PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR: 3 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DI JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR: 3 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DI JAWA BARAT

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 7 TAHUN 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2014

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR: 3 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DI JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR: 3 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DI JAWA BARAT

BUPATI BENGKAYANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR: TAHUN 2011 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

KABUPATEN CIANJUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Institute for Criminal Justice Reform

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK

WALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 30 TAHUN 2014

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2014

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BUPATI NUNUKAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA UTARA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK BAGI ANAK

DAERAH TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERDAGANGAN ORANG TERUTAMA PEREMPUAN DAN ANAK. BAB I KETENTUAN UMUM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

-2- Selanjutnya, peran Pemerintah Daerah dalam memberikan pelindungan kepada Pekerja Migran Indonesia dilakukan mulai dari desa, kabupaten/kota, dan p

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2016 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DAFTAR ISI Halaman...3 Halaman...33 Halaman...49 Halaman...59

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO. Jl. Lanto Dg Pasewang No. 34 Telp. (0411) Kode Pos PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 65 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG

4. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on The Elimination of all Forms of

WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DARI TINDAK KEKERASAN

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 05 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI KOTA MATARAM

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BERITA NEGARA. No.1048, 2012 KEMENTERIAN NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK. Perdagangan Orang. Pencegahan. Penanganan. Panduan.

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI POLEWALI MANDAR

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA KABUPATEN KENDAL

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN PENANGANAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANGKA TENGAH

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BENGKULU dan WALIKOTA BENGKULU MEMUTUSKAN:

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG. A. Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang Menurut KUHP

PERATURAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG LARANGAN PENYALAHGUNAAN FUNGSI LEM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DARI TINDAK KEKERASAN

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015

HAK ANAK DALAM KETENAGAKERJAAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang : bahwa dalam rangka memberikan perlindungan terhadap harkat, dan martabat manusia serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 57 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pencegahan dan Penanganan Korban Perdagangan Anak dan Perempuan; Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1814); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 4. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4720); Dengan Persetujuan Bersama

2 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN dan GUBERNUR SUMATERA SELATAN MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENCEGAHAN DAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PENANGANAN PEREMPUAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Provinsi adalah Provinsi Sumatera Selatan. 2. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Daerah. 3. Gubernur adalah Gubernur Sumatera Selatan. 4. Pemerintah Kabupaten/Kota adalah Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Selatan. adalah Bupati/Walikota di Sumatera 5. Bupati/Walikota Selatan. 6. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Gubernur dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang terdiri dari Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah dan Lembaga Teknis Daerah. 7. Perdagangan orang termasuk anak dan perempuan adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan anak dan perempuan dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi. 8. Tindak Pidana Perdagangan orang termasuk anak dan perempuan yang dimaksudkan adalah Setiap Tindakan atau

3 Serangkaian Tindakan yang memenuhi unsur Tindak Pidana yang ditentukan dalam Undang-undang Tindak Pidana Perdagangan orang. 9. Pencegahan tindak pidana perdagangan orang adalah merupakan tindakan atau aksi proaktif untuk merintangi atau menghalangi agar tidak sampai terjadi Tindak Pidana Perdagangan anak dan perempuan meliputi memberikan pengetahuan dan pendidikan. 10. Anak adalah seorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun dan/atau belum menikah termasuk anak yang masih dalam kandungan. 11. Eksploitasi adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan anak dan perempuan oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan baik materiil maupun immateriil. 12. Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. 13. Orang adalah perseorangan, kelompok orang dan/atau korporasi. 14. Korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan psikis, mental, fisik, seksual, ekonomi dan/atau sosial yang tindak pidana perdagangan anak dan diakibatkan perempuan. 15. Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta yang selanjutnya disebut PPTKIS adalah badan hukum yang telah memperoleh ijin tertulis dari Pemerintah untuk menyelenggarakan pelayanan penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri. 16. Pencegahan Preemtif adalah tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah provinsi pada tingkat kebijakan dalam upaya

