IMPLEMENTASI COUNTER-TRAFFICKING INTERNATIONAL ORGANIZATION FOR MIGRATION (IOM) DALAM MENANGGULANGI PERDAGANGAN MANUSIA DI INDONESIA TAHUN

dokumen-dokumen yang mirip
KERJASAMA POLRI DAN IOM DALAM MENANGGULANGI PERDAGANGAN MANUSIA DI INDONESIA TAHUN

PENANGANAN KEAMANAN WILAYAH PERBATASAN: STUDI KASUS PENYELUNDUPAN TRANSIT MIGRAN DARI TIMUR TENGAH KE AUSTRALIA MELALUI INDONESIA

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

BREBES, 20 AGUSTUS Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera untuk kita semua dan saya ucapkan selamat pagi.

Institute for Criminal Justice Reform

BAB I PENDAHULUAN. orang migrasi ke kota untuk bekerja. Adanya migrasi ke kota membawa

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

EFEKTIVITAS KERJA SAMA PEMERINTAH LAOS DAN VIETNAM DALAM MENCEGAH DAN MEMBERANTAS HUMAN TRAFFICKING DI LAOS PERIODE Sari Widia Setyawati

BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. orang/manusia bukan kejahatan biasa (extra ordinary), terorganisir

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP BALITA SEBAGAI KORBAN PERDAGANGAN ORANG DI TINJAU DARI ASPEK VIKTIMOLOGI

-2- Selanjutnya, peran Pemerintah Daerah dalam memberikan pelindungan kepada Pekerja Migran Indonesia dilakukan mulai dari desa, kabupaten/kota, dan p

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

BAB I PENDAHULUAN. lama. Hanya saja masyarakat belum menyadari sepenuhnya akan kejahatan

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Menurut Sadjijono dalam bukunya mengatakan:

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN

BAB V PENUTUP. kriminalitas namun perdagangan anak juga menyangkut tentang pelanggaran terhadap

BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. kekuatan pertahanan keamanan negara lainnya membina. terjadi dikalangan masyarakat pada umumnya.

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

GUBERNUR KEPULAUAN RIAU

BERITA NEGARA. No.1048, 2012 KEMENTERIAN NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK. Perdagangan Orang. Pencegahan. Penanganan. Panduan.

PENGERTIAN TRAFFICKING

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain. untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Dalam Pasal 2 Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Hukum bukan

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (HUMAN TRAFFICKING) DI INDONESIA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME

SUATU TINJAUAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYELUNDUPAN MANUSIA (PEOPLE SMUGGLING)

BAB I PENDAHULUAN. masalah nasional dan internasional bagi berbagai bangsa di dunia, termasuk

Laporan Hasil Penelitian Kebijakan, Intervensi Hukum, Sistem, Rencana Strategi dan Struktur Penegak Hukum Dalam Penanganan Korban Perdagangan Anak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SANKSI PIDANA SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN HUMAN TRAFFICKING DI DUNIA MAYA

Penyidikan Dan Penuntutan Tindak Pidana Penyelundupan Manusia di Indonesia

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

KABUPATEN CIANJUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

Perdagangan dan Eksploitasi Manusia di Indonesia

WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DARI TINDAK KEKERASAN

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Commonwealth Australia selanjutnya disebut sebagai 'Para Pihak';

TENTANG PENANGANAN ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM

UPAYA PENANGGULANGAN PERDAGANGAN TENAGA KERJA (TRAFFICKING IN PERSON FOR LABOR) DI INDONESIA

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG

B A B 1 P E N D A H U L U A N. Perdagangan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. perairan yang sangat luas. Kondisi wilayah ini dikenal dengan Archipelago State atau

BAB I PENDAHULUAN. melekat dan menjadi predikat baru bagi Negara Indonesia. Dalam pandangan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2014

TINJAUAN PUSTAKA. Keberadaan institusi Kejaksaan Republik Indonesia saat ini adalah Undang-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN

GUBERNUR KEPULAUAN RIAU

BAB IV KEBIJAKAN SEKURITISASI PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENANGANI PERMASALAHAN IMIGRAN ILEGAL

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. sangat mengkhawatirkan. Pada era globalisasi sekarang ini, modern slavery marak

PEDOMAN PRAKTISI ASEAN

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK

ANGGOTA GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR: 3 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DI JAWA BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG

BAB V PENUTUP. Penyalahguna magic mushroom dapat dikualifikasikan sebagai. golongan I sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

24 HUKUM DALAM PERMASALAHAN PERDAGANGAN ANAK DI INDONESIA. Oleh: Andi Rezky Aprilianty Punagi, Ishartono, & Gigin Ginanjar Kamil Basar

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERLINDUNGAN KORBAN KEJAHATAN PERDAGANGAN MANUSIA SEBAGAI WUJUD PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA. Oleh I Gede Suryadi Suatra Putrawan

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG. A. Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang Menurut KUHP

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR: 3 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DI JAWA BARAT

S K R I P S I TINDAKAN POLRI DALAM MENGUNGKAP JARINGAN SINDIKAT PERDAGANGAN PEREMPUAN

BAB I PENDAHULUAN. resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 7 TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan jumlah penduduk dunia meningkat sangat pesat, ditandai dengan

PENGARUSUTAMAAN HAM DALAM PELAYANAN PUBLIK DI POLRES METRO JAKARTA UTARA

Journal of International Relations, Volume 2, Nomor 1, Tahun 2016, hal Online di

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Disparitas pidana tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir seluruh Negara di

II. URAIAN PROYEK Para Pihak sepakat bahwa perdagang,an manusia adalah satu problem yang berat di

BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

PERDAGANGAN ORANG (TRAFFICKING) TERUTAMA PEREMPUAN & ANAK DI KALIMANTAN BARAT

DAERAH TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERDAGANGAN ORANG TERUTAMA PEREMPUAN DAN ANAK. BAB I KETENTUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. telinga masyarakat Indonesia. Human trafficking adalah salah satu kejahatan

PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR BERSIH BERBASIS MASYARAKAT

Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dan Kepolisian Nasional Philipina (PNP), selanjutnya disebut sebagal "Para Pihak";

PROJECT PROPOSAL DESIGN NOT FOR SALE (2) LEMBAGA PEDULI HUMAN TRAFFICKING. Dosen Pengampu: Joko Purnomo, S.IP,M.A

Para Kepala Kepolisian, Ketua Delegasi, Para Kepala National Central Bureau (NCB),

Transkripsi:

Journal of International Relations, Volume 1, Nomor 3, Tahun 2015, hal. 18-24 Online di http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jihi IMPLEMENTASI COUNTER-TRAFFICKING INTERNATIONAL ORGANIZATION FOR MIGRATION (IOM) DALAM MENANGGULANGI PERDAGANGAN MANUSIA DI INDONESIA TAHUN 2007-2013 Adiningrum Puspahapsari Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro Jalan Prof. H. Soedarto, SH, Tembalang, Semarang, Kotak Pos 1269 Website: http://www.fisip.undip.ac.id Email: fisip@undip.ac.id Abstract In human trafficking, Indonesia as a country not only act as a source, but also a transit and a destination. The number of human trafficking cases have been increasing since Indian Ocean tsunami occured. According to Trafficking in Persons (TIP), Indonesia s position is at Tier 2, meaning that Indonesia governement has not met the minimum standards of Trafficking Victims Protection Act (TVPA), but still showing some efforts to meet the standards. To combat human trafficking, Indonesia has cooperated with IOM through one of its law enforcement body, Indonesian National Police (INP). This research aims to analyze the cause of the increasing number of human trafficking cases although several IOM s countertrafficking efforts have been placed throughout 2007-2013 period. This research employs theory of international cooperation and international organization with neoliberalism paradigm to analyze the data collected through literature studies, documentation, and interview as well. The result shows that the ineffective implementation of IOM s counter-trafficking efforts was not necessarily caused by the abscence of mutual interests, but by the inavailability of quick feedback to deal with the constraints occuring during the cooperation.. Keywords: human trafficking, counter-trafficking, IOM-Indonesia, IOM-Polri 1. Pendahuluan Perdagangan manusia (human trafficking) merupakan salah satu bentuk kejahatan transnasional 1 karena dilakukan dengan melibatkan jaringan kejahatan lintas batas negara. 1 UNTOC menyebutkan bahwa kejahatan transnasional terorganisir adalah kejahatan lintas negara yang dilakukan oleh suatu kelompok yang terstruktur, terdiri atas tiga orang atau lebih, dalam kurun waktu tertentu dan dilakukan secara terorganisir dengan tujuan untuk melakukan satu atau lebih kejahatan serius sebagaimana yang dimaksud di dalam Konvensi dalam rangka memperoleh, secara langsung maupun tak langsung, keuntungan finansial atau material lainnya 18

