I. PENDAHULUAN. Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan salah satu satuan pertahanan yang

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prajurit TNI adalah warga

I. PENDAHULUAN. Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang

I. PENDAHULUAN. profesi maupun peraturan disiplin yang harus dipatuhi oleh setiap anggota Polri.

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Dengan demikian sudah seharusnya penegakan

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tentara Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat sebagai TNI merupakan

PROSES PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DENGAN PELAKU ANGGOTA TNI (Studi di Wilayah KODAM IV DIPONEGORO)

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipidana jika tidak ada kesalahan ( Green Straf Zonder Schuld) merupakan dasar

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

I. PENDAHULUAN. juga di dalam kehidupan bermasyarakat yang teratur dan maju tidak dapat

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN MILITER II 11 YOGYAKARTA

BAB III PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di muka maka penulis

I. PENDAHULUAN. Orang hanya menganggap bahwa yang terpenting bagi militer adalah disiplin. Ini tentu benar,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar Negara yang berdasarkan atas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sesuai dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 30 ayat (3) yaitu

I. PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya sebagaimana tercantum

PEMECATAN PRAJURIT TNI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1997 TENTANG HUKUM DISIPLIN PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan.

PEMBERHENTIAN DENGAN TIDAK HORMAT PRAJURIT TNI

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah tiang penyangga

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (trafficking) merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana. Moeljatno menyatakan bahwa orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan

I. PENDAHULUAN. dan sejahtera tersebut, perlu secara terus-menerus ditingkatkan usaha-usaha pencegahan dan

RAHASIA UJIAN AKADEMIK DIKTUKPA TNI AD TA 2015 MATA UJIAN : PENGMILCAB CHK WAKTU : 2 X 45 MENIT TANGGAL : 23 SEPTEMBER 2014

I. PENDAHULUAN. dalam hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya sebagaimana tercantum. dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 amandemen keempat.

I. PENDAHULUAN. taraf yang sangat menghawatirkan, jika di amati berita-berita diberbagai media. dan merusak generasi sebagai penerus bangsa.

NASKAH PUBLIKASI PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN MILITER II 11 YOGYAKARTA

PEMERIKSAAN PERKARA DESERSI SECARA IN ABSENSIA DI PERSIDANGAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Institusi militer merupakan institusi unik karena peran dan posisinya yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika

permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal ini tercantum dalam Pasal 1 ayat (3)

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

I. PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang 1945, diarahkan untuk meningkatkan hukum bagi

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya dan berbatasan langsung dengan beberapa negara lain. Sudah

SUATU TINJAUAN TERHADAP PENERAPAN PASAL 45A UU NO 5 TH 2004 TERHADAP TERDAKWA SEORANG PRAJURIT TNI. Sugeng Sutrisno *

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 74, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3703)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

I. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan

PENJATUHAN PIDANA BERSYARAT DAN MASALAHNYA SERTA KAITANNYA DENGAN PEMBINAAN DISIPLIN PRAJURIT DI KESATUANNYA

BAB I PENDAHULUAN. pemberian sanksi atas perbuatan pidana yang dilakukan tersebut. 1. pidana khusus adalah Hukum Pidana Militer.

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB V PENUTUP. saja yang melanggar pasal tersebut haruslah dihukum. Anggota militer. mempermudah tahanan meloloskan diri sepatutnya diterapkan secara

PERAN PERWIRA PENYERAH PERKARA DALAM TINDAK PIDANA MILITER (STUDI DENPOM IV/ 4 SURAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

P U T U S A N NOMOR: PUT / 60-K / PM.II-10 / AD / IX / 2009

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim Dalam Proses Peradilan Pidana

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. pembangunan pada keseluruhan bidang tersebut. Pelaksanaan kegiatan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan

P U T U S A N Nomor : 16 - K / PMI-07 / AD / IV / 2011 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

tertolong setelah di rawat RSU dr. Wahidin Sudiro Husodo, kota Mojokerto. 1

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Oleh : Baskoro Adi Nugroho NIM. E

I. PENDAHULUAN. Disparitas pidana tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir seluruh Negara di

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

P U T U S A N Nomor : 109/Pid.Sus/2016/PN. Bnj. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N NOMOR : PUT / 45-K / PM.II-10 / AD / VI / 2009

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP ANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA. dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009.

