MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Waspada Keracunan Phenylpropanolamin (PPA)

BAB 1 PENDAHULUAN (Sari, 2007). Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara termasuk

Pengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi

Hal-hal yang Perlu Diwaspadai untuk Menghindari Keracunan Kafein dalam Minuman

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. senyawa kimia N-asetil-p-aminofenol yang termasuk dalam nonsteroid antiinflamatory

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein

BAB I PENDAHULUAN. Parasetamol atau asetaminofen atau N-asetil-p-aminofenol merupakan

KERACUNAN AKIBAT PENYALAH GUNAAN METANOL

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang

Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh:

BAB I PENDAHULUAN. dibuktikan manfaatnya (Sudewo, 2004; Tjokronegoro, 1992). zingiberaceae, yaitu Curcuma mangga (Temu Mangga). Senyawa fenolik pada

Di bawah ini diuraikan beberapa bentuk peresepan obat yang tidak rasional pada lansia, yaitu :

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Berdasarkan intensitasnya, nyeri

PARASETAMOL ACETAMINOPHEN

FARMAKOTERAPI KELOMPOK KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN. saraf pusat tanpa menghilangkan kesadaran. 2,3 Parasetamol umumnya digunakan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. zat-zat asing (xenobiotic). Zat-zat ini dapat berasal dari alam (makanan, dibuang melalui urin atau asam empedu.

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM

WASPADAI BAHAYA ASAM KUAT DALAM PRODUK YANG DIGUNAKAN DI RUMAH TANGGA

Tujuan Instruksional:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGANTAR FARMAKOLOGI

OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B

BAB I PENDAHULUAN. sekarang para ahli tidak henti-hentinya meneliti mekanisme kerja dari obat

DEFENISI. Merupakan suatu gejala yang menunjukkan adanya gangguangangguan. peradangan, infeksi dan kejang otot.

Tujuan Instruksional:

TATALAKSANA MALARIA. No. Dokumen. : No. Revisi : Tanggal Terbit. Halaman :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. obat ini dijual bebas di apotik maupun di kios-kios obat dengan berbagai merek

THALASEMIA A. DEFINISI. NUCLEUS PRECISE NEWS LETTER # Oktober 2010

Pengaruh umum Pengaruh faktor genetik Reaksi idiosinkrasi Interaksi obat. Faktor yang mempengaruhi khasiat obat - 2

juga mendapat terapi salisilat. Pasien harus diberi pengertian bahwa selama terapi bismuth subsalisilat ini dapat mengakibatkan tinja berwarna hitam

Fungsi Makanan Dalam Perawatan Orang Sakit

Aplikasi Farmakokinetika Klinis Tidak diragukan lagi bahwa salah satu kunci keberhasilan terapi dengan menggunakan obat adalah ditentukan dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. banyak pabrik-pabrik yang produk-produk kebutuhan manusia yang. semakin konsumtif. Banyak pabrik yang menggunakan bahan-bahan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

MAKALAH PERHITUNGAN DOSIS OBAT DISUSUN OLEH : VERTI AGSUTIN

mengontrol biosintesis mediator inflamasi (prostaglandin,leukotriene) dengan meng inhibisi asam arakidonat.

BAB I PENDAHULUAN. kedua di dunia setelah HIV/AIDS. Pada tahun 2012, terdapat 8.6 juta orang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemberian OAT fase awal di BP4 (Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru)

MENGENAL LEBIH JAUH SKOMBROTOKSIN

BAB I PENDAHULUAN. beberapa jenis makan yang kita konsumsi, boraks sering digunakan dalam campuran

1 Universitas Kristen Maranatha

2. Pengkajian Kesehatan. a. Aktivitas. Kelemahan. Kelelahan. Malaise. b. Sirkulasi. Bradikardi (hiperbilirubin berat)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium

BAB I PENDAHULUAN. Obat-obat anti inflamasi non-steroid (AINS) banyak digunakan untuk terapi

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Hepatitis Virus. Oleh. Dedeh Suhartini

Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)

BAB I PENDAHULUAN. nyeri. Nyeri menjadi penyebab angka kesakitan yang tinggi di seluruh dunia.

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

By: Kelompok 2 Amelia Leona Ayu Afriza Cindy Cesara Dety Wahyuni Fitri Wahyuni Ida Khairani Johan Ricky Marpaung Silvia Syafrina Ibrahim

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. vitamin ataupun herbal yang digunakan oleh pasien. 1. Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin


Pencatatan, Pelaporan Kasus Keracunan dan Penanganan Keracunan. Toksikologi (Teori)

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi dari 2-3 bulan hingga tahun (Price dan Wilson, 2006).

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

kematian sebesar atau 2,99% dari total kematian di Rumah Sakit (Departemen Kesehatan RI, 2008). Data prevalensi di atas menunjukkan bahwa PGK

DiGregorio, 1990). Hal ini dapat terjadi ketika enzim hati yang mengkatalisis reaksi konjugasi normal mengalami kejenuhan dan menyebabkan senyawa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MANUAL PROSEDUR TATALAKSANA HIPOGIKEMIA & HIPERGLIKEMIA HIPOGLIKEMI & TATALAKSANANYA

BAGIAN 1: MENGAPA PERLU DETOKS?

