STATUS PULAU BUATAN YANG DIBANGUN DI DALAM ZONA EKONOMI EKSKLUSIF TERHADAP PENETAPAN LEBAR LAUT TERITORIAL DAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF

dokumen-dokumen yang mirip
PENENTUAN TITIK TERLUAR DARI PULAU REKLAMASI BERDASARKAN UNCLOS 1982

ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF

PENGATURAN HUKUM TERHADAP BATAS LANDAS KONTINEN ANTARA INDONESIA DAN MALAYSIA DI GOSONG NIGER

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KEDAULATAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA ATAS PULAU NIPA DITINJAU BERDASARKAN UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA (UNCLOS) 1982

PENGATURAN TATA LETAK KABEL DAN PIPA (SUBMARINE CABLES AND PIPELINES) DI LANDAS KONTINEN SEBAGAI UPAYA UNTUK MENJAGA KEDAULATAN WILAYAH NEGARA

Kata Kunci : Yurisdiksi Indonesia, Penenggelaman Kapal Asing, UNCLOS

BAB III REALISASI DELINEASI BATAS LAUT

PENERAPAN UNCLOS 1982 DALAM KETENTUAN PERUNDANG UNDANGAN NASIONAL, KHUSUSNYA ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA. Oleh : Ida Kurnia * Abstrak

ZONASI LAUT TERITORIAL. Oleh Dr. Ir. HJ. KHODIJAH ISMAIL, M.Si

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 5. A. TUJUAN AJAR: Dapat menjelaskan evolusi batas maritim nasional di Indonesia

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Hukum Laut Indonesia

BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Pembagian Wilayah Laut

ASPEK HUKUM LAUT INTERNASIONAL TERKAIT DENGAN REKLAMASI. Retno Windari Poerwito

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Sejarah Perundingan Batas Maritim Indonesia Singapura

Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional

ASPEK-ASPEK GEODETIK DALAM HUKUM LAUT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Hukum Internasional Kl Kelautan. Riza Rahman Hakim, S.Pi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II DASAR TEORI. Dalam UNCLOS 1982 disebutkan adanya 6 (enam) wilayah laut yang diakui dan ditentukan dari suatu garis pangkal yaitu :

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NELAYAN TRADISIONAL INDONESIA MENURUT KETENTUAN UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA 1982

Keywords: Role, UNCITRAL, Harmonization, E-Commerce.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN. Oleh : Ida Kurnia*

BAB I PENDAHULUAN. bahasa, kepulauan tidak hanya berarti sekumpulan pulau, tetapi juga lautan yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Keywords: UNCLOS 1982, Laut Yuridiksi Nasional, Pembajakan dan Perompakan

TINJAUAN HUKUM LAUT INTERNASIONAL MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM NELAYAN TRADISIONAL INDONESIA. Jacklyn Fiorentina

PELANGGARAN HAK LINTAS DI WILAYAH UDARA INDONESIA OLEH PESAWAT MILITER ASING

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia sebagai Negara Kepulauan yang memiliki struktur

BAB I PENDAHULUAN. masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 7

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki sejarah

Perkembangan Hukum Laut Internasional

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGATURAN HUKUM HAK LINTAS DAMAI MENURUT KONVENSI HUKUM LAUT 1982 DAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA 1 Oleh: Monica Carolina Ingke Tampi 2

PEMBAGIAN ZONA MARITIM BERDASARKAN KONVENSI HUKUM LAUT PBB (UNCLOS 82)

PEMANFAATAN DAN PENGENDALIAN RUANG KAWASAN PERBATASAN LAUT

KEDAULATAN NEGARA PANTAI (INDONESIA) TERHADAP KONSERVASI KELAUTAN DALAM WILAYAH TERITORIAL LAUT (TERRITORIAL SEA) INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENGATURAN ASAS REBUS SIC STANTIBUS

LEGALITAS PENGANCAMAN DAN PENGGUNAAN SENJATA NUKLIR OLEH NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL

BAB II KEDAULATAN NEGARA DI RUANG UDARA BERDASARKAN KONVENSI CHICAGO D. Pengertian Ruang Udara dan Wilayah Udara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah merupakan salah satu dari tiga unsur mutlak yang harus dimiliki oleh suatu negara. Malcolm N.

