BAB II STUDI PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
Perdagangan dan Eksploitasi Manusia di Indonesia

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGATURAN-PENGATURAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA. Oleh: Nurul Hidayati, SH. 1.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Mewaspadai Modus Operandi Human Trafficking (Perdagangan Orang) Dan Strategi Penanggulangannya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan

BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

UPAYA PENANGGULANGAN PERDAGANGAN TENAGA KERJA (TRAFFICKING IN PERSON FOR LABOR) DI INDONESIA

Perdagangan anak yang dipahami disini adalah perdagangan orang. Undang-undang Republik Indonesia No.21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain. untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Dalam Pasal 2 Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan manusia atau istilah Human Trafficking merupakan sebuah

B A B 1 P E N D A H U L U A N. Perdagangan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan terjadi

BAB I PENDAHULUAN. orang/manusia bukan kejahatan biasa (extra ordinary), terorganisir

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Ini merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Di masa lalu,

UPAYA PENCEGAHAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (TRAFFICKING) TRI WAHYU WIDIASTUTI, SH.MH. Dosen Fakultas Hukum UNISRI

BAB I PENDAHULUAN. lama. Hanya saja masyarakat belum menyadari sepenuhnya akan kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan jumlah penduduk dunia meningkat sangat pesat, ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. telinga masyarakat Indonesia. Human trafficking adalah salah satu kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. terhadap perempuan dan anak. Dengan demikian upaya perlindungan terhadap

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN

Institute for Criminal Justice Reform

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG. A. Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang Menurut KUHP

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum pidana menempati posisi penting dalam seluruh sistem

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (trafficking) merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk

BAB I PENDAHULUAN. kaum perempuan yang dipelopori oleh RA Kartini. Dengan penekanan pada faktor

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BERITA NEGARA. No.1048, 2012 KEMENTERIAN NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK. Perdagangan Orang. Pencegahan. Penanganan. Panduan.

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

BAB I PENDAHULUAN. serangkaian tindakan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang. ditentukan dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2007.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERDAGANGAN ORANG (TRAFFICKING) TERUTAMA PEREMPUAN & ANAK DI KALIMANTAN BARAT

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Hukum bukan

RISALAH KEBIJAKAN PENYUSUN: ENY ROFI ATUL NGAZIZAH

ANGGOTA GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN

SANKSI PIDANA SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN HUMAN TRAFFICKING DI DUNIA MAYA

LATAR BELAKANG. Click to edit Master subtitle style

BAB I PENDAHULUAN. melekat dan menjadi predikat baru bagi Negara Indonesia. Dalam pandangan

24 HUKUM DALAM PERMASALAHAN PERDAGANGAN ANAK DI INDONESIA. Oleh: Andi Rezky Aprilianty Punagi, Ishartono, & Gigin Ginanjar Kamil Basar

SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (HUMAN TRAFFICKING) DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan

-2- Selanjutnya, peran Pemerintah Daerah dalam memberikan pelindungan kepada Pekerja Migran Indonesia dilakukan mulai dari desa, kabupaten/kota, dan p

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Di masa lalu

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human trafficking) merupakan fenomena yang. berkembang secara global dan merupakan dampak negatif dari semakin

Lex et Societatis, Vol. II/No. 9/Desember/2014

BAB I PENDAHULUAN. kekuatan pertahanan keamanan negara lainnya membina. terjadi dikalangan masyarakat pada umumnya.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH SUMATERA UTARA (DPRD-SUMUT) DAN PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak

BAB I PENDAHULUAN. rapi dan sangat rahasia keberadaannya. 2

Laporan Hasil Penelitian Kebijakan, Intervensi Hukum, Sistem, Rencana Strategi dan Struktur Penegak Hukum Dalam Penanganan Korban Perdagangan Anak

2016, No c. bahwa Presiden telah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

DAERAH TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERDAGANGAN ORANG TERUTAMA PEREMPUAN DAN ANAK. BAB I KETENTUAN UMUM

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN PENANGANAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia. Banyak kasus trafficking yang terjadi di wilayah pedesaan

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (traficking) terutama terhadap perempuan merupakan pengingkaran terhadap

GUBERNUR KEPULAUAN RIAU

PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 25/KEP/MENKO/KESRA/IX/2009 TENTANG

2016, No c. bahwa Presiden telah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk Allah Subhana Wata ala yang memiliki

