RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN WILAYAH PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

dokumen-dokumen yang mirip
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN WILAYAH PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN WILAYAH PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN WILAYAH PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 20/PRT/M/2011 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI KABUPATEN/KOTA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 02/PRT/M/2014 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN RUANG DI DALAM BUMI

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG PENGAMBILALIHAN AKTIVITAS BISNIS TENTARA NASIONAL INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN KABUPATEN TEMANGGUNG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2013 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KOMPONEN CADANGAN PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2014, No.31 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL. BAB I K

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

No Laut Kepulauan (archipelagic sea lane passage) dan jalur udara di atasnya untuk keperluan lintas kapal dan Pesawat Udara Asing sesuai denga

TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG KOORDINASI PEMULANGAN TENAGA KERJA INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG PENGAMBILALIHAN AKTIVITAS BISNIS TENTARA NASIONAL INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2013 TENTANG

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA DINAS PENATAAN RUANG DAN PERMUKIMAN Jl. Willem Iskandar No. 9 Telepon : (061) M E D A N

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tamba

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2018, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Wilayah Udara adalah wilayah kedaulatan udara di a

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 50 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG KOORDINASI PEMULANGAN TENAGA KERJA INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/PRT/M/2011 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN JALAN KHUSUS

2012, No Mengingat dengan peruntukan dan fungsi kawasan hutan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebag

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 154 TAHUN 2014 TENTANG KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2012 TENTANG KOORDINASI PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2011 TENTANG KEBUN RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 04/PRT/M/2012 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG JARINGAN DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2005 TENTANG BADAN KOORDINASI KEAMANAN LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2012 TENTANG KOORDINASI PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

2016, No Indonesia Tahun 2004 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang P

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor : 11 /PRT/M/2011 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN JALAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2005 TENTANG TUNJANGAN JABATAN STRUKTURAL DI LINGKUNGAN ORGANISASI TENTARA NASIONAL INDONESIA

Transkripsi:

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN WILAYAH PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara dan Pasal 17 ayat (7) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penataan Wilayah Pertahanan Negara; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENATAAN WILAYAH PERTAHANAN NEGARA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup dan melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. 2. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. 3. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang. 4. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional. 5. Wilayah Pertahanan Negara yang selanjutnya disebut wilayah pertahanan adalah wilayah yang ditetapkan untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan keutuhan bangsa dan negara. 6. Rencana Wilayah Pertahanan yang selanjutnya disingkat RWP adalah hasil perencanaan wilayah yang mengindikasikan lokasi wilayah pertahanan untuk kepentingan pertahanan negara. 7. Rencana Rinci Wilayah Pertahanan yang selanjutnya disingkat RRWP adalah jabaran dari perencanaan wilayah yang mengindikasikan lokasi wilayah pertahanan, sesuai matra Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat, Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut, dan Tentara

2 Nasional Indonesia Angkatan Udara yang dibuat secara rinci untuk kepentingan pertahanan negara. 8. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 9. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 10. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan. Pasal 2 Lingkup penataan wilayah pertahanan meliputi: a. penetapan wilayah pertahanan negara; b. tata cara penyusunan rencana tata ruang kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan pertahanan dan keamanan; c. perencanaan wilayah pertahanan; d. pemanfaatan wilayah pertahanan; dan e. pengendalian pemanfaatan wilayah pertahanan. Pasal 3 (1) Sebagian atau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan pertahanan negara baik pada masa damai maupun dalam keadaan perang. (2) Pada masa damai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia digunakan sebagai wilayah pertahanan untuk kepentingan pembangunan dan pembinaan kemampuan pertahanan sebagai perwujudan daya tangkal bangsa. (3) Dalam keadaan perang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia digunakan sebagai wilayah pertahanan untuk kepentingan perang. Pasal 4 Pelaksanaan penataan wilayah pertahanan dilakukan secara terintegrasi dengan penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota. BAB II PENETAPAN WILAYAH PERTAHANAN Bagian Kesatu Umum Pasal 5 (1) Wilayah pertahanan ditetapkan oleh Pemerintah untuk memberi jaminan kepastian terhadap keberadaan wilayah pertahanan. (2) Wilayah pertahanan ditetapkan dengan memperhatikan kepentingan daerah dan fungsi pertahanan. (3) Wilayah pertahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. wilayah pertahanan darat; b. wilayah pertahanan laut; dan c. wilayah pertahanan udara. Pasal 6 Wilayah pertahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 berupa: a. pangkalan militer dan/atau kesatrian; b. daerah latihan militer; c. instalasi militer;