P U T U S A N NOMOR: PUT / 61-K / PM.II-10 / AD / IX / 2009

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan Negara.

P U T U S A N Nomor : 28-K / PM I-07 / AD / IV / 2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

BAB II TINDAK PIDANA DESERSI YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI. mengenai fungsi, tugas dan tanggungjawab mereka sebagai anggota TNI yang

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan pengguna jalan raya berkeinginan untuk segera sampai. terlambat, saling serobot atau yang lain. 1

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum

I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan salah satu satuan pertahanan yang dimiliki oleh negara Indonesia. Tugas dari TNI sendiri adalah menjaga keutuhan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prajurit TNI adalah warga negara yang dilatih secara khusus, dipersiapkan dan dipesenjatai untuk tugas-tugas pertahanan negara guna menghadapi ancaman militer maupun ancaman bersenjata lainnya. Suatu organisasi yang menyertakan Militer selama ini di pandang sebagai organisasi yang tertutup oleh sebagian masyarakat besar. Pandangan ini, tidak menutup kemungkinan ditunjukan kepada peradilan militer yang selama ini dipandang oleh masyarakat sebagai peradilan yang tertutup, sehingga memunculkan prasangka negatif bahwa segala aktivitas pelaksanaan hukum terhadap oknum prajurit yang bersalah tidak dilakukan dengan seadil-adilnya. Orang yang menaruh perhatian pada hukum militer dapat dikatakan hanya sedikit saja. Padahal hukum militer merupakan suatu disiplin ilmu yang patut diajarkan dan dikembangkan kepada mahasiswa diperguruan tinggi. Mungkin orang menganggap

2 bahwa hukum militer itu cukup untuk diketahui oleh kalangan militer saja. Hal ini tentu tidak salah, tetapi juga tidak seluruhnya benar. Hukum militer dari suatu negara merupakan sub-sistem hukum dari negara tersebut. Karena militer itu adalah bagian dari suatu masyarakat atau bangsa, yaitu bagian yang terdiri dari warga negara yang melakukan tugas khusus. Melakukan tugas pembelaan negara dan bangsa dengan menggunakan senjata atau dengan kata lain tugas utamanya adalah bertempur. (Tri Andrisman, 2009:17-18) Dilihat dalam segi hukum, anggota militer mempunyai kedudukan yang sama dengan anggota masyarakat biasa, artinya sebagai warga negara baginya pun berlaku semua aturan hukum yang berlaku, baik hukum pidana, hukum perdata, acara pidana dan acara perdata. Bedanya masih diperlukan suatu peraturan yang lebih bersifat khusus yang lebih bersifat keras dan lebih berat bagi anggota militer, hal itu dikarenakan karena ada beberapa perbuatan yang hanya dapat dilakukan oleh tentara saja bersifat asli militer dan tidak berlaku bagi masyarakat umum, seperti : menolak perintah dinas, melawan perintah atasan (insubordinasi) dan desersi. Prajurit TNI dalam bertindak selalu berpegang pada Sapta Marga dan Sumpah Prajurit. Nilai-nilai Sapta Marga dan Sumpah Prajurit perlu dihayati dan diresapi oleh prajurit TNI, sehingga setiap prajurit TNI memiliki sendi-sendi disiplin yang kuat dan kukuh. Ketentuan yang mengatur perilaku anggota TNI yang dituangkan dalam bentuk peraturan disiplin, yaitu tertuang dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 1997 tentang Hukum Disiplin Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, merupakan

