. albopictus memiliki ciri khusus yang membedakan dengan nyamuk Aedes lainnya yaitu terdapat garis putih lurus pada bagian tengah thorax dengan tubuh berwarna hitam dan putih berselang seling dan memiliki panjang palpus maxillaries yang tidak sama panjang dengan proboscis. 2.5.3 Cara menentukan Parousitas Nyamuk a. Setelah memastikan jenis kelamin betina dan spesies Aedes spp., nyamuk dipindahkan pada object glass dan diberi setetes aquades menggunakan pipet tetes. b. Nyamuk dalam object glass tersebut dilakukan pembedahan menggunakan jarum dissect untuk mengisolasi bagian ovarium pada nyamuk dengan cara menarik secara perlahan dan hati hati bagian segmen terakhir pada abdomen nyamuk dengan jarum dissect lalu ditarik hingga memperoleh ovarium yang berwarna putih. c. Setelah didapatkan ovarium nyamuk, kemudian bagian ovarium tersebut ditutup dengan cover glass dan dipindahkan pada mikroskop cahaya untuk pengamatan selanjutnya. d. Pengamatan yang dilakukan pada mikroskop cahaya berupa tingkat parousitas dengan mengetahui parous atau nulliparous saat melihat pada bagian ovarium yang telah diisolasi dari tubuh nyamuk. e. Apabila ovarium tersebut parous maka terdapat dilatasi pada bagian ovariole dan jika ujung pipa udara sudah terurai/terlepas gulungannya sedangkan apabila ujung pipa pipa udara (tracheolus) pada ovarium 12
masih menggulung menunjukkan bahwa nyamuk tersebut belum pernah bertelur (nulliparous) dan tidak terdapat dilatasi pada ovariole. 3. Metode analisis Data kepadatan nyamuk Aedes spp. berdasarkan angka MHD kemudian dihitung kepadatannya menggunakan rumus MHD (Man Hour Density). Rumus Angka Kepadatan Populasi (MHD= Man Hour Density) Parousitas nyamuk dihitung menggunakan rumus Parous rate, yaitu jumlah nyamuk parous dibagi seluruh nyamuk yang dibedah dan dikalikan 100%. Rumus Parous rate nyamuk x 100% Hasil penelitian akan menunjukan nilai Kepadatan dan Parousitas. Semakin tinggi angka atau nilai Kepadatan dan Parousitas semakin tinggi pula potensi penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue di Wilayah tersebut. 13
Tabel 2.1. Kategori kepadatan Aedes spp. berdasarkan nilai atau angka MHD MHD (Man Hour Density) Kategori Kepadatan 2 Rendah 4 Sedang 6 Sedang 8 Sedang 10 Sedang 12 Tinggi 14 Tinggi 16 Tinggi 18 Tinggi (WHO 1983 dalam anonim c, 2014) dan (Santoso dan Budiyanto, 2008) 14