4 mendukung rencana, program dan kegiatan dalam rangka peningkatan pembangunan kualitas sumber daya manusia. 17. Pencegahan Preventif adalah upaya langsung yang dilakukan oleh Pemerintah provinsi untuk melakukan pencegahan perdagangan anak dan perempuan melalui pengawasan, perizinan, pembinaan dan pengendalian. 18. Penanganan Korban Perdagangan orang termasuk anak dan perempuan adalah upaya terpadu yang dilakukan untuk penyelamatan, penampungan, pendampingan, pelaporan dan pemulangan. 19. Rehabilitasi adalah pemulihan dari gangguan terhadap kondisi fisik, psikis dan sosial agar dapat melaksanakan perannya kembali secara wajar baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat. 20. Surat Rekomendasi Bekerja Di Luar Daerah selanjutnya disebut surat rekomendasi yang dikeluarkan oleh Kepala Desa/Lurah bagi setiap anak dan perempuan yang akan bekerja di luar kabupaten/kota tempat domisilinya. Pasal 2 Pencegahan dan Penanganan Korban Perdagangan orang termasuk anak dan perempuan berasaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dengan memperhatikan prinsip : a. penghormatan dan pengakuan terhadap hak dan martabat manusia; b. kepastian hukum; c. proporsionalitas; d. non-diskriminasi; e. perlindungan; dan f. keadilan. Pasal 3 Tujuan pencegahan dan penanganan korban adalah untuk : a. mencegah sejak dini perdagangan anak dan perempuan; b. memberikan perlindungan terhadap anak dan perempuan dari eksploitasi dan perbudakan manusia; c. menyelamatkan, merehabilitasi dan pemulangan korban perdagangan anak dan perempuan; dan

5 d. memberdayakan pendidikan dan perekonomian korban perdagangan anak dan perempuan beserta keluarganya. BAB II PENCEGAHAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN Bagian Kesatu Pencegahan Preemtif Pasal 4 (1) Pencegahan preemtif perdagangan anak dan perempuan di lakukan melalui : a. peningkatan jumlah dan mutu pendidikan baik formal maupun non formal; b. pembukaan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan, pelatihan, pendanaan, peningkatan pendapatan dan pelayanan sosial; c. pembukaan lapangan kerja seluas-luasnya ; d. membangun partisipasi dan kepedulian masyarakat terhadap pencegahan perdagangan anak dan perempuan; dan e. pemberdayaan dan penyadaran kepada masyarakat dengan memberikan informasi, bimbingan dan/atau penyuluhan tentang nilai-nilai moral dan/atau keagamaan. (2) Pelaksanaan kebijakan pencegahan preemtif perdagangan anak dan perempuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh perangkat daerah yang tugas, pokok dan fungsinya di bidang: a. sosial; b. pendidikan; c. ketenagakerjaan; d. perekonomian. (3) Pelaksanaan kegiatan pencegahan preemtif perdagangan anak dan perempuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan secara terpadu di bawah koordinasi perangkat daerah yang tugas, pokok dan fungsinya di bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pencegahan preemtif perdagangan anak dan perempuan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur. 6 Bagian Kedua Pencegahan Preventif Pasal 5 (1) Pencegahan preventif perdagangan anak dan perempuan dilakukan melalui: a. koordinasi antar Instansi, lintas sektor dan antar Daerah, tanpa terlalu terikat dengan kewenangan dan batas wilayah administrasi Pemerintahan. b. membangun sistem pengawasan yang efektif dan responsif; c. membangun sistem perizinan yang efektif dan efisien; d. membangun dan menyediakan sistem informasi yang lengkap dan mudah di akses; e. melakukan pendataan, pembinaan dan meningkatkan pengawasan terhadap setiap PPTKIS dan korporasi; f. melakukan pendataan dan memonitor terhadap setiap tenaga kerja yang akan bekerja di luar kabupaten/kota tempat domisilinya; g. membangun jejaring dan kerja sama dengan perguruan tinggi dan berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak di bidang Hak Asasi Manusia; dan/atau h. membuka pos-pos pengaduan adanya tindak pidana perdagangan anak dan perempuan. (2) Pelaksanaan pencegahan preventif perdagangan anak dan perempuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh perangkat daerah yang tugas, pokok dan fungsinya di bidang: a. sosial; b. ketenagakerjaan; dan c. pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. (3) Pelaksanaan pencegahan preventif perdagangan anak dan perempuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara terpadu di bawah koordinasi perangkat daerah yang tugas, pokok dan fungsinya di bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kebijakan pencegahan preventif perdagangan anak dan perempuan sebagaimana

