DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

dokumen-dokumen yang mirip
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2012 TENTANG

2012, No.74 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KOORDINASI, PENGAWASAN, DAN PEMBINAAN TEKNIS TERHADAP KEPOLI

No huruf f menyatakan: melakukan Koordinasi, Pengawasan dan Pembinaan Teknis terhadap Kepolisian Khusus, Penyidik Pegawai Negeri Sipil dan Ben

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG DAERAH HUKUM KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG DAERAH HUKUM KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2013

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2018 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG HAK KEUANGAN DAN FASILITAS HAKIM AD HOC DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BUPATI NGAWI PERATURAN BUPATI NGAWI NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS, FUNGSI, KEWENANGAN, HAK DAN KEWAJIBAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG HAK KEUANGAN DAN FASILITAS HAKIM AD HOC DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG KOORDINASI, PENGAWASAN DAN PEMBINAAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA PAREPARE

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG HAK KEUANGAN DAN FASILITAS HAKIM AD HOC DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HUBUNGAN DAN KERJA SAMA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 53 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN PELAKSANAAN TUGAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI LUWU TIMUR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 103 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANDUNG,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PROVINSI JAWA TIMUR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 05 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2010 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN ORGANISASI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA TASIKMALAYA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEPOLISIAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM OPERASIONAL KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HUBUNGAN DAN KERJA SAMA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG TUNJANGAN JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No ); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republ

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2011 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2006 TENTANG TUNJANGAN JABATAN FUNGSIONAL PERANCANG PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 20 TAHUN TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KOMISI PENGAWAS HAJI INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

2013, No.57 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Po

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2011 TENTANG TIM KOORDINASI MISI PEMELIHARAAN PERDAMAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2011 TENTANG FORUM LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG TUNJANGAN JABATAN FUNGSIONAL ANALIS KEPEGAWAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 19 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA BANJAR

WALIKOTA BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100 TAHUN 2012 TENTANG TUNJANGAN JABATAN FUNGSIONAL PENELITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 154 TAHUN 2014 TENTANG KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN

NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN TENTANG TUNJANGAN JABATAN FUNGSIONAL AUDITOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM. Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil. Prosedur. Kartu Tanda Anggota.

BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN BANDUNG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 91 TAHUN : 2008 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 10 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 42 TAHUN : 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

Transkripsi:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KOORDINASI, PENGAWASAN, DAN PEMBINAAN TEKNIS TERHADAP KEPOLISIAN KHUSUS, PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL, DAN BENTUK-BENTUK PENGAMANAN SWAKARSA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Pelaksanaan Koordinasi, Pengawasan, dan Pembinaan Teknis Terhadap Kepolisian Khusus, Penyidik Pegawai Negeri Sipil, dan Bentuk-Bentuk Pengamanan Swakarsa; Mengingat 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168); MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KOORDINASI, PENGAWASAN, DAN PEMBINAAN TEKNIS TERHADAP KEPOLISIAN KHUSUS, PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL, DAN BENTUK-BENTUK PENGAMANAN SWAKARSA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 2. Fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. 3. Kepolisian Khusus yang selanjutnya disingkat Polsus adalah instansi dan/atau badan pemerintah yang oleh atau atas kuasa undang-undang diberi wewenang untuk melaksanakan fungsi Kepolisian di bidang teknisnya masing-masing. 4. Anggota Kepolisian Khusus adalah Pegawai Negeri Sipil atau Pegawai Tetap pada Badan Usaha Milik Negara yang oleh atau atas kuasa undang-undang diberi wewenang untuk melaksanakan Fungsi Kepolisian di bidang teknisnya masing-masing. 5. Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PPNS adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang berdasarkan peraturan perundang-undangan ditunjuk selaku Penyidik dan mempunyai wewenang untuk melakukan penyidikan tindak pidana dalam lingkup undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing. 6. Bentuk-Bentuk Pengamanan Swakarsa yang selanjutnya disingkat Pam Swakarsa adalah suatu bentuk pengamanan yang diadakan atas kemauan, kesadaran, dan kepentingan

