SISTEM DAN MEKANISME PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAPETEN. Petugas Tertentu. Bekerja. Instalasi. Sumber Radiasi Pengion. Bekerja. Surat Izin. Pencabutan.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

Peraturan Pemerintah No. 64 Tahun 2000 Tentang : Perijinan Pemanfaatan Tenaga Nuklir

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UPAYA/TINDAKAN HUKUM DALAM PENGAWASAN KEGIATAN PEMANFAATAN KETENAGANUKLIRAN : Preventif, Represif dan Edukatif

2 Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Badan Pengawas Tenaga Nuklir; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar N

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 01 A Latar Belakang 01 Tujuan Instruksional Umum 02 Tujuan Instruksional Khusus. 02

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2000 (63/2000) TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN

ISSN Volume 13, Januari 2012

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM KEGIATAN IMPOR, EKSPOR, DAN PENGALIHAN BARANG KONSUMEN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir tentang Keamanan Sumber Radioaktif; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran (L

Ruang Lingkup Perizinan Instalasi dan Bahan Nuklir meliputi:

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

oleh Werdi Putra Daeng Beta, SKM, M.Si

*39525 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 27 TAHUN 2002 (27/2002) TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

HIMPUNAN PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PENANAMAN MODAL TAHUN 2014

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DALAM PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR

PENGEMBANGAN PERATURAN TERKAIT PERIZINAN INSTALASI NUKLIR

KEBIJAKAN PENGAWASAN TERHADAP LIMBAH RADIOAKTIF

2013, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang

OLEH : Dra. Suyati INSPEKSI FASILITAS RADIASI DAN INSPEKSI FASILITAS RADIASI DAN ZAT RADIOAKTIF ZAT RADIOAKTIF

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Peraturan Ketenaganukliran

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR TENTANG INSPEKTUR KESELAMATAN NUKLIR BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PENGGUNAAN ZAT RADIOAKTIF UNTUK WELL LOGGING

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENINGKATAN EFEKTIVITAS INSPEKSI TERHADAP PENGGUNAAN ZAT RADIOAKTIF UNTUK KEGIATAN WELL LOGGING

SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN RADIASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGAWASAN UNTUK OPTIMALISASI PROTEKSI DALAM KEGIATAN RADIOGRAFI INDUSTRI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENGEMBANGAN SILABUS PELATIHAN DALAM RANGKA PENINGKATAN KOMPETENSI PETUGAS PROTEKSI RADIASI BIDANG MEDIS

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG UJI KESESUAIAN PESAWAT SINAR-X RADIOLOGI DIAGNOSTIK DAN INTERVENSIONAL


PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2012, No Instalasi Nuklir, Reaktor Nuklir, dan Bahan Nuklir adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Keten

KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN KETENAGANUKLIRAN

Pengembangan Peraturan Perundang-undangan berkaitan dengan Uji Kesesuaian Pesawat Sinar-X Radiologi Diagnostik dan Intervensional

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

STATUS KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF DI INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

M E M U T U S K A N : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF.

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 04-P/Ka-BAPETEN/I-03 TENTANG PEDOMAN PELATIHAN OPERATOR DAN SUPERVISOR REAKTOR NUKLIR

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGANUKLIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Keamanan Sumber Radioaktif

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGANUKLIRAN


KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

SISTEM DAN MEKANISME PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION Suyati, Nardi, Supriatno Direktorat Perizinan Fasilitas Radiasi dan Zat Radioaktif Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) Jl. Gajah Mada No. 8, Jakarta, Telp. (021) 6385 4879 e-mail : s.yati@bapeten.go.id, n.ardi@bapeten.go.id, s.priatno@bapeten.go.id ABSTRAK SISTEM DAN MEKANISME PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION. Pemanfaatan sumber radiasi pengion semakin meningkat baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Pemanfaatan yang smakin meluas tersebut, tentunya harus selalu dibarengi dengan sosialisasi dan informasi baik dari sisi peraturan maupun dari perizinan. Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) melaksanakan fungsi tugas dan kewenangannya dalam pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia. Perizinan sebagai pilar utama pengawasan harus dapat memberikan pelayanan terbaiknya dalam hal sosialisasi dan informasi system dan mekanisme perizinan, mulai dari persyaratan izin, waktu yang diperlukan dalam pengurusan hingga berapa biaya yang diperlukan. Berdasarkan PP No. 29 Tahun 2008, BAPETEN mengimplementasikan perizinan pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia. Makalah ini menguraikan secara menyeluruh mengenai perizinan sumber radiasi pengion mulai dari ketentuan dan peraturan yang ada, mekanisme dan prosedur perizinan yang diperlukan, sebagai bagian dari sosialisasi perizinan bagi masyarakat Indonesia. Harapannya, kesadaran hukum masyarakat terhadap ketentuan perizinan sumber radiasi pengion di Indoensia makin baik. Ke depannya, tujuan utama bahwa nuklir untuk damai, nuklir yang bermanfaat bagi masyarakat terwujud dan terbukti adanya. Kata kunci : perizinanan, sumber radiasi pengion, nuklir ABSTRACT SYSTEM AND LICENSING MECHANISM OF IONIZING RADIATION SOURCES. The use of ionizing radiation sources is increasing in terms of both quantity and quality. The expanding utility of these, should always be coupled with socialization and information both in terms of regulation and licensing. Nuclear Energy Regulatory Agency (BAPETEN) perform the duties and functions of supervisory authority in the use of nuclear energy in Indonesia. Licensing as a main pillar of supervision must be able to provide the best services in terms of socialization and information systems and licensing mechanisms, ranging from permit requirements, the time required in the processing until as well as the fee involved. Based on the government regulations number 29 year of 2008, BAPETEN implement licensing the utility of nuclear energy in Indonesia. This paper outlines the overall licensing ionizing radiation sources ranging from the existing rules and regulations, licensing procedures and mechanisms required, as part of the socialization of licensing for the Indonesian people. Hopefully, public have a better awareness on the provisions of the licensing regulation of ionizing radiation sources in Indonesia. Future, the main goal that nuclear for peaceful, benefit nuclear for the community realized and the proven existence. Keywords: Licensing, ionizing radiation source, nuclear 682