PENDAHULUAN. Gagal jantung adalah saat kondisi jantung tidak mampu memompa darah untuk

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S)

KUESIONER PENELITIAN SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU DENGAN PERILAKU KEPATUHAN MINUM OBAT

Farmakologi. Pengantar Farmakologi. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM. Farmakodinamik. ., M.Med.Ed. normal tubuh. menghambat proses-proses

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit gagal ginjal adalah kelainan struktur atau fungsi ginjal yang ditandai

Hepatitis: suatu gambaran umum Hepatitis

LAPORAN KASUS / RESUME DIARE

Pengantar Farmakologi

Pengantar Farmakologi Keperawatan

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan analisis obat semakin dikenal secara luas dan bahkan mulai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun

BAB 1 PENDAHULUAN. Ginjal merupakan salah satu organ yang memiliki fungsi penting dalam

Dehidrasi. Gejala Dehidrasi: Penyebab Dehidrasi:

BAB I PENDAHULUAN. untuk menelitinya lebih jauh adalah Coriolus versicolor.

DIABETES MELITUS GESTASIONAL

A. Asuhan nutrisi pada pasien HIV Aids

1 Universitas Kristen Maranatha

ANALGETIKA. Non-Steroidal Antiinflamatory Drugs (OAINS/Obat Antiinflamasi Non-Steroid) Analgetika opioid. Analgetika opioid

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

ANALGETIKA. dr. Agung Biworo, M.Kes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan ekstraksi biji tanaman kopi. Kopi dapat digolongkan sebagai minuman

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Suplemen berenergi adalah jenis minuman yang ditujukan untuk. stamina tubuh seseorang yang meminumnya. (

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Tahun-tahun terakhir ini muncul suatu fenomena dimana pengobatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

OTC (OVER THE COUNTER DRUGS)

PENGGUNAAN FLUORIDA DI RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL Pendahuluan Parasetamol adalah golongan obat analgesik non opioid yang dijual secara bebas. Indikasi parasetamol adalah untuk sakit kepala, nyeri otot sementara, sakit menjelang menstruasi, dan diindikasikan juga untuk demam. Obat ini menjadi pilihan analgesik yang relatif aman bila dikonsumsi dengan benar sesuai petunjuk penggunaan. Parasetamol boleh dikonsumsi tidak lebih dari 5 hari untuk anakanak, dan 10 hari untuk dewasa dengan dosis seperti dibawah ini: Umur Dosis Parasetamol 3 bulan 1 tahun 60 120 mg 1 5 tahun 120 250 mg 6 12 tahun 250 500 mg Dewasa 500 mg 1 g Dosis ini boleh diulang tiap 4 6 jam bila diperlukan (maksimum sebanyak 4 dosis dalam 24 jam) Perlu diingat bahwa penggunaan parasetamol adalah antara lain untuk mengatasi rasa sakit, sementara rasa sakit itu sendiri adalah manifestasi dari suatu penyakit, artinya obat ini hanya menghilangkan gejala yang timbul tanpa mengobati penyebab penyakit. Banyak kesalahan dalam mengkonsumsi obat ini, karena obat digunakan secara terus menerus untuk menghilangkan gejala rasa sakit yang timbul. Misalnya seorang yang sering merasakan sakit kepala, untuk mengatasi sakit kepalanya selalu minum parasetamol. Bila gejala yang dirasakan tidak hilang setelah efek obat habis, yang bersangkutan seharusnya segera konsultasi ke dokter untuk dicari penyebab penyakitnya sehingga dapat diobati penyebabnya dengan benar. Karena parasetamol merupakan obat bebas yang digunakan secara luas oleh masyarakat, maka kemungkinan terjadinya kesalahan dalam penggunaan yang dapat menyebabkan keracunan parasetamol cukup besar, sehingga dirasa perlu untuk memberikan informasi

mengenai cara untuk mengatasi keracunan parasetamol mencegah terjadinya keracunan obat tersebut. sebagai edukasi untuk Farmakokinetik Parasetamol yang diberikan secara oral diserap secara cepat dan mencapai kadar serum puncak dalam waktu 30 120 menit. Adanya makanan dalam lambung akan sedikit memperlambat penyerapan sediaan parasetamol lepas lambat. Parasetamol terdistribusi dengan cepat pada hampir seluruh jaringan tubuh. Lebih kurang 25% parasetamol dalam darah terikat pada protein plasma. Waktu paruh parasetamol adalah antara 1,25 3 jam. Penderita kerusakan hati dan konsumsi parasetamol dengan dosis toksik dapat memperpanjang waktu paruh zat ini. Parasetamol diekskresikan melalui urine sebagai metabolitnya, yaitu asetaminofen glukoronid, asetaminofen sulfat, merkaptat dan bentuk yang tidak berubah. Mekanisme Keracunan Sebagaimana juga obat-obat lain, bila penggunaan parasetamol tidak benar, maka berisiko menyebabkan efek yang tidak diinginkan. Parasetamol dalam jumlah 10 15g (20-30 tablet) dapat menyebabkan kerusakan serius pada hati dan ginjal. Kerusakan fungsi hati juga bisa terjadi pada peminum alkohol kronik yang mengkonsumsi parasetamol dengan dosis 2g/hari atau bahkan kurang dari itu. Keracunan parasetamol disebabkan karena akumulasi dari salah satu metabolitnya yaitu N-acetyl-p-benzoquinoneimine (NAPQI), yang dapat terjadi karena overdosis, pada pasien malnutrisi, atau pada peminum alkohol kronik. Keracunan parasetamol biasanya terbagi dalam 4 fase, yaitu: Fase 1 : Kehilangan nafsu makan, mual, muntah, perasaan tak menentu pada tubuh yang tak nyaman (malaise) dan banyak mengeluarkan keringat. Fase 2 : Pembesaran liver, peningkatan bilirubin dan konsentrasi enzim hepatik, waktu yang dibutuhkan untuk pembekuan darah menjadi bertambah lama dan kadang-kadang terjadi penurunan volume urin.