Di Indonesia, perdagangan manusia mengalami peningkatan setelah terjadinya tsunami yang terjadi di bagian ujung pulau Sumatera, dibandingkan pada tahun 2004, angka perdagangan manusia meningkat pada tahun 2005, dan selanjutnya terjadi peningkatan yang pesat pada tahun 2006. Angka perdagangan manusia 2 yang meningkat pesat terlihat pada tahun 2006, dimana hal tersebut disebabkan karena tindak trafficking dilakukan mengambil waktu beberapa minggu atau bulan setelah bencana tsunami terjadi di bagian ujung pulau Sumatera (Jane A. Morse, 2005). Dalam sistem laporan Trafficking in Persons (TIP), Indonesia berada pada posisi Tier 2. Negara yang berada pada Tier 2 dalam sistem ini merupakan negara yang pemerintahannya belum memenuhi standar minimum Undang-undang Perlindungan Korban Perdagangan Manusia atau Trafficking Victims Protection Act (TVPA) tahun 2000, tetapi masih menunjukkan usaha dan peningkatan untuk memenuhi standar tersebut (U.S. Department of State, 2011). Untuk mengoptimalkan implementasi kebijakan dan peraturan dalam penanganan kasus human trafficking di Indonesia, kerjasama telah dilakukan oleh Indonesia. Selain penanggulangan dan kerjasama yang dilakukan oleh kepolisian, instansi dan lembaga lokal, kerjasama lainnya yang dilakukan oleh Indonesia adalah kerjasama dengan organisasi internasional, salah satunya adalah kerjasama dengan International Organization for Migration atau disingkat IOM 3. Hubungan IOM dengan pemerintah Indonesia dimulai pada tahun 1999 ketika Indonesia resmi menjadi pengamat dalam dewan IOM. Sebuah Perjanjian Kerjasama yang ditandatangani pada tahun 2000 mengakui hubungan antara pemerintah dengan IOM dalam meningkatkan penanganan migrasi. Kerjasama yang dilakukan IOM dengan Indonesia dalam menanggulangi human trafficking yaitu dengan membentuk Counter Trafficking Unit (CTU) oleh IOM (www.iom.or.id). Dalam upaya memerangi perdagangan manusia (counter-trafficking), IOM memiliki beberapa kegiatan untuk pencegahan trafficking, yaitu Awareness raising/mass information, Capacity building and training, Research/Data Collection, dan Law enforcement training (IOM Counter-trafficking Activities). Sejak tahun 2003, IOM Indonesia telah memberi kontribusi pada upaya Indonesia untuk memerangi perdagangan manusia dengan mendukung penciptaan sebuah program penegakan hukum yang menyeluruh dan berkesinambungan. IOM Indonesia mendukung upaya Indonesia untuk menerapkan perundang-undangan anti perdagangan manusia yang diberlakukan pada 2007, dengan berfokus menuntut para pelaku dan melindungi para korban (IOM Annual Report, 2009: 81). Kontribusi dan dukungan dari IOM Indonesia tersebut merupakan bentuk salah satu kegiatan counter-trafficking IOM yaitu Pelatihan dan pengembangan kapasitas (Capacity building and training). 2 Menurut pasal 1 angka 1 UU Nomor 21 Tahun 2007 perdagangan manusia adalah tindakan perekrutan, penampungan, pengangkutan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penculikan, penggunaan kekerasan, penyekapan, penipuan, pemalsuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, memberi bayaran atau penjeratan utang atau manfaat, sehingga dapat memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan antarnegara maupun di dalam negara, demi untuk tujuan mengeksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi 3 IOM merupakan organisasi internasional independen yang berdiri pada tahun 1951 dan berkantor pusat di Jenewa, Swiss.IOM berdedikasi menjunjung tinggi migrasi yang manusiawi dan teratur untuk kepentingan bersama. IOM bergerak dalam menangani migrasi di empat bidang umum, yaitu: (a) Migrasi dan pembangunan (b) Memfasilitasi migrasi (c) Mengatur migrasi (d) Migrasi yang dipaksakan 19