1. PENDAHULUAN Tenaga nuklir adalah segala bentuk energi yang dikeluarkan oleh tenaga inti, termasuk sumber radiasi pengion. Pemanfaatan sumber radiasi pengion meluas baik secara kualitas maupun kuantitas dimasyarakat baik di bidang industri, kesehatan maupun penelitian. Kuantitas dalam arti Jumlah pemohon izin pemanfaatan radiasi pengion dari tahun ke tahun makin meningkat, karena kebutuhan masyarakat terhadap sumber radiasi pengion. Pemanfaatan sumber radiasi pengion makin menjangkau ke berbagai pelosok tanak air dan terus meningkat dari tahun ke tahun jumlah instansi pengguna. Secara kualitas dalam arti semakin berkermbang dan variatif baik dari sisi pemanfaatan maupun dari teknologi yang digunakan. Pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia sudah digunakan sejak lama di bidang kesehatan, industri, penelitian dan pengembangan. Perkembangan jumlah penduduk dan jumlah instansi kesehatan baik pemerintah maupun swasta mendorong masyarakat untuk semakin meningkatkan jumlah peralatan kesehatan yang memanfaatkan sumber radiasi pengion seperti alat roentgen (X-ray), peralatan radioterapi (Co-60, linac, dll), CT Scan, Kedokteran Nuklir (Tc-99m, I-131, I-125, dll), dan lain sebagainya. Dalam bidang industri juga demikian, seperti pemanfaatan sumber radiasi pengion dalam bidang logging, gauging, fluoroskopi bagasi, XRD/XRF analyisis, radiografi, irradiator, dan sebagainya. Begitu juga dalam bidang penelitian bidang pertanian, pengembangan teknologi, dan ilmu pengetahuan. Pemanfaatan sumber radiasi pengion harus memiliki izin pemanfaatan dari Badan Pengawas. Dalam hal ini, Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) melaksanakan kewajiban pemerintah dalam mengawasi penggunaan tenaga nuklir di Indonesia. Penggunaan teknologi sumber radiasi pengion (tenaga nuklir) di Indonesia perlu diawasi secara ketat dan mengingat pula makin berkembangnya teknologi nuklir dan meluasnya penggunaannya di masyarakat. Pengawasan yang dilakukan BAPETEN ditujukan untuk memastikan keselamatan masyarakat, pekerja dan lingkungan. (1) Pemanfaatan sumber radiasi merupakan perihal yang sedikit ekskusif dimana tidak begitu dikenal umum dimasyarakat, akibat selanjutnya adanya pelanggaran ketentuan yang berlaku dimana pemanfaatan sumber radiasi pengion tanpa memiliki izin dari BAPETEN, salah satu masalahnya adalah kurangnya pengetahuan baik dari sisi prosedur maupun persyaratan mengenai perizinan sumber radiasi pengion. Untuk itu diperlukan, persyaratan dan tata cara perizinan yang lebih mudah, ketat, transparan, jelas, tegas, dan adil dengan mempertimbangkan risiko bahaya radiasi, dan keamanan sumber radioaktif, yang mampu menjamin keselamatan pekerja, anggota masyarakat, dan perlindungan terhadap lingkungan hidup. (2) Diakui bahwa belum seluruh masyarakat melaksanakan kentuan peraturan yang berlaku bahwa pemanfaatan sumber radiasi pengion harus memiliki izin pemanfaatan dari BAPETEN. Kesadaran tersebut belum terbentuk bisa karena sejumlah alasan seperti ketidaktahuan tentang peraturan yang berlaku, informasi perizinan yang kurang cukup, baik mekanisme, tatacara maupun persyaratan izin hingga jangkaun informasi (sosialiasisi) yang belum menyeluruh. Dengan makalah ini diharapkan menambah informasi ke masyaratkat tentang perizinan sumber radiasi pengion, sehingga kesadaran dalam pelaksanan peraturan yang berlaku terwujud, sehingga pemanfaatan sumber radiasi pengion lebih bermanfaatan dan selamat. 1.1. Ruang lingkup Makalah ini hanya membahas ruang lingkup perizinan pemanfaatan sumber radiasi pengion (SRP) tidak termasuk pemanfaatan bahan nuklir walaupun di dalam PP 29 Tahun 2008 tentang Perizinan Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion dan Bahan Nuklir. 683