Fase 3 : Berulangnya kejadian pada fase 1 (biasanya 3-5 hari setelah munculnya gejala awal) serta terlihat gejala awal gagal hati seperti pasien tampak kuning karena terjadinya penumpukan pigmen empedu di kulit, membran mukosa dan sklera (jaundice), hipoglikemia, kelainan pembekuan darah, dan penyakit degeneratif pada otak (encephalopathy). Pada fase ini juga mungkin terjadi gagal ginjal dan berkembangnya penyakit yang terjadi pada jantung (cardiomyopathy) Fase 4 : Penyembuhan atau berkembang menuju gagal hati yang fatal. Gambar : Nomogram untuk memperkirakan hepatotoksisitas setelah overdosis akut parasetamol.

Penegakan Diagnosa Penegakan diagnosa keracunan parasetamol dilakukan setelah mendapatkan riwayat/anamnesa yang jelas dari korban maupun saksi (keluarga atau penolong). Saat melakukan anamnesa, tenaga medis harus menanyakan apakah korban sedang menjalani terapi menggunakan obat-obatan yang bersifat menginduksi enzim CYP2E1 (seperti isoniazid), atau obat-obatan yang meningkatkan metabolisme enzim CYP450 (seperti fenobarbital dan rifampisin). Selain itu harus diketahui juga apakah pasien mempunyai riwayat mengkonsumsi alkohol secara kronik serta periksa kondisi pasien, apakah pasien tersebut mengalami malnutrisi. Pemberian antidot (N-asetilsistein) dilakukan setelah mendapatkan hasil konsentrasi parasetamol dalam plasma pada pasien maksimal 4 jam setelah parasetamol ditelan. Penatalaksanaan Beberapa tindakan yang dapat dilakukan sebagai pertolongan pertama saat menemukan korban yang dicurigai keracunan parasetamol adalah sebagai berikut: Rangsang muntah (tindakan ini hanya efektif bila parasetamol baru ditelan atau peristiwa tersebut terjadi kurang dari 1 jam sebelum diketahui) Berikan arang aktif dengan dosis 100 gram dalam 200 ml air untuk orang dewasa dan larutan 1 g/kg bb untuk anak-anak. Bila kadar serum parasetamol di atas garis toksik (lihat nomogram) maka N-asetilsistein dapat mulai diberikan dengan loading dose 140mg/kg BB secara oral, lalu dosis berikutnya 40 mg/kg BB diberikan setiap 4 jam. Larutkan asetilsistein ke dalam air, jus atau larutan soda. Bila terjadi muntah spontan, maka pemberian asetilsistein dapat dilakukan melalui sonde lambung (nasogastric tube) atau berikan metoklopramid pada pasien untuk mengatasi kondisi muntah tersebut. Terapi asetilsistein paling efektif bila diberikan dalam waktu 8-10 jam pasca penelanan parasetamol. N-asetilsistein harus diberikan secara hati-hati dengan memperhatikan kontraindikasi dan riwayat alergi pada korban, terutama riwayat asthma bronkiale.

Penutup Keracunan parasetamol perlu ditatalaksana secara serius dan tepat meskipun korban tidak menampakkan gejala keracunan. Dengan tatalaksana yang tepat kerusakan akibat keracunan yang mungkin timbul dapat diminimalisir, bahkan sebelum gejala keracunan tersebut terdeteksi. Apabila dicurigai telah terjadi keracunan parasetamol, segera hubungi Sentra Informasi Keracunan atau dokter setempat untuk mendapatkan informasi dan petunjuk seputar penanganan keracunan. Pustaka: 1. Olson, K. R., Poisoning and Drug Overdose 5 th ed, McGraw-Hill Inc., 2007, p. 68-71. 2. Tierney, L.M., Current Medical Diagnosis and Treatment 43 rd ed, McGraw-Hill Inc, 2004, p. 1555-1556. 3. AHFS 2010 4. IONI 2008 5. http://emedicine.medscape.com/article/820200-overview (di unduh Mei 2010) 6. http://poisons.co.nz/fact.php?f=33&c=21 (di unduh Mei 2010)