Oleh. Luh Putu Yeyen Karista Putri Suatra Putrawan Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana

BAB I PENDAHULUAN. Ambalat adalah blok laut seluas Km2 yang terletak di laut

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional 4. Kedaulatan

BAB II PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI BATAS WILAYAH SUATU NEGARA. A. Sejarah Perkembangan Hukum Laut Internasional

PERENCANAAN KAWASAN PESISIR

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP IKLAN YANG TIDAK MENGINFORMASIKAN BAHWA HARGA YANG DISAMPAIKAN DALAM IKLAN BELUM DITAMBAH DENGAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

UNCLOS I dan II : gagal menentukan lebar laut territorial dan konsepsi negara kepulauan yang diajukan Indonesia

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2002 TENTANG DAFTAR KOORDINAT GEOGRAFIS TITIK-TITIK GARIS PANGKAL KEPULAUAN INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1983 TENTANG ZONA EKONOMI EKSLUSIF INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

HAK ATAS TANAH BAGI ORANG ASING DI INDONESIA TERKAIT DENGAN UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1960

ANALISIS TENTANG PEMERINTAH DAERAH SEBAGAI PIHAK DALAM PEMBENTUKAN PERJANJIAN INTERNASIONAL

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1982, tepatnya tanggal 10 Desember 1982 bertempat di Jamaika

TUGAS HUKUM LAUT INTERNASIONAL KELAS L PERMASALAHAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN

BAB I PENDAHULUAN. dan dalam lingkungan wilayah yang dibatasi oleh garis-garis perbatasan

HUKUM LAUT INTERNASIONAL

IMPLEMENTASI BATAS WILAYAH dan KEPULAUAN TERLUAR INDONESIA terhadap KEDAULATAN NKRI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Kapita Selekta Kebijakan Perikanan Tangkap

BAB I PENDAHULUAN. dulu. Namun hingga sekarang masalah illegal fishing masih belum dapat

TINJAUAN HUKUM LAUT TERHADAP WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

IMPLEMENTASI PEMANFAATAN LAUT LEPAS MENURUT KONVENSI HUKUM LAUT Oleh : Kendis Gabriela Runtunuwu 2

PENGATURAN PENARIKAN GARIS PANGKAL LURUS KEPULAUAN (GPLK) MENURUT UNCLOS III 1982 DAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA.

BAB I PENDAHULUAN. Konferensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa III telah berhasil

LEGALITAS PENGGUNAAN PELURU KENDALI BALISTIK ANTARBENUA (INTERCONTINENTAL BALLISTIC MISSILE) DALAM PERANG ANTARNEGARA

KEBERADAAN RAHASIA DAGANG BERKAITAN DENGAN PERLIDUNGAN KONSUMEN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

No b. pemanfaatan bumi, air, dan udara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; c. desentralis

PENERAPAN YURISDIKSI NEGARA DALAM KASUS PEMBAJAKAN KAPAL MAERSK ALABAMA DI PERAIRAN SOMALIA. Oleh: Ida Ayu Karina Diantari

REKLAMASI SINGAPURA TERHADAP KEDAULATAN WILAYAH REPUBLIK INDONESIA BERDASARKAN HUKUM LAUT INTERNASIONAL. Oleh : FELLA DEFILLA

TINJAUAN YURIDIS KEDAULATAN NEGARA ATAS PENGELOLAAN PULAU- PULAU KECIL OLEH ORANG ASING

SE)ARAH HUKUM laut INTERNASIONAl 1. PENGATURAN KONVENSI HUKUM laut 1982 TENTANG PERAIRAN NASIONAl DAN IMPlEMENTASINYA DI INDONESIA 17

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG HUKUM LAUT)

KEDUDUKAN DAN TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN MULTI- NASIONAL (MNC) DALAM HUKUM INTERNASIONAL

CARA PENETAPAN BATAS ZEE ANTARA INDONESIA DAN MALAYSIA DI SELAT MALAKA DENGAN MEDIAN LINE. Ansori

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II YURISDIKSI NEGARA PANTAI DI ATAS WILAYAH LAUT BERDASARKAN KETENTUAN HUKUM LAUT INTERNASIONAL