masyarakat sendiri yang kemudian memperoleh pengukuhan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia. 7. Koordinasi adalah suatu hubungan kerja yang menyangkut bidang fungsi kepolisian atas dasar sendi-sendi hubungan fungsional dengan mengindahkan tugas dan kewenangan masing-masing. 8. Pengawasan adalah proses pengamatan terhadap pelaksanaan fungsi kepolisian terbatas yang dilakukan Polsus, PPNS, dan Pam Swakarsa oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia bersama instansi yang membawahi Polsus, PPNS, dan Pam Swakarsa. 9. Pembinaan Teknis Kepolisian yang selanjutnya disebut dengan Pembinaan Teknis adalah segala upaya, kegiatan dan tindakan untuk memberikan pendidikan dan pelatihan, serta peningkatan kemampuan teknis terhadap Polsus, PPNS, dan Pam Swakarsa. Pasal 2 (1) Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat Polri adalah Kepolisian Nasional yang merupakan satu kesatuan dalam melaksanakan peran memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. (2) Polri melakukan Koordinasi, Pengawasan, dan Pembinaan Teknis terhadap Polsus, PPNS, dan Pam Swakarsa yang memiliki kewenangan kepolisian secara terbatas, bertujuan untuk meningkatkan kerjasama, menunjang kelancaran pelaksanaan tugas, serta untuk menjamin agar kegiatan yang dilakukan dapat berjalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (3) Koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap pengemban fungsi kepolisian terbatas dilaksanakan secara proporsional dan berjenjang mulai dari tingkat daerah sampai dengan tingkat pusat. BAB II TUGAS DAN FUNGSI Pasal 3 Pengemban Fungsi Kepolisian adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh: a. Polsus; b. PPNS; dan/atau c. Pam Swakarsa. Pasal 4 (1) Polsus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, bertugas melaksanakan pengamanan, pencegahan, penangkalan, dan penindakan nonyustisiil sesuai dengan bidang teknisnya masing-masing yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya. (2) Polsus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi untuk melaksanakan Fungsi Kepolisian Khusus dan terbatas dalam rangka penegakan peraturan perundang-undangan di bidang masing-masing. Pasal 5 PPNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, melaksanakan tugas dan fungsi penyidikan tindak pidana yang termasuk dalam lingkup kewenangannya berdasarkan peraturan perundangundangan yang menjadi dasar hukum masing-masing.

Pasal 6 (1) Pam Swakarsa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c, bertugas menjaga keamanan dan ketertiban di lingkungannya secara swakarsa. (2) Pam Swakarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berfungsi melaksanakan pengamanan di lingkungannya secara swakarsa guna mencegah terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban. BAB III KOORDINASI Pasal 7 Polri melakukan koordinasi dengan: a. instansi, lembaga, atau badan pemerintah/bumn yang memiliki dan/atau membawahi Anggota Kepolisian Khusus; b. instansi, lembaga, atau badan pemerintah yang memiliki PPNS; atau c. instansi, badan, lembaga pemerintah atau nonpemerintah yang memiliki Pam Swakarsa dan semua bentuk pengamanan swakarsa yang dilaksanakan oleh masyarakat. Pasal 8 (1) Koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a, dilaksanakan dalam bidang operasional pengamanan, pencegahan dan penangkalan, serta penindakan nonyustisiil. (2) Koordinasi operasional di bidang pengamanan, pencegahan dan penangkalan, serta penindakan nonyustisiil dilaksanakan dengan cara: a. mengkaji dan/atau merumuskan perencanaan di bidang pengamanan, pencegahan dan penangkalan, serta penindakan nonyustisiil; dan b. pelaksanaan kegiatan bersama Pasal 9 (1) Koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b, dilaksanakan melalui kegiatan operasional penyidikan. (2) Koordinasi di bidang operasional penyidikan dilaksanakan dengan cara: a. menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan dari PPNS serta meneruskan kepada Penuntut Umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; b. merencanakan kegiatan dalam rangka pelaksanaan penyidikan bersama sesuai kewenangan masing-masing; c. memberikan bantuan teknis, taktis, tindakan upaya paksa, dan konsultasi penyidikan kepada PPNS; d. menerima berkas perkara hasil penyidikan dari PPNS dan meneruskan kepada Penuntut Umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; e. menghadiri atau menyelenggarakan gelar perkara yang ditangani oleh PPNS; f. menerima pemberitahuan mengenai penghentian penyidikan dari PPNS dan diteruskan ke Penuntut Umum; g. tukar menukar data dan informasi mengenai dugaan tindak pidana yang penyidikannya dilakukan oleh PPNS; dan h. menghadiri rapat berkala yang diselenggarakan oleh PPNS. Pasal 10 (1) Koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c dilaksanakan melalui kegiatan: a. pemberdayaan potensi Pam Swakarsa; dan b. pembinaan sistem Pam Swakarsa. (2) Pemberdayaan potensi Pam Swakarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan dengan cara: a. merumuskan perencanaan pembentukan Pam Swakarsa; b. pelibatan Pam Swakarsa dalam kegiatan pengamanan; c. peningkatan aktivitas forum komunikasi Polri dengan Pam Swakarsa; dan d. optimalisasi Pemolisian Masyarakat (Polmas).