Upaya pengembangan kapasitas IOM Indonesia berfokus pada penyediaan bantuan kepada korban perdagangan manusia dan pada saat yang bersamaan juga berusaha untuk memperkuat kapasitas kelembagaan lembaga-lembaga utama di pemerintahan Indonesia untuk mengimplementasikan bantuan korban yang efektif dan relevan serta kebijakankebijakan di bidang perlindungan (IOM Counter-Trafficking Activities: 4). Meskipun pendekatan intervensi yang IOM lakukan tampak cukup komprehensif, namun ternyata tingkat kasus perdagangan manusia tidak kunjung menurun. Angka kasus perdagangan manusia di Indonesia terus meningkat hingga tahun 2013. Jumlah kasus yang tercatat yang paling tinggi adalah pada tahun 2013, yaitu berjumlah 614, meningkat sebanyak 200 lebih dibandingkan dengan tahun 2012 yang berjumlah 403, dan pada tahun 2011 berjumlah 289. Dari uraian di atas penulis berpendapat bahwa penelitian mengenai Mengapa angka perdagangan manusia pada implementasi strategi dan praktek pelaksanaan pelatihan dan pengembangan kapasitas sebagai salah satu bentuk kegiatan counter-trafficking IOM tidak kunjung menurun di Indonesia? merupakan hal yang penting karena dapat diketahui penyebab belum berhasilnya implementasi counter-trafficking IOM di Indonesia. Untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori kerjasama internasional dan organisasi internasional menurut paradigma neloiberal. Menurut teori kerjasama internasional yang diungkapkan oleh Keohane dan Nye (2001: 4) kerjasama antara negara dengan non-negara, dalam hal ini institusi atau organisasi internasional, mulai bermunculan karena baik negara maupun organisasi sama-sama saling membutuhkan satu sama lain untuk mencapai tujuan dan kepentingan bersama, dan dengan adanya institusi atau organisasi maka dapat mengurangi biaya dan menyediakan informasi dalam kerjasama. Keberhasilan kerjasama menurut Keohane dan Axelrod (1985: 227) menyangkut masalah mutualitas kepentingan, jumlah aktor yang terlibat, serta bayangan masa depan (shadow of the future). Standar keberhasilan kerjasama yang digunakan dalam penelitian ini adalah standar mutualitas kepentingan dan faktor umpan balik atau feedback yang memadai dari standar bayangan masa depan. Uraian di atas memunculkan gagasan bahwa implementasi strategi dan praktek pelaksanaan pelatihan dan pengembangan kapasitas sebagai bentuk kegiatan counter-trafficking IOM dalam penanggulangan perdagangan manusia di Indonesia dikatakan belum berhasil dan mengalami kendala, karena disebabkan tidak adanya mutualitas kepentingan di antara para aktor (IOM dan Polri) dan juga tidak adanya umpan balik atau feedback yang memadai dalam menghadapi perubahan sikap atau tindakan aktor lain atau perubahan situasi. 2. Pembahasan Dalam memerangi perdagangan manusia, IOM dan Polri telah melakukan kerjasama yang dibagi dalam dua bidang yaitu bidang pembinaan dan operasional. Dalam bidang pembinaan kerjasama IOM dengan Polri meliputi peningkatan sumber daya manusia, peningkatan sarana dan prasarana, serta peningkatan sistem dan metode. Sedangkan dalam bidang operasional kerjasama Polri dan IOM meliputi kegiatan preemptive, preventive, dan penegakan hukum (Darmastuti, 2015: 61-76). 2.1 Mutualitas Kepentingan dalam Kerjasama Bidang Pembinaan Kerjasama antara IOM dengan Polri dalam bidang pembinaan dilakukan untuk meningkatkan sumber daya manusia khususnya diberikan kepada anggota Polri melalui pemberian pendidikan dan pelatihan dalam bentuk seminar, workshop, Forum Group Discussion (FGD) yang biasanya dilakukan selama satu atau dua hari. Tujuan dari pemberian pendidikan dan pelatihan ini agar para petugas Polri dapat menangani kasus perdagangan manusia sesuai prosedur yang berlaku. Sepanjang periode 2007 hingga 2013, 20

