BAB I PENDAHULUAN. diperiksa oleh hakim mengenai kasus yang dialami oleh terdakwa. Apabila

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. tidak mendapat kepastian hukum setelah melalui proses persidangan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

TUGAS II PENGANTAR ILMU HUKUM PENGARUH PUTUSAN PENGADILAN DALAM HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. hubungan seksual dengan korban. Untuk menentukan hal yang demikian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap Negara dapat dipastikan harus selalu ada kekuatan militer untuk

BAB I PENDAHULUAN. maraknya penggunaan media elektronik mulai dari penggunaan handphone

BAB I PENDAHULUAN. Pidana (KUHAP) adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,

BAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan tentang pelanggaran (overtredingen), kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. langsung merugikan keuangan Negara dan mengganggu terciptanya. awalnya muncul Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I. Hakim sebagai salah satu penegak hukum bertugas memutus perkara yang. diajukan ke Pengadilan. Dalam menjatuhkan pidana hakim berpedoman pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum, hal ini telah dinyatakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. warga negaranya untuk menjunjung hukum itu agar dapat berperilaku, bertindak dan

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

BAB 1 PENDAHULUAN. ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan

BAB I PENDAHULUAN. Oleh : Baskoro Adi Nugroho NIM. E

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan stabilitas politik suatu negara. 1 Korupsi juga dapat diindikasikan

BAB I PENDAHULUAN. perlakuan yang sama dihadapan hukum 1. Menurut M. Scheltema mengatakan

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan hukum dan penegakkan hukum yang sah. pembuatan aturan atau ketentuan dalam bentuk perundang-undangan.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan

BAB I PENDAHULUAN. negara harus berlandaskan hukum. Dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di

BAB I PENDAHULUAN. berhak untuk mendapat perlakuan yang sama di hadapan hukum (equality before

BAB I PENDAHULUAN. menetapkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum, dimana salah satu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi pengobatan, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan atau tidak. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. memutus perkara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

II. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini.

BAB I PENDAHULUAN. buruk bagi perkembangan suatu bangsa, sebab tindak pidana korupsi bukan

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemeriksaan keterangan saksi sekurang-kurangnya disamping. pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi.

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

III. METODE PENELITIAN. beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisa (Soerjono Soekanto,

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan. Salah satu ciri negara hukum Indonesia yaitu adanya. yang bertugas mengawal jalannya pemeriksaan sidang pengadilan.

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan yang buruk, yang akan membimbing, dan mengarahkan. jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, baik bidang hukum, sosial, politik, ekonomi dan budaya. Dari

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia merupakan Negara Hukum yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

satunya diwujudkan kedalam Undang-undang Nomor 14 tahun 1970 tentang Nomor 14 tahun 1970 dan diganti oleh Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal ini tercantum dalam Pasal 1 ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. pidana korupsi yang dikategorikan sebagai kejahatan extra ordinary crime.

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah negara berdasarkan UUD 1945 sebagai konstitusi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Meskipun hakim dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh serta rekomendasi pihak manapun juga, tetapi dalam melaksanakan tugas pekerjaanya,

I. PENDAHULUAN. sebutan Hindia Belanda (Tri Andrisman, 2009: 18). Sejarah masa lalu Indonesia

I. PENDAHULUAN. jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

BAB I PENDAHULUAN. setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemberantasan tindak pidana korupsi di negara Indonesia hingga saat

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1

I. PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) semakin besar pengaruhnya

BAB III PENELITIAN PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN (EKSEKUSI) YANG TELAH BERKEKUATAN HUKUM TETAP TERHADAP TINDAK PIDANA UMUM BERUPA PEMIDANAAN PENJARA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

METODE PENELITIAN. dengan seksama dan lengkap, terhadap semua bukti-bukti yang dapat diperoleh

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sistem pemeriksaan hukum acara pidana di peradilan Indonesia mewajibkan kehadiran terdakwa yang telah dipanggil secara sah oleh penuntut umum untuk diperiksa oleh hakim mengenai kasus yang dialami oleh terdakwa. Apabila terdakwa yang telah dipanggil secara sah untuk kedua kalinya tidak hadir pada persidangan, maka pemanggilan terdakwa akan dilakukan secara paksa agar menghadiri persidangannya. Hal ini dilakukan bukan semata-mata hanya untuk penegakan supremasi hukum (Pasal 154 ayat (4) dan (6) KUHAP) tetapi pemanggilan terhadap terdakwa dilakukan sebagai bentuk dari hak terdakwa dalam hal pelaksanaan hak-hak asasi terdakwa sebagai manusia yang berhak membela diri dan mempertahankan hak-hak kebebasannya di muka pengadilan. Sehubungan dengan pemanggilan terdakwa pada persidangan, pada fakta konkrit yang terjadi seringkali terdakwa yang telah dipanggil secara sah ternyata tidak menghadiri persidangan yang dimungkinkan terjadi karena terdakwa telah melarikan diri dan tidak diketahui alamatnya atau keberadaanya. Berkaitan dengan ketidakhadiran terdakwa yang telah dipanggil secara sah untuk mengadiri persidangan maka hakim yang memeriksa persidangan dapat mengambil sikap untuk melanjutkan sidang meski terdakwannya tidak hadir atau persidangan In