3 d. kepentingan pertahanan udara yang meliputi: daerah terbatas (restricted area), daerah terlarang (prohibited area) dan zona identifikasi pertahanan udara (air defence identification zone/adiz); e. daerah uji coba peralatan dan persenjataan militer; f. daerah penyimpanan barang-barang eksplosif dan berbahaya lainnya; g. daerah disposal amunisi dan peralatan pertahanan berbahaya lainnya; h. obyek vital nasional yang bersifat strategis; dan/atau i. aset pertahanan lainnya. Pasal 7 Wilayah pertahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a dan huruf b tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. Pasal 8 (1) Wilayah pertahanan tidak dapat dialihfungsikan untuk kepentingan di luar fungsi pertahanan. (2) Dalam hal wilayah pertahanan tidak efektif dan tidak efisien untuk kepentingan pertahanan dan/atau terdapat kepentingan pembangunan nasional yang lebih besar, wilayah pertahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dialihfungsikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Alih fungsi wilayah pertahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan syarat: a. telah disiapkan wilayah pengganti; b. wilayah pengganti harus memenuhi persyaratan sebagai wilayah pertahanan; dan c. dilakukan sesuai dengan mekanisme dan tata cara yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Cat: Rumusan pasal 8 akan diperbaiki, terkait ayat (1) dan (2) yang tidak sinkron. Pasal 9 (1) Wilayah pertahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dapat ditetapkan sebagai kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan pertahanan dan keamanan. (2) Wilayah pertahanan yang ditetapkan sebagai kawasan strategis nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun rencana tata ruangnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Tata Cara Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional dari Sudut Kepentingan Pertahanan dan Keamanan Pasal 10 Tata cara penyusunan rencana tata ruang kawasan strategis nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 meliputi: a. proses penyusunan rencana tata ruang kawasan strategis nasional; b. pelibatan peran masyarakat pada tingkat nasional dalam penyusunan rencana tata ruang kawasan strategis nasional; dan c. pembahasan rancangan rencana tata ruang kawasan strategis nasional oleh pemangku kepentingan di tingkat nasional. Pasal 11 Proses penyusunan rencana tata ruang kawasan strategis nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a dilakukan melalui tahapan: a. persiapan penyusunan, meliputi: 1. penyusunan kerangka acuan kerja; 2. penentuan metodologi yang digunakan; 3. penganggaran kegiatan penyusunan rencana tata ruang kawasan strategis nasional; dan