SISTEMATIKA PEMAPARAN

PERMASALAHAN DALAM IMPLEMENTASI PENARIKAN GARIS PANGKAL KEPULAUAN

Studi Penentuan Batas Maritim Antara Dua Negara Berdasarkan Undang Undang yang Berlaku di Dua Negara yang Bersangkutan (Studi Kasus : NKRI dan RDTL)

BAB II PENGATURAN TENTANG BATAS WILAYAH LAUT. pulau sebanyak pulau-pulau. Terbentang dari sabang hingga

BAB IV ANALISIS. IV. 1. Analisis Pemilihan Titik Dasar Untuk Optimalisasi

BAB II TINJAUAN UMUM PENENTUAN BATAS DAERAH

PENGATURAN KEANEKARAGAMAN HAYATI BAWAH LAUT BERKAITAN DENGAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

Transkripsi:

STATUS PULAU BUATAN YANG DIBANGUN DI DALAM ZONA EKONOMI EKSKLUSIF TERHADAP PENETAPAN LEBAR LAUT TERITORIAL DAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF Oleh: Anak Agung Gede Seridalem Ni Made Ari Yuliartini Griadhi Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstract: There is questions about the status of artificial island which is constructed by an archipelagic State on its exclusive economic zone whether have to be the outermost points of the outermost islands of its State in case to designate its breadth of the territorial or not. This article aims to research United Nations Convention on the Law of the Sea provisions about the status of artificial island in case to designate its breadth of the territorial and exclusive economic zone. This article is the normative law method that analyze regulations of laws and literatures which applying by statue approach. This article is concludes that in the case of artificial island, United Nations Convention on the Law of the Sea determined that the presence of artificial island doesn t affect the delimitation of the territorial sea and the exclusive economic zone. Keyword: The Artificial Island, The Territorial Sea, and The Exclusive Economic Zone. Abstrak: Masih menjadi pertanyaan mengenai status pulau buatan yang dibangun oleh suatu Negara kepulauan di zona ekonomi eksklusifnya apakah dapat dikatagorikan sebagai titik terluar pulau pada Negara tersebut dalam hal untuk menentukan lebar laut territorial ataukah tidak. Tulisan ini akan menganalisis ketentuan-ketentuan di dalam United Nations Convention on the Law of the Sea mengenai status pulau-pulau buatan (artificial island) dalam penetapan batas laut teritorial dan zona ekonomi eksklusif dari suatu Negara. Tulisan ini merupakan penelitian hukum normatif yang menganalisis peraturan perundang-undangan dan literatur yang menggunakan pendekatan statue approach. Penelitian ini menyimpulkan bahwa dalam hal pulau buatan, United Nations Convention on the Law of the Sea menentukan bahwa kehadiran dari pulau buatan tersebut tidak dapat mempengaruhi penetapan batas laut teritorial dan zona ekonomi eksklusif. Keywords: Pulau Buatan, Laut Teritorial dan Zona Ekonomi Eksklusif I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permukaan laut secara horizontal dibagi atas beberapa zona yang paling dekat dari pantai dinamakan laut wilayah atau sering juga disebut laut teritorial, disinilah Negara 1