Analisa Media Edisi November 2013

WAKIL INDONESIA UNTUK ASEAN Intergovermental Commission on Human Rights (AICHR- Komisi HAM Antar Pemerintah ASEAN) Mengundang Anda mengikuti:

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepolisian Republik Indonesia merupakan salah satu lembaga atau

DAFTAR ISI Halaman...3 Halaman...33 Halaman...49 Halaman...59

BAB I PENDAHULUAN. orang migrasi ke kota untuk bekerja. Adanya migrasi ke kota membawa

BAB I PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK TERHADAP PRAKTIK PERDAGANGAN ANAK (TRAFFICKING) DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU

I. PENDAHULUAN. Disparitas pidana tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir seluruh Negara di

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO. Jl. Lanto Dg Pasewang No. 34 Telp. (0411) Kode Pos PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO

Pemberantasan Perdagangan Orang

MASALAH PERDAGANGAN MANUSIA YANG TERJADI DI INDONESIA. Nama : Akbar Pradipta Nomor : Dosen : Mohammad Idris.P,DRS,MM

KEJAHATAN TRANSNASIONAL DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGANANNYA. Penyunting Humphrey Wangke

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Menurut Sadjijono dalam bukunya mengatakan:

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP BALITA SEBAGAI KORBAN PERDAGANGAN ORANG DI TINJAU DARI ASPEK VIKTIMOLOGI

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. mencari nafkah. Hal ini yang mendorong munculnya paktek perdagangan

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MASYARAKATUNTUK MENCEGAH TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2014

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BAB I PENDAHULUAN. pasar narkoba terbesar di level Asean. Menurut United Nation Office on Drugs and

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. di India sangat memperhatinkan sekali. Di satu sisi anak-anak dipaksakan oleh

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA KABUPATEN KENDAL

KABUPATEN CIANJUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan Orang khususnya perempuan dan anak kembali ramai

STIMIK AMIKOM YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Prostitusi bukan merupakan suatu masalah yang baru muncul di dalam masyarakat, akan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

BAB III PUTUSAN PENGADILAN NEGERI JOMBANG. NO.56/Pid.B/2011/PN.JMB TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

BAB IV KEBIJAKAN SEKURITISASI PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENANGANI PERMASALAHAN IMIGRAN ILEGAL

BAB III PENUTUP. diuraikan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Perlindungan hukum terhadap perempuan korban trafficking dilakukan

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG

Transkripsi:

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 DEFINISI UMUM Menurut Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO) Pasal 1 ayat 1, definisi trafficking (perdagangan orang) adalah: "tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi"^. Ada tiga elemen pokok yang terkandung dalam pengertian trafficking di atas. Pertama, elemen perbuatan, yang meliputi: merekrut, mengangkut, memindahkan, menyembunyikan, atau menerima. Kedua, elemen sarana (cara) untuk mengendalikan korban, yang meliputi: ancaman, penggunaan paksaan, berbagai bentuk kekerasan, penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau pemberian/penerimaan atau keuntungan untuk memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas korban. Ketiga, elemen tujuannya, yang meliputi: eksploitasi, setidaknya untuk prostitusi atau bentuk eksploitasi seksual lainnya, kerja paksa, perbudakan, penghambaan, dan pengambilan organ tubuh*. ^ Undang-undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang * Harkristuti Harkrisnowo, Laporan Perdagangan Manusia di Indonesia, 28 Februari 2003 4

