BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mata pelajaran sejarah merupakan mata pelajaran yang dipelajari oleh

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pendidikan, sampai kapanpun dan dimanapun ia berada.

BAB I PENDAHULUAN. dengan cara melakukan perbaikan proses belajar mengajar. Berbagai konsep

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang RI No.20 tahun 2003 pasal 3. (2005:56) tentang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penunjang roda pemerintahan, guna mewujudkan cita cita bangsa yang makmur dan

I. PENDAHULUAN. positif dan negatif pada suatu negara. Orang-orang dari berbagai negara

BAB I PENDAHULUAN. lebih besar, karena kedudukannya sebagai orang yang lebih dewasa, lebih

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab keluarga, masyarakat dan pemerintah. dapat tercapai sesuai yang diinginkan (Hamalik, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. siswa yang menganggap bahwa matematika itu sangat sulit dan membosankan. Padahal tidak semua anggapan mereka itu benar.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menyiapkan manusia menghadapi masa depan agar bisa hidup lebih

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nur Inayah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan modal yang sangat penting bagi kemajuan dan. kemajuan zaman saat ini. Dengan majunya pendidikkan maka akan bisa

BAB I PENDAHULUAN. Masalah besar dalam bidang pendidikan di Indonesia yang banyak. diperbincangkan, diantaranya adalah rendahnya mutu pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu proses pertumbuhan dan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya melalui proses pembelajaran ataupun dengan cara lain yang

BAB I PENDAHULUAN. adalah pembelajaran yang sifatnya aktif, inovatif dan kreatif. Sehingga proses

BAB I PENDAHULUAN. pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang. Dalam arti sederhana

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran sejarah merupakan pelajaran yang mempunyai objek

Model Pembelajaran Konstekstual dalam Bidang Studi Ekonomi Pendahuluan

Staf Pengajar pada Jurusan Pendidikan Sejarah, FIS, UNY.

BAB I PENDAHULUAN. secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Kejuruan (SMK). Posisi SMK menurut UU Sistem Pendidikan. SMK yang berkarakter, terampil, dan cerdas.

belaka (Widja, 1989). Seorang pakar pendidikan, Suprijono secara rinci menjelaskan tentang masalah pembelajaran sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi seorang

BAB I PENDAHULUAN. ataupun Madrasah Aliyah (MA) bertujuan untuk menyiapkan siswa untuk

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Ekonomi Akuntansi. Disusun Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. seluruh kalangan, keberadaannya yang multifungsional menjadikan pendidikan. merupakan tolak ukur yang utama dalam kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. yang di ikuti melalui syarat-syarat yang jelas dan ketat ( Hasbullah,2003

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. muncul karena ia membutuhkan sesuatu dari apa yang dipelajarinya. Motivasi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. berbasis multikultural dalam pengembangan karakter bangsa yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia

BAB. I PENDAHULUAN. Hilman Latief,2014 PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.

BAB I PENDAHULUAN. suatu upaya melalui pendidikan. Pendidikan adalah kompleks perbuatan yang

BAB I PENDAHULUAN. Seiring diberlakukannya kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), maka

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. belajar apabila dalam dirinya telah terjadi perubahan perilaku dan tidak tahu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu 1

BAB 1 PENDAHULUAN. ketrampilan, penanaman nilai-nilai yang baik, serta sikap yang layak dan. Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan,

BAB I PENDAHULUAN. membentuk peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

BAB I PENDAHULUAN., karena dengan bekal pendidikan khususnya pendidikan formal diharapkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iva Sucianti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. seminar, dan kegiatan ilmiah lain yang di dalammnya terjadi proses tanya-jawab,

MODEL EVALUASI PEMBELAJARAN SEJARAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ida Rosita, 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA. Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah pembelajaran yang menekankan

BAB I PENDAHULUAN. orang bisa menjadi apa yang dia inginkan serta dengan pendidikan pula

