KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 42/Permentan/SR.140/5/2007 TENTANG PENGAWASAN PESTISIDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

dokumen-dokumen yang mirip
BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

No.1274, 2014 KEMENTAN. Pestisida. Pengawasan. Pencabutan.

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107/Permentan/SR.140/9/2014 TENTANG PENGAWASAN PESTISIDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 74/Permentan/OT.140/12/2007 TENTANG PENGAWASAN OBAT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 253/Kpts/OT.140/4/2004 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 239/Kpts/ot.210/4/2003 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PUPUK AN- ORGANIK MENTERI PERTANIAN,

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PERMENTAN/SR.130/5/2009 TAHUN 2009 TENTANG PUPUK ORGANIK, PUPUK HAYATI DAN PEMBENAH TANAH

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 02/Pert/HK.060/2/2006 TENTANG PUPUK ORGANIK DAN PEMBENAH TANAH

=DITUNDA= PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 04/Pert/SR.130/2/2006 TENTANG

Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973 Tentang : Pengawasan Atas Peredaran, Penyimpanan Dan Penggunaan Pestisida

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 43/Kpts/Tp.270/1/2003 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 237/Kpts/OT.210/4/2003 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN PENGADAAN, PEREDARAN DAN PENGGUNAAN PUPUK AN-ORGANIK

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAWASAN ATAS PEREDARAN, PENYIMPANAN DAN PENGGUNAAN PESTISIDA.

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 09/Kpts/TP.260/1/2003 TENTANG SYARAT DAN TATACARA PENDAFTARAN PUPUK AN-ORGANIK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/SR.140/2/2007 TENTANG SYARAT DAN TATACARA PENDAFTARAN PESTISIDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 038 TAHUN 2016

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 241/Kpts/OT.210/4/2003 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN MUTU PAKAN MENTERI PERTANIAN,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 65/Permentan/OT.140/9/2007 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN MUTU PAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

j ajo66.wordpress.com 1

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

PROVINSI BALI KEPUTUSAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 9/HK/2016 TENTANG PEMBENTUKAN KOMISI PENGAWAS PUPUK DAN PESTISIDA KABUPATEN KARANGASEM TAHUN 2016

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : Mengingat :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2001 TENTANG PUPUK BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2001 TENTANG PUPUK BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70/PERMENTAN/SR.140/10/2011 TENTANG PUPUK ORGANIK, PUPUK HAYATI DAN PEMBENAH TANAH

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG KEAMANAN PANGAN SEGAR ASAL TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PANGAN SEHAT DAN BEBAS BAHAN BERBAHAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 58/Permentan/OT.140/8/ TENTANG PELAKSANAAN SISTEM STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN

BERITA NEGARA. No.10, 2007 DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM. KEPEGAWAIAN. PPNS. Pengangkatan. Mutasi. Pemberhentian. Pencabutan.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 28/Menhut-II/2010 TENTANG PENGAWASAN PEREDARAN BENIH TANAMAN HUTAN

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 276/Kpts/OT.160/4/2008 TENTANG KOMISI PESTISIDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 17/Permentan/SR.130/5/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 18/Permentan/OT.140/4/2009 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN USAHA OBAT HEWAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.14/MEN/2007 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 517/Kpts/TP.270/9/2002 TENTANG PENGAWASAN PESTISIDA MENTERI PERTANIAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 411/Kpts/TP.120/6/1995 TENTANG PEMASUKAN AGENS HAYATI KE DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 505/Kpts/SR.130/12/2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PUPUK ORGANIK DAN PUPUK HAYATI

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 64/Kpts/SR.130/3/2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 08/Permentan/SR.140/2/2007 TENTANG SYARAT DAN TATACARA PENDAFTARAN PUPUK AN-ORGANIK MENTERI PERTANIAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 517/Kpts/TP.270/9/2002 TENTANG PENGAWASAN PESTISIDA MENTERI PERTANIAN,

BAB I PENDAHULUAN. atau dapat mendatangkan kemiskinan dan kesengsaraan. unsur atau subsistem dalam agroekosistem. 2

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,

2017, No Peraturan Menteri; d. bahwa dalam rangka optimalisasi penanganan barang bukti tindak pidana lingkungan hidup dan kehutanan perlu diatu

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 106/Kpts/SR.130/2/2004 TENTANG KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2004

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 606 /KPTS/013/2013 TENTANG KOMISI PENGAWASAN PUPUK DAN PESTISIDA PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 58/Permentan/OT.140/8/2007 TENTANG PELAKSANAAN SISTEM STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN

BUPATI DEMAK PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 32 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN KOMISI PENGAWASAN PUPUK DAN PESTISIDA (KPPP) KABUPATEN DEMAK