2. PERIZINAN DAN KERANGKA HUKUM Lisensi adalah suatu izin yang memberikan hak untuk menyelenggarakan suatu perusahaan, yang digunakan untuk menyatakan memperkenankan seseorang untuk menjalankan suatu perusahaan dengan izin khusus atau istimewa. Izin adalah perbuatan hukum administrasi Negara bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan dalam hal konkrit berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Tujuan dan fungsi dari pemberian izin adalah pengendalian dari aktivitas aktivitas pemerintah terkait ketentuan-ketentuan yang berisi pedoman yang harus dilaksanakan baik oleh yang berkepentingan ataupun oleh pejabat yang diberi kewenangan. Bila dilihat dari dua sisi, maka tujuan dari perizinan dapat dilihat dari aspek pemerintah dan masyarakat. Bagi pemerintah, tujuan pemberian izin adalah pelaksanaan peraturan dan sumber pendapatan daerah atau pusat, sedangkan bagi masyarakat, tujuan pemberian izin adalah kepastian hukum, kepastian hak dan kemudahan mendapatkan fasilitas. Izin merupakan instrumen yuridis dalam bentuk ketetapan yang bersifat konstitutif dan yang digunakan oleh pemerintah untuk menghadapi atau mentapkan peristiwa konkret. Pembuatan dan penerbitan ketetapan izin merupakan tindakan hukum permerintahan. Sebagai tindakan hukum maka harus ada wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan atau harus berdasarkan pada asas legalitas, tanpa dasar wewenang, tindakan hukum itu menjadi tidak sah. (4) Dasar hukum peraturan pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia, adalah Undang-undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran. Sesuai dengan Keputusan Presiden No. 76 Tahun 1998, Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) merupakan satusatunya lembaga pemerintah yang berwenang mengawasi pemanfaatan tenaga nuklir. Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion yang menjadi lingkup dari Peraturan Pemerintah ini sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 10 Tahun 1997 Pasal 17, bahwa setiap pemanfaatan tenaga nuklir wajib memiliki izin. Pelanggaran terhadap pasal 17 akan dikenakan sanksi sebagaimana dinyatakan dalam pasal 43 bahwa akan dikenakan sanksi pidana berupa pidana denda paling banyak 100.000.000 (seratus juta rupiah) atau dalam hal tidak mampu bayar maka akan dikenakan denda kurungan paling lama 1 (satu) tahun. Ketententuan pelaksanaan dari perizinan tersebut diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 29 Tahun 2008 tentang Perizinan Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion. Dalam peraturan pemerintah tersebut menjelaskan mulai dari jenis kegiatan pemanfaatan, persayaratan, tata cara mendapatkan perizinan, masa berlaku, penghentian dan pencabutan termasuk sanksi administratifnya. Peraturan Pemerintah yang terkait dengan pemanfaatan sumber radiasi pengion antara lain adalah Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2009 tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Badan Pengawas Tenaga Nuklir, Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif, Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2002 tentang Keselamatan Pengangkutan Zat Radioaktif. Untuk implementasi peraturan pemerintah diperlukan peraturan yang lebih teknis berupa Peraturan Kepala (Perka) BAPETEN. Contoh Perka yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber radiasi pengion adalah Perka BAPETEN No. 01/1999 tentang Ketentuan Keselamatan Kerja terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion, Keputusan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 11/Ka-BAPETEN/VI-99 tentang Izin Konstruksi dan Operasi Iradiator 3. TATA KERJA PERSYARATAN IZIN Sebagaimana ketentuan yang berlaku bahwa setiap orang atau badan yang akan melaksanakan Pemanfaatan sumber radiasi pengion wajib memiliki izin dari Kepala BAPETEN. Untuk memperoleh izin, pemohon harus memenuhi persyaratan: administratif; teknis; dan/atau khusus. 3.1. Persyaratan Administratif Persyaratan administratif terdiri atas: a. Identitas pemohon izin; b. Akta pendirian badan hukum atau badan usaha; c. Izin dan/atau persyaratan yang ditetapkan oleh instansi lain yang berwenang sesuai 684

