digunakan untuk mengenyampingkan dan atau mengabaikan hak-hak asasi lainnya yang harus dipenuhi negara, sebagaimana ketentuan hukum

dokumen-dokumen yang mirip
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEAMANAN NASIONAL

CATATAN TANGGAPAN TERHADAP RUU KAMNAS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEAMANAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V PENUTUP. 1. Konsep keamanan nasional dalam RUU Keamanan Nasional pada. dasarnya telah menerapkan konsep keamanan non tradisional.

PROBLEMATIKA RUU KEAMANAN NASIONAL. Oleh: Al Araf

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEAMANAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PASAL-PASAL BERMASALAH PADA NASKAH RUU PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME NO. 15/2003

Page 1 Catatan ELSAM atas RUU Keamanan Nasional 2011: Rancangan Undang-Undang (RUU) Keamanan Nasional, Jauh dari Ideal

PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA,

MENEGAKKAN KEDAULATAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN MENUJU NEGARA MARITIM YANG BERMARTABAT (KOMISI KEAMANAN) (Forum Rektor Indonesia 2015)

PEMDA DAN RUU KAMNAS Oleh: Muradi

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEAMANAN NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Hak atas Informasi dalam Bingkai HAM

POLICY BRIEF ANALISIS EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PENGUATAN SISTEM PERTAHANAN NEGARA

UNOFFICIAL TRANSLATION

2015, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamba

Assalamu alaikum Warrahmatullah Wa Barakatuh

ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM TERKAIT DENGAN SISTEM PERTAHANAN NEGARA PUSANEV_BPHN. ANANG PUJI UTAMA, S.H., M.Si

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2013 TENTANG

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TANGGAL 22 JUNI 2015 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN BAB I

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bab IV Penutup. A. Kebebasan Berekspresi sebagai Isi Media

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG RAHASIA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG

BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INTELIJEN NEGARA DALAM NEGARA HUKUM YANG DEMOKRATIS 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG PENANGANAN GANGGUAN KEAMANAN DALAM NEGERI PROVINSI BALI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

2 Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Neg

MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Bahan Diskusi Sessi Kedua Implementasi Konvensi Hak Sipil Politik dalam Hukum Nasional

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta.

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 115 TAHUN 2015 TENTANG SATUAN TUGAS PEMBERANTASAN PENANGKAPAN IKAN SECARA ILEGAL (ILLEGAL FISHING)

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERINGATAN DINI DAN PENANGANAN DARURAT BENCANA TSUNAMI ACEH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 2. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Te

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG

PARADIGMA BARU PEMBANGUNAN DAERAH 1

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 10 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

KEBIJAKAN PENGINTEGRASIAN KOMPONEN PERTAHANAN NEGARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 61 TAHUN 2011 TENTANG KOMUNITAS INTELIJEN DAERAH (KOMINDA) JAWA BARAT GUBERNUR JAWA BARAT,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 10 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG MEKANISME KONSULTASI PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG MASYARAKAT ADAT

Bercumbu Dengan Konflik RUU Penanganan Konflik Sosial Sebagai Solusi Penanggulangan Konflik di Indonesia

2012, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Penang

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

No Laut Kepulauan (archipelagic sea lane passage) dan jalur udara di atasnya untuk keperluan lintas kapal dan Pesawat Udara Asing sesuai denga

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI III DPR RI DENGAN

Inpres No. 1 Tahun 2002 Tentang Peningkatan Langkah Komprehensif Dalam Rangka Percepatan Penyelesaian Masalah Aceh

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2001 TENTANG LANGKAH-LANGKAH KOMPREHENSIF DALAM RANGKA PENYELESAIAN MASALAH ACEH

Komitmen Dan Kebersamaan Untuk Memperjuangkan Hak Asasi Manusia diselenggarakan oleh Pusham UII bekerjasama dengan

PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR: 10 TAHUN 2010

No pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia, terutama hak untuk hidup. Rangkaian tindak pidana terorisme yang terjadi di wilayah Negara Ke

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA

RUU KEAMANAN NASIONAL (RUU KAMNAS)

Transkripsi:

Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Masukan Draf Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional 2011 Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Jakarta, 4 Juli 2011 No Pasal Tanggapan 1 Definisi Keamanan Nasional di Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (1) yang menerangkan bahwa, Keamanan nasional adalah komitmen bangsa atas segala macam upaya simultan konsisten dan komprehensif, segenap warga negara yang megabdi pada kekuatan komponen bangsa untuk melindungi dan menjaga keberadaan keutuhan dan kedaulatan bangsa dan negara, secara efektif dan efisien dalam segenap ancaman mencakup sifat, sumber, dimensi dan spektrumnya. 2 Istilah Hak Asasi Manusia pada Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (9) dan patokan prinsip di Bab V Penyelenggaraan Keamanan Nasional Bagian Kesatu: Azas dan Prinsip, Pasal 19 Pendekatan komitmen sebaiknya diganti dengan pendekatan kondisi yang harus diwujudkan dan dijaga keberlangsungannya oleh negara, dalam hal ini pemerintah Republik Indonesia. Kondisi yang diwujudkan tersebut juga harus dapat dirasakan dan dinikmati oleh seluruh warga Indonesia. Terma Hak Asasi Manusia hanya sekadar uraian definisinya saja. Terma ini juga tidak menjelaskan elaborasi sejauh mana nilai dan standar HAM tersebut menjadi acuan operasional dari RUU Kamnas. Padahal terdapat pengaturan khusus dari Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (ICCPR) terkait pengaturan perlindungan HAM di saat terjadinya suatu keadaan darurat, entah itu darurat militer/perang atau keadaan darurat lainnya, seperti keadaan darurat bencana alam. Konsep-konsep pengurangan non-derogable rights juga harus dilakukan secara ketat dan terukur. Pengurangan (derogasi) harus dilakukan dengan prinsip-prinsip khusus. Setidaknya ada 4 prinsip: 1. Derogasi hanya bisa dilakukan jika suatu kondisi darurat di suatu negara dapat mengancam keselamatan bangsa yang memiliki karakter sangat luar biasa dan sementara 2. Penerapan status darurat di sebuah negara harus dikontrol melalui ruang supervisi dan monitoring internasional 3. derogasi atas 7 kategori nonderogable rights, tidak boleh digunakan untuk mengenyampingkan dan atau mengabaikan hak-hak asasi lainnya yang harus dipenuhi negara, sebagaimana ketentuan hukum

3 Bab IV Ancaman Keamanan Nasional Bagian Kesatu: Spektrum dan Sasaran Ancaman, Pasal 16 ayat (2) disebutkan bahwa sasaran ancaman terdiri atas: a) bangsa dan negara, b) keberlangsungan pembangunan nasional, c) masyarakat dan d) insani 4 Bab IV: Ancaman Keamanan Nasional Bagian Kedua (Unsur dan Peran), Pasal 20 yang menjelaskan bahwa, Unsur keamanan nasional terdiri atas: Kementerian, TNI, Polri, Kejakgung, BIN, BNPB, BNN, BNPT dan Lembaga Pemerintah Non Kementerian terkait. Tingkat provinsi dan Kabupaten/Kota (ayat 2 dan 3). Berbagai elemen masyarakat sesuai dengan kompetensinya (ayat 4). 5 Bab IV: Ancaman Keamanan Nasional, Bagian Ketiga Pengelolaan, Pasal 33 yang menjelaskan bahwa, Dalam hal memelihara dan menjaga keamanan umum dan ketertiban umum dalam status hukum keadaan tertib sipil, dan status hukum keadaan darurat sipil... Bupati/Walikota membentuk Forum Koordinasi Keamanan Nasional Daerah Kabupaten/Kota yang terdiri dari Pimpinan TNI di Daerah Kabupaten/Kota, Pimpinan Polri di daerah Kabupaten/Kota, Kepala Kejaksaan Negeri di daerah Kabupaten/Kota, Kepala BPBBD Kabupaten/Kota, dan Kepala BNNK. internasional 4. Negara juga tidak boleh menyalahgunakan ketentuanketentuan tekstual yang ada atau mempertentangkan suatu kategori hak asasi dengan kategori hak asasi lainnya. Penjelasan butir a, c dan e dapat dikategorikan memadai. Terlihat dari adanya keseimbangan paradigma yang ditumpukan kepada negara dan manusia (insani human security). Sedangkan butir b, keberlangsungan pembangunan nasional dapat memancing interpretasi yang lebih luas. Para pegiat isu buruh, hakhak masyarakat adat, hingga aktivis lingkungan dapat dituduh sebagai kelompok masyarakat yang anti dengan pembangunan nasional. Lebih jauh, dalam RUU Intelijen Negara juga terdapat penjelasan serupa yakni, merugikan kepentingan pembangunan dan atau stabilitas nasional. kritisisme aktivis kemungkinan besar dapat berujung pada tindakan penyadapan, meningkatnya tren kriminalisasi atau bahkan aksi penangkapan, penculikan (dihilangkan), hingga dibunuh sebagaimana yang marak terjadi menjelang Reformasi 1998. Apakah frasa kuasa khusus juga akan diberikan kepada banyak lembaga di samping? Lalu di mana letak kekhususannya? Apakah tidak lebih baik kontrol kuasa khusus hanya diberikan kepada otoritas sipil eksekutif tertinggi (Presiden RI), yang disesuaikan dengan tingkat kondisi kegentingan ancaman Kamnas? Pasal 33 sesungguhnya memiliki korelasi dengan Pasal 20. Dibutuhkan ruang koordinasi untuk mengefektifkan kerja antar instansi. Selain itu koordinasi juga diperlukan untuk menyelaraskan kebijakan yang akan diterapkan. Akan tetapi menyatukan kewenangan unsur keamanan nasional dalam payung Forum Koordinasi Keamanan Nasional sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 33, berpotensi untuk mengaburkan ranah operasional penegakan hukum, ranah otoritas keamanan, kontrol administrasi antara pemerintahan sipil (direpresentasikan oleh pimpinan Kabupaten/Kota, Kepala BPPPD

