BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dikarenakan kompleksnya permasalahan-permasalahan yang ada di dalamnya. Masa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia merupakan makhluk sosial. Di dunia ini, tidak ada manusia

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan hubungan yang harmonis dengan orang-orang yang ada disekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian diri di lingkungan sosialnya. Seorang individu akan selalu berusaha

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimana pada masa tersebut merupakan periode peralihan dan perubahan. Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. individu, individu dengan kelompok, ataupun kelompok dengan kelompok.

PENYESUAIAN SOSIAL SISWA TUNARUNGU (Studi Kasus di SMK Negeri 30 Jakarta)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan. Ketika remaja dihadapkan pada lingkungan baru misalnya lingkungan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi perbaikan perilaku emosional. Kematangan emosi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ahli psikologi. Karena permasalahan remaja merupakan masalah yang harus di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Perbedaan Kecerdasan Interpersonal Pada Remaja dengan Orangtua Lengkap dan Tidak Lengkap

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

I. PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi

KENAKALAN REMAJA : PENYEBAB & SOLUSINYA. Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial kita tidak akan mampu mengenal dan dikenal tanpa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

BAB I PENDAHULUAN. Ketrampilan sosial merupakan kemampuan individu untuk bergaul dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan ditinjau dari sudut psikososial (kejiwaan kemasyarakatan)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vivit Puspita Dewi, 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. sebenarnya ada dibalik semua itu, yang jelas hal hal seperti itu. remaja yang sedang berkembang.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. apa yang bagus, dan juga terhadap perkembangan belajarnya disekolah. Hal ini. yang sangat besar dalam perkembangan kepribadiannya.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mengacu pada fase usia remaja di atas, siswa Sekolah Menengah Atas. seperti kebutuhan akan kepuasan dan kebutuhan akan pengawasan.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

`BAB I PENDAHULUAN. mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion). Suasana kebingunan ini

BAB 1 PENDAHULUAN. berhubungan dengan manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk

I. PENDAHULUAN. Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Peserta didik Sekolah Menengah Pertama (SMP ) berada dalam masa

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 (1) Pendidikan adalah Usaha sadar dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbatas pada siswa baru saja. Penyesuaian diri diperlukan remaja dalam menjalani

BAB I PENDAHULUAN. tetapi ada beberapa permasalahan seperti perkembangan seksual,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki arti tersendiri di dalam hidupnya dan tidak mengalami kesepian.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi. Terjadi pada usia kurang lebih lima

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi. organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. remaja (Hurlock, 2003). Di dalam masa remaja juga terdapat tahapan perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. individu untuk menuju kedewasaan atau kematangan adalah masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang diciptakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dari hasil pembahasan pada bab IV, oleh peneliti rumuskan suatu. kesimpulan, kesimpulan umum dan kesimpulan khusus.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai kebutuhan akan rasa aman, penerimaan diri serta pengakuan atas

BAB I PENDAHULUAN. adolescence yang berasal dari kata dalam bahasa latin adolescere (kata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana pernyataan yang diungkap oleh Spencer (1993) bahwa self. dalam hidup manusia membutuhkan kepercayaan diri, namun

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. ternyata membawa pengaruh dan perubahan perubahan yang begitu besar

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman membuat manusia harus bisa beradaptasi dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan

BAB I PENDAHULUAN. pertengahan tahun (Monks, dkk., dalam Desmita, 2008 : 190) kerap

BAB I PENDAHULUAN. dari hubungan dengan lingkungan sekitarnya. individu dan memungkinkan munculnya agresi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan sehari hari, tanpa disadari individu sering kali bertemu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia

BAB V PEMBAHASAN. program bimbingan, pengajaran dan latihan dalam membantu peserta didik agar mampu

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Subjek berasal dari keluarga tidak harmonis, sejak kecil subjek berada dalam

BABI PENDAHULUAN. Manusia adalah rnakhluk sosial sehingga sejak dari lahir sudah terbentuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecerdasan Interpersonal. intelligere yang berarti menghubungkan atau menyatukan satu sama lain (to

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan Intelligence Quotient (IQ) yang tinggi, namun pada

BAB I PENDAHULUAN. etimologis, remaja berasal dari kata Latin adolensence yang berarti tumbuh atau

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu tentunya menginginkan kehidupan yang bahagia. Kehidupan bahagia