pantai tersebut mempunyai kedaulatan. 1 Selanjutnya laut yang terletak di luar dan berbatasan dengan laut wilayah disebut dengan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di mana ZEE ini berada di luar wilayah Negara dan bukan merupakan wilayah Negara. 2 Selama tidak menimbulkan masalah penentuan batas dengan Negara-Negara tetangga, setiap Negara mempunyai hak untuk menetapkan lebar laut teritorialnya sendiri sebatas tidak melebihi 12 mil laut diukur dari garis pangkal yang ditentukan dalam UNCLOS, 3 sedangkan angka yang ditentukan mengenai lebarnya ZEE adalah 200 mil atau 370,4 km. Cara untuk menentukan lebar laut teritorial dilakukan dengan menarik garis-garis pangkal lurus kepulauan yang menghubungkan titik-titik terluar pulau-pulau Negara tersebut, sebagaimana diatur lebih rinci dalam Article 47 (1) UNCLOS. Mengenai penentuan lebar dari ZEE, Article 57 UNCLOS menentukan bahwa ZEE tidak boleh melebihi dari 200 mil laut diukur dari garis pangkal sebagai titik atau tempat pengukuran lebar laut teritorial. Jadi untuk menentukan lebar 200 mil laut tersebut garis atau tempat pengukurannya adalah garis pangkal. 4 Semakin lebar luas dari kepulauan terluar dari Negara pantai tersebut semakin lebar juga luas laut teritorialnya. Tentunya semakin lebar luas laut teritorial dari suatu Negara pantai juga akan mempengaruhi penarikan garis pangkal dari ZEE Negara pantai tersebut. Bagi Negara pantai yang yang memiliki wilayah yang tergolong kecil tentunya sangat dirugikan dalam hal ini. Contohnya seperti Singapura, di mana Negara ini telah melakukan reklamasi mengingat wilayahnya yang kecil. Singapura sendiri merancangkannya sejak tahun 1966 untuk mereklamasi Pulau Seraya, Merbabu, Merlimau, Ayer, Chawan, Sakra, Pesek, Masemut Laut, dan Pulau Meskol. Kedelapan pulau tersebut menjadi pulau Jorong. 5 Reklamasi tersebut berhasil dengan bertambahnya luas wilayah daratan Singapura dari 580 km 2 menjadi 680 km 2, atau dari 58.000 hektar menjadi 68.000 hektar. Sejak Singapura melakukan reklamasi pada 1966, luas wilayah negara ini 1 Boer Mauna, 2008, Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, Cet. IV, P.T. Alumni, Bandung, hal. 365. 2 T. May Rudy, 2002, Hukum Internasional 2, Cet I, PT Refika Aditama Bandung, Bandung, hal. 21. 3 Ketut Mandra dan Yohanes Usfunan, 1987, Kapita Salekta Hukum Laut Internasional, Cet. I, Perc Offset Bali Post, Denpasar, hal. 59. 4 T. May Rudy, 2002, loc.cit. 5 Anonim, Mertlaga Pasir Derni Kedaulatan, Kompas, 17 Maret 2007. 2

km 2. 6 Bahwa dalam hal ini memang ZEE memberikan hak eksklusif (exclusive right) bertambah hingga mencapai 697,2 km 2 dari luas wilayahnya pada 1960, yaitu 581,5 kepada Negara pantai untuk membangun, mengijinkan dan mengatur pembangunan serta pemanfaatan pulau-pulau buatan (artificial island), instalasi-instalasi dan bangunan-bangunan, tetapi mengenai pemanfaatan pulau-pulau buatan (artificial island) seperti apa yang dilakukan oleh Singapura inilah timbul sebuah pertanyaan, apakah kehadirannya yang dibuat di ZEE akan mempengaruhi lebar dari laut teritorial dan ZEE dari suatu Negara? 1.2. Tujuan Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah untuk menganalisis ketentuan-ketentuan di dalam UNCLOS mengenai status pulau-pulau buatan (artificial island) dalam penetapan batas laut teritorial dan ZEE dari suatu Negara. II. ISI MAKALAH 2.1. Metode Penelitian Tulisan ini merupakan penelitian hukum normatif yang menganalisis peraturan perundang-undangan dan literatur. 7 Jenis pendekatan yang digunakan adalah statue approach yaitu pendekatan berdasarkan pada peraturan hukum positif (konvensi internasional), 8 yang dalam hal ini menganalisis ketentuan dalam UNCLOS mengenai status pulau buatan (artificial island) dalam penetapan batas laut teritorial dan ZEE dari suatu Negara. 2.2. Hasil dan Pembahasan Status Pulau-Pulau Buatan (Artificial Island) Terhadap Penetapan Batas Laut Territorial dan ZEE dari Suatu Negara. 6 Ibid. 7 Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 118-119. 8 Penelitian Hukum adalah Penelitian Normatif, URL: http://www.negarahukum.com/hukum/penelitian-hukum-adalah-penelitian-normatif.html. Diakses pada tanggal 16 Juni 2015. 3