IOM telah memberikan pendidikan dan pelatihan kepada Polri, dimana pendidikan atau pelatihan yang diberikan oleh IOM tersebut merupakan pendidikan atau pelatihan yang berfokus pada peningkatan SDM Polri dalam bidang HAM atau dalam bidang pemberian layanan dan bantuan kepada korban perdagangan manusia. Kegiatan peningkatan sarana dan prasarana dilakukan untuk mendukung kegiatan penanganan perdagangan manusia dengan cara memperbaharui dan meningkatkan jumlah sarana dan prasarana utama maupun khusus. Sepanjang periode 2007 hingga 2013, kegiatan peningkatan sarana dan prasarana dilakukan dengan mengutamakan kebutuhan dari para korban perdagangan manusia, dimana IOM bekerjasama dengan Polri untuk membangun pusat rehabilitasi dan penampungan untuk para korban. Salah satunya diwujudkan dengan didirikannya Counter-Trafficking Unit (CTU) oleh Indonesia di Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, sebagai tempat atau ruang khusus bagi korban perdagangan manusia untuk menerima bantuan medis dan psikis (IOM Annual Report, 2009: 60). Kemudian kegiatan peningkatan sistem dan metode dilaksanakan dengan melakukan penyusunan pedoman hubungan tata cara kerja dan pedoman pelaksanaan kegiatan bagi anggota di lapangan dalam rangka menanggulangi perdagangan manusia. Selain kegiatan penyusunan pedoman hubungan tata cara kerja, kerjasama IOM dan Polri dalam peningkatan sistem dan metode sepanjang tahun 2007-2013 diwujudkan dengan diberikannya buku-buku panduan dan pedoman penanggulangan perdagangan manusia bagi anggota di lapangan oleh IOM. Buku-buku panduan dan pedoman tersebut berlandaskan kebijakan yang dimiliki oleh badan IOM (IOM Indonesia, 2014: 2). Jika dilihat dari kerjasama bidang pembinaan, kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan oleh IOM dan Polri memberikan keuntungan untuk pihak IOM. Dari kerjasama tersebut IOM dapat memberikan pendidikan dan pelatihan yang berasaskan HAM, pembangunan dan perbaikan fasilitas untuk para korban, dan juga pedoman yang berdasarkan kebijakan organisasinya yang berasaskan pada kemanusiaan dan HAM. Hal tersebut menunjukkan bahwa IOM dapat melaksanakan fokusnya dalam bidang kemanusiaan. Selain itu Polri sendiri juga memperoleh pengetahuan dan informasi untuk melakukan penanganan terhadap tindak perdagangan manusia dari kegiatan-kegiatan tersebut. Dengan kata lain, baik pihak IOM maupun pihak Polri sama-sama mendapatkan manfaat dan keuntungan dari kerjasama bidang pembinaan ini, masing-masing pihak pun tidak melakukan kecurangan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih dalam kerjasama ini. 2.2 Mutualitas Kepentingan dalam Kerjasama Bidang Operasional Dalam bidang operasional, kerjasama dalam kegiatan preemptive dilakukan dengan meliputi sosialisasi dan penyuluhan hukum. Melalui sosialisasi tersebut, Polri dan IOM secara langsung memberikan informasi dan pengetahuan tentang kejahatan perdagangan manusia untuk masyarakat umum. Dengan bertambahnya pemahaman masyarakat Indonesia terkait dengan kejahatan perdagangan manusia, tentu dapat berpengaruh terhadap angka korban perdagangan manusia di Indonesia. Sedangkan untuk penyuluhan hukum, kegiatan tersebut diberikan kepada para praktisi hukum di Indonesia (polisi, jaksa, dan hakim). Penyuluhan hukum diberikan karena melihat dari fakta yang ada bahwa tingkat penghukuman pelaku perdagangan manusia yang masih rendah di Indonesia. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan akses keadilan bagi para korban perdagangan manusia. Sepanjang periode 2007-2013 IOM dan Polri telah melakukan sosialisasi, baik untuk anggota Polri itu sendiri maupun untuk masyarakat. Sosialisasi yang dilakukan sebagian memiliki materi yang difokuskan pada tema mengenai HAM. Kegiatan lainnya yang dilakukan dalam bidang operasional adalah kegiatan preventive yang meliputi kegiatan pengamanan, penjagaan, patroli, serta pengawalan. 21