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan masa remaja senantiasa menarik untuk dibicarakan, hal ini dikarenakan kompleksnya permasalahan-permasalahan yang ada di dalamnya. Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologis, perubahan psikologis, dan perubahan sosial. Remaja sering kali didefinisikan sebagai periode transisi antara masa kanakkanak ke masa dewasa, atau masa usia belasan tahun, atau seseorang yang menunjukkan tingkah laku tertentu seperti susah diatur, mudah terangsang perasaannya dan sebagainya. Kartini Kartono (2005: 148) mengatakan masa remaja disebut pula sebagai penghubung antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada periode ini terjadi perubahan-perubahan besar dan esensial mengenai kematangan fungsi-fungsi rohaniah dan jasmaniah, terutama fungsi seksual. Menurut Hurlock (2007:145) pemenuhan kebutuhan fisik, psikis dan sosial juga s angat dibutuhkan bagi perkembangan kepribadiannya. Berbagai macam problematika dalam kehidupan manusia menuntut remaja untuk mampu berinteraksi dan bersosialisasi dengan baik terhadap orang lain dan lingkungan sekitarnya. Kemampuan berhubungan dengan orang lain menjadi hal yang sangat penting ketika seseorang ditempatkan dalam suatu lingkup sosial.

2 Kemampuan ini akan menjadi salah satu penentu diterima atau tidaknya remaja dalam lingkungan sosialnya. Tolak ukur dari kemampuan berhubungan sosial dengan orang lain dapat dilihat dari bagaimana individu-individu saling percaya, memahami perasaan, keterbukaan, menghargai perbedaan, memperbaiki miskomunikasi, tidak memaksakan kehendak, mendorong orang lain untuk mengemukakan pendapat, menjadi pendengar yang baik, menanggapi kebutuhan orang lain, dan pengendalian diri dengan tidak mudah menyalahkan orang lain (Kiftirul, dkk, 2010:2). Kemampuan menjalian hubungan sosial dengan orang lain biasa disebut dengan istilah kecerdasan interpersonal. Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan dalam menjalin komunikasi secara efektif, mampu berempati secara baik, dan kemampuan mengembangkan hubungan yang harmonis dengan orang lain. Selanjutnya Orang yang memiliki kecerdasan interpersonal menurut Gardner (dalam Safaria, 2005 :43), biasanya memiliki perasaan yang peka terhadap sekitar, peka terhadap sifat, perasaan dan motivasi orang lain, memiliki kemampuan kerja sama yang bagus, suka berkelompok, berdiskusi, extrovert, komunikasinya baik, mudah berempati, mampu mengembangkan hubungan yang harmonis dengan orang lain, dapat dengan cepat memahami tempramen, sifat dan kepribadian orang lain, mampu memahami suasana hati, motif dan niat orang lain. Semua kemampuan ini akan membuat remaja lebih berhasil dalam berinteraksi dengan orang lain.

3 Pada masa remaja, kecerdasan interpersonal ini penting dimiliki remaja, hal ini dikarenakan menurut Misbach (2010:76) remaja dengan kecerdasan interpersonal yang tinggi memiliki kepekaan untuk memahami kebutuhan orang lain, memperhatikan perbedaan antar individu, mudah menjalin kerja sama, serta mengembangkan empati terhadap kesulitan orang lain. Potensi yang tinggi pada kecerdasan ini akan mempermudah seseorang berinteraksi dengan berbagai orang yang memiliki latar belakang yang berbeda. Sebaliknya jika remaja tidak memiliki kecerdasan interpersonal yang tinggi maka menurut Gardner (dalam Safaria, 2005:12) akan menyebabkan individu (termasuk remaja) sulit bergaul, sulit untuk dapat mengembangkan hubungan yang suportif dengan teman sebayanya, agresif, suka bertindak kasar, impulsif, atau sangat mementingkan egoismenya sendiri, sering terlibat konflik dan perkelahian dengan teman sebayanya, suka menyendiri, merasa kesulitan untuk berkomunikasi dengan orang baru, dan tidak suka berbaur dengan teman lainnya. Keluarga khususnya kedua orang tua pada masa remaja memiliki peranan penting dalam membentuk kecerdasan interpersonal pada diri remaja (Yusuf, 2011:38). Hal ini dikarenakan fungsi dasar keluarga menurut Dagun (2002:22) adalah memberikan rasa memiliki, rasa aman, kasih sayang, dan mengembangkan hubungan yang baik diantara anggota keluarga. Pengalaman anak dalam mengembangkan hubungan baik dengan anggota keluarga inilah yang akan menjadi dasar mereka untuk berhubungan dengan orang lain yang selanjutnya akan mencerminkan kecerdasan interpersonalnya.