2 Absentia. Persidangan In Absentia ini di dalam hukum Indonesia dapat diberlakukan pada kasus-kasus tindak pidana ekonomi (Pasal 16 Undang-Undang Darurat No. 7 tahun 1955) dan Tindak Pidana Korupsi (Pasal 38 ayat (1) Undang- Undang No. 31 tahun 1999). Adanya persidangan In Absentia merupakan langkah yang harus ditempuh karena selain bertujuan menunjukan supremasi hukum agar para pelaku kejahatan tidak mempermainkan hukum dan persidangan In Absentia ini juga diadakan demi menyelamatkan kekayanan Negara (dalam kasus korupsi). Pemeriksaan persidangan In Absentia ini akan tetap dijalankan meskipun hanya didasarkan keterangan dari alat bukti yang diajukan di persidangan baik berupa keterangan saksi, keterangan ahli, petunjuk, surat-surat maupun penilaian terhadap barang-barang bukti yang diajukan oleh jaksa yang berkaitan dengan tindak kejahatan yang dilakukan oleh terdakwa yang tidak menghadiri persidangan. Hal ini tentu akan mengakibatkan hakim yang memeriksa persidangan hanya akan mendapatkan keterangan yang berat sebelah atau hanya keterangan dari Jaksa selaku penuntut umum. Pemberlakuan persidangan In Absentia ini bukan serta merta wujud dari kesewenang-wenangan hakim melainkan diberlakukan agar perkara yang masuk pada pengadilan negeri tidak terus menumpuk dan juga dikarenakan terdakwa sebagai subyek hukum yang mempunyai hak tidak menggunakan haknya untuk

3 melakukan pembelaan tetapi lebih memilih untuk menghindar dari pemeriksaan perkara dipersidangan. Meskipun hanya mendengarkan keterangan yang berat sebelah, hakim sebagai pemeriksa persidangan In Absentia tidaklah serta merta mengikuti arahan dari keterangan alat bukti dan barang-barang bukti yang diajukan penuntut umum. Hakim sebagai penegak hukum yang merdeka dan bebas dari pengaruh pihak lain akan mempertimbangkan pemberian putusan akhir secara obyektif ( berdasarkan pada kondisi masalah itu sendiri, layak atau tidak layak suatu putusan dijatuhkan yang didasarkan pada pertimbangan hukumnya) dan apakah putusan akhir dapat memenuhi tujuan hukum (kepastian hukum, keadilan hukum, dan memberi kemanfaatan) serta tetap melindungi dan menjaga hak-hak dari terdakwa. Setiap putusan akhir yang telah diputuskan oleh hakim yang berupa pemidanaan atau penjatuhan pidana yang telah mendapat kekuatan hukum tetap akan dilaksanakan oleh jaksa (Pasal 270 KUHAP dan Pasal 30 ayat (1) huruf (b)) terhadap terdakwa. Menjadi persoalan apabila jaksa yang berwenang melaksanakan eksekusi terhadap terdakwa tetapi terdakwa tidak diketahui keberadaan atau alamatnya. Inilah yang akan menjadi persoalan hukum yang akan diteliti oleh penulis mengenai upaya apa yang akan dilakukan oleh jaksa selaku pelaksana putusan (eksekusi) yang telah berkekuatan hukum tetap terhadap terdakwa yang tidak diketahui alamatnya atau keberadaannya

4 B. Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka akan dirumuskan masalah sebagai berikut : Apakah upaya yang dilakukan oleh jaksa dalam melaksanakan putusan/eksekusi terhadap putusan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap jika terdakwa tidak diketahui keberadaannya? C. Tujuan penelitian Untuk mengetahui upaya yang dilakukan oleh jaksa dalam melaksanakan putusan yang telah beroleh kekuatan hukum tetap atau eksekusi terhadap terdakwa yang tidak diketahui alamatnya atau keberadaannya. D. Manfaat penelitian 1. Teoritis Bagi perkembangan ilmu hukum khususnya di bidang ilmu pengetahuan hukum pidana mengenai pelaksanaan putusan pengadilan atau eksekusi pada persidangan In Absentia 2. Praktis a) Bagi penegak hukum khususnya Jaksa agar dalam pelaksanaan putusan yang telah beroleh kekuatan hukum tetap atau eksekusi terhadap terdakwa yang tidak diketahui alamat atau keberadaannya tetap berjalan dan pelaksanaan eksekusi dapat tercapai