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 290/Kpts/TP.270/5/20003 TENTANG PENDAFTARAN DAN PEMBERIAN IZIN TETAP BAHAN TEKNIS PESTISIDA MENTERI PERTANIAN,

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 21/M-DAG/PER/6/2008 T E N T A N G

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN LINGKUNGAN HIDUP DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/Permentan/SR.120/1/2014 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI, DAN PEREDARAN BENIH BINA

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DI KOTA MALANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/SR.140/2/2007 TENTANG SYARAT DAN TATACARA PENDAFTARAN PESTISIDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR BENGKULU PERATURAN DAERAH PROVINSI BENGKULU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF

2 Mengingat : 1. c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan tent

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 11, Tamba

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN

SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 808/Kpts/TN.260/12/94 TENTANG SYARAT PENGAWAS DAN TATACARA PENGAWASAN OBAT HEWAN MENTERI PERTANIAN,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43/Permentan/SR.140/8/2011 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENDAFTARAN PUPUK AN-ORGANIK

PEMERINTAH KABUPATEN BIMA

WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 04 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DI PROVINSI GORONTALO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 06 TAHUN 2009 TENTANG PENGENDALIAN PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

GUBERNUR SULAWESI TENGAH

PERATURAN MENTERI PERTANIAN. NOMOR: 13/Permentan/OT.140/2/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 05/Permentan/HK.060/3/06 TENTANG

Keputusan Menteri Pertanian No. 949 Tahun 1998 Tentang : Pestisida Terbatas

-2- Pasal 68 ayat huruf c dan Pasal 69 ayat UndangUndang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN MUTU BIBIT INDUK AYAM RAS UMUR SEHARI (DOC-PS)

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 15/Permentan/OT.140/2/2008 TENTANG PEDOMAN MONITORING DAN SURVEILANS RESIDU DAN CEMARAN MIKROBA PADA PRODUK HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2001 TANGGAL 19 FEBRUARI 2001 TENTANG PUPUK BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PASURUAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 24/Permentan/SR.140/4/2011 TENTANG SYARAT DAN TATACARA PENDAFTARAN PESTISIDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

VT.tBVV^ WALIKOTA BANJARMASIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN TENTANG PERLINDUNGAN PANGAN

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN BONDOWOSO

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 271/Kpts/HK.310/4/2006 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR

Transkripsi:

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 42/Permentan/SR.140/5/2007 TENTANG PENGAWASAN PESTISIDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa pestisida dapat memberikan manfaat namun dapat pula membahayakan bagi kesehatan manusia, kelestarian sumber daya alam hayati dan lingkungan hidup, sehingga untuk menghindarkan pengaruh samping pestisida dimaksud, peredaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida perlu diawasi; b. bahwa dengan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 517/Kpts/TP.270/9/2002 telah ditetapkan Pengawasan Pestisida; c. bahwa dengan adanya perubahan organisasi Departemen Pertanian telah terjadi alih tugas dan fungsi dalam pelaksanaan pengawasan pestisida; d. bahwa atas dasar hal-hal tersebut diatas dan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna dalam pelaksanaan pengawasan pestisida, dipandang perlu untuk meninjau kembali Keputusan Menteri Pertanian Nomor 517/Kpts/TP.270/9/2002; Mengingat : 1. Undang Undang No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3274); 2. Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419); 1

3. Undang Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3478); 4. Undang Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495); 5. Undang Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); 6. Undang Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821); 7. Undang Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3888); 8. Undang Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437); 9. Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan Atas Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida (Lembaran Negara Tahun 1973 Nomor 12); 10. Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3586); 11. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000, tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4153); 13. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu; 14. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005, tentang Kedudukan, Tugas Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Negara Republik Indonesia juncto Peraturan Presiden Nompr 62 Tahun 2005; 2

15. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005, tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementian Negara Republik Indonesia; 16. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 472/Menkes/ PER/XI/1992 tentang Pengamatan Bahan Berbahaya Bagi Kesehatan; 17. Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Pertanian Nomor 881/Menkes/SKB/ VIII/1996 771/Kpts/TP.270/8/1996 tentang Batas Maksimum Residu Pestisida Hasil Pertanian; 18. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 118/Menkes/ Per/X/2004 tentang Pengamanan Alat Kesehatan dan PKRT; 19. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 299/Kpts/ OT.140/7/2005 tentang Organiusasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor 11/Permentan/OT.140/2/2007 20. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 341/Kpts/ OT.140/9/2005 tentang Kelengkapan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor 12/Permentan/ OT.140/2/2007; 21. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 319/Kpts/ OT.160/5/2006 tentang Komisi Pestisida; 22. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 07/Permentan/ SR.140/2/2007 tentang Syarat dan Tatacara Pendaftaran Pestisida; Memperhatikan : Surat Ketua Komisi Pestisida Nomor 123/Kompes/2007 tanggal 27 Maret 2007 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERTANIAN TENTANG PENGAWASAN PESTISIDA 3