dengan peraturan perundang-undangan; dan d. Lokasi Pemanfaatan sumber radiasi pengion. Persyaratan administratif untuk seluruh kelompok Pemanfaatan sumber radiasi pengion. 3.2. Persyaratan Teknis Persyaratan teknis terdiri atas: a. prosedur operasi; b. spesifikasi teknis Sumber Radiasi Pengion yang digunakan, sesuai dengan standar keselamatan radiasi; c. perlengkapan proteksi radiasi dan/atau peralatan keamanan Sumber Radioaktif; d. program proteksi dan keselamatan radiasi dan/atau program keamanan Sumber Radioaktif; e. laporan verifikasi keselamatan radiasi dan/atau keamanan Sumber Radioaktif; f. hasil pemeriksaan kesehatan pekerja radiasi yang dilakukan oleh dokter yang memiliki kompetensi, yang ditunjuk pemohon izin, dan disetujui oleh instansi yang berwenang di bidang ketenagakerjaaan; dan/atau g. data kualifikasi personil, yang meliputi: 1. petugas proteksi radiasi dan personil lain yang memiliki kompetensi; 2. personil yang menangani Sumber Radiasi Pengion; dan/atau 3. petugas keamanan Sumber Radioaktif 3.3. Persyaratan Khusus Untuk Pemanfaatan sumber radiasi pengion kelompok A tertentu, selain memenuhi persyaratan administrative dan persyaratan teknis, berlaku persyaratan khusus. Pemanfaatan sumber radiasi pengion kelompok A tertentu tersebut adalah : 1. radioterapi; 2. fasilitas kalibrasi; 3. radiografi industri fasilitas tertutup; 4. fotofluorografi dengan zat radioaktif aktivitas tinggi atau pembangkit radiasi pengion dengan energi tinggi; 5. iradiator kategori II dan III dengan zat radioaktif terbungkus; 6. iradiator kategori II dengan pembangkit radiasi pengion; 7. iradiator kategori IV dengan zat radioaktif terbungkus; 8. kedokteran nuklir diagnostik in vivo; dan 9. kedokteran nuklir terapi 10. produksi radioisotop dan 11. pengelolaan limbah radioaktif Persyaratan khusus penggunaan dan/atau penelitian dan pengembangan Sumber Radiasi Pengion, untuk kegiatan: a. penentuan tapak, meliputi: 1. laporan evaluasi tapak; 2. data utama fasilitas; dan 3. rekaman pelaksanaan Program Jaminan Mutu evaluasi tapak. b. konstruksi, meliputi; 1. keputusan kelayakan lingkungan hidup dari instansi yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup; dan 2. program konstruksi. c. komisioning, meliputi: 1. laporan pelaksanaan konstruksi; 2. program komisioning; dan 3. Program Jaminan Mutu komisioning fasilitas pengelolaan limbah radioaktif. d. operasi, meliputi: 1. laporan pelaksanaan komisioning; 2. laporan pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan selama komisioning; 3. Program Jaminan Mutu operasi fasilitas pengelolaan limbah radioaktif; 4. kriteria bungkusan limbah radioaktif yang dapat diterima; 5. rencana Penutupan pendahuluan; 6. bukti kerja sama dengan atau penunjukan oleh Badan Tenaga Nuklir Nasional; dan/atau 7. bukti jaminan finansial untuk Penutupan. e. Penutupan, meliputi rencana Penutupan akhir. 4. TATA CARA PERMOHONAN DAN PENERBITAN IZIN 4.1. Permohonan dan Penerbitan Izin 1. Untuk memperoleh izin Pemanfaatan sumber radiasi pengion pemohon harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala BAPETEN dengan melampirkan dokumen persyaratan: administratif dan teknis. 2. Setelah menerima dokumen permohonan izin, Kepala BAPETEN memberikan pernyataan tentang kelengkapan dokumen paling lama 3 685

(tiga) hari kerja terhitung sejak dokumen diterima. 3. Jika dokumen permohonan izin) dinyatakan tidak lengkap, Kepala BAPETEN mengembalikan dokumen tersebut kepada pemohon. 4. Jika dokumen permohonan izin dinyatakan lengkap, Kepala BAPETEN melakukan penilaian terhadap dokumen persyaratan izin. 5. Penilaian terhadap dokumen persyaratan izin dilaksanakan paling lama 15 (limabelas) hari kerja terhitung sejak tanggal dokumen persyaratan izin dinyatakan lengkap, atau 75 (tujuh puluh lima) hari untuk permohonan tertentu. 6. Jika hasil penilaian menunjukkan bahwa dokumen persyaratan izin telah memenuhi persyaratan, Kepala BAPETEN, dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja, menerbitkan izin. 7. Jika hasil penilaian menunjukkan bahwa dokumen persyaratan izin tidak memenuhi persyaratan, Kepala BAPETEN menyampaikan pemberitahuan kepada pemohon paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak hasil penilaian diketahui.pemohon harus menyampaikan dokumen perbaikan persyaratan izin paling lama 15 (limabelas) hari kerja terhitung sejak pemberitahuan disampaikan kepada Pemohon. 8. Jika pemohon tidak menyampaikan dokumen perbaikan persyaratan izin, pemohon dianggap membatalkan permohonan izin. 9. Penilaian terhadap dokumen perbaikan persyaratan izin dilaksanakan paling lama 15 (limabelas) hari kerja terhitung sejak tanggal dokumen perbaikan persyaratan izin diterima oleh Kepala BAPETEN. 10. Jika hasil penilaian menunjukkan bahwa dokumen perbaikan persyaratan izin telah memenuhi persyaratan izin, Kepala BAPETEN, dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja, menerbitkan izin. 4.2. Biaya Izin Biaya yang dibebankan tiap izin yang diterbitkan oleh BAPETEN disesuaikan dengan jenis kegiatan pemanfaatan. Besarnya biaya diatur dalam ketentuan Peraturan Pemerintah yang terkait dengan pemanfaatan sumber radiasi pengion adalah Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2009 tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Badan Pengawas Tenaga Nuklir. (3) Gambar 1. Alur Proses Permohonan Izin Baru maupun Perpanjangan Pemanfaatan Sumber Radias Pengion 686