3 pedoman perilaku yang senantiasa dipegang oleh anggota TNI dalam menjalankan tugasnya sehari-hari. Namun, ada juga anggota TNI yang berperilaku menyimpang sehingga melanggar peraturan disiplin, bahkan melanggar ketentuan pidana. Pelanggaran ketentuan hukum pidana yang dilakukan oleh setip anggota TNI akan diproses sesuai dengan ketentuan hukum pidana yang berlaku, yaitu diproses dan diajukan ke pengadilan militer. Perbuatan yang melanggar hukum tersebut membawa konsekuensi bagi anggota TNI untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya dalam sidang pengadilan sesuai dengan ketentuan hukum pidana yang berlaku. Namun berdasarkan pengamatan di lapangan, adakalanya anggota TNI yang melakukan tindak pidana, tidak diperiksa dan diadili di pengadilan militer, melainkan cukup diperiksa dalam siding disiplin militer. Bagi anggota Militer diperlukan hukum pidana tersendiri karena militer/tni merupakan suatu organisasi yang dibentuk untuk mempertahankan keamanan negara. Oleh karena itu mereka dididik dan dibina secara khusus, guna melaksanakan tugas yang berat, yakni mempertahankan keamanan negara. Ancaman hukuman/pidana dalam hukum Pidana Umum/KUHP dirasakan kurang memadai/berat bagi seorang militer. Sistem pemidanaan dalam KUHP tidak sesuai dengan sistem pemidanaan bagi seorang militer. Pemidanaan bagi seorang militer lebih diutamakan yang bersifat pembinaan. Oleh karena itu, bagi anggota militer ada Hukum Pidana Militer/KUHPM, ada pula Hukum Disiplin Militer (Tri Andrisman, 2009 :21).

4 Tindak pidana penyalahgunaan Narkotika telah merasuki kalangan TNI. Padahal mereka merupakan komponen utama dalam sistem pertahanan negara, dan merupakan alat negara yang bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara, serta diharapkan mampu memberikan contoh kepada masyarakat untuk tidak melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika, mengingat TNI di Indonesia identik dengan suatu institusi yang anggotanya sangat taat dan disiplin terhadap hukum yang berlaku. Namun dalam kenyataannya banyak anggota TNI yang melakukan suatu tindak pidana, salah satunya adalah tindak pidana penyalahgunaan narkotika. Contoh kasus adanya oknum TNI AD yang bernama Andy Murfy dengan pangkat Sersan Satu (Sertu) dari kesatuan Korem 043/Gatam yang melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika. Dari hasil pemeriksaan tes urine yang dilakukan oleh Tim Kesehatan Kodam II/Sriwijaya terhadap anggota jajaran Korem 043/Gatam ia terbukti telah mengkonsumsi Metamfetamine yang terdaftar sebagai golongan II nomor urut 9 lampiran Undang-Undang RI Nomor 5 tahun 1997 Tentang Psikotropika. Perbuatan tersebut telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana sebagaimana dirumuskan dan diancam dengan pidana yang tercantum dalam Pasal : 62 Undang-Undang RI Nomor 5 tahun 1997 Tentang Psikotropika. Tujuan majelis hakim tidaklah semata-mata hanya memidana orang-orang yang bersalah melakukan tindak pidana, tetapi juga mempunyai tujuan untuk mendidik agar yang bersangkutan dapat insaf dan kembali ke jalan yang benar menjadi warga negara dan prajurit yang baik sesuai dengan falsafah Pancasila dan Sapta Marga. Oleh

5 karena itu sebelum Majelis Hakim menjatuhkan pidana atas perbuatan tersebut perlu lebih dahulu memperhatikan hal-hal yang dapat meringankan dan memberatkan pidananya. Majelis Hakim berpendapat bahwa ia terbukti bersalah dam memidana terdakwa dengan penjara selama 4 (empat) bulan, menetapkan selama terdakwa menjalani penahanan dikurangkan sepenuhnya dari pidana yang dijatuhkan dan denda sebesar Rp. 500.000,00-(lima ratus ribu rupiah) subsider kurungan selama 1 (satu) bulan. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan kajian secara ilmiah tentang PertanggungJawaban Pidana Anggota TNI AD yang Menyalahgunakan Narkotika. B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana yang dikemukakan pada uraian di atas, maka yang menjadi fokus permasalahan yang akan di bahas adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap anggota TNI AD yang menyalahgunakan narkotika? 2. Apakah dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap anggota TNI AD yang menyalahgunakan narkotika dalam putusan No : PUT/128-K/PM I- 04/AD/VIII/2007?