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri Menteri Pertanian ini yang dimaksud dengan : 1. Pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk : a. memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian; b. memberantas rerumputan; c. mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan; d. mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagianbagian tanaman tidak termasuk pupuk; e. memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewanhewan piaraan dan ternak; f. memberantas atau mencegah hama-hama air; g. memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan; dan atau h. memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan air. 2. Pengawasan pestisida adalah serangkaian kegiatan pemeriksaan terhadap produksi, peredaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida agar terjamin mutu dan efektivitasnya, tidak mengganggu kesehatan dan keselamatan manusia serta kelestarian lingkungan hidup dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. Formulasi adalah campuran bahan aktif dengan bahan lainnya dengan kadar dan bentuk tertentu yang mempunyai daya kerja sebagai pestisida sesuai dengan tujuan yang direncanakan. 4. Bahan aktif adalah bahan kimia sintetik atau bahan lalami yang terkandung dalam bahan teknis atau formulasi pestisida yang memiliki daya racun atau pengaruh biologis lain terhadap organisme sasaran. 5. Bahan aktif standar adalah bahan aktif murni yang digunakan sebagai pembanding dalam proses analisis kadar bahan aktif pestisida. 4

6. Bahan teknis adalah bahan baku pembuatan formulasi yang dihasilkan dari suatu pembuatan bahan aktif, yang mengandung bahan aktif dan bahan pengotor ikutan (impurities) atau dapat juga mengandung bahan lainnya yang diperlukan. 7. Pestisida untuk penggunaan umum adalah pestisida yang dalam penggunaannya tidak memerlukan persyaratan dan alat-alat pengamanan khusus diluar yang tertera pada label. 8. Pestisida terbatas adalah pestisida yang dalam penggunaannya memerlukan persyaratan dan alat-alat pengamanan khusus diluar yang tertera pada label. 9. Pestisida rusak adalah pestisida yang mengalami perubahan baik secara kimiawi, fisik maupun biologis 10. Pestisida ilegal adalah pestisida yang tidak terdaftar atau yang telah habis masa berlaku izin/nomor pendaftaran yang diberikan atau pestisida tidak berlabel. 11. Pestisida palsu adalah pestisida yang isi dan atau mutunya tidak sesuai dengan label diluar batas toleransi atau pestisida yang nama dagang, wadah/kemasan dan labelnya meniru pestisida legal 12. Peredaran adalah impor-ekspor dan atau jual beli di dalam negeri termasuk pengangkutan pestisida. 13. Penyimpanan adalah memiliki pestisida dalam persediaan di halaman atau dalam ruang yang digunakan oleh importer, pemegang pendaftaran, pedagang atau di usaha-usaha pertanian. 14. Wadah adalah tempat yang terkena langsung pestisida untuk menyimpan selama dalam penanganan. 15. Produksi pestisida adalah serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pembuatan bahan teknis, formulasi termasuk daur ulang, pewadahan, pembungkusan dan pelabelan pestisida. 16. Penggunaan pestisida adalah menggunakan pestisida. 17. Label adalah tulisan dan dapat disertai dengan gambar atau simbol, yang memberikan keterangan tentang pestisida, dan melekat pada wadah atau pembungkus pestisida. 18. Petugas Pengawas Pestisida yang selanjutnya disebut Pengawas Pestisida adalah Pegawai Negeri Sipil tertentu baik di Pusat maupun Daerah yang diberi tugas untuk melakukan pengawasan pestisida. 19. Pemusnahan adalah menghilangkan sifat dan fungsi pestisida. Pasal 2 Tujuan pengawasan pestisida untuk melindungi kesehatan dan keselamatan manusia, kelestarian alam dan lingkungan hidup, menjamin mutu dan efektivitas pestisida serta memberikan perlindungan kepada produsen, pengedar dan pengguna pestisida. 5