2.2 KASUS-KASUS PERDAGANGAN MANUSIA Modus operandi dari tindak pidana trafficking adalali sebagai berikut: (1) merekrut calon pekerja wanita 16-25 tahun; (2) dijanjikan bekerja di restoran, salon kecantikan, karyawan hotel, pabrik dengan gaji RM 500 s/d RM 1.000; (3) identitas dipalsukan; (4) biaya administrasi, transportasi, dan akomodasi ditipu oleh pihak agen; (5) tanpa ada calling visa atau working perniit atau menggunakan visa kunjungan singkat; (6) putusnya jaringan; dan (7) korban dijual, disekap, dan dipekerjakan sebagai PSK. Modus yang terakhir sering sekali terjadi, sedangkan jalur masuk sindikat trafficking adalah sebagai berikut: (1) Medan-Penang/lpoh- Kuala Lumpur (menurut laporan KBRI di Kuala Lumpur: tertangkap 3 sindikat berjumlah 6 orang dan sudah divonis Pengadilan Negeri Medan dan Tebing Tinggi); (2) Tanjung Pinang/Batam-Staling Laut/Tg. Belungkor- Kuala Lumpur (1 sindikat, 5 orang, sudah divonis Pengadilan Tanjung Pinang); (3) Jakarta-Pontianak-Entikong-Kuching-Kuala Lumpur (tertangkap 1 sindikat, 6 orang (Rizal Cs) proses hukum dilakukan di Pengadilan Negeri Jakarta); dan (4) Nunukan-Tawau-Kota Kinabalu^. Kasus perdagangan perempuan dengan modus pelacuran di luar negeri adalah kasus yang paling umum terjadi. Bahkan, menumt data yang ada fenomena ini makin meningkat dari tahun ke tahun. Menurut laporan Kantor Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) tercatat sepanjang tahun 2005 saja ada 700 perempuan Indonesia telah dijadikan budak seks di negeri orang^. Jumlah itu diperkirakan terus meningkat jika penanganannya tidak diatasi secara serius. Daerah-daerah yang memasok terbesar kasus trafficking tersebar di tanah air. Suatu data menyebutkan bahwa sedikitnya 80 persen dari 8.800 kasus trafficking sejak tahun 2004 melibatkan korban asal warga Subang, Karawang, Cianjur, dan Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Akibat dari besarnya kasus tersebut, kemungkinan besar Indonesia terancam ' www.kbrikl.org.my, Modus operandi dari tindak pidana trafficking * www.bkkbn.go.id, Kantor Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) 700 perempuan Indonesia telah dijadikan budak seks di negeri orang

dicoret dalam daftar negara yang berhak mendapatkan jatah bantuan kemanusiaan dari PBB^. Sementara itu di daerah lain juga terjadi peningkatan yang sama, Bangka merupakan salah satu tujuan utama trafficking. Hal itu ditandai dengan maraknya aktivitas perdagangan perempuan dari beberapa daerah menuju ke Pulau Bangka. Faktanya, ada lima kasus trafficking sepanjang tahun 2006, artinya lima kali lipat dibandingkan tahun 2005. Perekonomian Bangka yang mulai menggeliat mengondisikan daerah ini tidak lagi hanya menjadi persinggahan jaringan trafficking sebelum ke Batam, tapi sudah menjadi lokasi yang dituju^. Tanjung Pinang dan Batam sendiri merupakan kawasan "strategis" lalu-lintas calon tenaga kerja yang ingin ke Singapura dan Malaysia. Namun, tak sedikit dari para pencari kerja yang kemudian malah menjadi korban perdagangan manusia. Data United Nation Fund for Woman Empowerment, 250.000 dari 700.000 orang yang menjadi korban perdagangan manusia adalah dari Asia Tenggara, tennasuk dari Batam dan Tanjung Pinang. Bisnis prostitusi di Pulau Bintan dan Pulau Batam bahkan semakin ramai dan meriah. Meningkatnya transaksi seks di dua pulau ini, seiring dengan semakin menurunnya bisnis seks di Tanjung Balai Karimun. Kedua pulau tersebut yang merupakan bagian dari Kepulauan Riau masih relatif longgar bagi tindak prostitusi ini, menjadi tujuan paling menarik bagi para lelaki hidung belang asal Singapura dan Malaysia. Di Pulau Batam, selain iokalisasi dan show room yang menyediakan para pelayan seks, hampir di setiap sudut kota juga terdapat karaoke dan diskotik yang menyediakan wanita pemuas nafsu^. ^ Republika, 80 persen dari 8.800 kasus trafficking sejak tahun 2004 melibatkan korban berasal dari Pulau Jawa, 10/5/2007 ' Kompas, Kasus trafficking tahun 2006 lima kali lipat dari tahun 2005, 6/9/2006 www.kafedago.com, "Mengenalkan KomputerPada Buruh Migran", 22/10/2007 ' Pikiran Rakyat, Maraknya bisnis prostitusi di Pulau Bintan dan Pulau Batam, 29/1/2007