4.3. Masa Berlaku dan Perpanjangan Izin Masa berlaku Izin pemanfaatan berlaku sejak tanggal diterbitkannya izin sampai dengan jangka waktu tertentu, masing-masing berbeda sesuai dengan tujuan pemanfaatan, mulai dari 1 hingga 5 tahun.izin pemanfaatan dapat diperpanjang sesuai dengan jangka waktu berlakunya izin. Pemegang Izin yang bermaksud memperpanjang izin harus mengajukan permohonan perpanjangan izin secara tertulis kepada Kepala BAPETEN paling lama 30 (tigapuluh) hari kerja sebelum jangka waktu izin berakhir. Permohonan perpanjangan izin harus dilampiri dengan dokumen persyaratan administratif dan teknis. 4.4. Penetapan Penghentian Pemegang Izin harus mengajukan permohonan penetapan penghentian kegiatan, jika Pemegang Izin bermaksud untuk menghentikan Pemanfaatan sumber radiasi pengion maka, pemohon harus mengajukan permohonan penetapan penghentian kegiatan secara tertulis kepada Kepala BAPETEN paling lama 60 (enampuluh) hari sebelum masa berlaku izin berakhir, dengan melampirkan laporan mengenai: data Sumber Radiasi Pengion, hasil pengukuran paparan radiasi di fasilitas; penanganan akhir pembangkit radiasi pengion; dan/atau penanganan akhir zat radioaktif. Penanganan akhir zat radioaktif meliputi: Pengiriman kembali zat radioaktif atau negara asal; atau Penyerahan zat radioaktif sebagai limbah radioaktif kepada Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). 4.5. Perubahan Izin Pemegang Izin wajib mengajukan permohonan perubahan izin Pemanfaatan, jika terdapat perubahan data mengenai: 1. identitas Pemegang Izin; 2. personil yang bekerja di fasilitas; 3. perpindahan lokasi Pemanfaatan sumber radiasi pengion ; atau 4. perlengkapan proteksi radiasi. : Gambar 2. Alur Proses Permohonan Perubahan Izin Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion 687