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mengembangkan pengetahuan dan kepribadiannya. Pendidikan ini

BAB I PENDAHULUAN. No. 20 tahun 2003: 33). Hal ini disesuaikan dengan dunia pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Memberdayakan anak adalah dengan menanamkan kelonggaran bagi anak

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini dunia pendidikan semakin terpuruk karena dianggap telah

I.PENDAHULUAN. seutuhnya, sangatlah tepat. Konsep Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia (SDM) kita mempunyai keunggulan dan mampu bersaing di bidang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang disahkan pada tanggal 8 Juli 2003

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data, perkembangan pendidikan Indonesia masih tertinggal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dapat dialami langsung oleh siswa, hal ini dapat mengatasi kebosanan siswa dan perhatiannya akan lebih baik sehingga prestasi siswa dapat meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. banyak faktor. Salah satunya adalah kemampuan guru menggunakan desain

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sikap serta tingkah laku. Di dalam pendidikan terdapat proses belajar,

BAB I PENDAHULUAN BAB II PEMBAHASAN Contextual Teaching and Learning

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN. aspirasi (cita-cita) untuk maju, sejahtera, dan bahagia menurut konsep

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tri Wulan Sari, 2014 Pengaruh Model Cooperative Learning Tipe Stad Terhadap Kemampuan Analisis Siswa

BAB I PEDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bertanah air. Selain itu, pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah pembelajaran, pengetahuan, keterampilan, dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan sengaja

BAB I PENDAHULUAN. penelitian diharapkan agar dapat menemukan sesuatu yang baru untuk

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. tercipta sumber daya manusia yang berkualitas. Seperti yang di ungkapkan

I. PENDAHULUAN. Guru sains adalah salah satu komponen penting dalam meningkatkan mutu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. sikap, perilaku, intelektual serta karakter manusia. Menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dwi Widi Andriyana,2013

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang tidak pernah lepas dari segala bentuk aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan bidang ilmu yang memiliki kedudukan penting

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pembelajaran dalam pendidikan, khususnya pendidikan formal yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan tidak terlepas dari tujuan pendidikan yang telah hendak dicapai,

I. PENDAHULUAN. Kondisi siswa SMA PGRI 2 Marga Tiga, kelas XI IPS, sebelum diadakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mata pelajaran sejarah merupakan mata pelajaran yang dipelajari oleh semua jenjang sekolah dari SD hingga SMA bahkan diperguruan tinggi jurusan IPS yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan berbangsa. Dalam konsep pembelajaran sejarah tujuan-tujuan itu lebih terwujud secara spesifik seperti kesadaran sejarah, nasionalisme, patriotisme, wawasan humaniora disamping kecakapan akademik yang sampai sekarang belum disosialisasikan secara intensif sehingga substansi utama dari kurikulum tersebut kurang mencapai sasaran (Aman, 2011:3). Untuk mewujudkan itu semua adalah mutlak diperlukan usaha peningkatan kualitas pembelajaran sejarah khususnya dan pendidikan nasional pada umunya. Selain itu Aman (2011:101) mengungkapkan bahwa sejarah apabila dihubungkan dengan isi dari Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, mata pelajaran sejarah memiliki arti strategis dalam pembentukan watak dan peradaban bangsa yang bermartabat, serta dalam pembentukan manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Berdasarkan penjelasan tersebut bahwa sejarah penting untuk dipelajari untuk dapat memahami jati diri bangsa dan membentuk karakter bangsa Indonesia menjadi bermartabat dan mencintai tanah airnya. Jika ditelusuri dari segi pembangunan bangsa pembelajaran sejarah adalah sangat penting, sebab melalui pembelajaran sejarah, nilai-nilai yang berkembang pada generasi terdahulu bisa diwariskan dan dilestarikan kepada generasi berikutnya. Pelestarian 1