Kegiatan preventive ini mayoritas dilakukan oleh jajaran Badan Pemeliharaan Keamanan (Baharkam) Polri. Bantuan IOM dalam kegiatan preventive ini diwujudkan hanya melalui pengawalan pada saat memberikan bantuan penjemputan dan mereintegrasi para korban kedaerah asal. Daerah perbatasan dan perairan Indonesia merupakan daerah yang menjadi gerbang masuk dan keluar bagi pelaku dan korban perdagangan manusia. Hal tersebut juga disebabkan oleh posisi Indonesia yang menjadi negara transit bagi praktek perdagangan manusia sehingga pengamanan dan penjagaan perlu untuk dilakukan. Kegiatan pengamanan dan penjagaan merupakan tugas dari Badan Pemelihara Keamanan (Baharkam) Polri. Umumnya kegiatan pengamanan dan penjagaan ini dilakukan di daerahdaerah perbatasan atau perairan Indonesia dalam bentuk patroli (Darmastuti, 2015: 75). Sepanjang periode 2007 hingga 2013, kegiatan patroli telah dilakukan oleh Polri baik di wilayah perairan maupun darat. Untuk kegiatan pengawalan, IOM memberikan bantuan dengan me-reintegrasi para korban ke daerah asal. Pada tahap reintegrasi, sebelumnya IOM telah memberikan bekal keterampilan dan kewirausahaan sebagai bekal hidup berupa bantuan pendidikan, keterampilan kerja, perawatan medis dan psikologis lanjutan, penampungan dan usaha kecil bagi korban perdagangan manusia. Sepanjang periode 2007 hingga 2013 IOM telah memberikan beberapa bantuan kepada para korban perdagangan manusia. Dalam bidang preventive juga dilakukan kegiatan penegakan hukum yang meliputi kegiatan penyelidikan dan penyidikan yang sepenuhnya dilakukan oleh Baharkam Polri. Dalam hal ini, IOM membantu proses penyelidikan Polri dengan memberikan penampungan dan pengobatan bagi korban perdagangan manusia sehingga Polri dapat mendapatkan Informasi atau keterangan dari para korban. Sepanjang periode 2007 hingga 2013, Polri melakukan kegiatan-kegiatan penyidikan dan penyelidikan terhadap kasus perdagangan manusia. Dari penjelasan tersebut terlihat bahwa respon yang diberikan oleh IOM dan Polri dalam penanganan perdagangan manusia ternyata masing-masing berbeda, terutama pada bidang preventive. IOM cenderung lebih memberi respon apabila ada korban yang membutuhkan bantuan dalam suatu kasus kejahatan perdagangan manusia dan bertindak dengan memberikan bantuan kepada korban dari tindak kejahatan tersebut, sedangkan Polri lebih memberi respon terhadap adanya laporan kasus perdagangan manusia dan bertindak dengan melakukan penyidikan dan penyelidikan pelaku. Respon yang berbeda tersebut disebabkan karena adanya kepentingan tersendiri yang dimiliki masing-masing pihak. IOM memiliki kepentingan untuk mempromosikan migrasi yang tertib dan manusiawi, dimana pengelolaan migrasi dilakukan dengan menjunjung tinggi rasa kemanusiaan serta menghormati hak asasi manusia. Sedangkan Polri memiliki fokus yang cenderung mengutamakan bidang keamanan, karena adanya Peraturan Presiden no. 5 Tahun 2010 yang mengharuskan delapan lembaga pemerintahan termasuk Polri, untuk meningkatkan kapasitas lembaga-lembaga tersebut dalam bidang pertahanan dan keamanan (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2012: 1). Namun meskipun respon yang diberikan masing-masing berbeda, IOM dan Polri sama-sama memperoleh keuntungan dari kerjasama mereka. IOM dapat memenuhi kepentingannya demi mencapai ketertiban migrasi dan mempromosikan rasa kemanusiaan dan hak asasi manusia dengan memberikan bantuan-bantuan kepada para migran, termasuk korban perdagangan dan penyelundupan manusia. Sedangkan Polri memperoleh keuntungan yaitu Polri dapat melakukan tugasnya sesuai dengan Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 demi mencapai kepentingan Indonesia yaitu untuk menegakkan kedaulatan negara Indonesia dengan meningkatkan sistem pertahanan dan pengamanan agar dapat memperoleh kepercayaan dari negara-negara lain, dan juga Indonesia dapat melakukan kerjasama dan mempertahankan hubungannnya dengan negara-negara lain. Selain itu, 22

meskipun respon yang diberikan masing-masing pihak berbeda, pemberian akomodasi dapat diatur dengan cukup baik. 2.3 Ketiadaan Umpan Balik yang Memadai dalam Mengatasi Kendala dalam Kerjasama antara IOM dengan Polri Belum berhasilnya implementasi counter-trafficking IOM disebabkan oleh adanya kendala-kendala yang terjadi dalam praktek pelaksanaan kerjasama antara IOM dan Polri. Kendala-kendala tersebut terjadi karena IOM dan Polri belum memberikan umpan balik atau feedback yang memadai dalam menghadapi kendala tersebut. Kendala yang pertama adalah masih kurangnya sistem koordinasi antara IOM dengan Polri yang terlihat dari adanya perbedaan dalam pendataan kasus. Jumlah kasus yang didata oleh Polri dan didata oleh IOM sepanjang tahun 2007-2013 menunjukkan angka yang jauh berbeda (Darmastuti, 2015: 92). Polri seharusnya dapat memberi umpan balik dengan bertindak tegas untuk meminta hasil temuan terkait pendataan kasus perdagangan manusia kepada pihak IOM, sehingga kedua pihak dapat melakukan koordinasi untuk mempersiapkan strategi yang lebih baik dalam melakukan kegiatan penanganan perdagangan manusia berikutnya. Kendala kedua muncul dari dalam badan Polri yang sering melakukan mutasi (www.cnnindonesia.com), dan kendala yang ketiga adalah terbatasnya waktu pemberian sosialisasi dan pelatihan oleh IOM kepada Polri (Darmastuti, 2015: 92). Keadaan tersebut seharusnya dapat diantisipasi oleh IOM, dimana IOM yang sudah mengetahui sikap pihak Polri yang sering melakukan mutasi tersebut seharusnya dapat memberi umpan balik, yaitu dengan memperpanjang pemberian waktu pelatihan dan sosialisasi, dan dilakukan secara rutin. Kendala yang keempat adalah tidak adanya payung hukum di negara tempat para korban perdagangan manusia dikirimkan. Polri dan IOM tidak terlihat memberikan umpan balik terhadap permasalahan ketiadaan payung hukum tersebut. Selain itu situasi dimana para user para korban (TKI illegal) merupakan orang-orang yang memiliki jabatan tinggi dan merupakan orang yang penting juga menyebabkan Polri dan IOM tidak dapat memberikan umpan balik karena adanya keterlibatan pejabat dan pihak penting dalam sindikat perdagangan manusia yang dapat menutup-nutupi dan memanipulasi kasus-kasus yang mereka dalangi. 