PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG KEAMANAN PANGAN SEGAR ASAL TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa produk pangan segar asal tumbuhan mempunyai peranan penting bagi penyediaan pangan dan kehidupan adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena itu perlu dikelola dan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang paling utama; b. bahwa Provinsi Jawa Tengah merupakan daerah yang mempunyai potensi sebagai produsen sekaligus konsumen pangan segar asal tumbuhan, Pemerintah Daerah perlu melindungi masyarakat dari konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu dan bergizi seimbang; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta berdasarkan Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, maka perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Keamanan Pangan Segar Asal Tumbuhan; Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Tengah (Himpunan Peraturan- Peraturan Negara Tahun 1950 Halaman 86-92);
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821); 3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 227, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5360); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lem baran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5589); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label Dan Iklan Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2867); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu Dan Gizi Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4424); 7. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2016 tentang Perlindungan Dan Pemberdayaan Petani (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2016 Nomor 5, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 82); 8. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor: 20/Permentan/OT.140/2/2010 tentang Sistem Jaminan Mutu Pangan Hasil Pertanian; 9. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 04/Permentan/PP.340/2/2015 tentang Pengawasan Keamanan Pangan Terhadap Pemasukan Dan Pengeluaran Pangan Segar Asal Tumbuhan;
10. Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 97 Tahun 2009 tentang Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah (Berita Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 Nomor 97). MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN GUBERNUR TENTANG KEAMANAN PANGAN SEGAR ASAL TUMBUHAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Provinsi Jawa Tengah. 2. Gubernur adalah Gubernur Jawa Tengah. 3. Pemerintah Daerah adalah Gubernur sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 4. Pangan Segar Asal Tumbuhan yang selanjutnya disingkat PSAT adalah pangan asal tumbuhan yang belum mengalami pengolahan dan dapat dikonsumsi secara langsung, diolah secara minimal, dan/atau dapat menjadi bahan baku pengolahan pangan. 5. Keamanan PSAT adalah suatu kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah PSAT dari kemungkinan mengandung cemaran kimia dan cemaran biologis melampaui batas maksimum. 6. Pengawasan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan untuk memastikan PSAT yang dimasukkan atau dikeluarkan dari daerah memenuhi persyaratan keamanan PSAT. 7. Cemaran kimia adalah cemaran dalam PSAT yang berasal dari unsur atau senyawa kimia yang dapat merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. 8. Cemaran biologis adalah cemaran dalam PSAT yang berasal dari bahan hayati. 9. Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah yang selanjutnya disingkat OKKPD adalah lembaga di lingkungan Pemerintah Daerah yang berwenang melaksanakan sertifikasi keamanan pangan.
10. Good Agriculture Practices (GAP)/Good Farming Practices (GFP) adalah suatu pedoman yang menjelaskan cara budidaya tumbuhan/ternak yang baik agar menghasilkan pangan bermutu, aman, dan layak dikonsumsi. 11. Good Handling Practices (GHP) adalah suatu pedoman yang menjelaskan cara Penanganan Pasca Panen Hasil Pertanian yang baik agar menghasilkan pangan bermutu, aman, dan layak dikonsumsi. 12. Standar Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat SNI adalah suatu dokumen yang berisikan ketentuan teknis, pedoman, dan karakteristik kegiatan dan produk yang berlaku secara nasional untuk membentuk keteraturan yang optimal dalam konteks keperluan tersebut. 13. Tim Jejaring Keamanan Pangan Daerah yang selanjutnya disingkat TJKPD adalah wadah koordinasi lintas sektoral untuk mengintegrasikan berbagai program keamanan pangan daerah. BAB II MAKSUD, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP Bagian Kesatu Maksud dan Tujuan Pasal 2 Keamanan PSAT dimaksudkan untuk: a. menjaga PSAT tetap aman, higienis, bermutu, bergizi, dan tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya masyarakat; b. meningkatkan nilai tambah daya saing produk PSAT; c. memberikan data dan informasi tentang keamanan PSAT yang beredar. Pasal 3 Keamanan PSAT bertujuan untuk: a. meningkatkan pengawasan terhadap PSAT; b. menyediakan PSAT yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan gizi bagi konsumsi masyarakat; c. mewujudkan sistem produksi dan perdagangan PSAT yang jujur dan bertanggungjawab; d. mewujudkan kegiatan penjaminan mutu produksi PSAT; dan e. meningkatkan nilai tambah dan daya saing PSAT di pasar dalam negeri dan luar negeri.