2 nilai-nilai sejarah bukan saja untuk integrasi kelompok, akan tetapi lebih dari itu, yakni sebagai bekal kekuatan untuk menghadapi masa kina dan masa yang akan datang. Pada konteks ini sejarah berperan dalam menanamkan konsep-konsep nasionalisme, persatuan solidaritas, dan integritas nasional tersebut. Bagi peserta didik tidak bisa dipungkiri bahwa pembelajaran sejarah di sekolah adalah caracara terbaik untuk menanamkan konsep-konsep dan nilai-nilai tersebut (Heri Susanto). Hal ini sesuai juga yang termuat di KTSP sejarah bahwa pembelajaran di sekolah mengandung dua misi yakni untuk pendidikan intelektual dan pendidikan nilai, pendidikan kemanusiaan, pendidikan pembinaan moralitas, jatidiri, nasionalisme, dan identitas bangsa (BSNP,2007:viii). Mengingat pentingnya sejarah maka sangat disayangkan sekali ketika pembelajaran sejarah berlangsung dan saat penyampaian materi, sikap yang ditunjukan siswa kurang respon terhadap apa yang disampaikan oleh gurunya. Bahkan ketika jam pelajaran sejarah tepat pada jam terakhir siswa banyak yang mengantuk, bercerita dengan teman sebangkunya. Sehingga suasana kelas tidak efektif dan tidak kondusif. Karena selama ini pembelajaran sejarah menjadi pelajaran yang berada pada tingkatan yang paling bawah dari minat belajar siswa, sehingga sering dianggap tidak penting. Sejalan dengan (Rahman Hamid, 2014:18) Pelajaran sejarah disekolah kurang begitu diminati oleh peserta didik, sehingga mereka memandang sebelah mata pelajaran sejarah. Bagi peserta didik pelajaran sejarah pada umumnya dianggap tidak menarik, membosankan karena mengutamakan hafalan tahun dan peristiwa yang membuat siswa jenuh. Hal ini juga diperparah dengan posisi pelajaran sejarah yang tidak termasuk dalam ujian

3 nasional sehingga peserta didik menganggap pelajaran sejarah semakin tidak penting. Sejauh ini, pembelajaran sejarah dipandang sebagai kegiatan yang membosankan. Betapa tidak, pelajaran ini kerap diajarkan secara klasikal, yakni menghafal atau sebagai pelajaran hafalan. Menurut I Gde Widja (1989:92) mengungkapkan bahwa pembelajaran sejarah tidak menarik dan membosankan. Persoalan klasik di atas berdampak panjang dan prinsipil. Peserta didik tidak lagi tertarik dengan sejarah, bahkan orang tua wali dan masyarakat umumnya akan memandang rendah sejarah. Faktor lain yang mempengaruhi adalah Ketidakmampuan guru untuk mengelola kelas yang efektif serta rendahnya kualitas guru dalam menguasai strategi pengajaran akan menyebabkan hasil belajar rendah dan ini sangat merugikan pihak siswa sebagaimana di jelaskan secara gamblang dalam jurnal internasional (Regina M. Oliver dan Daniel J. Reschly, 2007:1). Senada dengan Emmer dan Stough dalam jurnal internasional karya Regina M. Oliver dan Daniel J. Reschly (2007:1) yang berjudul Teacher Preparation and Profesional Development bahwa The ability of teachers to organize classrooms and manage the behavior of their students is critical to achieving positive effektive instruction, it establishes the environmental context that makes good interaction posible. Reciprocally, highly effective instruction reduces, bat does not eliminate, classroom behavior problems. menjelaskan bahwa kemampuan dari guru-guru untuk mengatur dan mengelola perilaku dari siswa adalah hal yang sangat penting untuk memperoleh hasil pendidikan yang baik. Walaupun pengelolaan perilaku tidak menjamin