5 b) Bagi perumus perundang-undangan agar membuat peraturan yang membantu jaksa dalam melaksanakan putusan yang telah memperoleh kekutan hukum tetap bagi terdakwa yang tidak diketahui alamatnya dan keberadaannya c) Bagi masyarakat umum agar mengetahui dan ikut serta mengawasi pelaksanaan putusan yang telah beroleh kekuatan hukum tetap oleh jaksa dan ikut membantu upaya jaksa dalam mencari terdakwa yang tidak diketahui keberadaanya atau melarikan diri E. Keaslian penelitian Dengan ini penulis menyatakan bahwa penulisan hukum yang berjudul PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN (EKSEKUSI) OLEH JAKSA PADA PERSIDANGAN IN ABSENTIA ini merupakan hasil karya asli penulis, sepanjang pengetahuan penulis bukan merupakan duplikasi dari hasil karya penulis lain. Jika ternyata ada penelitian lain yang melakukan penelitian hukum yang sama dengan penelitian hukum ini maka penelitian ini merupakan pelengkap yang dapat dijadikan literatur dari tulisan sebelum penelitian hukum ini. F. Batasan konsep 1. Pelaksanaan putusan pengadilan atau eksekusi Pelaksanaan putusan pengadilan atau eksekusi adalah putusan pengadilan yang dapat dilaksanakan. Putusan pengadilan yang dapat dilaksanakan adalah putusan

6 yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde). Putusan yang sudah berkekuatan tetap adalah putusan yang sudah tidak mungkin lagi dilawan dengan upaya hukum banding dan kasasi 1 2. Jaksa Jaksa berdasarkan Undang-Undang no. 16 Tahun 2004 merupakan pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang. 2 3. Persidangan In Absentia Persidangan In Absentia adalah persidangan tanpa kehadiran terdakwa dalam persidangan dikarenakan terdakwa yang telah dipanggil secara sah untuk mengadiri persidangan namun tidak hadir 3 G. Metode Penelitian 1. Jenis penelitian Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Jenis penelitian hukum normatif ini adalah penelitian yang berfokus pada hukum positif / data sekunder. Dalam penelitian Normatif penulis akan melakukan abstraksi melalui proses deduksi dari norma hukum positif 1 http://rudini76ban.wordpress.com/2009/09/29/%e2%80%9cpelaksanaan putusan hakim eksekusi 2 Undang Undang Nomor 16 tahun 2004 tentang kejaksaan Republik Indonesia 3 Dwiyanto Prihartono, 2008, Sidang Tanpa Terdakwa, UPKM/CD RS Betesdha Community development of Betesdha Hospital, Yogyakarta hlm.13

7 dengan cara melakukan sistematisasi hukum dan sinkronisasi hukum berkaitan dengan penelitian ini yang meliputi Diskripsi, Sistematisasi, Anslisis, Interpretasi dan menilai hukum positif. 2. Sumber data a. Bahan hukum primer Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang mempergunakan data sekunder/bahan hukum sebagai data utama, yang terdiri dari 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang diamandemen ke-4 2. Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana 3. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 4. Undang-Undang Darurat No. 7 tahun 1955 tentang Tindak Pidana Ekonomi 5. Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi 6. Surat Edaran Mahkamah Agung RI No. 6 tahun 1988 7. Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia b. Bahan hukum sekunder

8 Bahan Hukum Sekunder merupakan bahan hukum yang diperoleh dari buku-buku yang berhubungan dengan permasalahan proses persidangan In Absentia, makalah, jurnal, Internet, dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan In Absentia. 3. Metode pengumpulan data a. Studi kepustakaan Melakukan penelitian dengan cara mempeajari, membaca dan memahami buku-buku, literatur, peraturan-peraturan, pendapat yang erat dengan materi yang ditulis. b. Wawancara Wawancara dilakukan langsung dengan narasumber untuk memperoleh data yang diperlukan untuk penulisan hukum ini yakni Jaksa di Kejaksaan Negeri Yogyakarta 4. Metode analisis data Metode analisis yang penulis gunakan untuk penelitian hukum normatif ini adalah dengan menggunakan metode analisis kualitatif. Proses penalaran yang digunakan dalam menarik kesimpulan adalah dengan menggunakan metode berfikir deduktif.

9 5. Sistematika penulisan Penulisan hukum yang berjudul Perlindungan Konsumen Terkait Penipuan Dalam Transaksi Elektronik ini, terdiri dari tiga bab yaitu : BAB I : BAB ini membahas tentang Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian, batasan konsep, metode penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II : BAB ini berisi tentang Pembahasan yang membahas tentang penulisan yang berjudul Pelaksanaan Putusan Pengadilan (eksekusi) Dalam Persidangan In Absentia. BAB III : BAB ini akan mengemukakan kesimpulan yang ditarik oleh penulis berdasarkan pada hasil penelitian yang penulis lakukan dan berisi saran dari penulis yang bertujuan untuk memberikan solusi bagi pemecahan masalah hukum yang terjadi.