Pasal 3 Ruang lingkup pengaturan pengawasan pestisida ini meliputi objek pengawasan, persyaratan, tatacara penunjukan dan pemberhentian pengawas pestisida, tugas, wewenang dan pelaksanaan pengawasan, pelaporan, koordinasi pengawasan, tindak lanjut hasil pengawasan pestisida, serta pembinaan dan pelatihan pestisida. BAB II OBJEK PENGAWASAN Pasal 4 Objek pengawasan pestisida dilakukan terhadap : a. kualitas dan kuantitas produk pestisida, melalui pengawasan mutu dan jumlah bahan teknis, formulasi, wadah, pembungkus dan label pestisida baik yang diproduksi di dalam negeri maupun di impor; b. dokumen perizinan dan dokumen lainnya, dilakukan melalui pemeriksaan dokumen perizinan dan dokumen lainnya; c. kecelakaan dan kesehatan kerja, dilakukan dengan mengawasi/memonitor kecelakaan kerja akibat proses produksi, peredaran, penyimpanan, pengangkutan dan penggunaan serta pemusnahan pestisida; d. dampak lingkungan, dilakukan dengan menguji validitas dampak lingkungan selama masa registrasi, serta pencemaran yang timbul akibat penggunaan produk pestisida; e. jenis dan dosis pestisida serta komoditas dan organisme sasaran dalam penggunaan pestisida, dilakukan melalui pemantauan terhadap kesesuaian penggunaan pestisida dengan yang diizinkan; f. efikasi dan resurjensi pestisida, dilakukan dengan mengawasi efikasi dan resurjensii akibat penggunaan pestisida; g. residu pestisida, dilakukan melalui pengawasan terhadap kandungan residu pestisida pada produk pertanian dan media lingkungan; h. dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat, kondisi tumbuhan, hewan dan satwa liar dilakukan melalui pemantauan terhadap korban; i. publikasi pada media cetak dan atau media elektronik, dilakukan melalui pengamatan dan pemantauan iklan, label dan brosur; j. sarana dan peralatan antara lain dilakukan melalui pemeriksaan terhadap gedung, gudang, pengolah limbah, mesin dan peralatan untuk memproduksi, menyimpan, mengangkut dan menggunakan pestisida. 6

Pasal 5 Pelaksanaan pengawasan pestisida sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dilakukan mulai tahap produksi, peredaran, penyimpanan, penggunaan serta pemusnahan. BAB III PERSYARATAN, TATACARA PENUNJUKAN DAN PEMBERHENTIAN PENGAWAS PESTISIDA Pasal 6 (1) Pengawasan pestisida dilakukan oleh Pengawas Pestisida yang terdiri atas Pengawas Pestisida Pusat, Pengawas Pestisida Provinsi dan Pengawas pestisida Kabupaten/kota. (2) Untuk dapat ditunjuk sebagai Pengawas Pestisida sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. pegawai negeri sipil dilingkungan instasi Pertanian, Perindustrian, Perdagangan, Kesehatan, Pengawas Obat dan Makan (POM), Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kelautan dan Peikanan, Kehutanan, Lingkungan Hidup atau Instansi lain terkait;; b. paling kurang memiliki masa kerja 2 (dua) tahun c. memiliki pendidikan formal atau pelatihan atau pengetahuan di bidang pestisida yang sesuai dengan tugas-tugas pengawasan pestisida; d. diutamakan bagi yang telah berpengalaman menangani pekerjaan yang berkaitan dengan pestisida atau memiliki sertifikat pelatihan yang sesuai dengan tugas pengawasan pestisida; dan e. tidak berafilitasi atau konflik kepentingan dengan usaha di bidang pestisida. Pasal 7 (1) Pengawas Pestisida sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ditunjuk oleh Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota. (2) Penunjukan Pengawasan Pestisida sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagai berikut : a. Pengawas pestisida Pusat ditunjuk oleh Menteri Pertanian atas usul dari Pimpinan instansi satuan administrasi pangkal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a; 7

b. Pengawas Pestisida Provinsi ditunjuk oleh Gubernur atas usul dari pimpinan instansi satuan administrasi pangkal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a di provinsi; c. Pengawas pestisida Kabupaten/Kota ditunjuk oleh Bupati/Walikota atas usul pimpinan instansi satuan administrasi pangkal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a di kabupaten/kota; (3) Penunjukan Pengawas Pestisida sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berlaku untuk jangka waktu 4 (empat) tahun dan dapat ditunjuk kembali atas usul pimpinan instansi satuan administrasi pangkal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) Huruf a. Pasal 8 (1) Pengawas pestisida sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) diberhentikan apabila : a. jangka waktu sebagai pengawas pestisida sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) sudah habis; b. pindah tugas; c. pensiun; d. meninggal dunia; e. melakukan perbuatan yang melanggar hukum; f. mengundurkan diri; g. berafiliasi atau konflik kepentingan sesuai dengan bidang tugasnya. (2) Pemberhentian sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan oleh pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1). Pasal 9 (1) Pengawas Pestisida diberi Kartu Tanda Pengenal Pengawas Pestisida. (2) Kartu Tanda Pengenal Pengawas Pestisida sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) (3) Kartu Tanda Pengenal Pengawas Pestisida tidak dapat dialihkan kepada orang lain. (4) Bentuk, ukuran dan warna Kartu Tanda Pengenal Pengawas Pestisida seperti tercantum pada Lampiran sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan ini.. 8