Bagian Kedua Ruang Lingkup Pasal 4 Ruang lingkup Peraturan Gubernur ini meliputi: a. Persyaratan Keamanan PSAT; b. Sanitasi PSAT; c. Kemasan Pangan pada PSAT; d. Label dan Iklan PSAT; e. Pengawasan Keamanan PSAT; f. Pembinaan Keamanan PSAT. BAB III PERSYARATAN KEAMANAN PANGAN SEGAR ASAL TUMBUHAN Pasal 5 (1) PSAT wajib memenuhi persyaratan keamanan PSAT serta memenuhi ketentuan tentang pelabelan dan periklanan yang berlaku. (2) Persyaratan keamanan PSAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi cemaran kimia dan cemaran biologis yang tidak melampaui batas maksimum. (3) Jenis PSAT, batas maksimum cemaran kimia, dan batas maksimum cemaran biologis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan SNI. Pasal 6 PSAT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 meliputi: a. PSAT dengan bahan tambahan dan bahan lain yang diijinkan; dan b. PSAT tanpa bahan tambahan dan bahan lain yang diijinkan. Pasal 7 Bahan tambahan dan/atau bahan lain yang diijinkan dalam PSAT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 sesuai SNI.
BAB IV SANITASI PANGAN SEGAR ASAL TUMBUHAN Pasal 8 (1) Sanitasi PSAT dilakukan untuk keamanan konsumsi PSAT. (2) Sanitasi PSAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan/atau peredaran pangan. (3) Pemenuhan standar sanitasi PSAT dilakukan dengan menerapkan: a. cara budidaya tanaman yang baik atau Good Agriculture Practices (GAP); b. penanganan pasca panen hasil pertanian asal tanaman yang baik atau Good Handling Practices (GHP); c. distribusi hasil pertanian asal tanaman yang baik atau Good Distribution Practices (GDP); d. retail hasil pertanian asal tanaman yang baik atau Good Retail Practices (GRP). BAB V KEMASAN PANGAN SEGAR ASAL TUMBUHAN Pasal 9 (1) Kemasan berfungsi untuk mencegah terjadinya pembusukan dan kerusakan, melindungi produk dari kotoran, dan membebaskan PSAT dari jasad renik patogen. (2) Kemasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menggunakan bahan yang aman dari cemaran yang merugikan atau membahayakan kesehatan manusia dan ramah lingkungan sesuai sifat dan karakteristik PSAT. BAB VI LABEL DAN IKLAN PANGAN SEGAR ASAL TUMBUHAN Pasal 10 (1) Setiap orang yang melakukan pemasaran PSAT dalam kemasan di Daerah wajib mencantumkan label pada kemasan.
(2) Pencantuman label pada kemasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk: a. PSAT yang berasal dari dalam daerah; b. PSAT yang berasal dari luar daerah; c. PSAT yang berasal dari luar negeri. (3) Pencantuman label pada kemasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditulis atau dicetak dengan menggunakan bahasa Indonesia dan memuat paling sedikit keterangan mengenai : a. nama produk; b. berat bersih atau isi bersih; c. nama dan alamat pihak yang memproduksi atau mengimpor; d. tanggal mulai beredar; e. asal usul bahan PSAT; f. nomor registrasi jaminan mutu. (4) Keterangan pada label sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditulis, dicetak atau ditampilkan secara tegas, jelas dan tidak mudah terhapus serta mudah dimengerti oleh masyarakat. Pasal 11 Setiap orang dilarang menghapus, mencabut, menutup, mengganti label, melabel kembali dan/atau mengubah keterangan PSAT yang dipasarkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10. Pasal 12 Ketentuan label sebagimana dimaksud dalam Pasal 10, tidak berlaku bagi PSAT yang dibungkus atau dikemas di hadapan pembeli. BAB VII PENGAWASAN KEAMANAN PANGAN SEGAR ASAL TUMBUHAN Pasal 13 (1) Pemerintah Daerah menyelenggarakan pengawasan keamanan PSAT secara berkala. (2) Pengawasan keamanan PSAT secara berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan. (3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Pengawasan sebelum dipasarkan yaitu sertifikasi dan registrasi PSAT. b. Pengawasan setelah dipasarkan yaitu inspeksi dan monitoring PSAT.
Pasal 14 (1) Sertifikasi dan registrasi PSAT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) point a meliputi : a. Sertifikasi Produk Prima; b. Registrasi PSAT; c. Registrasi Rumah Kemas; d. Rekomendasi Ekspor PSAT; e. Survailen PSAT; f. Sistem Jaminan Mutu. (2) Sertifikasi dan registrasi PSAT sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dilaksanakan oleh OKKPD. (3) Pelaksanaan sertifikasi dan registrasi PSAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur tersendiri. Pasal 15 (1) Inspeksi dan monitoring PSAT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) point b meliputi : a. Inspeksi dan monitoring reguler; b. Inspeksi dan monitoring insidentil. (2) Inspeksi dan monitoring PSAT sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dilaksanakan oleh Tim Jejaring Keamanan Pangan Daerah (TJKPD). (3) TJKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diketuai oleh Kepala Perangkat Daerah Yang Menangani Urusan Pangan. (4) Keanggotaan TJKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit terdiri dari : a. Perangkat Daerah yang menangani urusan Pertanian; b. Perangkat Daerah yang menangani urusan Kesehatan; c. Perangkat Daerah yang menangani urusan Ketentraman dan Ketertiban Umum serta Perlindungan Masyarakat; d. Kepolisian Daerah Jawa Tengah; e. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah. (5) TJKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.
