Pengkajian salinitas tanah secara cepat di daerah yang terkena dampak tsunami Pengalaman di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam



dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Parangtritis, Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, DIY mulai

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. akar-akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 1997). Peningkatan produktivitas padi telah diupayakan di Indonesia sejak tahun

Evaluasi Lahan. Evaluasi Kemampuan Lahan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

KARAKTERISTIK TANAH. Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB

IV. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Analisis terhadap sampel tanah dilakukan di Laboratorium Tanah Fakultas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. induk batuan sedimen masam (Soil Survey Staff, 2006). Di Indonesia jenis tanah

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. rendah. Studi mengenai aliran air melalui pori-pori tanah diperlukan dan

TINJAUAN PUSTAKA Botani Padi

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. lahan pasir pantai Kecamatan Ambal Kabupaten Kebumen dengan daerah studi

PENGARUH INTRUSI AIR LAUT TERHADAP AKUIFER PANTAI PADA KAWASAN WISATA PANTAI IBOIH SABANG (187A)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Lampiran 1. Deskripsi Profil

Dampak Tsunami Terhadap Sifat-Sifat Tanah Pertanian di NAD dan Strategi Rehabilitasinya

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tanah dan air merupakan sumberdaya yang paling fundamental yang

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas

KONSEP EVALUASI LAHAN

Analisis Laju Pencucian Tanah Salin dengan Menggunakan Drainase Bawah Permukaan

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Karakteristik Lahan Kesesuaian Tanaman Karet

I. PENDAHULUAN. Penanaman palawija, khususnya kedelai, di lahan sawah biasanya dilakukan

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI KEMASAN BUMBU INSTAN PRODUK LOKAL INTISARI

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN RAWA PASANG SURUT UNTUK TAMBAK. SITI YULIAWATI DOSEN KOPERTIS WILAYAH I Dpk UNIVERSITAS DHARMAWANGSA MEDAN

Menilai subklas Kemampuan Lahan di Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pertanian di Indonesia sangat tergantung pada iklim. Iklim tropis

ASPEK LAHAN DAN IKLIM UNTUK PENGEMBANGAN NILAM DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Genangan Air pada Halaman 1 Candi Prambanan

TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 7 (2011) 33-37

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Tebu

Seisme/ Gempa Bumi. Gempa bumi adalah getaran kulit bumi yang disebabkan kekuatan dari dalam bumi

Evaluasi Lahan. proses perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Evaluasi lahan

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

Pemantauan Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa

TINJAUAN PUSTAKA. tersebut dinamakan akar adventif (Duljapar, 2000). Batang beruas-ruas dan berbuku-buku, tidak bercabang dan pada bagian

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Pengambilan sampel tanah dilakukan di Lahan pesisir Pantai Desa Bandengan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

METODE EKSPERIMEN Tujuan

KUALITAS AIR TANAH UNTUK IRIGASI DI DTA RAWA PENING

PEMBAHASAN UMUM. Pembukaan tanah sulfat masam untuk persawahan umumnya dilengkapi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BKM IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter dan Kurva Infiltrasi

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993).

Sumber : Lampiran SK Menteri Pertanian No.76/Kpts/SR.120/2/2007, tanggal 7 Pebruari 2007.

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi

TINJAUAN PUSTAKA. bergerak dalam tanah yang terdapat di dalam ruang-ruang antara butir-butir tanah

Pengaruh Kadar Air Tanah Lempung Terhadap Nilai Resistivitas/Tahanan Jenis pada Model Fisik dengan Metode ERT (Electrical Resistivity Tomography)

TATA CARA PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Sawah. tanaman padi sawah, dimana padanya dilakukan penggenangan selama atau

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Metode Penelitian. diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala yang ada dan mencari

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang

Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 02: MORFOLOGI TANAH

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam

BUDI DAYA KACANG TANAH PADA TANAH SALIN. Abdullah Taufiq Andy Wijanarko

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kranggan, Desa Banaran, Desa Nomporejo, Desa Karangsewu, Desa Pandowan

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tebu

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. di dunia (930 juta ha), dan lebih dari 20 % lahan pertanian saat ini telah mengalami salinisasi yang

POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING

I. PENDAHULUAN. merupakan makanan pokok lebih dari separuh penduduk dunia. Berdasarkan

Analisa Perubahan Nilai Fisika Tanah Pada Lahan Terkondisi Akibat Penambahan Pupuk Abnormal Berdasarkan Metode Kelistrikan Batuan

SISTEM IRIGASI PADA LAHAN KERING (TANAH PASIR) STUDI KASUS: ARAB SAUDI. Farida Ery

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Salin

BEBERAPA SEAT FISIK. TANAH LATOSOL (Oxic Dys YANG DIS M. ANIS AZIZI JURUSAN TANAH FAKULTAS PERTAMAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1995.

TINJAUAN PUSTAKA. TANAH SALIN

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya

V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG

IRIGASI dan DRAINASI URAIAN TUGAS TERSTRUKSTUR. Minggu ke-2 : Hubungan Tanah-Air-Tanaman (1) Semester Genap 2011/2012

ANALISIS PERSEBARAN INTRUSI AIR LAUT PADA AIRTANAH FREATIK DI DESA RUGEMUK KECAMATAN PANTAI LABU KABUPATEN DELI SERDANG

Transkripsi:

Pengkajian salinitas tanah secara cepat di daerah yang terkena dampak tsunami Pengalaman di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tsunami yang terjadi di Samudra Hindia pada tanggal 26 Desember 2004 mengakibatkan lahan-lahan berelevasi rendah di sepanjang pantai timur dan barat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) tergenang air laut. Lahan-lahan di daerah ini sekarang kembali digunakan untuk kegiatan pertanian, akan tetapi beberapa lahan tersebut ternyata masih mempunyai tingkat salinitas (kadar garam) yang terlalu tinggi untuk pertumbuhan tanaman. Melalui sebuah proyek kerjasama, para ahli pertanian dari Indonesia dan Australia telah mengembangkan cara yang cepat untuk mengukur salinitas tanah di daerah yang terkena dampak tsunami dan memperkirakan tingkat pencucian garamgaram yang telah terjadi sejak peristiwa tsunami. Gambar 1. Daerah yang terkena dampak tsunami di Lho Nga, Aceh Besar

1. Mengindentifikasi resiko salinitas tanah di daerah yang terkena dampak tsunami Tingkat salinitas tanah di daerah yang terkena dampak tsunami sangat bervariasi. Jenis dan daya tumbuh tanaman dapat dipakai sebagai indikator untuk tingkat salinitas tanah. Pertumbuhan bibit tanaman umumnya tidak merata di tanah yang salinitasnya tinggi (Gambar 2) dan hanya tanaman yang toleran terhadap salinitas yang dapat bertahan hidup (Gambar 3). Indikator salinitas tanah yang lain termasuk akumulasi butiran garam di permukaan tanah dan penampilan tanah kering yang seperti tepung/bedak kalau diinjak. Tetapi, jika tanah yang salin tersebut telah diolah indikator tersebut tidak akan terlihat. Gambar 2. Pertumbuhan tanaman yang buruk akibat salinitas di Pante Raja, Pidie. Nampak pengukuran salinitas menggunakan alat EM38. Gambar 3. Rumput yang toleran terhadap salinitas di desa Brembang, Pidie. Pengkajian salinitas tanah dengan cara pengambilan contoh tanah dan analisa laboratorium Salinitas tanah dapat dievaluasi di laboratorium dengan cara mengukur daya hantar listrik (electrical conductivity; EC) larutan yang diekstrak dari contoh tanah. Satuan umum yang dipakai untuk mengemukakan nilai EC adalah decisiemens per meter (ds/m). Nilai EC meningkat sejalan dengan meningkatnya salinitas tanah. Ada kemungkinan bahwa dalam membuat ekstrak tanah ini, laboratorium yang satu menggunakan perbandingan tanah dan air yang berbeda dengan laboratorium lain. Ada yang mengambil ekstrak dari pasta tanah yang jenuh (ECe), ada yang menggunakan perbandingan 1:2) (satu bagian tanah dicampur dengan dua bagian air, EC 1:2), dan ada juga yang menggunakan perbandingan 1:5 (EC 1:5). Hal ini perlu diperhatikan dalam menginterpretasikan data laboratorium karena perbedaan perbandingan tanah dan air akan memberikan hasil yang berbeda meskipun salinitas tanahnya sebenarnya sama. Tanah yang ECe-nya >4 ds/m dikelompokkan sebagai tanah salin karena pada tingkat salinitas tersebut, pertumbuhan sejumlah tanaman mulai tertekan.