4 pengajaran yang efektif tetapi untuk membentuk lingkungan suasana yang memungkinkan yang tercipta pengajaran yang baik. Dengan demikian bila ditinjau proses belajar mengajar di sekolah sangat berkaitan erat dengan kualitas guru. Upaya peningkatan mutu pendidikan sarana utamanya adalah guru. Guru yang berkualitas akan mempengaruhi proses belajar mengajar sehingga mutu pendidikan akan meningkat. Walaupun sebenarnya peningkatan mutu pendidikan juga berkaitan dengan banyak faktor. Selain berkualifikasi tenaga pengajar juga bekaitan dengan input peserta didik, metode dan strategi pengajaran, media pengajaran, sarana dan prasarana, sistem penilaian. Oleh karena itu melalui pembelajaran sejarah apabila guru dapat memunculkan minat belajar siswa pada pelajaran tersebut yang pada akhirnya akan membangkitkan kesadaran sejarah pada diri siswa. Untuk membangkitkan minat belajar pada siswa tersebut maka guru sejarah harus mampu menciptakan situasi dan kondisi belajar yang sedemikian rupa sehingga proses belajar mengajar akan berjalan secara efektif dan efisien. Selain itu guru harus mampu membuat rencana pembelajaran, prosedur pengajaran serta melakukan pendekatan terhadap siswa secara baik untuk membentuk kesadaran sejarah, dengan demikian materi pembelajran akan lebih berarti, dan guru sebagai pendidik akan membangkitkan kesadaran kritis (Hariyono, 2001:5). Faktor yang mempengaruhi selama ini penentuan nilai karakter dalam proses pembelajaran kurang diperhatikan oleh guru sehingga berdampak pada nilai afektif pada siswa. Banyak benda cagar budaya atau peninggalan sejarah berada di sekitar lingkungan tempat tinggal siswa, namun siswa tidak mengetahui

5 dan tidak mengenalnya. Dan meskipun ada yang mengetahui tetapi tidak ikut menjaga dan merawat peninggalan sejarah dan bahkan ada yang sengaja mencoret-coret dinding dari peninggalan tersebut. Hal ini merupakan suatu bentuk memudarnya rasa kecintaan pada peninggalan sejarah karena tidak memiliki kesadaran sejarah. kesadaran sejarah dapat terwujud jika siswa memiliki minat yang tinggi untuk belajar sejarah. Realita banyak siswa yang kurang berminat dengan pelajaran sejarah, bagaimana dapat terwujud kesadaran sejarah jika siswa sendiri kurang menyukai pelajaran tersebut. Dampaknya dari hal tersebut yaitu kesadaran sejarah yang rendah pada diri siswa yang berujung pada sikap mereka terhadap peninggalan sejarah. Seharusnya masyarakat harus bangga, cinta terhadap warisan budaya dari masa sejarah hingga sekarang yang dapat diwujudkan dengan cara ikut melestarikan tanpa merusak situs sejarah yang ada. Berdasarkan permasalahan tersebut, perlunya penanaman nilai-nilai karakter yang baik agar dapat membentuk karakter siswa menjadi lebih baik. Sebaiknya guru tidak hanya memperhatikan nilai kognitif saja dalam proses pembelajaran, tetapi juga nilai afektifnya perlu untuk diajarkan untuk membentuk karakter siswa menjadi lebih baik. Penjelasan di atas menunjukkan bahwa kurangnya kesadaran sejarah berdampak pada prestasi dan sikap mereka terhadap hasil-hasil peninggalan sejarah yang ada sehingga nilai karakter yang dapat digali melalui sejarah belum maksimal. Terkait dengan penjelasan diatas hal ini terjadi di Madrasah Aliyah Anaraja. Berdasarkan observasi awal pada MA Anaraja, jika dilihat dari proses pembelajaran di kelas yang sedang berlangsung, pertanyaan tentang situs

