LAPORAN KEGIATAN Pelaksanaan Kebijakan Pengarusutamaan Gender Bidang Hukum Tahun Anggaran 2013 DIREKTORAT HUKUM DAN HAM, BAPPENAS MARET 2014 Pelaksanaan Kebijakan PUG Bidang Hukum 1
DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN... 5 A. Latar belakang...5 B. Tujuan...8 C. Ruang Lingkup...8 D. Keluaran...9 E. Metode...9 F. Hasil yang diharapkan...9 II. KEBIJAKAN PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER...11 A. Dasar Hukum Pengarusutamaan Gender... 11 A.1. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000... 11 A.2. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025... 11 A.3. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)... 12 A.4. Rencana Kerja Pemerintah... 12 A.5. Kebijakan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak terkait Pengarusutamaan Gender... 14 A.6. Strategi Nasional Percepatan Pengarusutamaan Gender (PUG) melalui Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender (PPRG)... 14 B. Kebijakan Pengarusutamaan Gender Di Kementerian/Lembaga Untuk Sektor Hukum... 16 B.1. Kementerian Hukum dan HAM... 16 B.2. Kejaksaan RI... 16 B.3. Mahkamah Agung RI... 17 B.4. Kepolisian... 17 III. PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG HUKUM YANG TELAH DILAKUKAN KEMENTERIAN / LEMBAGA SAMPAI DENGAN TAHUN 2013...20 A. Kementerian/ lembaga terkait... 20 A.1. Mahkamah Agung RI... 20 A.1.1. Aspek Dukungan Politik... 20 A.1.2. Aspek Kebijakan... 20 A.1.3. Aspek Kelembagaan... 21 A.1.4. Aspek Sistem Informasi... 21 A.2. Kejaksaan RI... 24 A.2.1. Aspek Dukungan Politik... 24 Pelaksanaan Kebijakan PUG Bidang Hukum 2
A.2.2. Aspek Kebijakan... 25 A2.3. Aspek Kelembagaan... 25 A.2.4. Aspek Sistem Informasi... 25 A.2.5. Aspek Sumber Daya Manusia... 25 A.3. Kepolisian... 28 A.3.1. Aspek Dukungan Politik... 28 A.3.2. Aspek Kebijakan... 28 A.3.3. Aspek Sistem Informasi... 29 A.3.4. Aspek Sumber Daya Manusia... 29 A.4. Kementerian Hukum dan HAM... 29 A.4.1. Aspek Dukungan Politik... 29 A.4.2. Aspek Kebijakan... 30 A.4.3. Aspek Kelembagaan... 30 A.4.4. Aspek Sistem Informasi... 30 A.4.5. Aspek Sumber Daya Manusia... 30 B. Kendala dan tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan Pengarusutamaan Gender... 31 B.1. Kejaksaan Republik Indonesia... 31 B.2. Kementerian Hukum dan HAM... 32 B.3. Mahkamah Agung Republik Indonesia... 32 IV. LANGKAH/UPAYA PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG HUKUM SEBAGAI MASUKAN PENYUSUNAN BACKGROUND STUDY DAN RPJMN 2015-2019 BIDANG HUKUM...35 A. Peraturan Perundang-Undangan... 35 B. Peningkatan Sumber Daya Manusia... 36 C. Sarana Dan Prasarana Pendukung... 39 D. Mekanisme Penanganan Perkara Dan Koordinasi Aparat Penegak Hukum Dalam Penanganan Perkara Kekerasan Terhadap Perempuan... 40 V. PENUTUP...51 A. Kesimpulan... 51 B. Saran Tindak Lanjut... 52 Pelaksanaan Kebijakan PUG Bidang Hukum 3
BAB I PENDAHULUAN Pelaksanaan Kebijakan PUG Bidang Hukum 4
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam pelaksanaan pembangunan, pengarusutamaan menjadi prinsip yang mewarnai berbagai kebijakan di setiap bidang pembangunan. Pelaksanaan prinsip-prinsip pengarusutamaan merupakan usaha yang sinergis yang diarahkan dan tercermin pada keluaran kebijakan pembangunan. Pengarusutamaan dalam pembangunan mencakup tiga isu besar yaitu: (1) Pembangunan Berkelanjutan, (2) Tata Kelola Pemerintahan yang Baik, dan (3) Gender. Kebijakan pengarusutamaan pelaksanaan pembangunan perlu pula dilakukan dengan pendekatan lintas bidang. Hal ini dikarenakan mengingat permasalahan dan isu-isu pembangunan bersifat kompleks sehingga memerlukan keterlibatan berbagai bidang dan sektor pembangunan sehingga tidak dapat ditangani oleh kebijakan yang terfokus pada bidang tertentu saja. Oleh karena itu dalam rangka penanganan permasalahan pembangunan yang bersifat lintas bidang tersebut perlu ditangani secara holistik sehingga diharapkan dapat menyelesaikan persoalan dengan tepat sasaran. Berdasarkan hal tersebut dalam RPJMN 2010-2014 telah ditetapkan empat isu pembangunan yang ditangani dengan pendekatan lintas bidang, yaitu: (1) Penanggulangan Kemiskinan, (2) Perubahan Iklim, (3) Pembangunan Kelautan Berdimensi Kepulauan, (4) Perlindungan Anak, dan (5) Pembangunan Karakter Bangsa. Kebijakan lintas bidang akan menjadi suatu rangkaian kebijakan antarbidang yang terpadu dan meliputi Prioritas, Fokus Prioritas serta Kegiatan prioritas lintas bidang; untuk menyelesaikan permasalahan pembangunan yang semakin kompleks. Terkait dengan kebijakan Pengarusutamaan Gender telah ditetapkan melalui Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) yang memuat kebijakan untuk menerapkan pengarusutamaan gender untuk pelaksanaan kegiatan di jajaran kementerian/ lembaga baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Kebijakan pengarusutamaan termasuk pengarusutamaan gender dilaksanakan secara terstruktur dengan kriteria: (1) Pengarusutamaan bukanlah merupakan upaya yang terpisah dari kegiatan pembangunan sektoral; (2) Pengarusutamaan tidak mengimplikasikan adanya tambahan pendanaan yang signifikan; dan (3) Pengarusutamaan dilakukan pada semua sektor yang terkait, tetapi diprioritaskan pada sektor penting yang terkait langsung dengan isu-isu pengarusutamaan. Pelaksanaan Kebijakan PUG Bidang Hukum 5
Upaya dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas salah satunya adalah dengan menerapkan prinsip Kesetaraan Gender. Dalam penerapan prinsip tersebut dilaksanakan dengan tidak adanya pembedaan atau pembatasan dalam proses pembangunan nasional serta harus memenuhi prinsip pemenuhan hak asasi manusia dan selayaknya memberikan akses yang memadai bagi orang dewasa dan anak-anak, baik perempuan maupun laki-laki, untuk berpartisipasi dalam pembangunan dan memanfaatkan hasil-hasil pembangunan, serta turut mempunyai andil dalam proses pengendalian/kontrol pembangunan. Dengan demikian, pengarusutamaan gender (PUG) dalam pembangunan merupakan strategi yang digunakan untuk mengurangi kesenjangan antara penduduk laki-laki dan perempuan Indonesia dalam mengakses dan mendapatkan manfaat pembangunan, serta meningkatkan partisipasi dan mengontrol proses pembangunan. Penerapan pengarusutamaan gender ini diharapkan dapat menghasilkan kebijakan publik yang lebih efektif dalam mewujudkan pembangunan yang lebih adil dan merata bagi seluruh penduduk, baik laki-laki maupun perempuan. Lebih