4 4. pelibatan unsur TNI. b. pengumpulan data, paling sedikit meliputi: 1. data wilayah administrasi; 2. data fisiografis; 3. data kependudukan; 4. data kondisi sosial; 5. data ekonomi dan keuangan; 6. data ketersediaan prasarana dan sarana dasar; 7. data penggunaan lahan; 8. data peruntukan ruang; 9. data sumber daya alam dan lingkungan hidup; dan 10. peta dasar rupa bumi dan peta tematik yang dibutuhkan. c. pengolahan data dan analisis paling sedikit meliputi teknik analisis yang terkait dengan nilai strategis kawasan yang dimilikinya. d. perumusan konsepsi rencana paling sedikit harus: 1. mengacu pada: a) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; b) RWP; c) Kebijakan Umum Pertahanan Negara; d) Kebijakan Penyelenggaraan Pertahanan Negara; e) RRWP; dan f) pedoman dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang dan pertahanan. 2. memperhatikan: a) rencana tata ruang pulau/kepulauan; b) rencana tata ruang wilayah provinsi dan/atau rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota yang menjadi bagian dari kawasan strategis nasional atau dimana kawasan strategis nasional terletak; c) rencana pembangunan jangka panjang nasional; dan d) rencana pembangunan jangka menengah nasional; 3. merumuskan: a) tujuan, kebijakan, dan strategi pengembangan kawasan strategis nasional; b) konsep pengembangan kawasan strategis nasional; dan c) penyusunan rancangan Peraturan Presiden tentang rencana tata ruang kawasan strategis nasional yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 12 Penetapan rencana tata ruang kawasan strategis nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB III PERENCANAAN WILAYAH PERTAHANAN Bagian Kesatu Umum Pasal 13 Perencanaan wilayah pertahanan negara dilaksanakan untuk menghasilkan: a. RWP; dan b. RRWP. Pasal 14 RWP dan RRWP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 merupakan salah satu acuan dalam menyusun rencana tata ruang wilayah beserta rencana rincinya.

5 Bagian Kedua Rencana Wilayah Pertahanan Pasal 15 (1) RWP memuat ketentuan mengenai: a. penetapan wilayah pertahanan; b. perencanaan wilayah pertahanan; c. pemanfaatan wilayah pertahanan; dan d. pengendalian pemanfaatan wilayah pertahanan. (2) Muatan RWP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah ini. Pasal 16 RWP disusun dengan memperhatikan: a. kebijakan dan strategi pertahanan negara; b. sistem pertahanan negara; c. ketersediaan sumber daya dan sarana prasarana nasional; d. kesejahteraan dan kepentingan masyarakat; dan e. rencana tata ruang wilayah beserta rencana rincinya. Pasal 17 RWP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 memuat lokasi wilayah pertahanan. Pasal 18 (1) RWP berlaku selama 20 (dua puluh) tahun dan ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun (2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundangundangan, perubahan batas territorial yang ditetapkan dengan Undang- Undang, perubahan kebijakan nasional di bidang pertahanan, RWP dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Pasal 19 (1) RWP yang memuat lokasi wilayah pertahanan berupa pangkalan dan/atau kesatrian dan/atau daerah latihan militer digambarkan dalam peta dengan skala 1:1.000.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. (2) RWP yang memuat lokasi wilayah pertahanan selain yang berupa pangkalan dan/atau kesatrian serta daerah latihan militer diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Ketiga Rencana Rinci Wilayah Pertahanan Pasal 20 (1) RRWP merupakan alat operasionalisasi RWP dan sebagai dasar untuk mengembangkan sarana dan prasarana pertahanan. (2) RRWP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. RRWP Darat; b. RRWP Laut; dan c. RRWP Udara. Pasal 21 (1) RRWP disusun secara terintegrasi dan terkoordinasi antarmatra darat, laut, dan udara, serta memperhatikan RWP. (2) RRWP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh masing-masing Kepala Staf Angkatan.