6 2. Ruang Lingkup Adapun yang menjadi ruang lingkup dari permasalahan yang telah dikemukakan di atas adalah ilmu tentang hukum pidana khusus yaitu hukum pidana militer. Sementara itu yang menjadi substansi dalam permasalahan ini yaitu pertanggungjawaban pidana anggota TNI AD yang menyalahgunakan narkotika. Adapun lingkup wilayah dari permasalahan ini yaitu Dilmil (Pengadilan Militer) I-04 Palembang. C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Setiap penelitian harus mempunyai tujuan penelitian yang jelas agar tepat mengenai sasaran yang dikehendaki. Tujuan penelitian merupakan target yang ingin dicapai baik secara solusi atas masalah yang dihadapi, maupun untuk memenuhi kebutuhan perseorangan. Dalam hal ini penelitian penelitian ini bertujuan : a. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana terhadap pidana terhadap anggota TNI AD yang menyalahgunakan narkotika b. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana anggota TNI AD yang menyalahgunakan narkotika dalam putusan No : PUT/128-K/PM I- 04/AD/VIII/2007

7 2. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan penelitian ini dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu : a. Kegunaan Teoritis 1) Memberikan masukan ilmu pengetahuan dalam ilmu hukum pada umumnya berkaitan dengan masalah Pertanggumgjawaban Pidana Anggota TNI AD yang menyalahgunakan Narkotika. 2) Hasil penelitian ini dapat menambah referensi sebagai bahan acuan penelitian yang akan datang. b. Kegunaan Praktis 1) Memberikan jawaban terhadap masalah yang diteliti. 2) Mengembangkan daya kreativitas dalam penalaran sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh. 3) Memberikan masukan serta tambahan pengetahuan dibidang hukum terutama tentang tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang dilakukan anggota TNI AD.

8 D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis Kerangka Teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi dari hasil-hasil pemikiran atau kerangka acuan pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan kesimpulan terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti (Soerjono Soekanto, 1986:125). Pertanggungjawaban pidana dalam istilah asing tersebut juga dengan teorekenbaardheid atau criminal responsibility yang menjurus kepada pemidanaan petindak dengan maksud untuk menentukan apakah seseorang terdakwa atau tersangka dipertanggung jawabkan atas suatu tindakan pidana yang terjadi atau tidak (Saefudien 2011:124). Pertanggungjawaban pidana menjurus kepada pemidanaan pelaku, jika telah melakukan suatu tindak pidana dan memenuhi unsur-unsur yang telah melakukan suatu tindak pidana dan memenuhi unsur-unsur yang telah ditentukan oleh undangundang. Dilihat dari terjadinya perbuatan yang telah dilarang, ia akan diminta pertanggungjawaban apabila perbuatan tersebut melanggar hukum. Dilihat dari sudut kemampuan bertanggungjawab maka hanya orang yang mampu bertanggungjawab yang hanya diminta pertanggungjawaban. Pada umumnya, seseorang mampu bertanggungjawab dapat dilihat dari beberapa hal yaitu :

9 1. Keadaan Jiwanya: a. Tidak terganggu penyakit terus menerus atau sementara b. Tidak cacat dalam pertumbuhan (gila,idiot dan sebagainya) c. Tidak terganggu karena terkejut (Hipnotisme, amarah yang meluap dan sebagainya). 2. Kemampuan Jiwanya: a. Dapat menginsyafi hakekat dari perbuatannya b. Dapat menentukan kehendaknya atas tindakan tersebut, apakah dilaksanakan atau tidak c. Dapat mengetahui ketercelaan dari tindakan tersebut. Kemampuan bertanggungjawab merupakan unsur kesalahan, oleh karena itu untuk membuktikan unsur kesalahan tersebut, maka unsur pertanggungjawaban harus juga dibuktikan, namun demikian untuk membuktikan adanya unsur kemampuan bertanggungjawab itu sangat sulit dan membutuhkan waktu dan biaya, maka dalam praktek dipakai faksi yaitu bahwa setiap orang dianggap mampu bertanggungjawab kecuali ada tanda-tanda yang menunjukkan lain. Maka dari keterangan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian pertanggung jawaban pidana yaitu kemampuan seseorang untuk menerima resiko dari perbuatan yang diperbuatnya sesuai dengan undang-undang.