Article 47 (1) UNCLOS menentukan, suatu Negara kepulauan dapat menarik garis pangkal lurus kepulauan yang menghubungkan titik-titik terluar pulau-pulau dan karang kering terluar kepulauan itu, dengan ketentuan bahwa di dalam garis pangkal tersebut adalah termasuk pulau-pulau utama dan suatu daerah, yang antara lainnya adalah daerah perairan dan daerah daratan. Ketika sekarang suatu Negara membuat pulau-pulau buatan di luar batas laut teritorial dan berada dalam ZEE tentunya akan menjadi sebuah pertanyaan, apakah nantinya pulau-pulau buatan tersebut dapat dikatagorikan sebagai titik-titik terluar pulau dalam penarikan garis pangkal lurus kepulauan seperti apa yang telah ditentukan dalam Article 47 UNCLOS dan apakah hal tersebut nantinya akan mempengaruhi lebar laut teritorial dan ZEE dari Negara yang membuat pulau buatan tersebut. Pengaturan mengenai pulau buatan ini terdapat di dalam Article 60 UNCLOS yang pada pokoknya mengatur tentang pulau buatan, instalasi, dan bangunan-bangunan di ZEE (artificial island, installations and structures in the exclusive economic zone). Dalam Article 60 (1) UNCLOS ditentukan bahwa dalam suatu ZEE, Negara pantai mempunyai hak eksklusif untuk membangun dan untuk mengesahkan dan mengatur pembangunan, mengoprasikan dan penggunaan dari: 1. Pulau buatan 2. Instalasi dan bangunan untuk keperluan sebagaimana ditentukan dalam Article 56 dan tujuan ekonomi lainnya 3. Instalasi dan bangunan yang dapat mengganggu pelaksanaan hak-hak Negara pantai dalam zona tersebut. Selain diatur bahwa Negara diberi hak untuk membangun, mengesahkan, dan mengoprasikan, dalam hal ini Negara juga diwajibkan untuk menetapkan zona keselamatan yang pantas di sekeliling pulau buatan, instalasi dan bangunan tersebut. Tentunya dalam hal ini Negara juga harus memperhatikan standar-standar internasional yang berlaku, agar terjamin baik keselamatan pelayaran maupun keselamatan pulau buatan, instalasi dan bangunan tersebut. Article 60 (8) UNCLOS menentukan bahwa pulau buatan, instalasi dan bangunan tidak mempunyai status pulau. Dalam hal ini juga dijelaskan bahwa pulau buatan, instalasi dan bangunan tidak mempunyai laut teritorialnya sendiri, dan 4

kehadirannya juga tidak dapat mempengaruhi penetapan batas laut teritorial, ZEE atau landas kontinen. Dari beberapa ketentuan dalam UNCLOS tersebut Negara dalam ZEE-nya memiliki hak untuk membangun pulau buatan hanya sebatas untuk keperluan sebagaimana ditentukan dalam Article 56 dan tujuan ekonomi lainnya. Mengingat kembali mengenai penentuan lebar laut territorial dengan menarik garis-garis pangkal lurus kepulauan yang menghubungkan titik-titik terluar pulau-pulau suatu Negara, dalam hal ini pulau buatan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai titik-titik terluar pulau-pulau karena pulau buatan tersebut tidak mempunyai status pulau sebagaimana ditentukan dalam Article 60 (8) UNCLOS. IV. KESIMPULAN Ketentuan mengenai pembangunan dan status dari pulau buatan dalam penetapan batas laut teritorial dan ZEE dari suatu Negara dapat dilihat pada Article 60 UNCLOS. Di mana dalam Article tersebut dijelaskan bahwa Negara mempunyai hak untuk membangun pulau buatan hanya sebatas untuk keperluan sebagaimana ditentukan dalam Article 56 dan tujuan ekonomi lainnya, tetapi pulau buatan tersebut tidak mempunyai status pulau dan kehadirannya tidak mempengaruhi lebar laut teritorial dan ZEE. DAFTAR PUSTAKA Buku Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Mauna, Boer, 2008, Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, Cet. IV, P.T. Alumni, Bandung. Ketut Mandra dan Yohanes Usfunan, 1987, Kapita Salekta Hukum Laut Internasional, Cet. I, Perc Offset Bali Post, Denpasar. Rudy, May, 2002, Hukum Internasional 2, Cet I, PT Refika Aditama Bandung, Bandung. Instrumen Internasional The 1982 United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS). 5