Pasal 10 (1) Pengawas Pestisida Pusat dalam melaksanakan tugas bertanggung jawab kepada Menteri Pertanian melalui pimpinan instansi satuan administrasi pangkal. (2) Pengawas Pestisida Provinsi dalam melaksanakan tugas bertanggungjawab kepada Gubernur melalui pimpinan instansi satuan administrasi pangkal. (3) Pengawas Pestisida Kabupaten/Kota dalam melaksanakan tugas bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui pimpinan instansi satuan administrasi pangkal. BAB IV TUGAS, WEWENANG DAN PELAKSANAAN PENGAWASAN Pasal 11 Pengawas Pestisida mempunyai tugas : a. melakukan pengawasan mutu bahan teknis dan formulasi pestisida dengan memperhatikan batas toleransi yang diperbolehkan untuk kadar bahan aktif di tingkat produksi, peredaran dan penggunaan; b. melakukan pengawasan terhadap jenis dan jumlah pestisida, wadah, pembungkus, label serta publikasi pestisida; c. melakukan pengawasan dokumen perizinan usaha, nomor pendaftaran dan dokumen adminitrasi lainnya di tingkat produksi dan peredaran; d. melakukan pengawasan terhadap ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja; e. melakukan pengawasan dampak negatif terhadap lingkungan hidup, akibat pengelolaan pestisida; f. melakukan pengawasan terhadap kesesuaian jenis dan dosis pestisida serta komoditas dan organisme sasaran yang diizinkan dalam penggunaan pestisida; g. melakukan pengawasan efikasi dan resurjensi pestisida, akibat penggunaan pestisida;; h. melakukan pengawasan terhadap penerapan ketentuan sarana, peralatan yang digunakan untuk pengelolaan pestisida; i. melakukan pengawasan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat, akibat pengelolaan pestisida; j. melakukan pengawasan terhadap residu pestisida pada produk pertanian dan media lingkungan; 9

k. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pemusnahan pestisida; dan l. membuat laporan hasil pengawasan. Pasal 12 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 pengawas pestisida mempunyai kewenangan : a. memasuki lokasi dan tempat produksi, penyimpanan, peredaran penggunaan dan pemusnahan pestisida; b. memeriksa dokumen perizinan dan dokumen administrasi pendukung lainnya di tingkat produsen dan pengedar termasuk sertifikat pengguna pestisida terbatas; c. mengambil contoh pestisida untuk dilakukan uji mutu; d. mengambil contoh pembungkus, wadah, label dan bahan publikasi lainnya; e. mengambil contoh produk pertanian dan media lingkungan yang diduga mengandung residu atau cemaran pestisida untuk dilakukan pengujian; dan f. mengusulkan pencabutan nomor pendaftaran, penghentian dan atau penarikan pestisida rusak, illegal dan palsu kepada Menteri Pertanian melalui pimpinan instansi satuan administrasi pangkal. Pasal 13 (1) Pelaksanaan pengawasan pestisida oleh Pengawas Pestisida Pusat diutamakan pada : a. penyelesaian kasus pengelolaan pestisida yang mempunyai dampak negatif secara luas antar propinsi; b. pengkajian terhadap berbagai masukan dari daerah baik yang disampaikan melalui laporan maupun informasi lainnya yang berkaitan dengan masalah dan dampak penggunaan dan peredaran pestisida; c. Penyeliaan (supervisi) bagi Pengawas Pestisida Provinsi (2) Pengawasan pestisida sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan secara langsung melalui koordinasi dengan pengawas pestisida di daerah; Pasal 14 (1) Pelaksanaan pengawasan pestisida oleh Pengawas Pestisida Provinsi diutamakan pada : 10