Pengkajian salinitas di lapangan dengan menggunakan induksi elektromaknetik (EM) Di lapangan, EC dapat ditaksir secara tidak langsung menggunakan cara induksi elektromagnetik seperti alat EM38 yang disajikan pada Gambar 2. Alat EM38 mengukur rata-rata nilai EC profil tanah utuh di lapang sampai pada kedalaman kira-kira 1 meter. Hasil pengukuran EM38 meningkat dengan meningkatnya salinitas tanah, kandungan liat, dan kelembaban tanah. Hasil pengukuran tersebut dapat digunakan sebagai pedoman untuk menilai tingkat salinitas tanah berdasarkan berbagai tekstur tanah, dan sebagai pedoman untuk mengambil contoh tanah untuk analisa laboratorium. Pengukuran dengan alat EM38 dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: tegak (vertikal), dimana alat diletakkan secara tegak di atas permukaan tanah (EMv) (Gambar 4), atau rebah (horisontal) dimana alat dibaringkan di atas permukaan tanah (EMh) (Gambatr 5). Pengukuran dengan cara tegak (EMv) lebih peka untuk mendeteksi salinitas pada kedalaman >0.45 m dibandingkan dengan cara rebah (EMh). Pengukuran EMh lebih peka untuk mendeteksi salinitas pada kedalaman <0.45 m. Perbandingan nilai dari kedua cara pengukuran tersebut dapat digunakan untuk memperkirakan sejauh mana garam telah terinfiltrasi (masuk) kedalam tanah. Metode pengkajian dengan EM38 dapat digunakan untuk Mengklasifikasikan resiko salinitas tanah (rendah, sedang, dan tinggi) Mengevaluasi pengaruh salinitas terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman Menjadi acuan untuk mengevaluasi tingkat pencucian garam-garam Menjadi petunjuk untuk menentukan lokasi yang tepat untuk pengambilan contoh tanah Gambar 4. Pengukuran menggunakan EM38 dengan posisi tegak Gambar 5. Pengukuran menggunakan EM38 dengan posisi rebah

Tabel 1. Kisaran EM38 untuk berbagai klass salinitas dan tekstur tanah Klas tekstur utama Rata-rata nilai EM38 {(EMv+EMh)/2} dalam ds/m untuk 0-1 m Tidak salin* Sedikit salin* Salin* Tanah pasiran <0,4 0,4 0,7 >0,7 Tanah berlempung <0,7 0,7 1,1 >0,11 Tanah berliat <1,0 1,0 1,5 >1,5 * Tidak salin sebanding dengan rata-rata profil ECe <2 ds/m; Sedikit salin sebanding dengan rata-rata profil ECe 2 4 ds/m; Salin sebanding dengan rata-rata profil ECe >4 ds/m EM38 telah digunakan untuk mengukur EC di lahan-lahan petani di pantai timur provinsi NAD. Dari pengukuran tersebut, telah diidentifikasi beberapa faktor penting (risk factor) yang berkaitan dengan lahan yang paling salin seperti yang disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2. Faktor resiko salinitas Faktor resiko Resiko salinitas tanah yang mempengaruhi produksi Rendah Sedang Tinggi Lamanya lahan tergenang oleh air laut Kurang dari setengah hari Setengah hari 3 hari Lebih dari 3 hari Permeabilitas tanah Terpengaruh air pasang Jumlah pertanaman padi beririgasi setelah tsunami Kedalaman dan salinitas air tanah yang dangkal Rendah (liat yang dibajak dengan air tanah dangkal) Sedang (tanah berlempung yang tidak dibajak) - Air pasang dengan salinitas sedang Tidak ada informasi yang diperoleh untuk pertanaman padi lebih dari 2 kali Tidak ada data, tapi resikonya cenderung rendah jika kedalaman air tanah dibawah 2 m pada musim kemarau dan EC <2 ds/m 1 2 0 Tidak ada data, tapi resikonya cenderung resiko sedang jika air tanah 1-2 m dari permukaan pada musim kemarau dan EC 2-4 ds/m Tinggi (Tanah pasiran) Secara reguler tergenangi air pasang yang salinitasnya tinggi Kurang dari 1 m dari permukaan pada musim kemarau dan EC >4 ds/m