6 (3) RRWP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Menteri setelah memperhatikan saran dari Panglima TNI. Pasal 22 (1) Jangka waktu berlakunya RRWP adalah 20 (dua puluh) tahun sejak ditetapkannya RWP dan ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. (2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundangundangan, perubahan batas territorial yang ditetapkan dengan Undang- Undang, perubahan kebijakan nasional di bidang pertahanan, RRWP dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. BAB IV PEMANFAATAN WILAYAH PERTAHANAN Bagian Kesatu Umum Pasal 23 (1) Wilayah pertahanan dimanfaatkan oleh TNI dalam rangka memperkuat kemampuan pertahanan dan menjaga kedaulatan negara. (2) Pemanfaatan wilayah pertahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan sesuai dengan RWP dan RRWP. Pasal 24 Dalam pemanfaatan wilayah pertahanan, TNI dapat melibatkan peran masyarakat dalam kegiatan untuk menjaga kepentingan pertahanan. Pasal 25 Pemanfaatan wilayah pertahanan dilakukan berdasarkan pedoman, standar, dan kriteria teknis yang ditetapkan oleh Menteri. Bagian Kedua Arahan Pemanfaatan Wilayah Pertahanan Negara Pasal 26 Pemanfaatan wilayah pertahanan dilakukan dengan tidak mengganggu fungsi alam [lingkungan hidup], bentang alam, dan ekosistem alami, dan memperhatikan peningkatan nilai tambah bagi wilayah pertahanan yang bersangkutan. Pasal 27 (1) Pemanfaatan wilayah pertahanan dapat dilakukan sepanjang tidak mengganggu fungsi pertahanan. (2) Kegiatan pada wilayah pertahanan yang tidak terkait dengan kepentingan pertahanan dapat dilaksanakan sepanjang tidak mengganggu fungsi pertahanan. (3) Dalam hal tertentu, pemanfaatan wilayah pertahanan yang dapat mengganggu fungsi wilayah pertahanan diperkenankan setelah mendapat persetujuan Menteri. (4) Pemanfaatan wilayah pertahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 28 Pemanfaatan wilayah pertahanan yang berupa pangkalan dan/atau kesatrian dilaksanakan dengan ketentuan: a. diperbolehkan untuk kegiatan pemanfaatan wilayah di sekitar pangkalan dan/atau kesatrian yang dapat mendukung fungsi pangkalan dan/atau

7 kesatrian; b. tidak diperbolehkan untuk kegiatan pemanfaatan wilayah di sekitar pangkalan dan/atau kesatrian yang dapat menghilangkan dan atau mengurangi fungsi kawasan, kegiatan pemanfaatan wilayah di sekitar pangkalan dan/atau kesatrian khususnya pangkalan angkatan laut yang dapat menimbulkan bahaya bagi operasional pelayaran untuk kepentingan pertahanan, dan kegiatan pemanfaatan wilayah di sekitar pangkalan dan/atau kesatrian khususnya pangkalan angkatan udara yang dapat menimbulkan bahaya bagi operasional penerbangan untuk kepentingan pertahanan; dan c. dibolehkan bersyarat untuk kegiatan pemanfaatan wilayah di sekitar pangkalan dan/atau kesatrian yang dapat berpotensi menghilangkan dan/atau mengurangi fungsi utama kawasan. Pasal 29 Pemanfaatan wilayah pertahanan yang berupa daerah latihan militer dilaksanakan dengan ketentuan: a. diperbolehkan untuk kegiatan pemanfaatan wilayah di sekitar daerah latihan militer yang dapat mendukung fungsi daerah latihan militer dan kegiatan dalam rangka latihan militer dan/atau uji coba peralatan dan persenjataan militer; b. tidak diperbolehkan untuk kegiatan pemanfaatan wilayah di sekitar daerah latihan militer yang dapat membahayakan keselamatan, kegiatan pemanfaatan wilayah di sekitar daerah latihan militer yang dapat mengganggu operasional latihan; dan c. dibolehkan bersyarat untuk kegiatan pemanfaatan wilayah di sekitar daerah latihan militer yang berpotensi dapat mengganggu keselamatan dan operasional latihan. Pasal 30 Pemanfaatan wilayah pertahanan yang berupa instalasi militer dilaksanakan dengan ketentuan: a. diperbolehkan untuk kegiatan pemanfaatan wilayah di sekitar instalasi militer yang dapat mendukung fungsi instalasi militer; b. tidak diperbolehkan untuk kegiatan pemanfaatan wilayah di sekitar instalasi militer yang dapat mengganggu, mengurangi dan/atau menghilangkan fungsi instalasi militer; dan c. dibolehkan bersyarat untuk kegiatan pemanfaatan wilayah di sekitar instalasi militer yang berpotensi dapat mengganggu, mengurangi dan/atau menghilangkan fungsi instalasi militer. Pasal 31 Pemanfaatan wilayah pertahanan yang berupa kepentingan pertahanan udara dilaksanakan dengan ketentuan: a. diperbolehkan untuk kegiatan pemanfaatan wilayah di sekitar kepentingan pertahanan udara yang dapat mendukung fungsi pertahanan udara; b. tidak diperbolehkan untuk kegiatan pemanfaatan wilayah di sekitar kepentingan pertahanan udara yang dapat mengganggu, mengurangi dan/atau menghilangkan fungsi pertahanan udara; dan c. diperbolehkan bersyarat untuk kegiatan pemanfaatan wilayah di sekitar kepentingan pertahanan udara yang tidak berpotensi dapat mengganggu, mengurangi dan/atau menghilangkan fungsi pertahanan udara. Pasal 32 Pemanfaatan wilayah pertahanan yang berupa daerah uji coba peralatan dan persenjataan militer dilaksanakan dengan ketentuan: a. diperbolehkan untuk kegiatan pemanfaatan wilayah disekitar daerah uji coba peralatan dan persenjataan militer yang dapat mendukung dan mempertahankan fungsi utamanya; b. tidak diperbolehkan untuk kegiatan pemanfaatan wilayah disekitar daerah uji coba peralatan dan persenjataan militer yang dapat membahayakan