a. penyelesaian kasus yang mempunyai dampak secara luas antar Kabupaten/kota;; b. perumusan berbagai permasalahan dari setiap Kabupaten/kota sebagai bahan laporan kepada Menteri Pertanian melalui Ketua Komisi Pestisida; c. penyeliaan (supervisi) bagi pengawas Kabupaten/Kota; (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan secara langsung melalui koordinasi dengan pengawas pestisida di Kabupaten/Kota Pasal 15 Pelaksanaan pengawasan pestisida oleh Pengawas Pestisida Kabupaten/Kota dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 12. Pasal 16 (1) Setiap Pengawas Pestisida wajib membuat rencana kerja tahunan untuk diusulkan kepada pimpinan instansi satuan administrasi pangkal masing-masing. (2) Rencana kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila disetujui, ditetapkan pimpinan instansi satuan administrasi pangkal masing-masing sebagai program kerja tahunan. Pasal 17 Setiap Pengawas Pestisida dalam melaksanakan tugas harus berdasarkan surat perintah dari pimpinan instansi satuan administrasi pangkal. Pasal 18 (1) Pemegang nomor produsen, pengedar dan pengguna pestisida wajib menerima dan memberikan keterangan kepada Pengawas Pestisida yang sedang melaksanakan tugasnya. (2) Pemegang nomor pendaftaran, produsen, pengedar atau pengguna pestisida yang menolak atau menghala-halangi pelaksanaan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengawas pestisida dapat meminta bantuan aparat kepolisian 11

(3) Apabila pengawas pestisida menduga atau menemukan adanya tindak pidana di bidang pestisida, wajib melaporkan kepada penyidik yang berwenang sesuai peraturan perundang-undangan. BAB V PELAPORAN Pasal 19 Hasil pengawasan berdasarkan objek pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, dilaporkan oleh Pengawas Pestisida secara berkala maupun sewaktu-waktu kepada pimpinan instasi satuan administrasi pangkal masing-masing. Pasal 20 Materi laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 untuk : a. Kabupaten/Kota paling kurang mencakup jumlah, jenis dan mutu pestisida yang beredar, dampak penggunaan pestisida ditingkat petani serta permasalahan lain yang timbul di lapangan; b. Provinsi paling kurang mencakup situasi peredaran pestisida di Kabupaten/Kota, dampak penggunaan pestisida serta permasalahan lain yang timbul di seluruh Kabupaten/Kota dalam satu provinsi; c. Pusat paling kurang mencakup produksi pestisida, ekspor-impor, bahan aktif dan formulasi pestisida, perkembangan izin/nomor pendaftaran, hasil evaluasi pengawasan di daerah serta permasalahan yang timbul di seluruh wilayah Indonesia. Pasal 21 Mekanisme penyampaian laporan dilakukan sebagai berikut : a. Pengawas Pestisida Kabupaten/Kota menyampaikan laporan kepada pimpinan instasi satuan administrasi pangkal dan kepada Ketua Tim/Komisi Pengawasan Kabupaten/Kota. Selanjutnya Ketua Tim/Komisi Pengawasan Kabupaten/Kota menyampaikan laporan kepada Bupati dan kepada Ketua Tim/Komisi pengawasan Provinsi. 12

b. Pengawas Pestisida Provinsi menyampaikan laporan kepada pimpinan instansi satuan administrasi pangkal dan kepada Ketua Tim/Komisi Pengawasan Provinsi; Selanjutnya Ketua Tim/Komisi Pengawasan Provinsi menyampaikan laporan kepada Gubernur dan kepada Ketua Komisi Pestisida; c. Pengawas Pestisida Pusat menyampaikan laporan kepada pimpinan instansi satuan administrasi pangkal dan kepada Ketua Komisi Pestisida. Selanjutnya Ketua Komisi Pestisida menyampaikan laporan kepada Menteri Pertanian. BAB VI KOORDINASI PENGAWASAN Pasal 22 Pelaksanaan pengawasan pestisida dilakukan secara terpadu dan terkoordinasi baik antar instansi terkait maupun antar pusat, provinsi dan kabupaten/kota Pasal 23 (1) Koordinasi di Pusat dilakukan oleh Komisi Pestisida sebagaimana telah dibentuk dengan Keputusan Menteri Pertanian (2) Koordinasi di Provinsi dilakukan oleh Tim/Komisi Pengawasan yang dibentuk dengan Keputusan Gubernur (3) Koordinasi di Kabupaten/Kota dilakukan oleh Tim/Komisi Pengawasan yang dibentuk dengan Keputusan Bupati/Walikota; Pasal 24 Koordinasi pengawasan pestisida sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dilakukan pada saat persiapan, pelaksanaan dan pelaporan. 13