Pasal 16 (1) TJKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 bertugas melaksanakan inspeksi dan monitoring PSAT. (2) Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) TJKPD berwenang: a. memasuki setiap tempat yang diduga digunakan dalam kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan perdagangan pangan untuk memeriksa, meneliti, dan mengambil contoh PSAT dan segala sesuatu yang diduga digunakan dalam kegiatan produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan/atau perdagangan PSAT; b. menghentikan, memeriksa, dan mencegah setiap sarana transportasi yang diduga atau patut diduga yang digunakan dalam pengangkutan pangan serta mengambil dan memeriksa contoh PSAT; c. membuka dan meneliti kemasan PSAT; d. memeriksa setiap buku, dokumen, atau catatan lain yang diduga memuat keterangan mengenai kegiatan produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan/atau perdagangan PSAT, termasuk menggandakan atau mengutip keterangan tersebut; dan e. memerintahkan untuk memperlihatkan izin usaha atau dokumen lain yang sejenis. (2) TJKPD dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilengkapi dengan surat perintah pengawasan dan/atau pemeriksaan serta tanda pengenal. Pasal 17 (1) TJKPD saat melakukan pengawasan dapat mengambil sampel/contoh PSAT untuk diuji terhadap kandungan bahan kimia, biologis dan fisik yang dapat membahayakan kesehatan konsumen. (2) Dalam hal hasil pemeriksaan oleh TJKPD menunjukkan adanya bukti awal bahwa telah terjadi tindak pidana di bidang pangan, penyidikan segera dilakukan oleh penyidik yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 18 (1) Untuk mengetahui keamanan PSAT yang diduga tidak layak dikonsumsi atau dipasarkan, TJKPD melakukan pengujian.
(2) Pengujian keamanan PSAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di laboratorium yang terakreditasi. Pasal 19 (1) Apabila hasil pengujian sebagaimana dimaksud Pasal 18 ayat (1) terbukti cemaran kimia dan/atau cemaran biologis melebihi batas maksimum sesuai dengan SNI, dilakukan penelusuran balik terhadap asal-usul PSAT tersebut oleh TJKPD. (2) Dalam hal PSAT yang dimaksud pada ayat (1) belum bersertifikat, diberikan Surat Pemberitahuan dan disampaikan kepada Perangkat Daerah yang menangani Urusan Pertanian untuk dilakukan pembinaan. (3) Dalam hal PSAT yang dimaksud pada ayat (1) sudah bersertifikat, diberikan Surat Pemberitahuan dan disampaikan kepada OKKPD untuk dilakukan pembinaan. BAB VIII PEMBINAAN KEAMANAN PANGAN SEGAR ASAL TUMBUHAN Pasal 20 (1) Pemerintah Daerah berkewajiban melakukan pembinaan keamanan PSAT. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Perangkat Daerah yang melaksanakan kewenangan pada urusan pertanian dan pangan sesuai tugas dan kewenangan masing-masing. (3) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan pada tahapan: a. budidaya atau proses produksi PSAT; b. pasca panen PSAT; c. distribusi PSAT; dan d. penjualan PSAT. BAB IX SANKSI ADMINISTRASI Pasal 21 Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan ini dapat dikenakan sanksi administrasi berupa: a. peringatan secara tertulis; b. larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan/atau perintah untuk penarikan kembali dari peredaran;
c. perintah pemusnahan, jika terbukti tidak memenuhi persyaratan keamanan atau mutu; dan/atau d. pembekuan dan/atau pencabutan sertifikat produk prima atau registrasi PSAT. BAB X PEMBIAYAAN Pasal 22 Semua pembiayaan yang timbul dari pelaksanaan Peraturan Gubernur ini dibebankan pada: a. Anggaran Pembiayaan Dan Belanja Negara; b. Anggaran Pembiayaan Dan Belanja Daerah Provinsi Jawa Tengah. BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 23 Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Jawa Tengah. Ditetapkan di Semarang pada tanggal 19 Oktober 2016 GUBERNUR JAWA TENGAH ttd Diundangkan di Semarang pada tanggal 19 Oktober 2016 SEKRETARIS DAERAHPROVINSI JAWA TENGAH ttd SRI PURYONO KARTO SOEDARMO GANJAR PRANOWO BERITA DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2016 NOMOR 40