4 Seiring perjalanan hidupnya yang diwarnai faktor internal (kondisi fisik, psikis dan moralitas anggota keluarga), maka setiap keluarga mengalami perubahan yang beragam. Ada keluarga yang semakin kokoh dalam menerapkan perannya, tetapi ada juga yang mengalami keretakan atau ketidakharmonisan (Dagun, 2002:19). Berdasarkan pemaparan di atas, maka timbul pertanyaan pada peneliti apakah lengkap dan tidak lengkapnya orangtua akan berdampak pada kecerdasan interpersonal remaja?. Pertanyaan ini muncul karena berdasarkan observasi yang dilakukan di sekolah dan di kediaman subjek pada tanggal 21-27 Februari 2014 terhadap remaja yang memiliki orangtua tidak lengkap ditemukan beberapa fakta: 4 dari 6 remaja yang memiliki orangtua tidak lengkap cenderung mengalami kesulitan dalam membangun relasi dengan orang lain, hal ini telihat dari tingkah laku subjek yang bersikap acuh tak acuh dengan teman-teman atau orang-orang di sekitarnya, subjek sering berselisih paham dengan teman-temannya, jarang bergabung dengan orang lain, lebih banyak berdiam diri di kelas dan terlihat jarang berbicara dengan orang lain. Bahkan salah seorang subjek yang diobservasi menunjukkan tingkah laku yang sering mengganggu teman-temannya, melanggar peraturan-peraturan yang ada seperti sering terlambat, terkadang berada di kantin saat jam belajar, dan sering berbicara kasar. Fenomena yang peneliti temukan melalui hasil observasi selaras dengan hasil wawancara yang peneliti lakukan terhadap RS, AN, dan DR ( remaja yang peneliti observasi). RS (nama samaran) mengatakan:

5 Saya merasa enggak nyaman bergaul dengan teman-teman karena malu, dan saya agak minder. Kadang saya merasa kurang percaya diri, sering salah paham sama mereka, saya kan orangnya mudah tersinggung. (RS, 20/10/2014) emang sering sendiri dan suka sendiri kk, enggak nyambung kalo lagi ngumpul-ngumpul kk lagian risih kalo lagi ngumpul-ngumpul malu juga kk karna eggak bisa nyambung kayak mereka-mereka tu. (AN, 20/10/2014) malu juga si ka, rasa-rasa tidak PD (kurang percaya diri) kalo lagi rame - rame kk. (DR, 21/10/2014) Selanjutnya hasil observasi yang peneliti lakukan terhadap remaja dengan orangtua lengkap yang peneliti lakukan baik di sekolah maupun di kediaman subjek pada tangggal 3-7 maret 2014 ditemukan fakta: 3 remaja yang memliki orangtua lengkap mampu menunjukkan kemampuan dalam membangun relasi dengan orang lain, ini ditandai dengan remaja memiliki banyak teman, selalu terlihat gembira, aktif dalam kelas, aktif dalam organisasi sekolah, sering ikut berpartisipasi setiap acara di sekolah ataupun di lingkungan luar, sering berkumpul dengan teman-temannya dan sering membantu orang lain. Fenomena yang peneliti temukan melalui hasil observasi, selaras pula dengan hasil wawancara yang peneliti lakukan pada tanggal 19 Oktober 2014 tehadap AA (salah seorang remaja yang memiliki orangtua lengkap). AA mengatakan: Saya Punya banyak teman kak, teman-teman di sekolah sama diluar sekolah juga banyak kak, teman-teman dekat juga banyak kak. Sering ngumpul-ngumpul belajar bareng kak, sering juga jalan-jalan kak (AA, 21/10/2014)

6 Saya aktif diorganisasi sekolah kak, seperti osis, dan juga sering jadi panitia kalo ada acara-acara yang diselengrakan pihak sekolah. (AA, 21/10/2014) senneng kalo sering sering ngumpul sama kawan-kawan, apa lagi ikut organisasi di sekolah biasa nambah banyak kawan, pengalaman, terus dapat melatih kita kalo berhadapan dengan orang banyak ka, jadi kalo ngomong sama orang lain enggak gugup-gugup kk. (RA, 21/10/2014) Berdasarkan fenomena di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti apakah benar terdapat perbedaan kecerdasan interpesonal pada remaja yang memiliki orangtua lengkap dengan remaja yang memiliki orangtua yang tidak lengkap. Penenlitian tersebut peneliti kemas dalam sebuah judul Perbedaan Kecerdasan Interpersonal Pada Remaja yang Memiliki Orangtua Lengkap dengan Tidak Lengkap B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan maka rumusan masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah terdapat perbedaan kecerdasan interpersonal pada remaja yang memiliki orangtua lengkap dengan remaja yang memiliki orangtua tidak lengkap? 2. Selain itu penelitian ini juga ingin mendeskripsikan, bagaimana kecerdasan interpersonal pada remaja yang memiliki kedua orangtua lengkap dan tidak lengkap.