lanjut mengenai kebijakan PUG, telah dikeluarkan Surat Keputusan Meneg PPN/Kepala Bappenas No. KEP.30/M.PPN/HK/03/2009 tentang Pembentukan Tim Pengarah dan Tim Teknis Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender. Dengan dikeluarkannya surat keputusan tersebut bertujuan untuk memastikan dan mengkoordinasikan pelaksanaan PUG dan perencanaan dan penganggaran yang responsif gender di seluruh kementerian/ lembaga. Pengintegrasian gender dalam perencanaan dan penganggaran dalam RPJMN tahap kedua (periode 2010-2014) yang memuat kebijakan, indikator, dan sasaran yang responsif gender dan terpilah gender. Selain itu pengintegrasian gender juga diwujudkan ke dalam dokumen perencanaan kementerian/lembaga yang memuat kebijakan, indikator, dan sasaran yang responsif gender. Selain itu untuk lebih memantapkan langkah pelaksanaan PUG ke depannya Kemenkeu telah menetapkan PMK Nomor 93/PMK.02/2011 yang merupakan kelanjutan dari PMK 104/2010 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga Tahun Anggaran 2011 dan PMK 119 Tahun 2009 untuk Tahun Anggaran 2010. Pada lembaga yudikatif, data tahun 2010 menunjukkan bahwa dari 7.974 hakim yang ada, terdapat 1.869 hakim perempuan (23,4 persen), dan dari 39 hakim agung, 6 diantaranya adalah perempuan (15,4 persen). Sementara itu, data Kejaksaan RI menunjukkan bahwa sampai dengan akhir tahun 2011 jumlah jaksa sebanyak 8360 jaksa yang tersebar ke berbagai wilayah di daerah dan pusat. Dari jumlah tersebut jumlah jaksa dengan golongan 3 mencapai 6.591 orang dengan perbandingan 4.449 jaksa laki-laki dan 2.132 jaksa perempuan (32,3 persen), sedangkan untuk golongan 4 terdapat 1.769 orang dengan perbandingan 1.433 jaksa laki-laki dan 336 jaksa perempuan (23,4 persen). Di Pelaksanaan Kebijakan PUG Bidang Hukum 6
lembaga eksekutif, walaupun terjadi peningkatan partisipasi perempuan yang menduduki jabatan eselon, namun jabatan yang diduduki perempuan masih berpusat pada eselon IV. Dari uraian tersebut terlihat bahwa posisi, komposisi, serta peran perempuan di lembaga yudikatif dan eksekutif masih relatif kecil. Selain itu permasalahan yang menonjol dan perlu mendapatkan perhatian lebih lanjut adalah tentang masalah kekerasan terhadap perempuan. Sampai dengan saat ini, pusat krisis terpadu (PKT) untuk penanggulangan kasus -kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan perdagangan perempuan masih terbatas dan hanya beberapa daerah yang menyediakan wahana sebagai upaya untuk mencegah dan menanggulangi kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan. Selain itu, ketidaksesuaian dan ketidakharmonisan antarproduk hukum yang dihasilkan, termasuk antara produk hukum yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat dengan daerah, sehingga perlindungan terhadap perempuan belum dapat terlaksana secara komprehensif. Dalam Strategi Nasional Akses tehadap Keadilan yang telah diluncurkan pada Oktober 2009 oleh Pemerintah Indonesia merupakan strategi yang memuat tentang rencana aksi dalam berbagai bidang dalam rangka mengintegrasikan pemahaman tentang pemberdayaan hukum khususnya terhadap masyarakat miskin dan terpinggirkan untuk diimplementasikan ke dalam masing-masing rencana kegiatan kementerian lembaga terkait. Adapun rencana aksi yang termuat dalam Strategi Nasional Akses terhadap Keadilan adalah rencana aksi Bidang Tata Kelola Pemerintahan Daerah, Rencana Aksi Bidang Reformasi Hukum dan Peradilan, Rencana Aksi Bidang Bantuan Hukum, Rencana Aksi Bidang Pertanahan dan Sumber Daya Alam, Rencana Aksi Bidang Bidang Kelompok Perempuan, Rencana Aksi Bidang Kelompok Anak, Rencana Aksi Bidang Ketenagakerjaan dan Rencana Aksi terkait Kelompok Masyarakat Miskin dan Terpinggirkan. Seperti yang disebutkan diatas bahwa dalam mendukung rencana aksi yang dilaksanakan dalam kelompok Perempuan yang didalamnya terkait dengan upaya perlindungan terhadap perempuan terutama dari tindakan kekerasan (KDRT) maka pelaksanaan koordinasi ini adalah juga untuk mendukung implementasi pelaksanaan strategi nasional khususnya kelompok perempuan. Direktorat Hukum dan Hak Asasi Manusia, Bappenas mempunyai tugas dan fungsi untuk melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan, koordinasi, sinkronisasi pelaksanaan penyusunan dan evaluasi perencanaan pembangunan nasional di bidang hukum dan hak asasi manusia serta pemantauan dan penilaian atas pelaksanaannya. Salah satu tugasnya sebagai koordinator tersebut adalah melakukan persiapan penyusunan dan perumusan kebijakan bidang Hukum dan HAM melalui koordinasi dengan mitra khususnya lembaga atau instansi yang bergerak Pelaksanaan Kebijakan PUG Bidang Hukum 7
di bidang hukum dan peradilan seperti Mahkamah Agung RI, Kejaksaan Agung RI, Kementerian Hukum dan HAM, Komnas HAM, dan Komnas Perempuan dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Diharapkan dengan pelaksanaan kegiatan ini PUG bidang Hukum dapat mempertajam dan mensinergiskan perencanaan terkait perencananan pembangunan bidang pembangunan Hukum dan HAM dengan bidang-bidang pembangunan yang ada. Selain itu pelaksanaan kegiatan ini juga untuk memperkuat komitmen dari Kementerian/Lembaga untuk melaksanakan kegiatan pembangunan hukum dan HAM secara keseluruhan dan dapat sesuai dengan sasaran dan keluaran yang ditetapkan oleh program pada masing-masing Kementerian/Lembaga atau instansi hukum lainnya yang sejalan dengan bidang pembangunan Hukum dan HAM. B. Tujuan Tujuan penyelenggaraan kegiatan pengarusutamaan gender bidang hukum ini adalah untuk mengetahui sejauhmana pelaksanaan pengarusutamaan gender bidang hukum dilakukan di pusat dan daerah berdasarkan Inpres Nomor 9 Tahun 2000 serta untuk mengetahui implementasi PMK Nomor 93/PMK.02/2011 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/ Lembaga Tahun Anggaran 2011 dan PMK 119 Tahun 2009 untuk Tahun Anggaran 2010. Penanganan kebijakan pengarusutamaan gender penerapan kebijakan akan dilaksanakan bekerjasama dan berkoordinasi dengan penegak hukum dan beberapa instansi terkait lainnya untuk mewujudkan keterpaduan pelaksanaan gender khususnya bidang hukum. C. Ruang Lingkup 1. Melakukan pertemuan-pertemuan melalui rapat atau pertemuan dengan mitra kerja yang dilakukan secara berkala untuk menganalisa permasalahan dalam pelaksanaan implementasi kebijakan pengarusutamaan gender bidang hukum; 2. Melakukan tindak lanjut langkah-langkah berupa rekomendasi yang harus dilakukan dalam penanganan kebijakan pengarusutamaan gender bidang hukum dan peranannya baik dari sisi akses, kontrol, partisipasi dan manfaatnya dalam pembangunan; Pelaksanaan Kebijakan PUG Bidang Hukum 8