Data tentang sejumlah daerah di tanah air di atas hanya sebagai contoh saja, tidak bermaksud menyudutkan daerah-daerah yang disebut. Jika mau diulas lebih panjang lagi, sebenarnya masih banyak daerahdaerah lain yang mengalami peningkatan kasus trafficking, terutama daerah-daerah yang berada dalam perbatasan dengan Malaysia dan Singapura. Meski terjadi peningkatan secara tajam, rupanya ada daerahdaerah lain yang justru mengalami penurunan dalam hal ini. Sebagai contoh adalah fenomena yang terjadi di Tanjung Balai Karimun, Provinsi Kepulauan Riau. Padahal dulunya daerah ini merupakan salah satu tujuan PSK. Di pulau ini, terjadi penurunan bisnis seks, selain karena adanya Perda No. 6 Tahun 2002 tentang Pelanggaran Kesusilaan yang semakin mempersulit gerak pelacuran, juga merupakan dampak tidak langsung dari ketegasan Kapoiri Jenderal (Pol.) Sutanto yang menutup berbagai bentuk perjudian di tanah air, termasuk di Tanjung Balai Karimun. Diasumsikan bahwa penutupan perjudian, dengan sendirinya akan mereduksi prostitusi di Tanjung Balai Karimun hingga 20 persen^ \ Tindakan-tindakan yang dapat dianggap sebagai bentuk trafficking sebenarnya ada banyak sekali, yang jelas tindakan-tindakan itu termasuk dalam kategori kejahatan yang sangat berat. Korban dari trafficking adalah mereka yang terpinggirkan, terutama kaum perempuan. Pihak perempuan sangat fleksibel untuk mudah dieksploitasi. Sebab, mereka sering dirugikan dengan posisi mereka yang selama ini lemah dan diperlakukan secara tidak adii dari lingkungannya. Penyebab awal yang menggiring pada perangkap trafficking adalah akibat dari kondisi kemiskinan dan ketidakmandirian yang mereka alami^^ Kasus trafficking umumnya diawali berupa adanya pemalsuan identitas pada TKI, seperti soal batasan umur. Banyaknya calon TKI yang " Pikiran Rakyat, Provinsi Kepulauan Riau : Penurunan bisnis seks karena adanya Perda Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pelanggaran Kesusilaan, 29/1/2007 Budi Wahyuni, Ketua Lembaga Ombudsman Swasta DIY, yang juga selaku narasumber dalam talkshow resonansi, 24/5/2007 1

memalsukan identitas umumya menyebabkan mereka mudali dieksploitasi dengan modus trafficking. Alasannya bahwa pekerja di bawah umur biasanya belum banyak mengetahui tentang konsekuensi kerja, apalagi di negeri rantau^^. Trafficking umumnya terjadi pada kasus-kasus pengiriman TKI ke luar negeri. Untuk itulah, penanganan terhadap masalah trafficking juga perlu mengatasi masalah pengiriman tersebut, sebab banyak para calon TKI yang akan berangkat ke luar negeri tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang bagaimana prosedur dan syarat-syarat yang harus dipenuhi. Keiengahan mereka kemudian dimanfaatkan secara ekonomi namun tidak bertanggung jawab oleh sejumlah agen, calo, atau jasa pengiriman TKI. Atas dasar itulah kita harus mengkritisi Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri, yang lebih berorientasi pada penataan bisnis pengiriman tenaga kerja sehingga membuka peluang trafficking^*. Negara kita sebenamya sudah cukup maju dalam menyoal pemberantasan masalah trafficking, yaitu telah disahkannya Undang- Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU PTPPO) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada tanggal 20 Maret 2007. Undang-undang ini berisi 67 pasal. Pembahasan undang-undang tersebut dimulai sejak tanggal 11 Oktober 2006, yang dilakukan antara Pansus RUU PTPPO bersama dengan pihak pemerintah. Sayangnya, publikasi media terhadap infomiasi ini sangat minim sekali, sehingga masyarakat secara umum belum banyak yang mengetahui tentang keberadaan undang-undang tersebut. Perhatian elite potitik kita lebih banyak tertuju pada urusan-urusan politik yang lagi ramai diperdebatkan. Media pun juga ikut-ikutan teribawa pada arus mainstream ini. Padahal, pengetahuan masyarakat terhadap undang-undang ini amat ibid " www.bkkbn.go.id, TKI sasaran trafficking