BAB VII TINDAK LANJUT HASIL PENGAWASAN Pasal 25 (1) Tindak lanjut hasil pengawasan di kabupaten/kota diselesaikan oleh Bupati/Walikota, dan apabila dampak negatifnya melintas antar kabupaten/kota dalam satu provinsi diselesaikan oleh Gubernur dan apbila dampak negatifnya melintas antar provinsi diselesaikan oleh Menteri Pertanian atas saran dan pertimbangan Komisi Pestisida. (2) Tindak lanjut hasil pengawasan proviinsi diselesaikan oleh Gubernur dan apabila dampak negatifnya lintas propinsi diselesaikan oleh Menteri Pertanian atas saran dan pertimbangan Komisi Pestisida; (3) Tindak lanjut hasil pengawasan tingkat pusat diselesaikan oleh Menteri Pertanian atas saran dan pertimbangan Komisi Pestisida. Apabila ditemukan pelanggaran : Pasal 26 a. tidak memiliki perizinan usaha, maka kepada yang bersangkutan diberikan peringatan tertulis dan diwajibkan untuk memperoleh perizinan dan untuk sementara dilarang melakukan kegiatan usaha sampai diperolehnya izin usaha; b. tidak memiliki nomor pendaftaran, maka yang bersangkutan wajib untuk menarik pestisida dari peredaran selanjutnya diwajibkan untuk memperoleh nomor pendaftaran, dan apabila tidak memenuhi persyaratan, atau bila tidak ada yang bertanggung jawab pestisida tersebut wajib dimusnahkan; c. tidak menggunakan label sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka pemegang nomor pendaftaran diberi peringatan dan wajib menarik dari peredaran dan mengganti label, jika tidak ada yang bertanggung jawab maka wajib dimusnahkan; d. pestisida rusak, maka pemegang nomor pendaftaran diberikan peringatan dan wajib menarik pestisida dari peredaran atau dimusnahkan apabila tidak dapat direformulasikan; e. pestisida ilegal, maka yang menguasai dan/atau pemegang nomor pendaftaran diberi peringatan dan wajib untuk menarik dari peredaran untuk dimusnahkan; f. pestisida palsu, maka pihak yang memproduksi dan/atau mendistribusikan dan/atau menguasai diberikan peringatan dan wajib untuk menarik dari peredaran untuk dimusnahkan; 14

g. terjadi pencemaran lingkungan, maka dilakukan penghentian penggunaan dan peredaran sesuai dengan kasusnya; h. terjangkitnya penyakit atau gangguan kesehatan, maka dilakukan penghentian kegiatan serta penanggulangan dan bimbingan sesuai dengan kasusnya; i. terhadap publikasi yang menyesatkan, maka dilakukan peringatan dan pencabutan publikasi tersebut sesuai dengan kasusnya; j. sarana dan peralatan yang tidak memenuhi persyaratan, maka dilakukan peringatan dan diwajibkan untuk melakukan perbaikan sesuai ketentuan yang berlaku; k. terlampauinya batas maksimum residu dalam produk pertanian dan media lingkungan wajib dilakukan pengendalian dan pemulihan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 27 (1) Pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (2) Pelaksanaan pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disaksikan oleh Pengawas Pestisida, Komisi Pestisida dan aparat berwenang. (3) pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat berita acara dan ditandatangani oleh Pengawas Pestisida, Komisi Pestisida dan aparat yang berwenang. Pasal 28 Apabila peringatan, kewajiban dan atau perintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 tidak dilaksanakan, pengawas pestisida melaporkan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) atau Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk dilakukan tindakan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB VII PEMBINAAN DAN PELATIHAN Pasal 29 Untuk kelancaran pelaksanaan pengawasan pestisida di daerah, pemerintah pusat melakukan pembinaan dengan: 15

a. menerbitkan pedoman pengawasan pestisida; dan b. menerbitkan, mempublikasikan dan mensosialisasikan peraturan perundang-undangan di bidang pestisida berikut berbagai jenis pestisida yang telah terdaftar dan diizinkan oleh Menteri Pertanian yang secara umum boleh diedarkan, disimpan dan digunakan maupun pestisida yang digunakan secara terbatas serta pestisida yang dilarang. Pasal 30 Untuk kelancaran pelaksanaan pengawasan pestisida di daerah, pemerintah Propinsi melakukan pembinaan pengawasan dengan : a. menerbitkan standar pelayanan minimal pelaksanaan pengawasan pestisida di Kabupaten/Kota; dan b. meningkatkan pelayanan dan pembinaan pengawasan pestisida. Pasal 31 Untuk kelancaran pelaksanaan pengawasan pestisida di Kabupaten/Kota melakukan bimbingan kepada distributor, pengecer dan pengguna pestisida. Pasal 32 (1) Selain pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 30 dan bimbingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31, kepada Pengawas Pestisida, distributor, pengecer dan pengguna pestisida diberikan pelatihan-pelatihan. (2) Untuk kurikulum pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan kebutuhan pengawas pestisida, distributor, pengecer dan pengguna pestisida. (3) Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara berjenjang, Pusat melaksanakan pelatihan untuk Pengawas Pestisida Provinsi yang selanjutnya Provinsi melaksanakan pelatihan Pengawasan Pestisida Kabupaten/Kota. (4) Kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan tersendiri. 16