7 C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan kecerdasan interpersonal pada remaja yang memiliki orangtua lengkap dengan remaja yang tidak memiliki orangtua lengkap dan ingin mengetahui bagaimana kecerdasan interpersonal pada remaja yang memiliki orangtua lengkap dan remaja yang memiliki orang tua tidak lengkap. D. Keaslian Penelitian Keaslian penelitian ini didasarkan pada beberapa penelitian terdahulu yang mempunyai karakteristik yang relatif sama dalam hal tema kajian, meskipun berbeda dalam hal kriteria subjek. Penelitian terkait yang dilakukan oleh Aprilia (2013) yang berjudul Hubungan antara Kecerdasan Interpersonal dengan Perilaku Kenakalan Remaja pada Siswa SMA N 1 Grobogan. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan kecerdasan interpersonal terhadap kenakalan pada remaja. Dimana ketika remaja memiliki kecerdasan interposanl yang tinggi maka dia akan memiliki kemampuan dalam mengontrol diri yang tinggi pula. Artinya semakin tinggi kecerdasan interpersonal pada remaja maka akan semakin rendah tingkat kenalakalan remaja, sebaliknya semakin rendah kecerdasan interpersonal remaja maka akan semakin tinggi tingkat kenakalan remaja. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Buntoro (2007) yang berjudul Deskripsi Tingkat Kecerdasan Interpersonal Siswa di Asrama Putra-Putri SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan Tahun Ajaran 2006/2007 dan Implikasinya

8 terhadap Usulan Topik-Topik Bimbingan Kelompok. Hasil peneitian kecerdasan interpersonal ada perbedaan yang signifikan antara siswa diasrama putra dan asrma putri SMA Pangudi Lihur Van Lith Muntilan tahun ajaran 2006/2007. Peneliti lain yang meneliti variabel yang memiliki kesamaan dengan variabel peneliti lakukan adalah Hangga Syah Putra, Tri Umari, Abu Asyari, Program Studi Bimbingan Konseling yang berjudul Pengaruh Konseling Kelompok Terhadap Peningkatan Kecerdasan Interpersonal siswa Kelas X Jurusan Administrasi Perkantoran di SMK Muhammadiyah 2 Pekanbaru Tahun Ajaran 2012/2013. Hasil penelitiannya adalah terdapat pengaruh konseling kelompok terhadap peningkatan kecerdasan interpersonal sisiwa kelas X Jurusan Administrasi Perkantoran di SMK Muhammadiyah 2 Pekanbaru. Melalui penelitian ini dapat memberikan gambaran bahwa dengan pemberian konseling kelompok dapat meningkatkan kecerdasan interpersonal pada sisiwa kelas X Jurusan Administrasi Perkantoran di SMK Muhammadiyah 2 Pekanbaru. Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Purnama (2007) yang berjudul Hubungan Antara Kecerdasan Interpersonal Remaja dengan Efektivitas Komunikasi Pada Orangtua Pada Mahasiswa Fak. Psiologi Angkatan 2004-2006 Universitas Islam Negeri (UIN) Malang. Hasil penelitiannya adalah terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan interpersonal remaja dengan efektivitas komunikasi orangtua pada mahasiswa Fak. Psikologi angkatan 2004-2006UIN Malang. Penelitian yang peneliti lakukan ini memiliki persamaan-persamaan dengan penelitian-penelitian terdahulu, yang mana sama-sama meneliti tentang kecerdasan

9 interpersonal pada remaja. Dalam peneleitian-penelitian yang terdahulu lebih banyak membandingkan atau menghubungkan kecerdasan interpersonal lingkungan sosialnya ataupun pada lingkungan sekolah dan lain-lain. Namun dalam penelitian ini yang akan diteliti adalah bagaimana perbedaan kecerdasan interpersonal pada remaja yang memiliki orangtua lengkap dengan remaja yang memiliki orangtua tidak lengkap. E. Manfaat Penelitian Apabila penelitian ini terbukti diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritik a. Menambah khasanah ilmu psikologi terutama psikologi perkembangan, psikologi sosial dan psikologi pendidikan. b. Sebagai acuan untuk melaksanakan penelitian yang lebih lanjut mengenai kecerdasan interpersonal. 2. Manfaat Praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi atau masukan pada remaja akan pentingnya manfaat kecerdasan interpersonal sehingga remaja mampu mengembangkan kecerdasan interpersonalnya dengan baik.