D. Keluaran Dari kegiatan pengarusutamaan gender diharapkan dapat menghasilkan laporan yang berisi kesepakatan, kesepahaman dan rekomendasi dari institusi atau kementerian lembaga terkait termasuk aparat penegak hukum dan instansi terkait lainnya tentang langkah dan upaya yang akan dilakukan berkaitan dengan kebijakan pengarusutamaan gender khususnya bidang hukum sebagai salah satu masukan pembuatan kebijakan pembangunan Hukum dan HAM secara keseluruhan. E. Metode Metode yang dilaksanakan dalam melakukan kegiatan pengarusutamaan gender bidang hukum diperoleh antara lain berasal dari pelaksanaan beberapa Focus Group Discussion (FGD) yang dilakukan dengan beberapa kementerian/lembaga terkait yaitu dengan Kepolisian, Kementerian Hukum dan HAM, Komnas Perempuan, Kejaksaan, LBH Apik, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta lembaga terkait lainnya selain data diperoleh melalui study literatur baik dari RPJMN, Rencana Strategi Kementerian Lembaga serta dari internet. F. Hasil yang diharapkan Dari kegiatan pengarusutamaan gender bidang hukum, diharapkan dapat menghasilkan : 1. Laporan tentang pelaksanaan pengarusutamaan gender bidang hukum yang dilaksanakan sampai dengan Tahun 2013 oleh instansi atau lembaga bidang hukum dan lembaga terkait lainnya serta kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan PUG sesuai dengan ketentuan Inpres No. 1 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender. 2. Rekomendasi berupa masukan yang perlu dilakukan dalam mendukung pelaksanaan pengarusutamaan gender bidang hukum yang dikaitkan dengan Rencana Pembangunan Bidang Hukum dan HAM untuk lima tahun ke depan (2015-2019). Pelaksanaan Kebijakan PUG Bidang Hukum 9
BAB II KEBIJAKAN PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER Pelaksanaan Kebijakan PUG Bidang Hukum 10
BAB II KEBIJAKAN PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER A. DASAR HUKUM PENGARUSUTAMAAN GENDER A.1. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 Dalam Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender menyebutkan bahwa mengharuskan semua kementerian/lembaga dan pemerintah daerah untuk melaksanakan Pengarusutamaan Gender (PUG). Mulai dengan saat itu dilakukan upaya untuk melaksanakan PUG di berbagai bidang pembangunan dan dituangkan pada dokumen perencanaan pembangunan nasional. Dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas) 2000-2004 telah terdapat 19 Program Pembangunan yang responsif gender dan program yang responsif gender ini semakin meningkat dari tahun ke tahun berikutnya. Dalam rincian per tahunnya di Repeta 2001 (UU No. 35/2000) pada dasarnya 19 Program, maka pada Repeta Tahun 2002 (UU No. 19/2001) meningkat menjadi 26 Program Responsif Gender, pada Repeta Tahun 2003 (UU No. 29/2002) terdapat 32 Program Reponsif Gender. Terakhir pada Repeta Tahun 2004 (UU No. 28/2003) terdapat 38 Program Reponsif Gender. 1 Pada RPJMN 2004-2009, PUG juga merupakan salah satu prinsip yang diarusutamakan dalam setiap program/kegiatan pembangunan yang akan dilakukan di kementerian/lembaga. Bahwa pada periode ini terdapat program khusus Pengarusutamaan Gender yang dipergunakan oleh seluruh kementerian/lembaga dalam melakukan integrasi pelaksanaan PUG dalam rencana kegiatan dan anggaran kementerian lembaga tersebut. A.2. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025 Dasar pelaksanaan PUG untuk pembangunan 20 (dua puluh) tahun ke depan juga telah dituangkan dalam dokumen perencanaan pembangunan nasional dengan dasar hukum melalui UU No 17 Tahun 2007 tentang Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025. Di dalam arahan RPJPN 2005-2025 terdapat Visi, Misi dan Tujuan Negara berdasarkan UUD 1945. Adapun Misi RPJPN yang terkait dalam upaya pembangunan untuk mendukung pelaksanaan PUG adalah Misi 2 Mewujudkan bangsa yang berdaya saing untuk Sasaran Pokok adalah yang berhubungan dengan kualitas SDM berupa IPM,IPG dan Penduduk seimbang. Sasaran Pokok yang akan dilakukan adalah berkaitan dengan Arah Pembangunan Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Anak melalui 1). Peningkatan kualitas hidup perempuan, kesejahteraan, perlindungan anak, penurunan kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi dan 2). Penguatan kelembagaan dan jaringan PUG. 1 Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan dalam RPJMN 2010 2014, disampaikan pada Workshop Penyusunan RKA-KL yang Responsif Gender 17 Januari 2012. Pelaksanaan Kebijakan PUG Bidang Hukum 11
A.3. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Sebagai penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional maka dalam RPJMN tahap pertama yaitu Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2004-2009, gender ditetapkan sebagai salah satu prinsip yang harus diutamakan di seluruh program/kegiatan pembangunan selain prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dan pembangunan yang berkelanjutan. Pada tahap kedua RPJMN 2010-2014 kesetaraan gender merupakan salah satu yang diarusutamakan dalam pembangunan nasional yang didasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010. Dengan demikian kebijakan PUG di dalamnya pun telah mengalami peningkatan dalam dasar hukum yang dibawanya karena kebijakan PUG dalam RPJMN tahap kedua ini diatur dengan peraturan presiden yang lebih kuat dari instruksi presiden. Arahan RPJPN 2005-2025 untuk RPJMN 2010-2014 ditujukan untuk lebih memantapkan penataan kembali Indonesia ke segala bidang dengan menekankan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia termasuk pengembangan kemampuan ilmu dan teknologi serta penguatasn daya saing perekonomian. Sedangkan berdasarkan kondisi yang ingin dicapai dalam RPJMN 2010-2014 adalah dengan meningkatnya kesejahteraan rakyat yang ditunjukkan oleh membaiknya berbagai indikator pembangunan SDM, antara lain dengan meningkatnya kesetaraan gender. Adapun Visi, Misi dan Agenda Presiden terkait Kesetaraan Gender dalam RPJMN 2010-2014 adalah sebagai berikut : 1. Visi Indonesia 2014 ke-3: Keadilan : Terwujudnya pembangunan yang adil dan merata, yang dilakukan oleh seluruh masyarakat secara aktif, yang hasilnya dapat dinikmati oleh seluruh bangsa Indonesia. 