6 pengasingan Soekarno di Ende, dan di mana tempatnya, ternyatan banyak anak yang tidak tahu dari pada yang tahu hanya satu, dua anak saja, suatu fenomena yang sangat fantastik, padahal berada disekitar mereka yaitu di kota Ende. Fenomena tentang kondisi tersebut membuktikan betapa rendahnya tingkat perhatian dan minat belajar siswa terhadap pembelajaran sejarah. Contoh tersebut juga menunjukan betapa siswa tersebut kurang mencintai benda-benda cagar budaya atau peninggalan brsejarah dengan bukti kurang pahamnya akan peninggalan sejarah disekitar dan juga kurang minatnya untuk berkunjung walaupun letaknya tidak begitu jauh dari tempat tinggalnya. Ketika ditanya mengapa tidak pernah mengunjungi situs pengasingan Soekarno alasannya tidak memiliki biaya. Sangat disayangkan sekali melihat fenomena tersebut. Untuk mengatasi masalah tersebut adalah pemilihan model yang tepat sangat diperlukan. Model yang cocok adalah model Contextual Teaching and Learning. Model Contextual Teaching and Learning merupakan model pembelajaran yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata. Hal itu, mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapanya dalam kehidupan mereka sehari-hari sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Aqib,2013:4). Menurut Johnson dalam Rusman Contextual Teaching and Learning memungkinkan siswa menghubungkan isi mata pelajaran akademik dengan konteks kehidupan sehari-hari untuk menemukan makna. Contextual Teaching and Learning memperluas konteks pribadi siswa lebih lanjut melalui pemberian

7 pengalaman segar yang akan merangsang otak guna menjalin hubungan baru untuk menemukan hal yang baru. Pembelajaran kontekstual sebagai suatu model yang memberikan fasilitas kegiatan belajar siswa untuk mencari mengolah, dan menemukan pengalaman belajar yang lebih bersifat konkret melalui keterlibatan aktivitas siswa dalam mencoba, melakukan, dan mengalami sendiri. Dengan demikian pembelajaran tidak sekedar dilihat dari sisi produk akan tetapi yang terpenting adalah proses. (Rusman, 2013 :190). Menurut Hanafiah (2009 : 67), model CTL merupakan suatu proses pembelajaran holistik yang bertujuan untuk membelajarkan peserta didik dalam memahami bahan ajar secara bermakna (meaningfull) yang dikaitkan dengan konteks kehidupan nyata baik dikaitkan dengan lingkungan pribadi, agama, sosial, ekonomi, maupun kultural. Dengan demikian, peserta didik memperoleh ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang dapat diaplikasikan dan ditransfer dari suatu konteks permasalahan yang satu kepermasalahan yang lain. Selain penerapan model pembelajaran, faktor lain yang sangat berpengaruh untuk mengatasi masalah diatas adalah media pembelajaran. Media merupakan salah satu alat bantu yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran. Media yang dimaksud adalah media visualisasi. Penggunaan media visualisasi dapat mempermudah siswa memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang meteri yang diajarkan tanpa perlu dibawa ke obyek yang dipelajari ke dalam kelas, selain itu media visualisasi bertujuan untuk meningkatkan motivasi siswa, dengan motivasi belajar yang tinggi dan kemampuan berpikir kritis yang dimiliki maka siswa dapat memecahkan masalah dalam pembelajaran sejarah. Sebaiknya guru