penting agar pemberantasan trafficking dapat diantisipasi sedini mungkin. Sebab, ketika masyarakat secara umum telah mengetahui apalagi menyadari bahayanya trafficking melalui perangkat undang-undang ini, tentu banyak orang yang kemudian akan berpikir ulang untuk menjadi TKI secara illegal. Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU PTPPO) tidak luput dari kekurangan, salah satunya adalah kritik yang menyebut bahwa undangundang tersebut dinilai mengabaikan hak anak. Koordinator Presidium Indonesia Against Child Trafficking (ACT), Emmy Lucy Smith, menilai UU PTPPO belum sepenuhnya melindungi dan mengakomodir hak anak. Undang-undang tersebut hanya memuat aturan tentang perdagangan orang dengan korban anak, namun bukan aturan tentang perdagangan anak.^^ Kekurangan seperti itu perlu mendapat perhatian agar pemberantasan terhadap trafficking dan tidak parsial. dapat dilakukan secara menyeluruh, 2.3 PEMECAHAN MASALAH PERDAGANGAN MANUSIA Ada sejumlah cara yang dapat dilakukan untuk memecahkan masalah yang amat pelik ini. Menurut laporan Kementerian Koordinator Kesehateraan Rakyat, pencegahan trafficking dapat dilakukan melalui beberapa cara. Pertama, pemetaan masalah perdagangan orang di Indonesia, baik untuk tujuan domestik maupun luar negeri. Kedua, peningkatan pendidikan masyarakat, khususnya pendidikan alternatif bagi anak-anak dan perempuan, termasuk dengan sarana dan prasarana pendidikannya. Ketiga, peningkatan pengetahuan masyarakat melalui pemberian informasi seluas-luasnya tentang perdagangan orang beserta seluruh aspek yang terkait dengannya. Keempat, perlu diupayakan adanya jaminan aksesibilitas bagi keluarga khususnya perempuan dan " Tempo Interaktif, Indonesia Against Ctiild Trafficking (ACT menilai UU PTPPO belum sepenuhnya melindungi dan mengakomodir hak anak, 23/3/2007

anak untuk memperoleh pendidikan, pelatihan, penlngkalau ^t^^^^^ dan pelayanan sosial. Cara-cara tersebut terkesan sangat ideal, tinggal bagaimana implementasinya secara nyata. Upaya tersebut juga memerlukan keterlibatan seluruh sektor pemerintah, swasta, LSM, badanbadan internasional, organisasi masyarakat, perseorangan, dan tennasuk media massa. Sebagai salah satu bentuk implementasi dari cara-cara tersebut untuk meminimalisir praktek trafficking adalah dengan mengadakan pelatihan bagi para kepala desa tentang tertib administrasi. Salah satu tujuan utamanya adalah mengantisipasi praktek pemalsuan identitas yang kian marak terjadi dalam hal pengurusan syarat-syarat TKI. Namun, sayangnya mengapa lembaga perempuan tersebut baru melangkah pada tindakan antisipasi yang sifatnya administratif. Padahal, masih banyak bentuk kegiatan lain yang bisa menyentuh masyarakat secara umum, termasuk kaum perempuan didalamnya yang rentan dengan trafficking. Masyarakat secara umum sangat rawan menjadi korban trafficking apabila tidak mempunyai bekal pengetahuan yang memadai tentang masalah ini. Kampanye (sosialisasi) secara massif untuk menyebarluaskan informasi tentang apa dan bagaimana praktek trafficking yang harus diwaspadai itu sangat penting. Upaya sosialisasi ini adalah bag/an dari program pendidikan yang mampu memberdayakan para calon TKI. Mereka periu mendapatkan pengetahuan secara komprehensif tentang tawaran kerja di mana dan bagaimana konsekuensinya^^ Lebih lanjut, Budi Wahyuni, Ketua Lembaga Ombudsman Swasta DIY mengatakan bahwa dengan adanya pendidikan (training) tersebut, maka para calon TKI akan merasa aman karena tidak adanya blaya-biaya yang menyusahkan mereka. Umumnya, praktek trafficking bermula dari tindakan tidak bertanggung jawab sejumlah pihak (calo TKI) yang '* www.institutperempuan.com, 'Pentingnya Sosialisasi dalam Upaya Pencegahan Trafiking", 26 November 2007 " 10