Kabupaten/Kota) dengan otoritas militer di tingkat daerah. Kondisi-kondisi lain yang dapat muncul adalah membuka ruang yang lebih luas kepada otoritas TNI untuk masuk dalam urusan non-pertahanan, sebagaimana yang terjadi di masa Orde Baru. 6 Bagian Keduabelas: Tataran Kewenangan, Komando dan Kendali, Pasal 54 yang menjelaskan bahwa, Pengawasan terhadap penyelenggaraan sistem keamanan nasional dilakukan secara berlapis melalui suatu mekanisme pengawasan konsentrik sesuai dengan kaidah pengamanan demokratis yang meliputi: a) pengawasan melekat, b) pengawasan eksekutif, c) pengawasan legislatif, d) pengawasan publik dan e) pengawasan penggunaan kuasa khusus. 7 Bab I: Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (4, 5 dan 6) Ayat 4: Keamanan insani adalah kondisi dinamis yang menjamin terpenuhinya hakhak dasar setiap individu warga negara untuk mendapatkan perlindungan dari berbagai ancaman dalam rangka terciptanya keamanan nasional Selain itu pada Pasal 33 ayat (4) dijelaskan bahwa, Berbagai elemen masyarakat sesuai dengan kompetensinya. Unsur elemen masyarakat dipandang mampu berpotensi untuk menghidupkan kembali ruang penguatan komando teritorial. Konsep pengawasan RUU Kamnas memang lebih maju dari RUU Intelijen Negara. Akan tetapi sebagaimana yang dipaparkan pada penjelasan butir e (lihat poin 2 tabel Polemik Pasal-Pasal RUU Knas 2011, KontraS) dinilai masih lemah. Kontrol TNI, Polri bahkan intelijen terhadap hak-hak khusus tersebut terbukti belum dapat bekerja secara efektif. Lalu apakah dengan adanya unsur kuasa khusus ini menjadi pembenar pemberian kewenangan serupa pada badan intelijen kita? Ukuran dari frasa kondisi dinamis itu seperti apa? Apakah Dewan Keamanan Nasional yang memberikan ukuran dari kondisi dinamis? Ayat 5: Keamanan publik adalah kondisi dinamis yang menjamin terciptanya keamanan dan ketertiban masyarakat, terselenggaranya pelayanan, pengaoyman masyarakat dan penegakan hukum dalam rangka terciptanya keamanan nasional Ayat 6: keamanan ke dalam adalah kondisi dinamis yang menjamin tetap tegaknya kedaulatan, keutuhan wilayah dan keselamatan segenap bangsa dan penegakan hukum. Negara kesatuan Republik Indoensia dari ancaman dalam negeri dalam rangka terciptanya keamanan nasional. 8 Bab I: Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (12) yang menjelaskan bahwa, Ancaman bersenjata adalah ancaman yang menggunakan senjata secara individu dan atau kelompok serta ancaman kekuatan Frasa ancaman bersenjata dapat didefinisikan sebagai konflik internal bersenjata (internal armed conflict). Potensi terjadinya internal armed conflict sebenarnya masih cukup besar di Indonesia.