10 Pertanggungjawabaan yang akan dibahas adalah menyangkut tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang berstatus militer dan sudah ada perumusan undangundang untuk tindak pidana yang bersangkutan. Perbuatan yang melanggar hukum tersebut membawa konsekuensi bagi anggota TNI untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya dalam sidang pengadilan sesuai dengan ketentuan hukum pidana yang berlaku. Teori/dasar pertimbangan hakim adalah hakim di beri kebebasan untuk menjatuhkan dalam setiap pengadilan perkara tindak pidana, hal tersebut sesuai dengan bunyi Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal (1) menyebutkan bahwa kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia. Dalam menjatuhkan putuasan tersebut hakim harus memiliki pertimbangan, dimana pertimbangan tersebut merupakan bagian dari setiap putusan, ditegaskan dalam Pasal 14 ayat (2) Undang- Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan merupakan dasar/landasan bagi hakim untuk menentukan keyakinan hakim itu sendiri dalam menentukan kesalahan terdakwa dan pembuktian dalam proses persidangan, pembuktiaan memiliki asas mimimum pembuktian yang dipergunakan sebagai pedoman dalam menilai cukup

11 atau tidaknya alat bukti untuk membuktikan salah atau tidaknya terdakwa, dipertegas dengan Pasal 183 KUHAP yang menyatakan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang melakukannya. Pertimbangan hakim sangatlah berpengaruh terhadap putusan hakim tentang berat ringannya penjatuhan hukuman atau sentencing (straftoemeting), atau yang disebut dengan pemidanaan. 2. Konseptual Menurut Soerjono Soekanto (1986: 124) kerangka konseptual adalah suat u kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang ingin diteliti, baik dalam penelitai empiris maupun normatif. Hal ini dilakukan dan dimaksudkan agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam melakukan penelitian. Maka disini akan dijelaskan tentang pengertian pokok yang dijadikan konsep dalam penelitian, sehingga akan memberikan batasan yang tetap dalam penafsiran terhadap beberapa istilah. Istilah-istilah yang dimaksud adalah sebagai berikut : a. Pertanggungjawaban Pidana adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu pemidanaan petindak dengan maksud apakah seseorang terdakwa atau tersangka dipertanggungjawabkan atas suatu tindak pidana yang terjadi atau tidak (Saifudien 2011:86).

12 b. Anggota TNI AD adalah warga negara Indonesia yang dilatih secara khusus, dipersiapkan dan dipersenjatai untuk tugas-tugas pertahanan negara guna menghadapi ancaman militer maupun ancaman bersenjata lainya (Tri Andrisman, 2009:18) c. Penyalahgunaan Narkotika adalah penyalahgunaan Narotika dan obat-obatan yang dapat menurunkan aktivitas otak atau merangsang susunan syaraf pusat yang menyebabkan kelainan perilaku (UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika). E. Sistematika Penulisan Supaya mempermudah dan memahami penulisan ini secara keseluruhan, maka penulisan skripsi ini dibagi menjadi 5 (lima) bab dengan sistematika yang tersusun sebagai berikut : I. PENDAHULUAN Pada bab ini menguraikan tentang latar belakang, permasalahan dan ruang lingkup penelitian, tujuan dan kegunaan penelitian, yang dilengkapi dengan kerangka teoritis dan konseptual serta sistematika penulisan. II. TINJAUN PUSTAKA Bab ini berisikan tinjauan pustaka yang merupakan pengaturan dalam suatu pembahasan tentang pokok-pokok permasalahan pengertian pertanggungjawaban pidana, pengertian tindak pidana, unsur-unsur tindak pidana, pengertian tindak pidana

13 militer, pengertian narkotika, bahaya penyalahgunaan narkotika, pertanggungjawaban pidana penyalahgunaan narkotika. III. METODE PENELITIAN Bab ini menguraikan tentang metode yang akan digunakan dalam penelitian berupa langkah-langkah yang akan digunakan dalam melakukan pendekatan masalah, sumber dan jenis data, prosedur pengumpulan data dan pengolahan data serta analisis data. IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini membahas pokok-pokok permasalahan yang ada dalam skripsi serta menguraikan pembahasan dan memberikan masukan serta penjelasan tentang pertanggungjawaban pidana terhadap anggota TNI AD yang menyalahgunakan narkotika. V. PENUTUP Merupakan penutup dari penilisan skripsi yang secara singkat berisikan tentang hasil pembahasan dari penelitian yang telah dilakukan dan kesimpulan serta saran yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas.