DEPRESIASI DAN AMORTISASI FISKAL

dokumen-dokumen yang mirip
Pengeluaran yang Tidak Boleh Dibebankan Sekaligus Pasal 9 Ayat (2) UU PPh

PENYUSUTAN dan AMORTISASI

PENYUSUTAN DAN AMORTISASI. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

Oleh Iwan Sidharta, MM.

MAKALAH PENGATAR PAJAK. Diajukan Untuk Mmenuhi Tugas Pengantar Pajak

AKUNTANSI PERPAJAKAN. Akuntansi Pajak atas Aktiva Tidak Berwujud

BAB II LANDASAN TEORI. Akuntansi yang mengatur tentang aset tetap. Aset tetap adalah aset berwujud yang

METODE & TARIF AMORTISASI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Agar tujuan perusahaan dapat tercapai, maka semua faktor-faktor

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN. perusahaan perlu mendapat perhatian khusus dalam penetapan kebijakan baik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI BERDASARKAN SAK ETAP DAN SAK IFRS ATAS PEROLEHAN ASET TETAP DAN KAITANNYA DENGAN ASPEK PERPAJAKAN.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

AKUNTANSI PERPAJAKAN. Akuntansi Pajak atas Aktiva Berwujud

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan dalam melakukan kegunaan operasionalnya tidak akan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi perkembangan usaha yang semakin maju, sebuah

PENILAIAN HARTA PENILAIAN HARTA MENURUT KETENTUAN PAJAK TRANSAKSI YANG BERKAITAN DENGAN PENILAIAN HARTA

PERTEMUAN 5 PPh WAJIB PAJAK BADAN (4)

BAB III PEMBAHASAN 3.1. Pengertian Aktiva Tetap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

AKUNTANSI KOMERSIAL VS AKUNTANSI PAJAK

BAB IV PEMBAHASAN. Pada bab ini penulis akan membahas penerapan perencanaan pajak terhadap

PENYUSUTAN. pajak (tax deductions) yang disebabkan karena adanya pengeluaran kas, baik untuk. menimbulkan masalah dalam penentuan pajak penghasilan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. metode-metode penyusutan antara lain: Metode garis lurus (straight line method),

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. administratif dan diharapkan akan digunakan lebih dari satu

PENILAIAN HARTA, PENILAIAN HARTA MENURUT KETENTUAN PAJAK, DAN TRANSAKSI YANG BERKAITAN DENGAN PENILAIAN HARTA.

Pengertian aset tetap (fixed asset) menurut Reeve (2012:2) adalah :

BAB II LANDASAN TEORI

By Afifudin PSP FE Unisma 2

PENYUSUTAN DAN AMORTISASI KELOMPOK 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB ASET TETAP. relatif memiliki sifat permanen seperti peralatan, mesin, gedung, dan tanah. Nama lain

BAB II LANDASAN TEORITIS

AKUNTANSI KOMERSIAL VS AKUNTANSI PAJAK

AKTIVA TETAP BERWUJUD (TANGIBLE ASSETS) DAN AKTIVA TETAP TAK BERWUJUD (INTANGIBLE ASSETS)

SPT TAHUNAN PPH BADAN TERKAIT PENYAMPAIAN SURAT PERNYATAAN HARTA (SPH) UNTUK PENGAMPUNAN PAJAK

BAB 5 Aktiva Tetap Berwujud (Tangible - Assets)

AKTIVA TETAP (FIXED ASSET)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

Aspek Perpajakan atas Aktiva Tetap

AKTIVA TETAP DAN IA. KLASIFIKASI AKTIVA TETAP BERWUJUD AKTIVA YANG DAPAT DISUSUTKAN. Contoh: Bangunan, mesin dan peralatan yang lain.

BAB I PENDAHULUAN. semakin kompleksnya pengelolaan badan usaha atau perusahaan, hal ini. menuntut adanya kemampuan untuk mengalokasikan sumber daya

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB VII PENYUSUTAN A. PENGERTIAN

Salah satu bentuk investasi tersebut adalah aktiva tetap yang digunakan dalam kegiatan normal usaha yaitu aktiva yang menpunyai umur ekonomis lebih da

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Carl (2015:3), Akuntansi (accounting) dapat diartikan sebagai

BAB II LANDASAN TEORI. adalah bahasa bisnis(business language). Akuntansi menghasilkan informasi yang

PENERAPAN PSAK 16 (REVISI 2007) TENTANG ASET TETAP DAN DAMPAKNYA TERHADAP PERPAJAKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana menurut Grady (2000 : 12) transaksi atau kejadian dalam suatu cara tertentu dan dalam ukuran uang yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) MATA KULIAH: AKUNTANSI PERPAJAKAN (EKA 403)

BAB II LANDASAN TEORI. equipment, machinery, building, and land.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Implementasi PSAK 16 Tentang Aset Tetap pada PT. SBP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

CONTOH PENERAPAN DAN PENGHITUNGAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Aktiva Tetap Tanaman Menghasilkan. menghasilkan, ada beberapa defenisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli.

AKTIVA TETAP. Prinsip Akuntansi => Aktiva Tetap harus dicatat sesuai dengan Harga Perolehannya.

Tujuan Akuntansi Pajak a. Dasar menghitung PKP b. Menghitung harga perolehan c. Menghitung penyerahan barang kena pajak d. Menghitung besarnya pajak y

ANALISIS PERBANDINGAN LABA KOMERSIAL DAN LABA FISKAL PADA PT. SURYA CITRA MEDIA (Studi Kasus pada Perusahaan yang Terdaftar di BEI)

Jika seorang keturunan Adam meninggal maka putuslah segala amalannya, kecuali 3 hal, yaitu:

Penerapan Metode Penyusutan Aktiva Tetap Berwujud Ditinjau Dari Sudut Pandang Akuntansi dan Perpajakan Pada PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jangka panjang, artinya perusahaan harus terus mempertahankan kelangsungan operasinya melalui

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

Bab 10 PERUSAHAAN MODAL ASING (PMA) YANG MENGGUNAKAN BAHASA ASING DAN MATA UANG SELAIN RUPIAH

BAB II LANDASAN TEORITIS. 1. Pengertian Dan Latar Belakang Konvergensi. usaha harmonisasi) standar akuntansi dan pilihan metode, teknik

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan informasi keuangan yang relevan

Perlakuan Akuntansi Penyusutan Aktiva Tetap dan Pengaruhnya Terhadap Kewajiban Pajak pada PT Synergy Indonesia

ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET TETAP PADA CV. KRUWING INDAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA

BAB III SISTEM AKUNTANSI PENYUSUTAN ASET TETAP BERWUJUD PADA PT HERFINTA FRAM AND PLANTATION

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian akuntansi Menurut Accounting Principle Board (ABP) Statement

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Soemarso S.R

BAB II LANDASAN TEORI. diterima atau diperoleh selama satu tahun pajak. Jenderal Pajak, dan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak.

BAB II LANDASAN TEORI. diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang dimaksud dengan tahun

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2

bambang kesit, 2010 halaman 1 dari 10 perpajakan, prodi akuntansi-feuii MODUL : TEKNIK REKONSILIASI FISKAL UNTUK MENGHITUNG PPh Badan

BAB II LANDASAN TEORI

LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL DAN FISKAL. Amanita Novi Yushita

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 2 LANDASAN TEORITIS. Aset tetap termasuk bagian yang sangat signifikan dalam perusahaan. Jika

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. macam peralatan, atau alat-alat yang digunakan untuk mendukung kegiatan operasional.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan. Umum dann Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan

Transkripsi:

Jurnal Cakrawala Akuntansi ISSN 1979-4851 Vol. 6 No. 2, September 2014, hal. 194-200 http://jca.unja.ac.id DEPRESIASI DAN AMORTISASI FISKAL Wiwik Tiswiyanti 1) 1) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jambi wiekmuis@yahoo.com Abstrak: Tujuan penyusutan dan amortisasi aktiva tetap menurut UU PPh (fiskal) untuk mengalokasikan nilai perolehan ke masa manfaat aktiva tetap dan harta tak berwujud untuk dapat dibebankan sebagai biaya dalam menghitung laba neto. Berdasar Pasal 6 ayat (1) Undang Undang nomor 7 tahun 1983 dst terakhir Undang Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) dinyatakan bahwa pembebanan biaya atas perolehan harta berwujud dan tidak berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun harus dilakukan melalui penyusutan atau amortisasi. Kata Kunci: Depresiasi, Amortisasi Dalam menghitung pajak penghasilan salah satu faktor penentu besarnya pajak penghasilan adalah biaya salah penyusutan dan amortisasi atas pengeluaran untuk perolehan harta berwujud (tangible assets) dan harta tak berwujud (intangible assets). Besarnya biaya penyusutan ini sangat tergantung pada metode penyusutan yang digunakan. Menurut IAI dalam PSAK No. 16 penyusutan adalah alokasi sistmatais jumlah yang dapat disusutkan dari satu aset selama umur manfaatnya. Jumlah yang dapat disusutkan adalah jumlah yang tercatatnya (baik mengikuti model biaya maupun model revaluasi) dikurangi dengan nilai residu aset yang bersangkutan (Agoes dan Trisnawati, 2010) UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 11 ayat 1 UU PPh menyatakan bahwa penyusutan harus dilakukan atas pengeluaran untuk membeli, menagih dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat selama lebih dari satu (1) tahun (Tjahyono dan Husain, 2009) Di dalam Undang-undang tersebut (UU No. 36 Tahun 2008) penyusutan atau depresiasi merupakan konsep alokasi harga perolehan harta tetap berwujud dan amortisasi merupakan konsep alokasi harga perolehan harta tetap tidak berwujud dan harga perolehan harta sumber alam. Penyusutan dan amortisasi harus dilakukan menurut ketentuan fiskal karena tidak semua ketentuan dalam undang undang perpajakan dapat menerima ketentuan yang ditetapkan dalam prinsip Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Penyusutan dan amortisasi yang harus dilakukan menurut ketentuan fiskal yaitu ; sejak mulai depresiasi/amortisasi; sesuai umur ekonomis dan metode penyusutan yang digunakan; penyusutan untuk aktiva berwujud berupa bangunan hanya diizinkan menggunakan garis lurus dan penyusutan aktiva berwujud selain bangunan dapat menggunakan metode garis lurus dan saldo menurun (Purwono, 2010). Untuk penyusutan dan amortisasi ketentuan fiskal diatur dalam peraturan-peraturan UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 11 dan pasal 11A UU PPh; Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 96/PMK.03/2009; dan PMK Nomor 194

Jurnal Cakrawala Akuntansi Vol. 6 No. 2 September 2014, hal. 44-50 195 249/PMK.03/2008 yang dirubah dengan PMK Nomor 126/PMK.03/2012. PEMBAHASAN Penyusutan Penyusutan adalah alokasi jumlah suatu aktiva yang dapat disusutkan sepanjang masa yang diestimasi. Penyusutan perlu dilakukan karena manfaat yang diberikan dan nilai dari aktiva tersebut semakin berkurang. Sesuai ketentuan fiskal Pasal 9 ayat (2) UU PPh, pengeluaran atau biaya usaha yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak boleh dibebankan sekaligus. Pengeluaran atau biaya tersebut harus dibebankan melalui penyusutan /amortisasi yang ketentuannya diatur dalam Pasal 11 dan Pasal 11A UU PPh. Ketentuan diatas juga tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK No. 96/PMK.03/2009) PMK ini berlaku umum untuk seluruh Wajib Pajak, kecuali bagi Wajib Pajak yang disebutkan dalam PMK Nomor 126/PMK.011/2012 tentang perubahan PMK nomor 249/PMK.03/2008 tentang penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud yang dimiliki dan digunakan dalam bidang usaha tertentu. Dan jika aktiva tetap tersebut tidak tercantum maka aktiva tersebut dianggap masuk Kelompok 3 (PMK Nomor 96/PMK.03/2009). Dasar penyusutan untuk fiskal sama dengan dasar penyusutan akuntansi komersial. Didalam SAK dasar penyusutan komersial adalah harga perolehan aktiva tetap ditambah dengan beban yang dapat dikapitalisasi pada harga perolehan. UU No 36 tahun 2008 untuk fiskal dasar penyusutan adalah harga perolehan yakni pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan atau perubahan harta berwujud kecuali tanah yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun. Dasar penentuan harga perolehan (Tjahyono dan Husain, 2009) adalah jumlah sesungguhnya yang dikeluarkan atau diterima, sedangkan bila terjadi hubungan istimewa, maka untuk menentukan harga perolehan adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima. Menurut pasal 18 ayat 4 UU No. 36 Tahun 2008, untuk harga perolehan, jika harta berasal dari transaksi jual beli yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa, maka harga perolehan adalah harga yang sesungguhnya dikeluarkan sampai dengan harta berwujud tersebut siap digunakan. Jika terdapat hubungan istimewa antara pembeli dengan penjual, maka harga perolehan adalah jumlah yang seharusnya dibayar/dikeluarkan. Contoh: bila tidak ada hubungan istimewa. PT Spingte membeli aktiva tetap berupa mesin dari PT Bermani. Mesin diperkirakan mempunyai masa manfaar 4 tahun dengan harga faktur Rp. 50.000.000 potongan tunai 2% biaya lain lain sampai mesin siap digunakan sebesar Rp. 5.000.000. Jika pembeli menerima potongan tunai, maka harga beli yang diakui sebagai harga perolehan adalah harga faktur dikurangi potongan tunai yang diterima. Dari contoh diatas, maka harga perolehan mesin yang diakui adalah sebesar: Rp. 50.000.000 - (2% * Rp. 50.000.000) + Rp. 5.000.000 = Rp 54.000.000 Jika antara PT Spingte dan PT Bermani mempuyai hubungan istimewa dan harga yang

196 Tiswiyanti, Depresiasi dan Amortisasi Fiskal... dibayar oleh PT Spingte sebesar Rp. 50.000.000, maka harga perolehan yang diakui adalah sebesar jumlah yang dibayar/dikeluarkan. Aktiva tetap yang diperoleh melalui pertukaran dengan aktiva sejenis (pasal 10 ayat 2 UU No. 36 tahun 2008), maka harga perolehan yang diakui adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar. Contoh: PT Spingte menukar mesin cetak dengan mesin cetak PT Bermani, nilai buku dan harga pasar kedua mesin yaitu Mesin PT Spingte nilai sisa buku Rp. 20.000.000 harga pasar Rp 30.000.000. untuk mesin cetak PT Bermani nilai sisa buku Rp. 15.000.000, harga pasar Rp 25.000.000. Kedua belah pihak baik PT Spingte maupun PT Bermani saat transaksi tidak terjadi realisasi pembayaran. Dari contoh soal, harga pasar mesin PT Bermani sebesar Rp. 25.000.000, dengan demikian PT Spingte harus mengakui harga perolehan aktiva yang diterima dari PT Bermani sebesar Rp. 25.000.000. Selisih antara harga pasar dengan nilai buku mesin yang ditukarkan diakui sebagai keuntungan yang terutang pajak yaitu sebesar Rp.5.000.000 yang diperoleh dari selisih antara harga pasar barang yang dterima dengan nilai buku harta yang ditukarkan, (25.000.000 Rp. 20.000.000). Sedang bagi PT Bermani mengakui keuntungan sebesar Rp. 15.000.000 (Rp. 30.000.000 Rp. 15.000.000) Harga perolehan jika berasal dari hibah, bantuan, sumbangan yang memenuhi syarat warisan dan bantuan yang memenuhi syarat pasal 4 ayat 3 huruf a maka harga perolehan adalah nilai sisa buku harta dari pihak yang melakukan penyerahan. Jika wajib pajak tidak menyelenggarakan pembukuan sehingga nilai buku tidak diketahui maka nilai perolehan ditetapkan oleh dirjen pajak. Jika tidak memenuhi syarat pasal 4 ayat 3 huruf a dan b harga perolehan adalah sebesar harga pasar. Jika dipengaruhi adanya hubungan istimewa maka harga perolehan harta hibah bagi penerima harta hibah adalah sebesar harga pasar dan jika tidak ada hubungan istimewa maka harga perolehan harta hibah bagi penerima adalah nilai buku harta dari pihak yang mengalihkan, jika pihak yang menyerahkan tidak menyelenggarakan pembukuan maka ditetapkan dengan peraturan dirjen pajak. Harta tetap yang berasal dari pengalihan dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan dan pengambilalihan usaha. Untuk nilai perolehan bila tidak ada hubungan istimewa, maka besarnya harga perolehan yang harus diakui adalah sebesar jumlah yang seharusnya dikeluarkan berdasrkan harga pasar atau nilai lain yang ditetapkan oleh Menkeu untuk mendapatkan harta. Jika ada hubungan istimewa maka besarnya harga perolehan yang harus diakui adalah sebesar jumlah yang harus dikeluarkan berdasarkan harga pasar. Jika harta berwujud dibangun sendiri oleh wajib pajak yang bersangkutan maka besarnya harga perolehan yang harus diakui adalah sebesar jumlah pengeluaran yang berhubungan langsung dengan pembangunan gedung sampai bangunan siap dipakai. Penyusutan menurut akuntansi komersial dapat dilakukan dengan berbagai metode, yaitu: (1) Berdasarkan kriteria waktu : (a) Metode garis lurus (b)metode pembebanan angka menurun (2) Berdasarkan kriteria penggunan (a) Metode jam jasa (b) Metode jumlah unit produksi (3)

Jurnal Cakrawala Akuntansi Vol. 6 No. 2 September 2014, hal. 44-50 197 Berdasarkan kriteria lainnya (a) Metode berdasarkan jenis dan kelompok (b) Metode anuitas. Menurut undang undang perpajakan (pasal 11 UU PPh) metode penyusutan : (1) Metode garis lurus (straight line method), atau metode saldo menurun (declining balance method) untuk Aset Tetap Berwujud Bukan Bangunan (2) Metode garis lurus untuk Aset Tetap Berwujud Berupa Bangunan. Penggunaaan metode penyusutan Aset Tetap Berwujud diisyaratkan taat asas (konsisten). Penurunan kelompok dan tarif penyusutan Harta Berwujud didasarkan pada pasal 11 UU PPh sebagai berikut (Waluyo, 2012): Tabel 1 Tarif Penyusunan Harta Berwujud berdasarkan UU PPh Kelompok Harta Masa Tarif Tarif Berwujud Manfaat metode metode garis saldo lurus menurun I. Bukan Bangunan Kelompok 1 4 tahun 25% 50% Kelompok 2 8 tahun 12,50% 25% Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,50% Kelompok 4 20 tahun 5% 10% II. Bangunan Permanen 20 tahun 5% - Tidak Permanen 10 tahun 10% - Sumber: Waluyo, 2012 Contoh Penghitungan Penyusutan Fiskal: 1. Diketahui Harga perolehan gedung Rp. 200.000.000 masa manfaat 20 tahun. Perusahaan menggunakan metode garis lurus. Dari soal tersebut bila perusahaan menggunakan metode garis lurus maka penyusutan setiap tahun menurut fiskal adalah (Rp. 200.000.000/20) = Rp10.000.000 X 5% = Rp. 500.000 per tahun 2. Diketahui PT Spingte bulan Juli 2011 membeli sebuah alat pertanian yang mempunyai masa manfaat 4 tahun seharga Rp. 50.000.000. maka Penghitungan penyusutan fiskal atas harta tersebut adalah sebagai berikut bila menggunakan: Metode Garis Lurus Penyusutan tahun 2011: 6/12 x 25% x Rp. 50.000.000 = Rp. 6.250.000 Penyusutan tahun 2012: 25% x Rp. 50.000.000 = Rp. 12.500.000 Penyusutan tahun 2013 25% x Rp.50.000.000 = Rp. 12.500.000 Penyusutan tahun 2014: 50% x Rp.50.000.000 = Rp.12.500.000 Saldo Menurun Penyusutan tahun 2011: 6/12 x 50% x Rp. 50.000.000 = Rp. 12.500.000 Penyusutan tahun 2012: 50% x (Rp. 50.000.000 Rp. 12.500.000) = 50% x Rp.37.500.000 = Rp. 18.750.000 Penyusutan tahun 2013: 50% x (Rp. 37.500.000 Rp.18.750.000) = 50% x Rp. 18.750.000 = Rp. 9.375.000 Penyusutan tahun 2014: Karena untuk tahun 2014 merupakan akhir masa manfaat, maka pada tahun 2014 seluruh sisa nilai buku disusutkan sekaligus sehingga penyusutan tahun 2014 adalah: (Rp. 18.750.000 Rp. 9.375.000) = Rp9.375.000 Selain ketentuan diatas terdapat ketentuan aktiva berwujud yang tidak dapat disusutkan (Purwono, 2010) yaitu (1) tanah denga status hak milik; (2) tanah dengan status HGU, HGB, Hak pakai untuk perolehan pertama kali (untuk perolehak hak

198 Tiswiyanti, Depresiasi dan Amortisasi Fiskal... kedua dst dapat disusutkan); (3) rumah dinas perusahaan yang ditempati karyawan sebagai pemberiabn kenikmatan,bukan daerah terpencil; (4) kendaraan perusahaan yang dikuasai dan dibawa pulang pegawai dengan ketentuan: a) samapi dengan 17 April 2002 tidak disusutkan; b) setelah 18 April 2002 disusutkan hanya 50% dari harga perolehannya) yang dimiliki sampai dengan 17 April 2002 per 1 Mei 2002 disusutkan hanya 50% dari nilai sisa buku fikal. AMORTISASI Amortisasi adalah istilah penyusutan yang digunakan untuk harta tak berwujud, baik Undang Undang Pajak Penghasilan maupun Sandar Akuntansi Keuangan mempunyai pengertian yang sama tentang amortisasi. Pengertian asset tak berwujud adalah asset tak lancar (non-current asset) dan tak berbentuk yang memberikan hak keekonomian dan hukum kepada pemiliknya dan dalam laporan keuangan tidak dicakup secara terpisah dalam klasifikasi asset yang lain (PSAK no 19) seperti hak paten, Good Will, hak merk. Harta tak berwujud didalam undang-undang PPh golongkan menjadi beberapa kelompok harta tak berwujud dengan masa manfaat yang berbeda antara lain masa manfaat 4 tahun, 8 tahun, 16 tahun dan 20 tahun. Metode amortisasi yang dipergunakan adalah metode garis lurus (straight line method) dan metode saldo menurun (declining balance method). Wajib pajak diperkenankan untuk memilih salah satu metode untuk melakukan amortisasi. Untuk lebih jelas dapat dilihat ada tabel berikut (Purwono, 2012). Tabel 2 Tarif Amortisasi Harta Tak Berwujud Tarif Tarif Amortsasi Amortisasi Masa berdasarkan Kelompok berdasarkan Manfaat metode saldo Harta Tak metode menurun Berwujud garis lurus Kelompok 1 4 tahun 25% 50% Kelompok 2 8 tahun 12,50% 25% Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,50% Kelompok 4 20 tahun 5% 10% Sumber: Purwono, 2012 Dalam penerapannya metode yang digunakan dipilih berdasarkan masa manfaat yang sebenarnya. Jika masa manfaat asset tetap tak berwujud tidak tercantum pada kelompok masa manfaat, maka menggunakan masa manfaat terdekat. Contoh: asset tetap tak berwujud masa manfaat sebenarnya 6 tahun, dapat menggunakan masa manfaat 4 tahun atau 8 tahun. Apabila masa manfaat sebenarnya 5 tahun maka menggunakan kelompok masa manfaat 4 tahun. Penerapan amortisasi fiskal dapat dilihat pada contoh berikut. Diketahui PT Spingte 18 Oktober 2011 mengeluarkan uang sebesar Rp 600.000.000 untuk mendapatkan hak lisensi dari unilever selama 4 tahun. Untuk memproduksi diterjen. Perhitungn amortisasi fiskal atas hak lisensi bila menggunakan metode : Metode Garis Lurus Amortisasi tahun 2011: Amortisasi tahun 2012: Amortisasi tahun 2013: Amortisasi tahun 2014

Jurnal Cakrawala Akuntansi Vol. 6 No. 2 September 2014, hal. 44-50 199 Metode Saldo Menurun Amortisasi tahun 2011: 50% x Rp. 600.000.000 = Rp. 300.000.000 Amortisasi tahun 2012: 50% x (Rp. 600.000.000 Rp. 300.000.000) 50% x Rp. 300.000.000 = Rp. 150.000.000 Amortisasi tahun 2013: 50% x (Rp. 300.000.000 Rp. 150.000.000) 50% x Rp. 150.000.000,00 = Rp. 75.000.000,00 Amortisasi tahun 2014: Karena tahun 2014 merupakan akhir masa manfaat, maka pada tahun 2014 seluruh sisa nilai buku diamortisasikan sekaligus sehingga amortisasi tahun 2014 adalah: (Rp. 150.000.000,00 Rp. 75.000.000) = Rp. 75.000.000 Metode Satuan Produksi Bidang Penambangan Minyak dan Gas Bumi Metode satuan produksi diterapkan pada amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun di bidang penambangan minyak dan gas bumi yang dilakukan dengan menerapkan persentase tarif amortisasi yang besarnya setiap tahun sama dengan persentase perbandingan antara realisasi penambangan minyak dan gas bumi pada tahun yang bersangkutan dengan taksiran jumlah seluruh kandungan minyak dan gas bumi dilokasi tersebut yang dapat diproduksi. Contoh: Pada tahun 2013 PT Spingte memperoleh hak penambangan minyak bumi dengan biaya yang dikeluarkan sebesar Rp. 5.000.000.000. Kandungan minyak bumi ditaksir sebesar 10.000.000 barel. Produksi bumi tahun 2014 mencapai 3.000.000 barel. Besarnya amortisasi untuk tahun 2014 adalah: Tarif amortisasi = (realisasi penambangan : taksiran kandungan) x 100% = (3.000.000 : 10.000.000) x 100% =30% Amortisasi 2014 = 30% x Rp 5.000.000.000 = 1.500.000.000 Jika jumlah produksi sebenarnya lebih kecil dari perkiraan, sehingga masih terdapat sisa pengeluaran yang belum diamortisasi, maka atas sisa tersebut boleh dibebankan sekaligus dalam tahun pajak yang bersangkutan. Penambangan selain minyak dan gas bumi, hak pengusahaan hutan, hak pengusahaan sumber, dan hasil alam lainnya Amortisasi dengan metode satuan produksi setinggi-tingginya 20% setahun, diterapakan pada amortisasi atas: a) Pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain minyak dan gas bumi b) Pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan hutan c) Pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan sumber dan hasil alam lainnya, yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun. Contoh: PT Spingte pada tahun 2014 memperoleh hak pegusahaan hutan dengan mengeluarkan uang sebesar Rp. 5.000.000.000. Potensi hak pengusahaan hutan diperkirakan sebesar 50.000.000 ton. Jumlah produksi pada tahun 2013 adalah sebesar 20.000.000 ton. Jumlah yang diamortisasi dengan persentase satuan produksi yang direalisasikan dalam tahun 2014 adalah sebesar:

200 Tiswiyanti, Depresiasi dan Amortisasi Fiskal... (20.000.000 : 50.000.000) ton x Rp.5.000.000.000 = 40% x Rp. 5.000.000.000 = Rp. 2.000.000.000 Jumlah yang diamortisasi maksimum adalah 20% Amortisasi adalah istilah penyusutan yang digunakan untuk harta yang tak berwujud. Penyusutan dan amortisasi ketentuan fiskal diatur dalam peraturan-peraturan UU No. 36 Tahun dari pengeluaran, maka amortisasi yang 2008 Pasal 11 dan pasal 11A UU PPh; Peraturan diperkenankan sebesar Menteri Keuangan (PMK) Nomor ( 20.000.000 : 50.000.000.) XRp. 5.000.000.000 96/PMK.03/2009; dan PMK Nomor = 40% X Rp.5.000.000.000 = Rp 2.000.000.000. 249/PMK.03/2008 yang dirubah dengan PMK Nomor 126/PMK.03/2012. SIMPULAN Penyusutan aktiva tetap dan amortisasi harta Dasar penyusutan aktiva tetap menurut tak berwujud dapat dibebankan sebagai fiskal dan komersial adalah sama yaitu harga pengurang penghasilan (biaya fiskal). Metode perolehan. Penyusutan bertujuan untuk yang digunakan untuk penyusutan dan amortisasi mengalokasikan nilai perolehan ke masa manfaat aktiva tetap dan harta tak berwujud untuk dapat menurut fiskal adalah metode garis lurus, dan metode saldo menurun. dibebankan sebagai biaya dalam menghitung laba neto. DAFTAR PUSTAKA Tjahyono, Achmad dan Muhamad Fakhri Husain, 2009, Perpajakan, UPP STIM YKPN, Yogyakarta. Purwono, Herry, 2010, Dasar-dasar Perpajakan dan Akuntansi Pajak, Erlangga, Jakarta. Agoes, Sukrisno,dan Estralita Trisnawati, 2010, Akuntansi Perpajakan, Salemba Empat, Jakarta. Waluyo, 2012, Akuntansi Pajak, Salemba Empat, Jakarta Undang-undang No. 36 Tahun 2008. PMK Nomor 96/PMK.03/2009; PMK Nomor 249/PMK.03/2008 PMK Nomor 126/PMK.03/2012.