(3) Pembinaan sistem Pam Swakarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan dengan cara: a. peningkatan kemampuan Sistem Keamanan Lingkungan; dan b. peningkatan kemampuan pengamanan dan patroli lingkungan. BAB IV PENGAWASAN Pasal 11 Polri melaksanakan pengawasan bersama dengan pimpinan: a. instansi, lembaga, atau badan pemerintah/bumn yang memiliki Anggota Kepolisian Khusus; b. instansi, lembaga, atau badan pemerintah yang memiliki PPNS; dan c. instansi, badan, lembaga pemerintah atau nonpemerintah yang memiliki Pam Swakarsa dan semua bentuk pengamanan swakarsa yang dilaksanakan oleh masyarakat. Pasal 12 Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dilakukan terhadap: a. pelaksanaan tugas dan Fungsi Kepolisian yang diemban oleh Polsus; b. kegiatan penyidikan yang dilakukan oleh PPNS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan c. program dan kegiatan yang dilakukan oleh Pam Swakarsa dalam menjalankan Fungsi Kepolisian terbatas. Pasal 13 (1) Pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan Fungsi Kepolisian yang diemban oleh Polsus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a meliputi: a. pengawasan di bidang teknis; dan b. pengawasan di bidang operasional. (2) Pengawasan di bidang teknis, meliputi: a. pendataan anggota Polsus; b. penerbitan kartu tanda anggota Polsus; c. pendataan senjata api dan amunisi yang digunakan Polsus; dan d. penggunaan dan penyimpanan senjata api dan amunisi. (3) Pengawasan di bidang operasional meliputi: a. evaluasi pelaksanaan tugas; dan e. supervisi bersama. Pasal 14 Pengawasan terhadap kegiatan penyidikan yang dilakukan oleh PPNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b, meliputi: a. pelaksanaan gelar perkara; b. pemantauan proses penyidikan dan penyerahan berkas perkara; c. melaksanakan supervisi bersama kementerian/instansi yang memiliki PPNS atas permintaan pimpinan instansi PPNS; d. pendataan penanganan perkara oleh PPNS; atau e. analisis dan evaluasi pelaksanaan tugas penyidikan secara berkala.

Pasal 15 (1) Pengawasan Pam Swakarsa pada instansi, badan, lembaga pemerintah atau nonpemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf c, meliputi: a. pendataan Pam Swakarsa; b. pemberian kartu tanda anggota dan penggunaan seragam serta atribut bagi personel satuan pengamanan; c. pendataan senjata api, amunisi dan kelengkapannya; d. izin operasional badan usaha di bidang jasa pengamanan; dan e. operasionalisasi jasa pengamanan. (2) Pengawasan Pam Swakarsa yang dilaksanakan oleh masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf c, meliputi: a. pengamatan pelaksanaan pengamanan lingkungan; b. pencatatan data dan kegiatan pengamanan lingkungan; c. penerapan sistem pengamanan lingkungan; dan d. penggunaan peralatan pengamanan lingkungan. BAB V PEMBINAAN TEKNIS Pasal 16 Polri melaksanakan Pembinaan teknis dengan: a. instansi, lembaga, atau badan pemerintah/bumn yang memiliki dan/atau membawahi Anggota Kepolisian Khusus; b. instansi, lembaga, atau badan pemerintah yang memiliki dan/atau membawahi PPNS; dan c. instansi, badan, lembaga pemerintah atau nonpemerintah yang memiliki Pam Swakarsa dan semua bentuk pengamanan swakarsa yang dilaksanakan oleh masyarakat. Pasal 17 (1) Pembinaan teknis terhadap Polsus dilaksanakan untuk meningkatkan kompetensi di bidang teknis kepolisian. (2) Pembinaan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan cara: a. pendidikan dan latihan calon anggota Polsus; dan b. peningkatan kemampuan anggota Polsus. (3) Pembinaan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diselenggarakan berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pasal 18 (1) Pembinaan teknis terhadap PPNS dilaksanakan dengan cara meningkatkan kemampuan operasional penyidikan kepada PPNS. (2) Pembinaan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pendidikan dan latihan PPNS; dan b. peningkatan kemampuan PPNS. (3) Peningkatan kemampuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dapat dilakukan melalui penyegaran, pelatihan lanjutan teknis dan taktis penyidikan, dan seminar/workshop bidang penyidikan.