bersenjata yang terorganisasi yang membahayakan keselamatan individu dan atau kelompok kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara dan keselamatan bangsa. 9 Bab I: Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (13) yang menjelaskan bahwa, ancaman tidak bersenjata adalah ancaman selain ancaman militer dan ancaman bersenjata yang membahayakan keselamatan individu dan atau kelompok kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara dan keselamatan bangsa. 10 Bagian Ketiga: Fungsi Pasal 4 huruf b yang menjelaskan bahwa, mewujudkan seluruh wilayah yurididksi nasional sebagai eksatuan keamanan nasional. Hingga kini belum ada aturan baku yang mengatur soal urusan internal armed conflict. Mengingat Indonesia belum meratifikasi Protokol Tambahan II Tahun 1977 Konvensi Jenewa 1949 yang mengatur soal internal armed conflict. Masukan KontraS terkait ayat 12 ini adalah, segera meratifikasi Protokol Tambahan II Konvensi Jenewa 1949. Apakah ayat 13 ini dapat digunakan sebagai ayat sapu jagad, yang bisa memasukkan siapapun (bahkan warga negara Indonesia) sebagai ancaman nasional? Apakah frasa yurisdiksi nasional hanya dibatasi pada lingkup teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia? ataukah frasa ini juga mengatur perlindungan terhadap seluruh warga negara Indonesia yang berdomisili di luar negeri, seperti Tenaga Kerja Indonesia? Ada baiknya frasa ini diperkuat di bagian penjelasan bahwa yurisdiksi nasional tidak hanya terbatas pada teroritorial fisik semata, melainkan memberikan perlindungan maksimum kepada seluruh warga negara Indonesia di manapun mereka berada. 11 Bab III: Ruang Lingkup Keamanan Nasional Pada bagian ini perlu banyak dijelaskan apakah RUU menggunakan UU lain sebagai acuan? Atau adakah Guidelines yang digunakan dalam menyusun Bab III ini? Selain itu, khusus pada Pasal 8 dijelaskan bahwa untuk menjaga keamanan insani harus melibatkan masyarakat dalam meningkatkan kesadaran hukum warga negara (...). Bagaimana cara mengukur keterlibatan masyarakat dalam mengelola keamanan insani? Apakah Dewan Keamanan Nasional akan mengeluarkan ukuran baku untuk menilai praktik partisipasi masyarakat dalam menjaga keamanan insani? 12 Pasal 14 ayat (1) yang menjelaskan bahwa, Status hukum keadaan darurat militer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c diberlakukan apabila terjadi kerusuhan sosial yang disertai tindakan anarkistis masif atau pemberontakan dan atau separatis bersenjata (...) 13 Bagian Ketiga: Pengelolaan, Pasal 27 ayat (2) yang dijelaskan bahwa, Kebijakan penyelenggaraan pertahanan memuat arah, Apakah anarkistis massif dapat disamakan dengan pemberontakan dalam segi definisi? Frasa setiap unsur yang terlibat menyalahi regulasi dan peraturan perundang-undangan yang sudah dibuat terlebih dahulu (lihat UU