Pasal 33 (1) Pelatihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 untuk pestisida terbatas diselenggarakan secara terkoordinasi antara Tim/Komisi Pengawasan Pestisida setempat dengan Perusahaan Pemegang Nomor Pendaftaran Pestisida. (2) Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselengarakan sesuai dengan pedoman yang ditetapkan dengan Keputusan tersendiri. BAB IX KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 34 Ketentuan pengawasan yang diatur dalam peraturan ini tidak mengurangi pengawasan barang beredar di pasar berdasarkan Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan peraturan pelaksanaannya. Pasal 35 Ketentuan-ketentuan dalam Keputusan ini tidak mengurangi wewenang dari Menteri/Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang bersangkutan dalam melakukan pembinaan pestisida yang digunakan di sektor masing-masing. BAB X KETENTUAN PERALIHAN Pasal 36 (1) Pengawas pestisida yang telah ditunjuk sebelum berlakunya peraturan ini tetap dinyatakan sebagai pengawas pestisida sampai berakhir masa berlaku penunjukannya; (2) Tim/Komisi Pengawasan Pestisida yang telah dibentuk oleh Gubernur atau Bupati/Walikota sebelum peraturan ini ditetapkan, tetap dapat melaksanakan tugas koordinasi pengawasan pestisida diwilayah kerjanya masing-masing sampai dibentuknya Komisi/Tim Pengawasan berdasarkan peraturan ini. 17

BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 37 Dengan berlakunya Keputusan ini, maka Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 517//Kpts/TP.270/9/2002 tentang Pengawasan Pestisida dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 38 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. SALINAN Keputusan ini disampaikan kepada Yth. : Ditetapkan di J a k a r t a pada tanggal 7 Mei 2007 MENTERI PERTANIAN, ttd. ANTON APRIANTONO 1. Menteri Negara Koordinasi Bidang Perekonomian; 2. Menteri Kesehatan; 3. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi; 4. Menteri Perindustrian 5. Menteri Perdagangan; 6. Menteri Kehutanan; 7. Menteri Kelautan dan Perikanan; 8. Menteri Negara Lingkungan Hidup; 9. Menteri Dalam Negeri; 10. Menteri Hukum dan HAM; 11. Menteri Keuangan; 12. Menteri Perhubungan; 13. Jaksa Agung Republik Indonesia; 14. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia; 15. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan; 16. Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan; 17. Ketua Komisi Pestisida; 18. Gubernur seluruh Indonesia; 19. Bupati/Walikota seluruh Indonesia. 18

LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : TANGGAL : I. Ketentuan Kartu Tanda Pengenal Pengawas Pestisida. Kartu tanda pengenal pengawas pestisida harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : 1. Bentuk : Segi empat 2. Ukuran : 7 x 9 cm 3. Warna dasar pada logo dari symbol : disesuaikan 4. Warna dasar pada Kartu Tanda Pengenal Pengawas Pestisida - Pusat : Merah Muda - Propinsi : Kuning Muda - Kabupaten/Kota : Putih 5. Logo : Departemen Pertanian/Pemda Propinsi/Kabupaten/Kota 6. Ukuran Keterangan halaman muka pada Kartu Tanda Pengenal Pengawas Pestisida : 6 x 9 cm. II. Contoh Kartu Pengenal Pengawas Pestisida : A. Keterangan halaman muka : KARTU TANDA PENGENAL PENGAWAS PESTISIDA NOMOR :.. N a m a : N I P : Pangkat / Gol : Instansi : Alamat : Wilayah kerja : PAS FOTO 2 x 3 cm Tanda Tangan Ybs. 19

B. Halaman belakang. DEPARTEMEN PERTANIAN / GUBERNUR / BUPATI / WALI KOTA Berdasarkan Pasal 7 Peraturan Pemerintah No.7 tahun 1973 dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor.. tentang Pengawasan Pestisida, dengan ini menunjuk dan memberi tugas serta wewenang kepada pejabat tersebut pada halaman sebelah untuk mengawasi pengedaran, penyimpanan, penggunaan dan pemusnahan pestisida dengan melakukan pemeriksaan yang diperlukan. Penugasan ini berlaku selama 4 ( empat ) tahun sejak ditetapkan. Ditetapkan di pada tanggal Menteri Pertanian/Gubernur/ Bupati/ WaliKota ( ) MENTERI PERTANIAN, ttd. ANTON APRIANTONO 20