2. Memperkirakan tingkat infiltrasi air laut dan pencucian garam dengan cara membandingkan hasil pengukuran EM38 pada posisi rebah dan tegak. Tanah-tanah yang normal tidak mempunyai tingkat salinitas yang tinggi, dengan demikian hasil pembacaan EM38-nya juga akan rendah. Profil tanah yang normal juga mempunyai kelembaban tanah yang lebih tinggi pada lapisan yang lebih dalam sehingga seringkali hasil bacaan EMv lebih besar dari EMh. Bila tanah yang tidak salin digenangi dengan air asin, maka tanah tersebut akan menjadi salin, dan salinitasnya akan lebih tinggi di lapisan permukaan dibandingkan lapisan dibawahnya (subsoil). Penggenaan oleh air asin akan meningkatkan bacaan EM38 dan biasanya menghasilan nilai EMh yang lebih tinggi dibanding EMv (Gambar 6a). Pencucian garam dari permukaan tanah ke lapisan yang lebih dalam (sub soil) dengan air yang tidak salin (misalnya air hujan) akan menurunkan hasil bacaan EM dipermukaan tanah, dan pada akhirnya menghasilan bacaan EMv lebih tinggi dibanding hasil bacaan EMh (Gambar 6b dan 6c). Panduan untuk memahami perbandingan nilai EMv dan EMh disajikan pada Tabel 3. EMh>EMv Nilai EM lebih tinggi Perubahan nilai EM selama pencucian EMh<EMv Nilai EM lebih rendah Tingkat salinitas tanah Tingkat salinitas tanah Tingkat salinitas tanah 0 Kedalaman tanah a b c Gambar 6. Profil salinitas tanah dan nilai EM a) setelah tsunami dan infiltrasi air laut, b) setelah terjadi pencucian awal, c) setelah terjadi pencucian lebih lanjut.

Tabel 3. Cara memahami kombinasi berbagai perbandingan nilai EMh dan EMv Perbandingan Rata-rata bacaan EM38 {(EMv+EMh)/2} antara EMh dan Rendah* Sedang* Tinggi* EMv EMh > EMv Sedikit infiltrasi, Infiltrasi dangkal, garam umumnya garam umumnya berada di atau dekat ada pada kedalaman permukaan 0.3 m Menandakan adanya pengaruh air laut EMh ~= EMv Dapat juga menandakan adanya lapisan tanah jenuh yang dekat ke permukaan Menandakan kadar garam tanah normal (sama dengan sebelum tsunami) atau mendekati Seperti di atas tetapi setelah terjadi pencucian normal EMh < EMv Normal Seperti di atas setelah terjadi pencucian. Nilai salinitas tertinggi pada kedalaman >0.3m *Nilai rendah, sedang, dan tinggi bervariasi bergantung pada tekstur tanah. Infiltrasi lebih dalam, garam terdistribusi sampai kedalaman 1 m, dengan konsentrasi tertinggi dekat permukaan Seperti di atas tetapi setelah terjadi pencucian Seperti di atas setelah pencucian lebih lanjut. Kadar salinitas tertinggi pada kedalaman >0.3 m Penulis Dr Peter Slavich, NSW Department of Primary Industries, Wollongbar, Australia Email: peter.slavich@dpi.nsw.gov.au Dr Malem McLeod, Department of Primary Industries, Tamworth, Australia Email: malem.mcleod@dpi.nsw.gov.au Dr Natalie Moore, Department of Primary Industries, Grafton, Australia Email: natalie,moore@dpi.nsw.gov.au Teuku Iskandar, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Banda Aceh, Indonesia Email: irhas_bptp@yahoo.com Dr Achmad Rachman, Balai Penelitian Tanah, Bogor, Indonesia Email: arbb1@yahoo.com Edisi: Januari 2006