tujuan, sarana dan cara penyelenggaraan pertahanan negara untuk dipedomani oleh setiap unsur yang terlibat. 14 Bagian Keempat: Pelaksanaan Pasal 34 ayat (2) yang menjelaskan bahwa, Presiden dalam penyelenggaraan keamanan nasional dapat mengerahkan unsur TNI untuk menanggulangi ancaman bersenjata pada keadaan tertib sipil sesuai dengan eskalasi dan keadaan bencana. 15 Bagian Keempat: Pelaksanaan, Pasal 36 ayat (3) yang menjelaskan bahwa, Pelibatan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk menghadapi ancaman bersenjata membantu unsur utama dalam memberikan informasi yang dibutuhkan. 16 Bagian Keempat: Pelaksanaan, Pasal 39 ayat (2) huruf b yang menjelaskan bahwa, Penindakan dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk: a. Mencegah meningkat dan meluasnya intensitas ancaman yang diperkirakan dapat mengakibatkan terjadinya korban dan kerugian yang lebih besar c.mengembalikan kondisi keadaan menjadi tertib sipil dan stabil dengan melaksanakan tindakan represif dan kuratif secara terukur. 17 Bagian Kesembilan: Penanggulangan Ancaman pada Status Hukum Keadaan Darurat Militer, Pasal 47 ayat (4) yang menjelaskan bahwa, Dalam menyelenggarakan darurat militer seluruh elemen masyarakat harus mendukung sesuai kompetensinya. Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI). Hanya TNI lah satu-satunya institusi yang bisa mengelola kegiatan pertahanan negara. Kegiatan gelar pasukan dalam kebijakan politik keamanan seperti tertib sipil juga harus dihitung bobotnya. Kondisi keadaan bencana seperti gempa bumi, gunung meletus juga tidak perlu melibatkan gelar pasukan yang berlebihan. Presiden dalam hal ini harus menghitung kemampuan-kemampuan tanggap darurat dan atau tanggap bencana yang telah dimiliki oleh masing-masing kementerian, institusi negara lainnya. Tidak melulu TNI dilibatkan dalam operasi-operasi semacam itu. Selain itu, ukuran lainnya juga harus merujuk pada regulasi dan peraturan perundang-undangan yang tercantum dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, di mana dijelaskan perihal aktivitas Operasi Militer Selain Perang. Apakah Pasal ini mewajibkan segenap warga negara Indonesia untuk memberikan informasi (informan) kepada negara? apa ukurannya? Bagaimana jika warga negara indonesia menolak untuk memberikan informasi? Apakah mereka dengan serta merta dicap sebagai musuh negara dan berujung menjadi sasaran/target dari RUU Kamnas? Pada huruf a, kata besar lebih diberatkan pada kata sebelumnya, kerugian. Padahal jika negara membangun konsep keamanan nasional dengan pendekatan keamanan insani, negara juga harus menghitung seberapa besar intensitas ancaman berkorelasi dengan besaran jumlah pelanggaran HAM yang terjadi. Sedangkan pada huruf c, otoritas mana yang berwenang melakukan pendekatan tindakan represif dan kuratif? Apa ukuran yang bisa digunakan untuk melakukan tindakan represif dan kuratif? Apakah pasal ini merupakan pasal kewajiban bagi seluruh warga negara Indonesia? Apa ukuran kegentingannya ketika semua elemen masyarakat dilibatkan dalam kondisi darurat militer?

Tambahan: 1. RUU ini berpotensi untuk menggunakan pendekatan sekuritisasi pada banyak masalah. Padahal pendekatan sekuritisasi tidak bisa menjamin terselesaikannya problem yang dialami negara 2. RUU ini masih mencampurbaurkan konsep keamanan nasional dengan keamanan negara 3. Konsep keamanan insani masih belum menyentuh individu-individu yang yang berada di luar teritorial Indonesia (ct: memberi perlindungan maksimal kepada Tenaga Kerja Indonesia) 4. Adanya indikasi pemberian peran yang lebih luas kepada Kementerian Pertahanan (Kemhan). Padahal Kemhan adalah pelaksana, bukan pembuat konsep kunci keamanan 5. Belum terelaborasi dengan baik prinsip-prinsip dan hukum HAM 6. RUU membuka ruang yang lapang pada kebijakan darurat militer. Padahal penerapan kebijakan ini sama sekali belum pernah tersentuh evaluasi dan akuntabilitas 7. Sejauh mana akan terbangun pembagian ruang koordinasi antara Dewan Keamanan nasional dan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan? 8. Tidak adanya mekanisme kompensasi dan mekanisme keluhan, jika sewaktu-waktu operasioperasi keamanan di bawah payung UU Keamanan Nasional membuka peluang adanya kasus-kasus pelanggaran HAM berskala berat dan masif.