Permohonan perubahan izin diajukan secara tertulis kepada Kepala BAPETEN sebelum terjadinya perubahan data. Kepala BAPETEN melakukan penilaian terhadap permohonan perubahan izin paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan perubahan izin diterima. Jika hasil penilaian menunjukkan a. Kesesuaian data, Kepala BAPETEN menerbitkan perubahan izin; atau b. Ketidaksesuaian data, pemegang Izin harus menyampaikan perbaikan permohonan perubahan izin paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak hasil penilaian disampaikan. Jika Pemegang Izin tidak menyampaikan perbaikan permohonan perubahan izin dalam jangka waktunya, permohonan perubahan izin dianggap batal. 4.6. Berakhirnya Izin Izin pemanfaatan berakhir jika: a. Habis masa berlaku izin; b. Dicabut oleh Kepala BAPETEN; c. Badan Pemegang Izin bubar atau dibubarkan; d. Terjadi pengalihan Sumber Radiasi Pengion; atau e. Pemegang Izin perorangan meninggal dunia. Dalam hal berakhirnya izin, Pemegang Izin semula dilarang untuk menggunakan kembali fasilitas dan/atau Sumber Radiasi Pengion hingga memperoleh izin baru. Untuk memperoleh izin baru, Pemegang Izin semula wajib mengajukan permohonan secara tertulis paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak: a) Tanggal habis masa berlaku izin; atau b) Diterbitkannya keputusan pencabutan izin oleh Kepala BAPETEN. Dalam hal berakhirnya izin Pemegang Izin semula wajib melakukan penanganan akhir zat radioaktif, jika berkehendak untuk menghentikan secara tetap Pemanfaatan sumber radiasi pengion. Penanganan akhir zat radioaktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak: a) tanggal habis masa berlaku izin; atau b) diterbitkannya keputusan pencabutan izin dari Kepala BAPETEN. 5. PENGECUALIAN DARI KEWAJIBAN MEMILIKI IZIN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION Pemanfaatan zat radioaktif, pembangkit radiasi pengion, dan peralatan yang mengandung zat radioaktif untuk produk konsumen dengan kriteria tertentu dapat dikecualikan dari kewajiban memiliki izin Pemanfaatan sumber radiasi pengion. Pengecualian untuk pemanfaatan zat radioaktif berdasarkan nilai yang lebih kecil atau sama dengan nilai dalam lampiran PP No. 29 Tahun 2009. Pengecualian untuk pemanfaatan pembangkit radiasi ditetapkan dengan ketentuan bahwa dalam kondisi pengoperasian normal, peralatan tersebut tidak menyebabkan laju dosis ekivalen ke segala arah melebihi 1 μsv/jam (satu mikrosievert perjam) pada jarak 10 cm (sepuluh sentimeter) dari permukaan peralatan; dan energi maksimum yang dihasilkan lebih kecil atau sama dengan 5 kev (lima kiloelektron volt). Pengecualian untuk pemanfaatan peralatan yang mengandung zat radioaktif untuk barang konsumen ditetapkan dengan ketentuan bahwa: a. tipe dan jenis peralatan yang dimaksud telah disetujui oleh Kepala BAPETEN; b. mematuhi petunjuk penggunaan, penyimpanan, penanganan sesuai dengan informasi yang diberikan oleh pabrikan atau distributor; c. zat radioaktif dibuat dalam bentuk sumber terbungkus; dan d. dalam kondisi pengoperasian normal, tidak menyebabkan laju dosis ekivalen ambien atau laju dosis ekivalen awal melampaui 1 μsv/jam (satu mikrosievert perjam) pada jarak 10 cm (sepuluh sentimeter) dari permukaan alat. 5.1. Sanksi Administratif Pemegang Izin yang melanggar ketentuan dalam Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2009, dikenakan sanksi administratif, yang meliputi peringatan tertulis atau pencabutan izin. Sanksi adminstratif dijatuhkan oleh Kepala BAPETEN. Izin Pemanfaatan sumber radiasi pengion langsung dicabut oleh Kepala BAPETEN, jika diketahui Pemegang Izin : a. tidak menyampaikan data yang benar dalam dokumen persyaratan izin b. tidak melaksanakan kewajiban sehinga 688

menimbulkan bahaya terhadap keselamatan pekerja, anggota masyarakat, dan perlindungan terhadap lingkungan hidup, dan keamanan Sumber Radioaktif c. karena kegiatannya menimbulkan kecelakaan radiasi atau kecelakaan nuklir; atau d. memanfaatkan Sumber Radiasi Pengion yang bertentangan dengan izin yang diterbitkan. 6. PEMBAHASAN 6.1.Perizinan Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion Tenaga Nuklir adalah tenaga dalam bentuk apapun yang dibebaskan dalam proses transformasi inti, termasuk tenaga yang berasal dari Sumber Radiasi Pengion. Sedangkan pengertian Sumber Radiasi Pengion adalah zat radioaktif terbungkus dan terbuka beserta fasilitasnya, dan pembangkit radiasi pengion. Badan Pengawas Tenaga Nuklir disingkat BAPETEN adalah instansi yang bertugas melaksanakan pengawasan melalui peraturan, perizinan, dan inspeksi terhadap segala kegiatan Pemanfaatan Tenaga Nuklir. Pemanfaatan adalah kegiatan yang berkaitan dengan tenaga nuklir yang meliputi penelitian, pengembangan, penambangan, pembuatan, produksi, pengangkutan, penyimpanan, pengalihan, ekspor, impor, penggunaan, dekomisioning, dan pengelolaan limbah radioaktif untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia baik di bidang kesehatan, industri, penelitian dan pengembangan telah lama digunakan dan terus meningkat. Perkembangan jumlah penduduk, jumlah instansi baik pemerintah maupun swasta dan juga termasuk perkembangan teknologi telah mendorong masyarakat untuk semakin meningkatkan jumlah pemanfatan sumber radiasi pengion di Indonesia. Dari data Bapetan Licensing and Inspection System, data pemanfaatan sumber radiasi baik izin pemanfaatan maupun instnasi pemohon sejak 10 tahun terakhir terus meningkat. Total jumlah izin yang pernah diterbitkan pada April 2013 mencapai 11 ribu izin dengan 2100 instansi pemegang izin di seluruh Indonesia. Pemanfaatan terbesar pada bidang industry, kemudian disusul bidang kesehatan dan terakhir penelitian. Jumlah tersebut pastinya akan terus meningkat seiring dengan meluasnya pemanfaatan, teknologi dan kesadaran masyarakat terhadap perizinan sumber radiasi pengion. Tabel 1. Data Izin Berlaku per Tahun (5) Tahun Jumlah Izin Berlaku Industri Kesehatan Penelitian Total Jumlah Instansi 2002 2209 1740 15 3964 822 2003 3624 3263 33 6920 1390 2004 3237 3265 30 6532 1376 2005 3366 2883 31 6280 1327 2006 3694 3574 27 7295 1569 2007 4177 3980 47 8204 1746 2008 4856 3698 52 8606 1684 2009 5457 3341 18 8816 1692 2010 5970 3415 5 9390 1803 2011 6774 4295 3 11072 2076 2012 6926 4440 3 11369 2157 2013 6852 4309 4 11165 2100 689