Pasal 19 (1) Pembinaan Teknis terhadap Pam Swakarsa yang ada pada instansi, badan, lembaga pemerintah atau nonpemerintah, melalui: a. pendidikan dan latihan personel Satuan Pengaman (Satpam); b. pelatihan Kelompok Masyarakat Sadar Keamanan Ketertiban Masyarakat; c. pendidikan dan latihan peningkatan kemampuan dan kompetensi petugas; d. pelatihan keterampilan penggunaan peralatan khusus pengamanan; e. penyegaran, dan seminar/workshop di bidang pengamanan, pencegahan dan penangkalan; dan f. bimbingan dan penyuluhan kesadaran hukum masyarakat. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendidikan dan latihan peningkatan kemampuan dan kompetensi terhadap Pam Swakarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. BAB VI KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 20 Satuan atau kelompok pengamanan yang tidak berkedudukan sebagai Polsus, PPNS, dan/atau Bentuk-Bentuk Pam Swakarsa tidak berwenang menjalankan fungsi kepolisian dan/atau tindakan kepolisian. BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 21 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap Polsus, PPNS, dan Pam Swakarsa yang ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti yang baru dengan Peraturan Pemerintah ini. Pasal 22 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 12 Maret 2012 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 12 Maret 2012 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. AMIR SYAMSUDIN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 74

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KOORDINASI, PENGAWASAN, DAN PEMBINAAN TEKNIS TERHADAP KEPOLISIAN KHUSUS, PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL, DAN BENTUK-BENTUK PENGAMANAN SWAKARSA Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Perubahan Kedua, Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/2000, keamanan dalam negeri dirumuskan sebagai format tujuan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan secara konsisten dinyatakan dalam perincian tugas pokok yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakan hukum, serta melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat. Namun dalam penyelenggaraan Fungsi Kepolisian, Kepolisian Negara Republik Indonesia secara fungsional dibantu oleh Kepolisian Khusus, Penyidik Pegawai Negeri Sipil, dan Bentuk-Bentuk Pengamanan Swakarsa melalui pengembangan asas subsidiaritas dan asas partisipasi. Bahwa dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 14 ayat (1) huruf f menyatakan: melakukan Koordinasi, Pengawasan dan Pembinaan Teknis terhadap Kepolisian Khusus, Penyidik Pegawai Negeri Sipil dan Bentuk-Bentuk Pengamanan Swakarsa, dan menurut Pasal 14 ayat (2) dinyatakan bahwa tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf f diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah merupakan ketentuan yang memerlukan peraturan pelaksanaannya. Untuk memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam wujud penegakan hukum secara profesional dan proporsional dengan senantiasa menjunjung tinggi supremasi hukum dan hak asasi manusia menuju terwujudnya kepastian hukum dan rasa keadilan, maka perlu adanya kesamaan pandangan dalam melakukan Tata Cara Pelaksanaan Koordinasi, Pengawasan dan Pembinaan teknis terhadap Kepolisian Khusus, Penyidik Pegawai Negeri Sipil dan Bentuk-bentuk Pengamanan Swakarsa. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Ayat (1) Ayat (2) Ayat (3) Yang dimaksud dengan fungsi kepolisian terbatas adalah kewenangan bersifat khusus dan terbatas dalam lingkungan kuasa soal-soal (zaken gebied) yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya. Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5

Pasal 6 Ayat (1) Yang dimaksud dengan Pam Swakarsa antara lain satuan pengamanan lingkungan dan badan usaha di bidang jasa pengamanan. Bidang jasa pengamanan antara lain berupa Pengamanan Industrial (Industrial Security) yang meliputi segala upaya yang berkaitan dengan perlindungan terhadap instalasi, sumberdaya, kegunaan (utility), material dan informasi rahasia instansi, badan, lembaga pemerintah atau nonpemerintah dalam rangka mencegah kerugian, dan kehancuran. Ayat (2) Pasal 7 Pasal 8 Ayat (1) Yang dimaksud dengan penindakan nonyustisiil adalah tindakan pertama yang diambil secara nonyustisiil terhadap setiap gangguan yang terjadi pada proses penegakan, selanjutnya diserahkan/diselesaikan oleh masing-masing unsur penegak hukum yang berwenang sesuai dengan bidangnya masing-masing. Ayat (2) Pasal 9 Ayat (1) Ayat (2) Huruf a Huruf b Huruf c Bantuan taktis dapat berupa dukungan personel dan/atau peralatan. Huruf d Huruf e Huruf f Huruf g Huruf h Pasal 10 Pasal 11 Pasal 12 Pasal 13 Pasal 14 Pasal 15

Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18 Pasal 19 Pasal 20 Pasal 21 Pasal 22 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5298