3. Kesimpulan Dalam kerjasama yang telah dilakukan oleh IOM dan Polri, meskipun respon dan fokus kedua pihak berbeda, namun kedua pihak sama-sama saling memberi keuntungan satu sama lain, dan juga tidak terlihat adanya kecurangan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih serta pengaturan akomodasi dilakukan dengan cukup baik. Kedua pihak terlihat sama-sama berusaha untuk mewujudkan tujuan mereka, yaitu untuk mengembangkan kapasitas Kepolisian Indonesia agar dapat melakukan penanganan terhadap isu HAM, yang di dalamnya menyangkut isu perdagangan manusia, secara lebih baik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam kerjasama antara IOM dan Indonesia terdapat adanya mutualitas kepentingan. Penyebab dari belum berhasilnya kerjasama IOM dan Polri sebagai bentuk implementasi counter-trafficking IOM bukanlah disebabkan oleh ketiadaan mutualitas kepentingan di antara kedua pihak, namun disebabkan oleh hal lain. Penyebab lain tersebut adalah adanya kendala-kendala yang terjadi karena IOM dan Polri belum memberikan umpan balik atau feedback yang memadai dalam menghadapi kendala tersebut. Karena ketiadaan umpan balik yang memadai tersebut, maka kerjasama tidak dapat berjalan dengan baik, sehingga angka kasus perdagangan manusia tetap naik tiap 23

tahunnya walaupun kerjasama sebagai bentuk counter-trafficking IOM tersebut sudah dilaksanakan. Daftar Pustaka Checkel, Jeffrey. (1999). Norms, Institutions and National Identity in Contemporary Europe dalam International Studies Quarterly, Vol 43 No 1, hal 83-114. Divhubinter Polri. (2011). Laporan Workshop Perbatasan 25 Mei 2011 di Bogor. Laporan. Divhubinter Polri. Düvell, Franck. (2006). Questioning Conventional Migration Concepts:The Case of Transit Migration. Paper. Dipresentasikan pada Workshop Gaps and Blindspots of Migration Research, Central European Universit, Budapest. Newsletter IOM Indonesia Januari 2014. Combating People Smuggling in 2013. Newsletter IOM Indonesia Oktober 2014. Penguatan Kapasitas bagi Penegak Hukum di Indonesia. Rosyidin, Mohamad. (2015). The Power of Ideas:Konstruktivisme dalam Studi Hubungan Internasional.Yogyakarta:Tiara Wacana Sikkink, Kathryn dan Martha Finnemore. (1998). International Organization dalam International Norm Dynamics and Political Change (hal 888-917). Cambridge University. 24