Perizinan adalah salah satu aspek pengawasan Pemanfaatan Tenaga Nuklir disamping pembuatan peraturan dan pelaksanaan inspeksi. Tenaga Nuklir yang dimaksud dalam lingkup Peraturan Pemerintah ini termasuk Sumber Radiasi Pengion. Pengaturan mengenai perizinan Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion sebelumnya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2008 tentang Perizinan Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion dan Bahan Nuklir. Perizinan adalah seluruh proses yang meliputi persyaratan dan tata cara memperoleh izin, penerbitan, perubahan, perpanjangan, pembekuan, pencabutan dan kegiatan lain yang terkait dengan izin pemanfaatan tenaga nuklir. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang ketenaganukliran yang pesat telah mengakibatkan terjadinya perubahan pada standar internasional yang harus disesuaikan dengan peraturan perundangundangan di Indonesia. Perubahan tersebut meliputi persyaratan izin tidak hanya mempertimbangkan faktor keselamatan radiasi, namun juga keamanan Sumber Radioaktif. Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok. Pengelompokan tersebut didasarkan pada risiko yang terkait dengan keselamatan radiasi dan keamanan Sumber Radioaktif, dengan mempertimbangkan: 1. Potensi bahaya radiasi; 2. Tingkat kerumitan fasilitas dan/atau Sumber Radiasi Pengion ; 3. Jumlah dan kompetensi personil yang bekerja; 4. Potensi dampak kecelakaan radiasi terhadap keselamatan, kesehatan pekerja dan anggota masyarakat, dan lingkungan hidup; dan 5. Potensi ancaman terhadap Sumber Radioaktif. Dengan adanya pengelompokkan pemanfaatan sumber radiasi pengion, maka persyaratan dan tata cara perizinan ditetapkan sesuai dengan risiko yang terkait dengan keselamatan radiasi dan keamanan Sumber Radioaktif, sehingga semakin tinggi risiko suatu pemanfaatan, maka persyaratan izin yang diberlakukan semakin ketat. Dalam hal ini Pemanfaatan sumber radiasi pengion dikelompokkan kedalam kelompok A, yang merupakan kelompok dengan persyaratan izin paling ketat dibandingkan dengan kelompok B dan kelompok C. Sedangkan, persyaratan izin Pemanfaatan sumber radiasi pengion kelompok C adalah yang paling sederhana. (2). Pemanfaatan sumber radiasi pengion kelompok A meliputi kegiatan: a. ekspor zat radioaktif; b. impor dan pengalihan zat radioaktif dan/atau pembangkit radiasi pengion untuk keperluan medik; c. impor zat radioaktif untuk keperluan selain medik; d. pengalihan zat radioaktif dan/atau pembangkit radiasi pengion untuk keperluan medik; e. pengalihan zat radioaktif dan/atau pembangkit radiasi pengion untuk keperluan selain medik; f. produksi pembangkit radiasi pengion; g. produksi barang konsumen yang mengandung zat radioaktif; h. penggunaan dan/atau penelitian dan pengembangan dalam: 1. radiologi diagnostik dan intervensional; 2. iradiator kategori I dengan zat radioaktif terbungkus; 3. iradiator kategori I dengan pembangkit radiasi pengion; 4. gauging industri dengan zat radioaktif aktivitas tinggi; 5. radiografi industri fasilitas terbuka; 6. well logging; 7. perunut; 8. fotofluorografi dengan zat radioaktif aktivitas sedang atau pembangkit radiasi pengion dengan energi sedang; 9. radioterapi; 10. fasilitas kalibrasi; 11. radiografi industri fasilitas tertutup; 12. fotofluorografi dengan zat radioaktif aktivitas tinggi atau pembangkit radiasi pengion dengan energi tinggi; 13. iradiator kategori II dan III dengan zat radioaktif terbungkus; 14. iradiator kategori II dengan pembangkit radiasi pengion; 15. iradiator kategori IV dengan zat radioaktif terbungkus; 16. kedokteran nuklir diagnostik in vivo; dan 17. kedokteran nuklir terapi. i. produksi radioisotop; dan 690