2. Misi Pembangunan ke-3: Memperkuat Dimensi Keadilan di Semua Bidang 3. Agenda Kelima: Pembangunan yang Inklusif dan Berkeadilan 4. Prioritas Nasional: Program Prioritas Nasional Lainnya di Bidang Kesejahteraan Rakyat Perumusan kebijakan dan pedoman bagi penerapan pengarusutamaan (mainstreaming) Gender oleh Kementerian Negara dan Lembaga Pemerintah Nonkementerian lainnya, termasuk perlindungan bagi perempuan dan anak terhadap berbagai tindak kekerasan. A.4. Rencana Kerja Pemerintah Rencana Kerja Pemerintah merupakan turunan dari RPJMN pada kurun waktunya sehingga secara otomatis akan dijabarkan dalam Rencana Kerja Pemerintah pada tiap tahunnya yang mengharuskan para kementerian/lembaga untuk mengintegrasikan PUG ke dalam rencana kegiatan yang akan dilakukan. Pada kurun waktu 2009-2013, dalam RKP 2009 (Perpres No. 38/2008) ditetapkan bahwa PUG merupakan salah satu prinsip pengarusutamaan dimana Pelaksanaan Kebijakan PUG Bidang Hukum 12
semua kebijakan, program dan kegiatan perlu diintegrasikan dalam perencanaan dan penganggaran kementerian/lembaga terkait. Hal tersebut kemudian dilanjutkan melalui RKP 2010 (Perpres No. 21/2009) pada masa transisi juga tetap mengamanatkan bahwa PUG menjadi salah satu pengarusutamaan yang perlu dilakukan pengintegrasiannya kepada kementerian / lembaga. Pada masa ini diterbitkan PMK No. 119/PMK.02/2009 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/ Lembaga Tahun 2010. Adapun langkah ujicoba dari perencanaan penganggaran responsif gender dilakukan pada 3 (tiga) tahun pertama terhadap 7 (tujuh) K/L yang dipilih oleh Tim Pengarah PPRG. Ketujuh K/L tersebut adalah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Kementerian Keuangan, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Pertanian, Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Kesehatan dan Kementerian PPN/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Dalam implementasi PPRG pada periode awal pada periode awal tersebut Bappenas, Kemenkeu, serta KPPPA masing-masing berperan sebagai Penggerak PPRG terkait perencanaan, penganggaran dan peningkatan kapasitas SDM Kementerian/Lembaga. Adapun mekanisme pelaksanaan PPRG yaitu dengan menyampaikan Lembar ARG yang telah disusun oleh K/L kepada Kemenkeu, sebagai lampiran dari Kerangka Acuan Kerja (KAK/TOR) dan RKA-KL dengan tembusan disampaikan kepada Bappenas dan KPPPA, sebagai bahan untuk pemantauan dan evaluasi GBS. Terhadap evaluasi ujicoba PPRG 2009-2010 menunjukkan bahwa sebagian besar ujicoba tersebut telah memenuhi target yang diharapkan oleh Tim Pengarah PPRG yaitu bahwa setiap K/L menyusun minimal 1 (satu) Lembar ARG karena hampir setiap unit eselon 1-nya menyusun Lembar ARG. Keberhasilan ini merupakan hasil dari keaktifan dan inisiatif pokja dan/atau tim focal point gender. Pada RKP 2011 (Perpres No. 19/2010) dalam rangka pelaksanaan PUG diterbitkan PMK No. 104/PMK.02/2010 terkait dengan pelaksanaan pengganggaran berbasis gender selain kepada 7 K/L pilot ditambahkan pula dengan K/L dibidang ekonomi politik, sosial dan hukum. Pada RKP 2012 (Perpres No. 29/2011), pada masa ini diterbitkan PMK Nomor 93/PMK.02/2011 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/ Lembaga Tahun 2011, telah terdapat 28 K/L yang didampingi oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dengan 10 propinsi pilot. Dalam RKP 2013, juga masih menggunakan PMK No. 93/PMK.02./2011 sebagai dasar hukum dalam pelaksanaan PUG terkait dengan perencanaan dan penganggaran kementerian/lembaga. Pada RKP 2014, pada masa ini diterbitkan PMK No. 112/PMK.02/2012 dan diterbitkannya Strategi Nasional Perencanaan Penganggaran Responsif Gender. Pelaksanaan Kebijakan PUG Bidang Hukum 13
A.5. Kebijakan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak terkait Pengarusutamaan Gender Kedudukan dan peran perempuan Indonesia walaupun telah diupayakan selama dua dasawarsa, namun hasilnya belum memadai dan menggembirakan, sehingga dengan demikian pembangunan belum merata mempertimbangkan manfaat pembangunan secara adil bagi perempuan dan laki-laki sehingga turut memberikan kontribusi terhadap timbulnya ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender. Ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender dikenal dengan kesenjangan gender yang pada gilirannya akan menimbulkan permasalahan gender. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kesenjangan tersebut adalah Gender Empowerment Measurement (GEM) dan Gender Related Development Index (GDI) yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Human Development Index (HDI). Walaupun HDI merupakan ukuran kualitas sumber daya manusia, kualitas hidup perempuan juga ditentukan oleh ada tidaknya masalah lain yang langsung maupun tidak langsung mempengaruhi HDI. Tindak kekerasan terhadap perempuan masih tinggi. Laporan dari berbagai lembaga yang menangani korban tindakan kekerasan menunjukkan adanya kenaikan jumlah kasus, yang juga menunjukkan semakin terungkapnya tindak kekerasan di masyarakat. 2 Masalah lain yang dihadapi adalah maraknya perdagangan perempuan dan anak serta masalah eksploitasi termasuk pornografi dan pornoaksi. Selain itu masalah perempuan di daerah konflik dan bencana, penduduk perempuan usia lanjut dan penyandang cacat serta remaja memerlukan perhatian dan hak-hak asasi mereka harus dilindungi. A.6. Strategi Nasional Percepatan Pengarusutamaan Gender (PUG) melalui Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender (PPRG) Penyusunan Strategi Nasional Percepatan PUG melalui PPRG dimaksudkan untuk percepatan pelaksanaan PUG sebagaimana yang tercantum dalam RPJMN 2010-2014 yang sekaligus diharapkan dapat menunjang pencapaian kepemerintahan yang baik sehingga agar pelaksanaan PUG dalam tataran siklus pembangunan dapat lebih terarah, sistematis dan sinergis serta berkelanjutan baik di tingkat nasional maupun tingkat daerah. Dalam Strategi Nasional Percepatan PUG, maka strategi PPRG ini dibedakan menjadi Strategi Umum dan Strategi khusus. 3 Strategi Umum mengacu kepada dua permasalahan mendasar yang dihadapi dalam penerapan PPRG ke depan di tingkat nasional maupun di tingkat daerah, yaitu: a) penguatan dasar hukum; dan b). Penguatan koordinasi, baik antar sesama instansi Penggerak, maupun antar Penggerak dengan instansi pelaksana. 2 Renstra Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Tahun 2004-2009 3 Strategi Nasional Percepatan Pengarusutamaan Gender melalui Perencanaan Penganggaran yang Responsif Gender (PPRG), Bappenas, 2012. Pelaksanaan Kebijakan PUG Bidang Hukum 14