8 berperan dengan dasar situasi dialog, saling percaya dan saling membantu. Siswa diajak untuk menghayati nilai-nilai di masyarakat, memberi penilaian kritis kemudian mengembangkan persepsinya sendiri terhadap aspek kehidupan masyarakat (Syaodih,2011: 14). Berdasarkan permasalahan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Penerapan Model Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan media visualisasi situs pengasingan Soekarno di Ende untuk menanamkan kecintaan terhadap peninggalan sejarah pada siswa kelas XI IPS Madrasah Aliyah Anaraja tahun 2014/2015. B. Rumusan Masalah Berdasarkan permasalahan dan perkembangan pembelajaran sejarah khususnya di MA Anaraja sebagaimana telah diuraikan pada latar belakang masalah di atas, maka permasalahan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah perencanaan model Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan media visualisasi Situs Pengasingan Soekarno dalam Pembelajaran Sejarah pada siswa kelas XI IPS Madrash Aliyah Anaraja? 2. Bagaimanakah pelaksanaan Model Contextual Teaching And Learning (CTL) dalam pembelajaran sejarah dengan media visualisasi Situs Pengasingan Soekarno dapat Menanamkan Kecintaan terhadap Peninggalan Sejarah pada siswa kelas XI IPS Madrasah Aliyah Anaraja? 3. Apakah dengan Model Contextual Teaching And Learning (CTL) dalam Pembelajaran Sejarah dengan media visualisasi Situs Pengasingan Soekarno

9 dapat meningkatkan Prestasi belajar pada siswa kelas XI IPS Madrasah Aliyah Anaraja? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui perencanaan model Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan media visualisasi Situs Pengasingan Soekarno dalam Pembelajaran Sejarah pada siswa kelas XI IPS Madrasah Aliyah Anaraja 2. Untuk mengetahui efektifitas pelaksanaan Model Contextual Teaching And Learning (CTL) dalam pembelajaran sejarah dengan media visualisasi Situs Pengasingan Soekarno dapat Menanamkan Kecintaan terhadap Peninggalan Sejarah pada siswa kelas XI IPS Madrasah Aliyah Anaraja. 3. Untuk mengetahui efektifitas pelaksanaan Model Contextual Teaching And Learning (CTL) dalam pembelajaran sejarah dengan media visualisasi Situs Pengasingan Soekarno dapat meningkatkan prestasi belajar pada siswa kelas XI IPS Madrasah Anaraja. D. Manfaat Penelitian Sebagai penelitian tindakan kelas, penelitian ini memberikan manfaat utamanya pada pembelajaran. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis Memberikan masukan dan bahan kepada pendidik dalam menentukan model dan media pembelajaran sesuai dengan kompetensi dasar (KD) yang diajarkan

10 2. Manfaat Praktis a. Manfaat bagi siswa 1) Penggunaan model Contextual teaching and Learning (CTL) dalam pembelajaran sejarah dengan media visualisasi Situs Pengasingan Soekarno di Ende dapat menggali informasi yang telah ada dalam diri siswa dan berdasarkan pengalamanya, siswa dapat meningkatkan pengetahuan serta menentukan sikap dan pemikiran pada masa sekarang dan masa yang akan datang. 2) Penggunaan model Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam pembelajaran sejarah dengan media visualisasi Situs Pengasingan Soekarno di Ende dapat menggali informasi dan menanamkan kecintaan terhadap peninggalan sejarah serta prestasi belajar siswa sehingga menjadi modal untuk meningkatkan kualitas dirinya dan lingkungan. b. Manfaat bagi guru 1) Untuk meningkatkan kemampuan dan kreatifitas guru dalam menerapkan model pembelajaran dalam proses pembelajaran yang sesuai dengan materi dan kemampuan, sehingga siswa dapat menguasainya secara menyeluruh dan maksimal. 2) Untuk meningkatkan kualitas guru dalam menggunakan media pembelajaran yang sesuai dengan materi, sehingga siswa mampu menggali, menanamkan kecintaan terhadap peninggalan sejarah dan meningkatkan prestasi belajarnya.

11 c. Manfaat bagi Sekolah Untuk menjadi masukan kepada sekolah tentang model pembelajaran konstruktif yang sesuai dengan kondisi sekolah serta menjadi tolak ukur bagi peningkatan kualitas dan eksistensi lembaga sekolah. d. Manfaat bagi Peneliti Mengembangkan wawasan, pengetahuan, pengalaman dan keterampilan dalam melaksanakan proses belajar mengajar.