j. pengelolaan limbah radioaktif. Sedangkan pemanfaatan sumber radiasi pengion kelompok B meliputi kegiatan: a. impor, ekspor, dan/atau pengalihan peralatan yang mengandung zat radioaktif untuk barang konsumen; b. penyimpanan zat radioaktif; dan c. penggunaan dan/atau penelitian dan pengembangan dalam: 1. kedokteran nuklir diagnostik in vitro; 2. fluoroskopi bagasi; dan 3. gauging industri dengan zat radioaktif aktivitas rendah atau pembangkit radiasi pengion dengan energi rendah. Pemanfaatan sumber radiasi pengion kelompok C meliputi kegiatan: a. ekspor pembangkit radiasi pengion; b. impor pembangkit radiasi pengion untuk keperluan medik; c. impor pembangkit radiasi pengion untuk keperluan selain medik; dan d. penggunaan dan/atau penelitian dan pengembangan: 1. zat radioaktif terbuka atau terbungkus untuk tujuan pendidikan, penelitian dan pengembangan; 2. check-sources; 3. zat radioaktif untuk kalibrasi; 4. zat radioaktif untuk standardisasi; dan 5. detektor bahan peledak. Persyaratan izin terdiri dari persyaratan administratif, teknis, dan khusus. Seluruh kelompok Pemanfaatan sumber radiasi pengion memerlukan persyaratan administratif, sedangkan pemenuhan terhadap persyaratan teknis dibedakan pemberlakuannya sesuai dengan kelompok Pemanfaatan. Persyaratan khusus hanya diperuntukkan bagi Pemanfaatan sumber radiasi pengion kelompok A yang memerlukan izin tapak, konstruksi, komisioning, operasi, dan/atau Penutupan. Pada tiap tahapan izin tersebut memerlukan persyaratan. Tata cara permohonan izin diatur sedemikian rupa sehingga pemohon mendapat kepastian apakah permohonan yang diajukan disetujui atau tidak. Pengaturan mengenai tata cara perizinan ini dibuat sejelas mungkin dimulai sejak diterimanya permohonan hingga penerbitan izin. Dalam rangka memastikan dipatuhinya persyaratan izin dan peraturan perundangundangan di bidang ketenaganukliran selama Pemanfaatan sumber radiasi pengion diperlukan Inspeksi yang dilaksanakan oleh inspektur keselamatan nuklir. 7. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Pemanfaatan sumber radiasi pengion selain memberikan manfaat yang besar, juga ada resiko bahaya radiasi. Perizinan merupakan instrument pengawasan agar pemanfaan sumber radiasi pengion di Indoensia aman dan selamat. 2. Pemanfaatan sumber radiasi pengion (tenaga nuklir) sangat luas, mencangkup seluruh pelosok tanah air, dari Sabang sampai Meraueke, perlu informasi secara luas, menyeluruh dan seragam, sosialisasi peraturan dan informasi perizinan harus selalu dilakukan agar terwujud kesadaran terhadap ketentuan perundang-undangan dan kesadaran keselamatan radiasi. 3. BAPETEN yang hanya ada di Jakarta, sedangkan lingkup kerja mencangkup kawasan seluruh Indonesia perlu didukung oleh semua pihak baik institusi pemerintah pusat dan daerah, institusi pendidikan (perguruan Tinggi) dan instansi yang terkait. 8.DAFTAR PUSTAKA 1. BAPETEN, Undang-Undang tentang Ketenaganukliran (UU No. 10 Tahun 1997), Badan Pengawas Tenaga Nuklir, Jakarta (1997). 2. BAPETEN, Peraturan Tentang Perizinan Sumber Radiasi Pengion Dan Bahan Nuklir (PP No. 29 Tahun 2008), Badan Pengawas 3. Tenaga Nuklir, Jakarta (1997). 4. BAPETEN, Peraturan Tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Badan Pengawas Tenaga Nuklir (PP 27 Tahun 2009), Badan Pengawas Tenga Nuklir, Jakarta (1997). 691

5. SJACHRAN BASAH. Sistem Perizinan Sebagai Instumen Pengendali Lingkungan. (Makalah Seminar Hukum), Jakarta (1996). 6. BAPETEN, Bapeten Licensing And Insepection System (B@lis Online), Badan Pengawas Tenaga Nuklir, Jakarta, (2013). DISKUSI Wahyuni Z. Imran: 1. Mulai tahun berapa prosedur permohonan izin ini diterapkan? 2. Bagaimana prosedur permohonan izin untuk alat kedokteran nuklir (Renograf/Thyroid Uptake) di rumah sakit? 3. Apakah perguruan tinggi yang memiliki sumber radiasi pengion harus memiliki izin? Nardi: 1. Prosedur ini sudah berlaku sejak tahun 2008 sebagai perbaikan dari PP 64 tahun 2000, 2. Prosedur sesuai dengan ketentuan peraturan, yaitu dengan melengkapi persyaratan izin, jika sudah memenuhi persyaratan maka akan diterbitkan izinnya. 3. Ya, sesuai UU No. 10 tahun 1957, bahwa setiap pemanfaatan tenaga nuklir harus memiliki izin pemanfaatan dari BAPETEN. 692