Adapun Strategi Khusus adalah penjabaran dari Strategi Umum. Strategi khusus pertama adalah penguatan dasar hukum. Untuk tingkat K/L sudah tercakup di dalam Peraturan Menteri Keuangan terkait RKA-KL, sehingga hanya memerlukan penegasan target pelaksanaan PPRG setiap tahunnya. Sedangkan untuk pelaksanaan percepatan PUG melalui PPRG di tingkat pemerintah daerah masih memerlukan penguatan dasar hukum. Percepatan PUG melalui PPRG dilakukan adalah bertujuan untuk 4 : Agar dana pembangunan yang digunakan dapat memberikan manfaat yang adil bagi kesejahteraan perempuan dan laki-laki (termasuk anak laki-laki dan anak perempuan). Meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan anggaran, serta membangun akuntabilitas dan transparansi anggaran. Membantu mengurangi kesenjangan dan menghapuskan diskriminasi, sesuai dengan yang diamanatkan dalam konvensi CEDAW, BPFA, MDGs (Anggaran untuk mewujudkan KKG dalam pemenuhan hak dasar kaum perempuan). Meningkatkan partisipasi masyarakat laki-laki dan perempuan di dalam penyusunan perencanaan kegiatan anggaran, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi. Menyediakan alat untuk memantau input dan output pembangunan secara responsif gender. Memberdayakan pemerintah agar dapat bertanggung jawab dalam perumusan anggaran yang responsif gender. PPRG menjamin agar kebutuhan dan aspirasi individu dari berbagai kelompok sosial (berdasarkan jenis kelamin, u sia, ras, suku, dan lokasi) dapat diakomodasikan ke dalam pembiayaan/pengeluaran dan pemasukan kebijakan. PPRG merupakan alat dan proses yang dirancang untuk memfasilitasi suatu analisis gender dalam penyusunan anggaran negara dan alokasi sumber daya PPRG bukan berarti membagi anggaran 50% untuk laki-laki dan 50% untuk perempuan, bukan pula pemisahan anggaran khusus bagi perempuan. PPRG dipakai untuk melihat keseluruhan anggaran pemerintah dari perspektif gender, agar dapat mengintegrasikan kebutuhan laki-laki dan perempuan, anak laki-laki dan perempuan, dan kelompok yang termarginalkan. PPRG merupakan alat untuk mencapai kesetaraan gender dan diharapkan dapat terintegrasi isu gender ke dalam perencanaan dan penganggaran, dan dalam hal ini tidak untuk untuk menambah anggaran baru serta menggunakan indikator/keluaran yang sudah tersedia. 4 Ibid Pelaksanaan Kebijakan PUG Bidang Hukum 15
B. KEBIJAKAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI KEMENTERIAN/LEMBAGA UNTUK SEKTOR HUKUM Kebijakan PUG di Kementerian Lembaga untuk sektor hukum telah diterjemahkan dalam ketentuan internal di kementerian lembaga sebagai wujud dari komitmen yang telah dilakukan oleh kementerian lembaga dalam melaksanakan Pengarusutamaan Gender khususnya di sektor hukum. Di bawah ini akan ditunjukkan beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh kementerian lembaga sebagai turunan dari implementasi kebijakan PUG yang akan dilaksanakan oleh kementerian/lembaga yang bersangkutan. B.1. KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM Beberapa produk kebijakan tentang pelaksanaan PUG telah dikeluarkan oleh Kementerian Hukum dan HAM dalam kerangka untuk mewujudkan komitmen lembaga ini dalam mendukung upaya untuk pelaksanaan PUG di Kementerian Hukum dan HAM. Beberapa aturan dan kebijakan yang telah dikeluarkan antara lain adalah : a. Buku tentang Parameter Kesetaraan Gender Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan perlindungan Anak di Tahun 2011 b. Peraturan Bersama Menteri Hukum dan HAM dan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2012 dan Nomor 77 Tahun 2012 tentang Parameter Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Pembentukan Produk Hukum Daerah (Perda) B.2. KEJAKSAAN RI Beberapa produk kebijakan tentang pelaksanaan PUG telah dikeluarkan oleh Kejaksaan RI dalam kerangka untuk mewujudkan komitmen lembaga ini dalam mendukung upaya untuk pelaksanaan PUG di Kejaksaan RepubIik Indonesia. Beberapa aturan dan kebijakan yang telah dikeluarkan antara lain adalah : a. Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: KEP-680/JA/XI/2001 tentang Pengarusutaman Gender Di Lingkungan Kejaksaan RI b. Keputusan Jaksa Agung nomor KEP-X-035/C/04/, tentang Kurikulum Tetap Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa (PPPJ). Dalam kurikulum ini terdapat 4 mata pelajaran yang khusus mengenai masalah gender dan anak yakni mata pelajaran Gender dan Hukum, Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, Transnational Organised Crimes (yang didalamnya terdapat masalah perdagangan orang khususnya perempuan dan anak) serta masalah Peradilan dan Perlindungan Anak. c. Kesepakatan Bersama antara Komnas Perempuan, MA RI, Kejaksaan Agung RI, Kepolisian RI, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan perlindungan Pelaksanaan Kebijakan PUG Bidang Hukum 16
Anak, Peradi Nomor: KEP-244A/A/JA/11/2011 tentang Akses Keadilan Bagi Perempuan Korban Kekerasan B.3. MAHKAMAH AGUNG Beberapa produk kebijakan tentang pelaksanaan PUG telah dikeluarkan oleh Mahkamah Agung dalam kerangka untuk mewujudkan komitmen lembaga ini dalam mendukung upaya untuk pelaksanaan PUG di Mahkamah Agung RepubIik Indonesia. Beberapa aturan dan kebijakan yang telah dikeluarkan antara lain adalah : a. Kesepakatan Bersama antara Komnas Perempuan, MA RI, Kejaksaan Agung RI, Kepolisian RI, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Peradi Nomor: 184B/KMA/SKB/2011 tentang Akses Keadilan Bagi Perempuan Korban Kekerasan b. SEMA No. 10 Tahun 2010 tentang Bantuan Hukum, Sidang keliling c. SEMA No. 6 Tahun 2012 tentang Pedoman Penetapan Pencatatan Kelahiran yang Melampaui Batas Waktu Satu Tahun secara kolektif B.4. KEPOLISIAN Beberapa produk kebijakan yang dikeluarkan dalam rangka mendukung semua upaya untuk merespon berbagai masalah yang dihadapi kaum perempuan dan anak, khususnya dalam menghapuskan kekerasan terhadap perempuan, pimpinan Polri telah mengeluarkan berbagai kebijakan antara lain : a. Tahun 2002, membuat Surat Kesepakatan Bersama antara Menkes RI, Meneg RI, Mensos RI dan Kapolri Nomor : 14/Men PP/Dep. V/X/2002, Nomor 1139/Menkes/SKB/X/2002, Nomor: 75/KUH/2002 dan No. Pol. : B/3048/X/2002 tanggal 23 Oktober 2002 tentang Pelayanan Terpadu terhadap Perempuan dan Anak. b. Tahun 2003 dibuat Surat Perintah Kapolri No. Pol. : Sprin/935/V/2003 tanggal 13 Mei 203 kepada seluruh Dir Reskrim Umum Polda Se Indonesia tentang Pemberdayaan Polwan dan sarana pendukungnya melalui Unit RPK dan PPT. c. Surat Keputusan Kapolri No. Pol. : Skep/759/III/2003 tentang Pendirian Pusat Pelayanan Terpadu sekarang terdapat 38 Unit PPT seluruh Indonesia. d. Tahun 2004 dibuat Surat Kapolri No. Pol. : B/1787/VII/2004 tentang dukungan pemantauan proses peradilan kasus kekerasan terhadap wanita. e. Tahun 2004 melalui Telegram No. Pol. : STR/13/I/2004 tanggal 7 Januari 2004 tentang peritah menempatkan Polwan yang sudah dididik sesuai dengan Dikjur yang diperoleh. f. Tahun 2005 melalui Surat Kabareskrim Polri Nomor : B/713/VI/2005/Bareskrim Polri tanggal 20 Juni 2005 tentang Rekomendasi Pelaksanaan Kebijakan PUG Bidang Hukum 17