merekrut calon TKI dengan iming-iming tertentu. Tentunya, para calon TKI yang berasal dari pedesaan dan sedang dalam himpitan masalah ekonomi akan dengan mudahnya menerima tawaran tersebut. Biasanya mereka hanya berpikir bahwa yang penting dapat pekerjaan, dan ketika merasa terjepit dalam masalah ekonomi, akhimya mereka menerima pekerjaan secara asal-asalan karena mereka kurang memperhatikan bagaimana akibatnya kemudian. Ternyata pengetahuan sosialisasi saja tidak cukup, Andi Akbar dari Lembaga Advokasi Hak Anak (LAHA) mengatakan bahwa penanganan masalah trafficking tidak cukup dalam bentuk penyadaran korban maupun pelaku, tetapi harus menembus faktor-faktor penyebabnya. Menumtnya, trafficking dan eksploitasi seks komersial anak antara lain didorong karena faktor kemiskinan, ketidaksetaraan jender, sempitnya lapangan kerja, dan peningkatan konsumerisme. Faktor-faktor seperti inilah yang juga perlu mendapatkan perhatian dan diberantas hingga ke akar-akarnya. Sebab, tanpa memecahkan masalah-masalah semacam itu, upaya penyadaran hanya berfungsi sesaat saja.^^ Kita semua sepakat bahwa pemberantasan masalah trafficking memerlukan adanya penegakan hukum yang tegas, apalagi payung hukum berbentuk undang-undang khusus sudah ada. Tanpa penegakan hukum, pemberatasan masalah ini akan sia-sia, sebab pelaku trafficking akan semakin leluasa saja. Peningkatan kasus trafficking ternyata tidak diimbangi dengan penegakan hukum yang ketat. Pasainya, hanya kurang dari 1 persen kasusnya yang di bawa ke pengadilan. Menurut Latifah Iskandar, mantan Ketua Panitia Khusus RUU PTPPO, untuk memberi efek jera pada pelaku perdagangan manusia, undang-undang tersebut periu meningkatkan sanksi pidana hingga 15 tahun penjara dan denda ratusan juta rupiah^. " Kompas, Penanganan masalah trafficking tidak cukup dalam bentuk penyadaran korban, 20/12/2006 " Tempo Interaktif, Peningkatan kasus trafficking tidak diimbangi dengan penegakan hukum, TJmOQl

Ada satu contoh kasus trafficking yang telah diselesaikan secara hukum. Pengadilan Negeri Medan, misalnya menghukum Surya Nilam Panggabean, pelaku kejahatan perdagangan perempuan, dengan pidana penjara selama lima tahun dan denda sebesar Rp 2 miliar subsider tiga bulan kurungan. Surya terbukti memperdagangkan dua perempuan asal Indonesia untuk bekerja sebagai pekerja seks komersial di Malaysia^^. Semua kasus tindak pidana trafficking diharapkan dapat diproses secara hukum dan diberi hukuman yang seberat-beratnya. Hukuman selama lima tahun memang dirasa masih kurang, sehingga penambahan masa hukuman penjara selama 15 tahun cukup fair mengingat begitu beratnya kasus kejahatan yang diperbuat oleh para pelakunya. Hal ini dimaksudkan agar para pelaku trafficking yang sudah atau belum tertangkap merasa jera dan tidak mengulangi perbuatan yang melawan hukum itu. Menurut data statistik dari United Nation Cfiildren Fund's (Unicef) di Jakarta, perdagangan perempuan dan anak di bawah umur yang diperdagangan untuk komersialisasi seksual mencapai 40.000-70.000 orang dan sebagian besar dikirimkan untuk menjadi pekerja seks dengan negara tujuan Malaysia, Singapura, Taiwan dan Australia. Data dari Malaysia dilaporkan lebih dari 6.705 orang Indonesia yang bekerja sebagai pekerja seks komersil. Bahkan kepolisian mengungkap lebih 1.400 pengiriman perempuan ke luar negeri.^ Oleh karena itu, perang terhadap perdagangan perempuan dan anak harus menjadi perhatian bersama antar berbagai negara serta melibatkan berbagai unsur dalam menanggulanginya. Maka meski agak teriambat pengesahan Undang-undang hari ini akan menjadi langkah awal dalam memberi sanksi dan memayungi beri3agai pelaku dan korban dari perdagangan perempuan dan anak. Kompas, Surya terbukti memperdagangkan dua perempuan asal Indonesia di Malaysia, 28/8/2006 ^ www.institutperempuan.com, "Jawa Barat Ramah Anak", 29 September 2007 12