7 dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur. Bagian Ketiga Pencegahan Perdagangan Anak Pasal 6 (1) Setiap orang dilarang memperdagangkan dan/atau mempekerjakan serta melibatkan anak dan perempuan pada pekerjaan yang dapat merendahkan martabat manusia. (2) Memperdagangkan dan/atau mempekerjakan serta melibatkan anak dan perempuan pada pekerjaan yang dapat merendahkan martabat manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia. (3) Jenis pekerjaan yang dapat merendahkan martabat manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. segala bentuk perbudakan atau praktik sejenis perbudakan seperti penjualan dan perdagangan anak dan perempuan, dan penghambaan serta kerja paksa, termasuk pengerahan anak secara paksa; b. pemanfaatan, penyediaan atau penawaran anak dan perempuan untuk pelacuran, untuk produksi pornografi, atau untuk pertunjukan porno; c. pemanfaatan, penyediaan atau penawaran anak dan perempuan untuk kegiatan terlarang, khususnya untuk produksi dan perdagangan obat-obatan terlarang sebagaimana diatur dalam perjanjian internasional; dan d. pekerjaan yang sifat atau lingkungan tempat pekerjaan dilakukan dapat membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak-anak. (4) Penanggulangan jenis pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, instansi terkait dan masyarakat berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Penanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) meliputi serangkaian tindakan baik berupa preemtif, preventif, represif dan rehabilitasi dalam bentuk bimbingan, penyuluhan, penindakan di tempat yang potensial menimbulkan bentuk pekerjaan tidak layak untuk anak. Bagian Keempat SRBD

8 Pasal 7 (1) Setiap orang termasuk perempuan dan anak yang akan bekerja di Luar Negeri wajib memiliki SRBD yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang. (2) Untuk mendapatkan SRBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus mengajukan permohonan tertulis kepada instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundangundangan. BAB III PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN Pasal 8 (1) Penanganan melalui : korban perdagangan anak dan perempuan a. penampungan dan pendampingan terhadap korban perdagangan anak dan perempuan sesuai dengan tempat terjadinya perempuan; tindak pidana perdagangan anak dan b. penjemputan terhadap korban perdagangan anak dan perempuan yang berada di luar provinsi dilakukan oleh instansi asal domisili korban; c. koordinasi dengan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota tempat domisili korban perdagangan anak dan perempuan untuk proses pemulangan bagi korban perdagangan anak dan perempuan ke daerah asalnya; d. pelaporan tentang adanya tindak pidana perdagangan anak dan perempuan kepada Instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan e. memberikan bantuan hukum dan pendampingan bagi korban perdagangan anak dan perempuan apabila diperlukan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penanganan korban perdagangan anak dan perempuan diatur dalam Peraturan Gubernur. BAB IV REHABILITASI

9 Pasal 9 (1) Pemerintah provinsi wajib melakukan rehabilitasi terhadap korban perdagangan anak dan perempuan melalui: a. pemulihan kesehatan fisik dan psikis bagi korban perdagangan anak dan perempuan; b. pengembalian korban perdagangan anak dan perempuan ke keluarganya atau lingkungan masyarakatnya; dan c. pemberdayaan ekonomi dan/atau pendidikan terhadap korban perdagangan anak dan perempuan. (2) Pelaksanaan rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh perangkat daerah yang tugas, pokok dan fungsinya di bidang: a. sosial; b. pendidikan; dan c. kesehatan d. pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. (3) Pelaksanaan rehabilitasi terhadap korban perdagangan anak dan perempuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara terpadu yang dikoordinasikan oleh perangkat daerah yang tugas, pokok dan fungsinya di bidang Kesejahteraan Sosial. (4) Masyarakat dapat berpartisipasi dalam pelaksanaan rehabilitasi korban perdagangan anak dan perempuan dengan: a. membuka tempat penampungan bagi korban perdagangan anak dan perempuan; b. memberikan bantuan baik moril maupun materiil bagi korban perdagangan anak dan perempuan; dan c. melakukan pendampingan dan/atau bantuan hukum bagi korban perdagangan anak dan perempuan. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Gubernur. BAB V RENCANA AKSI DAERAH Pasal 10 (1) Pemerintah Provinsi wajib menyusun rencana aksi daerah pencegahan, penanganan, rehabilitasi dan pemulangan korban perdagangan anak dan perempuan. (2) Rencana Aksi Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat langkah-langkah strategis antara lain :