terhadap dukungan Program Model Pelayanan Terpadu antara RPK dan PPT yang dilaksanakan oleh LBPP Derap Warapsari. g. Setiap tahun membuat Telegram ke wilayah untuk meminta data laporan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, KDRT maupun perdagangan orang (trafiking) serta penegakan hukum terhadap pornografi dan pornoaksi. h. Disposisi Kapolri pada tanggal 7 Maret 2005 kepada Deputi SDM dan Deputi Renbang Polri agar memproses lanjut strukturisasi RPL dalam organisasi Polri. Pelaksanaan Kebijakan PUG Bidang Hukum 18
BAB III PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG HUKUM YANG TELAH DILAKUKAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 Pelaksanaan Kebijakan PUG Bidang Hukum 19
BAB III PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG HUKUM YANG TELAH DILAKUKAN KEMENTERIAN / LEMBAGA SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 A. Kementerian/ lembaga terkait A.1. Mahkamah Agung Upaya dalam melakukan pengarusutamaan gender (PUG) di Mahkamah Agung telah dilaksanakan mulai tahun 1997, terkait dengan pelaksanaan kerjasama untuk meningkatkan kesadaran gender dan kemampuan melakukan analisis terhadap peraturan perundangan dan putusan-putusan hakim yang bias gender meski sebatas sebagai bahan pelatihan atau workshop. Walaupun tidak secara langsung dilaksanakan oleh Mahkamah Agung sendiri. Kerjasama ini melibatkan seluruh aparat penegak hukum misalnya Jaksa, Pengacara dan Polisi. Pada tahun 2002, setelah Inpres Nomor 1 Tahun 2000 diundangkan kegiatan PUG dari MA difokuskan kepada sosialisasi gender bagi seluruh personil di lingkungan pengadilan mulai dari ketua, wakil ketua, para hakim dan panitera di seluruh provinsi, kecuali di empat provinsi yang baru. Demikian pula di tahun 2003 dan 2004 dilakukan kegiatan yang sama yaitu kegiatan sosialisasi dan keadilan gender. Adapun pelaksanaan tersebut didasarkan pada beberapa aspek sebagai berikut : 5 A.1.1. Aspek Dukungan Politik Pelaksanaan kegiatan PUG di lingkungan Mahkamah Agung RI dimulai sejak tahun 2002 dan didasarkan pada SK Panitera/Sekretaris Jenderal dengan penunjukan Pimpinan Proyke No. MA/PANSEK/009/SK/V/2002 tanggal 16 Mei 2002 dimana PUG merupakan salah satu proyek yang ada di Mahkamah Agung. Dengan adanya SK tersebut maka dibuatlah SK Penanggung Jawab Kegiatan untuk melaksanakan kegiatan PUG, yaitu SK Wasekjen No. MA/WASEKJEN/31/V/2002 tanggal 24 Mei 2002 dimana Wasekjen sebagai Ketua dengan dibantu beberapa anggota dari unit kerja yang ada di lingkungan Mahkamah Agung RI. A.1.2. Aspek Kebijakan Dari aspek dukungan politik yang diberikan oleh pimpinan MA dalam hal ini Sekretaris Jenderal berupa penunjukan pimpinan proyek dan kemudian penunjukan pelaksana kegiatan PUG yang kemudian diperbaharui setiap tahunnya, maka tampaklah bahwa kegiatan proyek semata karena tidak terintegrasi dalam rencana kegiatan pokok MA. Tidak ada kebijakan yang 5 Evaluasi Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di 9 Sektor Pembangunan, Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas bekerjasama dengan Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan 2005-2006 Pelaksanaan Kebijakan PUG Bidang Hukum 20
dikeluarkan oleh pimpinan MA untuk mengimplementasikan Inpres Nomor 9 Tahun 2000 maupun untuk membuat kegiatan dengan berpedoman pada kebijakan pembangunan hukum yang ada dalam Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009, dan RKP 2006. Meski jauh sebelum adanya PUG, MA telah memberi perhatian terhadap masalah perempuan dan anak khususnya setelah adanya UU Peradilan Anak No. 3 Tahun 1997 dan UU HAM No. 26 Tahun 2000 seperti misalnya pengangkatan Hakim Ad Hoc untuk Peradilan Anak dan Peradilan HAM. Dalam hal perlindungan anak MA mengeluarkan 2 (dua) SEMA yang berhubungan dengan masalah perlindungan anak, yaitu SEMA No. 1 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Hakim Anak dan SEMA No. 3 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Anak. Tidak ada kebijakan untuk mengatasi kesenjangan jumlah hakim perempuan dan laki-laki untuk meningkatkan jumlah perempuan dalam proses pengambilan keputusan di lingkungan MA. Juga tidak ada respon terhadap banyaknya peraturan daerah yang bias gender sedangkan dalam RKP 2006, salah satu kegiatan yang harus dilakukan adalah melakukan analisa terhadap perda-perda yang bias gender. A.1.3. Aspek Kelembagaan Struktur organisasi PUG di lingkungan MA bersifat Ad Hoc dan hanya berdasarkan proyek pada tahun anggaran yang berjalan dan tiada perencanaan yang matang mengenai kegiatan PUG yang terintegrasi maka kelompok kerja maupun proses perencanaan yang mempertimbangkan ketimpangan gender baik di lingkungan MA sendiri maupun di masyarakat tidak terlembagakan dengan baik. Dari struktur organisasi kelompok-kelompok kerja yang pernah dibentuk berdasarkan SK PAN/Sek yang ada di masing-masing unit kerja yang ada di MA, belum bisa berjalan secara maksimal walaupun dalam kegiatan pelaksanaan gender selalu melibatkan unit-unit kerja tersebut. A.1.4. Aspek Sistem Informasi Sosialisasi dan Diklat yang telah diadakan di beberapa provinsi telah menggunakan materi yang sangat menarik, diantaranya Kebijakan Pembangunan dalam Inpres 9/2000 mengenai Teori dan Konsep Gender, Pembangunan Hukum yang Responsif Gender, Kebijakan Pemerintah dalam Pemberdayaan Perempuan, Mewujudkan KKG dalam Pembangunan di Sektor Hukum, Metode Analisis Gender, PUG dalam Pembangunan Politik, Advokasi terhadap kasus-kasus KDRT, Permasalahan dan Solusinya dalam menghadapi perdagangan anak dan Kebijakan-kebijakan Inpres 9/2000 dihubungkan dengan kondisi masing-masing daerah. Dalam kegiatan-kegiatan tersebut, MA banyak bekerja sama dengan Biro PP di daerah juga dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dalam penyampaian materi serta instansi lain yang terkait. Telah pula dilakukan inventarisasi terhadap putusan-putusan yang dianggap bias gender, walaupun dalam kenyataannya para Hakim belum sepenuhnya memakai UU Perlindungan Anak, UU PKDRT, tetapi bila dilihat dari Pelaksanaan Kebijakan PUG Bidang Hukum 21
putusan-putusan yang dijatuhkan sudah cukup untuk memberi pelajaran bagi para terdakwa. A.1.5. Aspek Sumber Daya Manusia Sejak tahun 2002, di MA telah menyediakan sumber daya manusia yang dapat diharapkan melakukan kegiatan PUG secara lebih terencana dengan hasil yang jelas baik sejak perencanaan, pelaksanaan, monitoring maupun dari sisi kebijakan yang dihasilkan yang dapat memberikan pengaruh yang besar bagi terwujudnya sistem hukum yang berkeadilan gender. Pada kurun waktu Tahun 2004-2009, Mahkamah Agung melaksanakan kegiatan Pengarusutamaan Gender melalui Program Penguatan Kelembagaan Pengarusutamaan Gender dan Anak dengan perincian kegiatan yaitu : 6 a. Tahun 2005, telah melakukan serangkaian kegiatan berupa sosialisasi tentang Gender kepada Aparatur Mahkamah Agung/Pengadilan. b. Tahun 2006, telah melakukan serangkaian kegiatan berupa sosialisasi tentang Gender kepada Aparatur Mahkamah Agung/Pengadilan. c. Tahun 2007, dilakukan serangkaian kegiatan berupa sosialisasi tentang Gender kepada Aparatur Mahkamah Agung/Pengadilan. d. Tahun 2008, dilakukan serangkaian kegiatan berupa sosialisasi tentang Gender berupa kegiatan kepada PNS Mahkamah Agung, berupa Sosialiasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pidana Perdagangan Orang. e. Pada tahun 2009, dilakukan pula serangkaian kegiatan berupa sosialisasi tentang Gender berupa kegiatan kepada PNS Mahkamah Agung, berupa Sosialiasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pidana Perdagangan Orang. f. Pada tahun 2010, dilakukan pula serangkaian kegiatan berupa sosialisasi tentang Gender berupa kegiatan kepada PNS Mahkamah Agung, berupa Sosialiasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pidana Perdagangan Orang. g. Tahun 2011, melalui Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya dilakukan kegiatan Pengarusutamaan Gender Dan Anak yaitu melalui Sosialisasi UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan 6 Bahan paparan Mahkamah Agung RI dalam pertemuan FGD Pelaksanaan Kebijakan Pengarusutamaan Gender Bidang Hukum tanggal 10 Juni 2013 di Jakarta Pelaksanaan Kebijakan PUG Bidang Hukum 22
Dalam Rumah Tangga, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pidana Perdagangan Orang dengan peserta Para Hakim, Aparat Kejaksaan, Kepolisian dan Bapas. h. Tahun 2012, melalui Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya dilakukan kegiatan Pengarusutamaan Gender Dan Anak yaitu melalui Sosialisasi UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pidana Perdagangan Orang dengan peserta Para Hakim, Aparat Kejaksaan, Kepolisian dan Bapas. i. Tahun 2013, melalui Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya dilakukan kegiatan Pengarusutamaan Gender Dan Anak yaitu melalui Sosialisasi UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pidana Perdagangan Orang dengan peserta Para Hakim, Aparat Kejaksaan, Kepolisian dan Bapas. Kegiatan-kegiatan lainnya yang juga mendukung pelaksanaan Pengarusutamaan Gender adalah : 1. Tersedianya data terpilah menurut jenis kelamin laki-laki dan perempuan untuk Aparatur Mahkamah Agung di tahun 2013 : NO JABATAN JUMLAH JUMLAH LAKI-LAKI PEREMPUAN 1 HAKIM AGUNG 37 5 2 ESELON I 7 1 3 ESELON II 30 5 4 ESELON III 61 29 5 ESELON IV 180 92 6 STAF 753 385 JUMLAH 1068 517 Pelaksanaan Kebijakan PUG Bidang Hukum 23
2. Adanya pendataan Hakim pada 4 lingkungan Peradilan berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2013 : NO. PERADILAN JUMLAH JUMLAH LAKI-LAKI PEREMPUAN 1 PERADILAN UMUM 2864 897 2 PERADILAN AGAMA 2707 763 3 PERADILAN MILITER 230 78 4 PERADILAN TUN 93 12 JUMLAH 5894 1750 3. Di beberapa Pengadilan Percontohan telah tersedia Ruang Sidang Anak, Hakim Anak seperti Pengadilan Negeri Bandung, Pengadilan Negeri Stabat dll. 4. Prototipe Pengadilan Negeri telah mengatur Pemisahan Ruang Tahanan Laki-Laki dan Perempuan/ Anak yang Layak, sebagian besar Pengadilan telah memenuhinya. 5. Tersedianya beberapa Hakim yang telah bersertifikasi. A.2. Kejaksaan RI A.2.1. Aspek Dukungan Politik Dalam pelaksanaan Inpres No. 9/2000 dan sejak ditetapkannya program yang responsif gender dalam Repeta 2002, Kejaksaan Agung telah menerbitkan Keputusan Jaksa Agung Nomor 680/A/JA/2001 untuk pembentukan Focal Point/ Kelompok Kerja (Pokja) untuk mengarusutamakan gender di lingkungan Kejaksaan Agung. Program PUG di lingkungan Kejaksaan Agung ini diharapkan dapat mendukung efektifitas dan efisiensi dalam menghasilkan kebijakankebijakan publik yang adil dan responsif gender. Untuk hal ini Focal Point yang bertanggungjawab atas pelaksanaan PUG di Kejaksaan Agung adalah Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan dengan melibatkan hampir seluruh jajaran Kejaksaan Agung pada tingkat Eselon II dan III. Adapun pelaksanaan tersebut didasarkan pada beberapa aspek yaitu : 7 7 Evaluasi Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di 9 Sektor Pembangunan, Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas bekerjasama dengan Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan 2005-2006 Pelaksanaan Kebijakan PUG Bidang Hukum 24
A.2.2. Aspek Kebijakan Sebelum adanya kegiatan PUG, dan meski belum ada unit yang menangani isu-isu gender, namun Kejaksaan Agung telah mengeluarkan beberapa kebijakan yang responsif gender dan bahkan responsif terhadap anak. Setelah adanya kegiatan PUG, terdapat 2 (dua) kebijakan yang dikeluarkan sehubungan dengan penanganan kasus perdagangan perempuan dan anak sebagai perkara penting dan permintaan pengumpulan dan pelaporan data mengenai kasus-kasus perdagangan perempuan dan anak. Kebijakan lainnya adalah pencantuman mata pelajaran gender dan hukum serta masalah perdagangan perempuan dan anak, perlindungan dan peradilan anak, serta masalah kekerasan dalam rumah tangga ke kurikulum pendidikan dan pelatihan Jaksa. Selain itu Kejaksaan Agung juga menerbitkan kebijakan untuk mengembangkan norma hukum dan pemberdayaan penegak hukum, khususnya yang berkaitan dengan upaya untuk menghapuskan kekerasan terhadap perempuan dan penghapusan eksploitasi dan komersialisasi seksual anak. A2.3. Aspek Kelembagaan Dari SK Jaksa Agung tentang pelaksanaan PUG dapat diketahui bahwa kelembagaan PUG telah melibatkan unsur-unsur strategis dalam struktur organisasinya. Unit-unit yang terlibat adalah pembinaan, perencanaan, penelitian dan pengembangan, pemantauan dan penilaian, kerjasama luar negeri, pengawasan, diklat, biro hukum, pengkaji pada JAM Datun, program pelaporan dan penilaian pada JAM Pidum dan JAM Intel, Kepegawaian. Sehingga dengan demikian semua aspek mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan tercakup dalam kegiatan PUG ini. A.2.4. Aspek Sistem Informasi Kebijakan untuk pengumpulan data mengenai trafiking, kekerasan perempuan dan anak yang dihimpun dari 30 Kejaksaan Tinggi, belum disertai dengan penyampaian informasi kepada publik baik melalui mass media maupun dicantumkan dalam website yang disampaikan secara berkala sehingga terlihat upaya-upaya yang dilakukan untuk mewujudkan sistem hukum yang responsif gender, namun penyediaan data terpilah tentang jumlah pegawai/jaksa menurut eselon telah dibuat termasuk statistik tentang penerimaan calon Jaksa. A.2.5. Aspek Sumber Daya Manusia Tidak tersedia data mengenai jumlah personil Kejaksaan Agung yang telah mengikuti program sosialisasi PUG. Data yang ada menunjukkan jumlah pegawai secara terpilah menurut jenis kelamin masing-masing di Eselon I, II, III dan Eselon IV. Selain itu adanya data terpilah ini akan memudahkan untuk penerbitan kebijakan terkait keterwakilan perempuan dalam pengambilan keputusan di lingkungan Kejaksaan Agung. Pelaksanaan Kebijakan PUG Bidang Hukum 25
Pada kurun waktu 2004-2009, Kejaksaan Agung Republik Indonesia yaitu adalah sebagai berikut : 8 Tahun 2004 Melakukan sosialisasi tentang Pengarusutamaan Gender dalam upaya komunikasi, informasi dan Edukasi pada instansi dan lembaga pemerintahan di pusat maupun didaerah dan melakukan seminar dengan sektor hukum terkait yaitu Kejaksaan, Kepolisian, Hakim dan LSM dan sekaligus menyusun buku Gender dan Hukum serta ikut serta mensosialisasikan UU PKDRT kepada para Jaksa di Kejaksaan Tinggi seluruh Indonesia; Tahun 2005 Malakukan sosialiasi tentang pemahaman Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang konvensi penghapusan segala bentuk dikriminasi terhadap wanita terkait dengan terbitnya Undang-Undang Nomor : 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Selanjutnya Kejaksaan menerbitkan buku Gender dan Hukum edisi tahun 2005; Tahun 2006 Melakukan sosialisasi dengan Pusat Kajian Wanita UI dan Para Jaksa dalam rangka memberi masukan untuk Rancangan Undang-Undang Traffiking, dan Pelatihan Penguatan Pengarusutamaan Gender dengan para Jaksa seluruh Indonesia, serta melakukan seminar tentang issue gender bekerja sama dengan para akademisi, LSM, Kepolisian dan Hakim; Tahun 2007 Melakukan sosialisasi pengarusutaman gender terkait dengan terbitnya Undang-Undang Nomor : 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang kepada para Jaksa seluruh lndonesia dan sekaligus menyusun buku "Perundang-undangan Dalam Penanganan Kasus Trafiking" dan melakukan seminar tentang issue gender bekerja sama dengan para akademisi, LSM, Kepolisian dan Hakim; Tahun 2008 Melakukan sosialisasi Pemantapan Pelaksanaan Pengarusutamaan gender kedalam kebijakan Pimpinan dan membuat jejaring web site gender dan anak selanjutnya menyelenggarakan pelatihan operator daerah di Jakarta dalam rangka mengisi data dalam web site gender dan anak; Tahun 2009 Melakukan evaluasi dan monitoring pelaksanaan pengarusutaman gender pada 31 unit kerja daerah di seluruh lndonesia dan sekaligus memperbarui cetakan buku Gender dan Hukum dengan ada beberapa penambahan halaman buku; 8 Bahan masukan dari perwakilan Kejaksaan Republik Indonesia, dalam acara FGD Kebijakan Pengarusutamaan Gender Bidang Hukum, Bappenas, 10 Juni 2013. Pelaksanaan Kebijakan PUG Bidang Hukum 26
Tahun 2010 Melakukan evaluasi dan monitoring pelaksanaan pengarusutamaan gender pada 31 unit kerja daerah bagi para Jaksa yang telah menangani kasus kekerasan terhadap perempuan anak, menyelenggarakan Pelatihan bagi para Jaksa dalam rangka penanganan perkara anak berhadapan dengan hukum (Diversi dan Restoratif Justice) Tahun 2011 2012 Kejaksaan vacum dalam kegiatan pengarusutamaan gender karena tidak ada daya ungkit dalam melaksanakan kegiatan melalui anggaran. Namun dalam Rencana Kerja Kejaksaan RI Tahun 2011 dan 2012 pelaksanaan PUG ada pada Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Kejaksaan RI dengan issue kebijakan adalah Sistem lnformasi Manajemen, indikatornya adalah jumlah perkara yang disajikan dalam rangka pelayanan Sistem Informasi Manajemen berdasarkan jenis penanganan perkara KDRT, perkara anak dan perkara lainnya (statistik kriminal). Dan kegiatan ini dil aksanakan pada Pusat Data Statistik Kriminal dan Teknologi Informasi. Sehingga secara tidak langsung pelaksanaan kegiatan PUG telah dilaksanakan pada Pusat Daskrimti tidak lagi pada Biro Perencanaan. 9 3. Penganggaran Anggaran yang diberikan untuk pelaksanaan Pengarusutaman Gender di Kejaksaan, sebagai berikut : 1. Tahun 2001 Rp. 400.000.000 2. Tahun 2002 Rp. 400.000.000 3. Tahun 2003 Rp. 600.000.000 4. Tahun 2004 Rp. 800.000.000 5. Tahun 2005 Rp. 800.000.000 6. Tahun 2006 Rp. 1.000.000.000 7. Tahun 2007 Rp. 1.000.000.000 8. Tahun 2008 Rp. 5.000.000.000 9. Tahun 2009 Rp. 1.000.000.000 10. Tahun 2010 Rp. 1.000.000.000 Dalam pelaksanaan kegiatan pengarusutamaan gender sesungguhnya Kejaksaan telah menyisipkan kegiatan yang menggunakan analisa ARG (Anggaran yang Responsif Gender) melalui pengadaan sarana dan prasarana yang dilaksanakan di daerah melalui sarana dan prasarana seperti pembangunan gedung kantor (dengan memperhatikan segala sesuatu yang berkaitan kepentingan perempuan seperti pembuatan tangga tidak terlalu tinggi tap demi tapnya, keperluan pembangunan Toilet perempuan tidak lagi menggunakan closet jongkok, ruang tahanan untuk perempuan, demikian pula kebutuhan mebelair memperhatikan meja yang disesuaikan dengan posisi duduk 9 Ibid Pelaksanaan Kebijakan PUG Bidang Hukum 27