8 keselamatan, mengganggu operasional uji coba; dan c. dibolehkan bersyarat untuk kegiatan pemanfaatan wilayah disekitar daerah uji coba peralatan dan persenjataan militer yang berpotensi membahayakan dan mengganggu operasional uji coba. Pasal 33 Pemanfaatan wilayah pertahanan yang berupa daerah penyimpanan barangbarang eksplosif dan berbahaya lainnya dilaksanakan dengan ketentuan: a. diperbolehkan untuk kegiatan pemanfaatan wilayah di sekitar daerah penyimpanan barang-barang eksplosif dan berbahaya lainnya yang dapat mendukung dan atau meningkatkan aspek keamanan; b. tidak diperbolehkan untuk kegiatan pemanfaatan wilayah di sekitar daerah penyimpanan barang-barang eksplosif dan berbahaya lainnya yang dapat membahayakan keselamatan lingkungan; dan c. dibolehkan bersyarat untuk kegiatan pemanfaatan wilayah disekitar daerah penyimpanan barang-barang eksplosif dan berbahaya lainnya yang dapat berpotensi menimbulkan bahaya keselamatan lingkungan. Pasal 34 Pemanfaatan wilayah pertahanan yang berupa daerah disposal amunisi dan peralatan pertahanan berbahaya lainnya dilaksanakan dengan ketentuan: a. diperbolehkan untuk kegiatan pemanfaatan wilayah disekitar daerah disposal amunisi dan peralatan pertahanan berbahaya lainnya yang dapat mendukung dan mempertahankan fungsi utamanya; b. tidak diperbolehkan untuk kegiatan pemanfaatan wilayah disekitar daerah disposal amunisi dan peralatan pertahanan berbahaya lainnya yang dapat membahayakan keselamatan, mengganggu, menghilangkan dan/atau mengurangi fungsi utamanya; dan c. dibolehkan bersyarat untuk kegiatan pemanfaatan wilayah disekitar daerah disposal amunisi dan peralatan pertahanan persenjataan militer yang berpotensi membahayakan keselamatan, mengganggu, menghilangkan dan/atau mengurangi fungsi utamanya. Pasal 35 Pemanfaatan wilayah pertahanan yang berupa obyek vital nasional yang bersifat strategis dilaksanakan dengan ketentuan: a. diperbolehkan untuk kegiatan pemanfaatan wilayah disekitar obyek vital nasional yang besifat strategis dan/atau aset pertahanan lainnya yang mendukung dan menunjang fungsi utamanya; b. tidak diperbolehkan untuk kegiatan pemanfaatan wilayah disekitar obyek vital nasional yang besifat strategis dan/atau aset pertahanan lainnya yang dapat membahayakan keselamatan, mengganggu, menghilangkan dan/atau mengurangi fungsi utamanya; dan c. dibolehkan bersyarat untuk kegiatan pemanfaatan wilayah disekitar obyek vital nasional yang besifat strategis dan/atau aset pertahanan lainnya yang dapat berpotensi membahayakan keselamatan, mengganggu, menghilangkan dan/atau mengurangi fungsi utamanya. Bagian Kedua Pembangunan dan Pengembangan Wilayah Pertahanan Pasal 36 (1) Dalam rangka pembangunan atau pengembangan wilayah pertahanan, dilaksanakan pengadaan tanah. (2) Pengadaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 37 (1) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah harus menyediakan lahan untuk pembangunan pangkalan, kesatrian, dan/atau instalasi militer dalam wilayah atau bagian wilayahnya.