10 a. menjalin kerjasama dengan berbagai instansi terkait, pemangku kepentingan dan masyarakat untuk pencegahan dan penanganan korban perdagangan anak dan perempuan. b. membangun komitmen bersama agar menjadikan Rencana Aksi Daerah sebagai landasan bagi pengambilan kebijakan di bidang perekonomian, ketenagakerjaan, pendidikan, kependudukan, kepariwisataan, dan bidang lainnya yang terkait; c. memperkuat koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten/ Kota dan Provinsi lain dalam upaya pencegahan, penanganan, rehabilitasi dan pemulangan korban perdagangan anak dan perempuan di daerah; d. melakukan upaya pengadaan dan perluasan sumber pendanaan untuk melaksanakan Rencana Aksi Daerah penanganan perdagangan anak dan perempuan; e. membangun jaringan kerjasama yang erat, dengan anggota masyarakat, ulama, rohaniawan, peneliti independen, lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi, institusi internasional dalam mewujudkan Rencana Aksi Daerah menjadi program bersama. (3) Rencana Aksi Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur. BAB VI GUGUS TUGAS Pasal 11 (1) Gubernur membentuk Gugus Tugas untuk penanganan korban perdagangan anak dan perempuan yang keanggotaannya meliputi : a. perangkat daerah; b. penegak hukum; c. organisasi profesi; d. instansi vertikal; e. perguruan tinggi; dan f. lembaga swadaya masyarakat. (2) Gugus Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas :

11 a. memberikan saran pertimbangan kepada Gubernur mengenai pencegahan, penanganan dan pemulangan korban perdagangan anak dan perempuan; b. menyusun Rencana Aksi Daerah Pencegahan, Penanganan dan Pemulangan Korban Perdagangan Anak dan Perempuan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; c. mengkoordinasikan upaya pencegahan, penanganan dan pemulangan korban tindak pidana perdagangan anak dan perempuan; d. melaksanakan advokasi, sosialisasi, pelatihan dan kerja sama; e. memantau perkembangan pelaksanaan perlindungan korban yang meliputi rehabilitasi, pemulangan dan reintegrasi sosial; f. memantau perkembangan pelaksanaan penegakan hukum; g. melaksanakan pelaporan dan evaluasi; dan h. mensosialisasikan jejaring penanganan korban perdagangan anak dan perempuan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Gugus Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Gubernur. BAB VII KERJASAMA DAN KEMITRAAN Bagian Kesatu Kerjasama Pasal 12 (1) Pemerintah Provinsi dapat mengembangkan pola kerjasama dalam rangka pencegahan dan penanganan korban perdagangan anak dan perempuan. (2) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan antara Daerah dengan: a. Pemerintah; b. Provinsi lain; c. Kabupaten/Kota di wilayah Sumatera Selatan; dan d. Penegak hukum. (3) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pertukaran data dan informasi;

12 b. rehabilitasi korban perdagangan anak dan perempuan; c. pemulangan korban perdagangan anak dan perempuan; d. penyelidikan dan penyidikan tindak pidana perdagangan anak dan perempuan; dan e. penyediaan barang bukti dan saksi. (4) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) ketentuan peraturan perundangdilaksanakan berdasarkan undangan. Bagian Kedua Kemitraan Pasal 13 (1) Pemerintah Provinsi dapat membentuk kemitraan dengan dunia usaha dalam rangka pencegahan, penanganan, rehabilitasi dan pemulangan korban perdagangan anak dan perempuan. (2) Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: a. pemberitahuan informasi lowongan pekerjaan kepada masyarakat; b. pendidikan dan pelatihan calon tenaga kerja; dan c. penyisihan sebagian laba perusahaan untuk keperluan penanganan dan/atau rehabilitasi korban perdagangan anak dan perempuan, bantuan pendidikan bagi masyarakat yang tidak mampu, serta menumbuhkan dan meningkatkan kemandirian ekonomi. (3) Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan. BAB VIII HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT Pasal 14 (1) Setiap orang berhak : a. mendapatkan perlakuan yang wajar; b. dilindungi dari segala perbuatan sewenang-wenang; c. mendapat pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum; d. memperoleh rehabilitasi dan perlindungan; dan e. ikut berpartisipasi dalam upaya pencegahan, penanganan,