9 (2) Penyediaan lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas usul Menteri. (3) Wilayah atau bagian wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan fungsinya dengan fungsi dan kegiatan pangkalan, kesatrian, dan/atau instalasi militer. Pasal 38 Pemerintah dan/atau pemerintah daerah harus menyediakan lahan untuk daerah latihan militer bagi satuan TNI dari tingkat latihan perorangan sampai dengan tingkat latihan gabungan TNI. Pasal 39 (1) Daerah latihan militer disediakan untuk satuan TNI pada skala nasional, skala provinsi, dan skala kabupaten. (2) Pada skala nasional, daerah latihan militer paling sedikit terdapat 3 (tiga) daerah latihan gabungan TNI. (3) Pada skala provinsi, daerah latihan militer paling sedikit terdapat 1 (satu) daerah latihan gabungan TNI setingkat: a. Batalyon TNI AD; b. Gugus Tempur Laut guna mendukung pasukan pendarat marinir TNI AL; dan/atau c. Skadron Udara atau Batalyon Paskhas TNI AU. (4) Pada skala kabupaten, daerah latihan militer paling sedikit terdapat 1 (satu) daerah latihan TNI setingkat Kompi atau Kompi Pertempuran. Pasal 40 (1) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyiapkan wilayahnya untuk digunakan sebagai daerah latihan militer yang bersifat sementara atau tidak tetap. (2) Penyiapan wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi aspek geografi, demografi, serta infrastruktur pendukung penyelenggaraan kepentingan pertahanan. (3) Penggunaan wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan hak-hak masyarakat, nilai sosial budaya masyarakat, dan keseimbangan ekosistem. (4) Penggunaan daerah latihan militer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan dengan instansi yang berwenang. BAB V PENGENDALIAN PEMANFAATAN WILAYAH PERTAHANAN Pasal 41 (1) Pengendalian pemanfaatan wilayah pertahanan dilakukan melalui pemantauan, pengawasan, dan penertiban. (2) Pengendalian pemanfaatan wilayah pertahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. Pasal 42 Pemantauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) diselenggarakan melalui pengelolaan sistem informasi dan komunikasi. Pasal 43 Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) dilaksanakan melalui supervisi dan pelaporan. Pasal 44 (1) Penertiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) dilakukan berdasarkan hasil pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43.

10 (2) Penertiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pemulihan fungsi ruang sesuai dengan RWP dan RRWP. (3) Penertiban dilaksanakan oleh aparatur pemerintah daerah dan Tentara Nasional Indonesia sesuai dengan kewenangannya. BAB VI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 45 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penataan wilayah pertahanan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti dengan Peraturan Pemerintah ini. BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 46 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal... PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal... MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, AMIR SYAMSUDIN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN... NOMOR... 8.