13 rehabilitasi dan pemulangan korban perdagangan anak dan perempuan. (2) Setiap orang dalam pencegahan dan penanganan korban perdagangan anak dan perempuan wajib : a. memperlakukan setiap anak dan perempuan dengan baik dan wajar; b. membantu baik secara moril maupun materil kepada korban perdagangan anak dan perempuan; c. melakukan pengawasan terhadap PPTKIS dan/atau wajib memberikan laporan kepada instansi yang menangani pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak atau korporasi yang berada di lingkungannya; dan d. melaporkan adanya perdagangan anak dan perempuan kepada aparatur penegak hukum yang berwenang. BAB IX PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 15 (1) Gubernur berkoordinasi dengan instansi terkait melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan: a. kebijakan pencegahan preemtif dan preventif; b. pendidikan, penyadaran kepada masyarakat dilakukan dengan mensosialisasikan peraturan-peraturan yang berlaku tentang perdagangan anak dan perempuan; dan c. pelaksanaan rehabilitasi dan pemulangan terhadap korban perdagangan anak dan perempuan. (2) Gugus Tugas wajib melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Rencana Aksi Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12. Pasal 16 (1) Pemerintah Provinsi melakukan pengawasan terhadap PPTKIS dan Korporasi yang berada di Sumatera Selatan sesuai dengan kewenangan berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan, perlindungan tenaga kerja Indonesia dan perdagangan anak dan perempuan. (2) Dalam hal hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan adanya pelanggaran yang dilakukan

14 PPTKIS dan/atau Korporasi maka dilakukan pembinaan. (3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh perangkat daerah yang tugas pokok dan fungsinya di bidang ketenagakerjaan secara bersama-sama dengan instansi terkait dan penegak hukum. Pasal 17 Tata cara dan mekanisme mengenai pembinaan dan pengawasan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur. BAB X PEMBIAYAAN Pasal 18 Pembiayaan untuk pelaksanaan pencegahan, penanganan dan pemulangan korban perdagangan anak dan perempuan bersumber dari : a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi; c. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota; dan d. Sumber dana lain yang sah dan tidak mengikat. BAB XI SANKSI Bagian Kesatu Sanksi Administrasi Pasal 19 (1) PPTKIS/Korporasi yang melakukan, turut melakukan, membantu melakukan dan/atau mempermudah terjadinya perdagangan anak dan perempuan dikenakan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. (2) Pejabat Negara yang melakukan, turut melakukan, membantu melakukan dan/atau mempermudah terjadinya perdagangan

15 anak dan perempuan dikenakan sanksi administrasi pemberhentian dari jabatan dan/atau sanksi lain sesuai peraturan kepegawaian yang berlaku. (3) Pengenaan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapus tuntutan pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan orang dan tuntutan perdata oleh korban perdagangan anak dan perempuan. Bagian Kedua Ketentuan Pidana Pasal 20 (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf a dan huruf c, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. BAB XII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 21 Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan pencegahan dan penanganan perdagangan orang yang telah ada, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini. BAB XIII KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 22 Paling lambat satu tahun terhitung sejak berlakunya Peraturan Daerah ini, Peraturan Gubernur tentang petunjuk pelaksanaan Peraturan Daerah termasuk penyusunan rencana aksi daerah dan pembentukan gugus tugas harus telah ditetapkan. BAB XIV KETENTUAN PENUTUP

16 Pasal 23 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Sumatera Selatan. Ditetapkan di Palembang pada tanggal 27 Desember 2013 GUBERNUR SUMATERA SELATAN, dto Diundangkan di Palembang pada tanggal 30 Desember 2013 Plt. SEKRETARIS DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN, H. ALEX NOERDIN dto MUKTI SULAIMAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN TAHUN 2013 NOMOR 13