NOMOR 09 TAHUN 2010 TENTANG KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG

dokumen-dokumen yang mirip
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 1 TAHUN 2011

BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 7 TAHUN TENTANG KERJASAMA DAERAH

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH DENGAN PIHAK LUAR NEGERI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 Mengingat d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu mengatur kerjasama Pemerintah dan badan u

BUPATI PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG KEMITRAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR :14 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 12 / PRT / M / 2010 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA PENGUSAHAAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MEMUTUSKAN :

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2010 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

(disempurn BUPATI SRAGEN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAERAH

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAN INOVASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN,

BUPATI BOALEMO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOALEMO NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOALEMO,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

- 1 - PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

WALIKOTA SORONG PERATURAN DAERAH KOTA SORONG NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH DENGAN PIHAK KETIGA

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 39 TAHUN 2017 TENTANG TAHAPAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN NO : 14 / LD/2009

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 164 /PMK.06/2014 TENTANG

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 164/PMK.06/2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJASAMA DAERAH

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

WALI KOTA BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DAERAH

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

BUPATI LAMANDAU PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KERJA SAMA DAERAH DI KABUPATEN LAMANDAU

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 15 tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Daerah Istimewa Yogyakarta;

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2010 NOMOR : 12 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 12 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DAERAH

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan tujuan dari penelitian ini yaitu mengenai hal skema penjaminan

BUPATI KAPUAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 24 TAHUN 2007

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJA SAMA DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2010 NOMOR : 12 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 12 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DAERAH

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJA SAMA DAERAH

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT. NOMOR : 43 Tahun 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES,

BUPATI BLITAR PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA DEPARTEMEN DALAM NEGERI DENGAN LEMBAGA ASING NONPEMERINTAH

BUPATI BANGLI PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGLI NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 12 TAHUN 2012

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 27 Tahun 2008 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 38 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA ANTAR DAERAH DAN ANTARA PEMERINTAH DAERAH DENGAN SWASTA/MASYARAKAT

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENJELASAN ATAS RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR... TAHUN... TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DAERAH

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2009 NOMOR : 24 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 24 TAHUN 2009 TENTANG MEKANISME KERJASAMA ASET DAERAH

RAPERDA PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2009 TENTANG KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

Transkripsi:

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG Nomor 09 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 09 TAHUN 2010 TENTANG KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG Menimbang : a. bahwa berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dapat mengadakan kerjasama didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektifitas pelayanan publik, sinergi dan saling menguntungkan; b. bahwa dalam rangka meningkatkan kuantitas, kualitas pengelolaan, pemeliharaan, penyediaan infrastruktur, dan meningkatkan sumber pendapatan asli daerah serta kesejahteraan rakyat, Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2004 tentang Kerjasama Daerah sudah tidak sesuai; c. bahwa sehubungan dengan pertimbangan sebagaimana tersebut huruf a dan huruf b diatas, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Kerjasama Daerah; Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Repulik Indonesia Nomor 3817); 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Repulik Indonesia Nomor 3821); 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3882); /4. Undang...

-2-4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Propinsi Banten (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara nomor 4010 ); 5. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4829); 6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah dua kali diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Darah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844); 7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran negara Tahun 2007 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); 8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4761);/ 9. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2010 tentang Peraturan Atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur /Dengan...

-3- Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TANGERANG Dan BUPATI TANGERANG MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG KERJASAMA DAERAH BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Tangerang. 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat Daerah sebagai unsur Penyelenggara Pemerintahan Daerah. 3. Bupati adalah Bupati Tangerang. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tangerang yang selanjutnya disebut DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 5. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah perangkat daerah dilingkungan Pemerintah Daerah. 6. Kerjasama daerah adalah kesepakatan antara Bupati dengan Gubernur atau antara Bupati dengan Wali Kota atau Bupati dengan Bupati yang lain, atau Bupati dengan Pihak Ketiga yang dibuat secara tertulis dalam bidang urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, penyediaan infrastruktur, dan Kerjasama dengan Pihak Luar Negeri. 7. Kerjasama desa adalah suatu rangkaian kegiatan bersama antar desa atau desa dengan pihak ketiga dalam bidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. 8. Pihak Ketiga adalah Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen atau sebutan lain, perusahaan swasta yang berbadan hukum, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Koperasi, Yayasan, dan atau lembaga di dalam negeri lainnya yang berbadan hukum. /9. Badan...

-4-9. Badan Usaha adalah badan usaha swasta yang berbentuk perseroan terbatas, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan koperasi. 10. Pihak Luar Negeri adalah Pemerintahan Negara Bagian atau Pemerintah Daerah diluar negeri, Perserikatan Bangsa-Bangsa termasuk badan-badannya dan organisasi/lembaga internasional lainnya, organisasi/lembaga swadaya masyarakat luar negeri serta badan usaha milik Pemerintah Negara/negara bagian/daerah diluar negeri dan swasta di luar negeri. 11. Badan Kerjasama adalah forum untuk melaksanakan kerjasama yang keanggotaannya merupakan wakil yang ditunjuk dari daerah yang melakukan kerjasama. 12. Proyek Kerjasama adalah Penyediaan Infrastruktur yang dilakukan melalui Perjanjian Kerjasama atau pemberian Izin Pengusahaan antara Bupati dengan Pihak Ketiga. 13. Izin Pengusahaan adalah izin untuk Penyediaan Infrastruktur yang diberikan oleh Bupati kepada Pihak Ketiga yang ditetapkan melalui pelelangan. 14. Surat Kuasa adalah naskah dinas yang dikeluarkan oleh kepala daerah sebagai alat pemberitahuan dan tanda bukti yang berisi pemberian mandat atas wewenang dari kepala daerah kepada pejabat yang diberi kuasa untuk bertindak atas nama kepala daerah untuk menerima naskah kerjasama daerah, menyatakan persetujuan pemerintah daerah untuk mengikatkan diri pada kerjasama daerah, dan/atau menyelesaikan hal-hal lain yang diperlukan dalam pembuatan kerjasama daerah. 15. Pernyataan Kehendak yang selanjutnya disebut Letter of Inten (LoI) adalah surat pernyataan minat untuk melakukan kerjasama daerah yang diajukan oleh Gubernur, Wali Kota, Bupati yang lain, Pihak Ketiga dan atau Pihak Luar Negeri. 16. Nota Kesepahaman yang selanjutnya disebut Memorandum of Understanding (MoU) adalah dokumen tertulis yang memuat saling pengertian dan pemahaman sebelum dituangkan dalam perjanjian formal. 17. Perjanjian Kerjasama adalah kesepakatan tertulis dalam rangka kerjasama daerah. 18. Tim Koordinasi Kerjasama Daerah yang selanjutnya disingkat TKKSD adalah Tim yang dibentuk oleh Bupati dalam rangka menyiapkan kerjasama daerah. 19. Tim Verifikasi adalah Tim yang dibentuk oleh Bupati dalam rangka pelaksanaan penentuan formulasi kontribusi, dan melakukan pembahasan dengan Pihak Kedua untuk menentukan hasil kontribusi dari formulasi yang ditetapkan. /BAB II...

-5- BAB II MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2 (1) Peraturan Daerah dimaksudkan untuk meningkatkan kuantitas, kualitas pengelolaan, pemeliharaan, penyediaan infrastruktur, dan meningkatkan sumber pendapatan asli daerah serta kesejahteraan rakyat. (2) Peraturan Daerah ini bertujuan untuk; a. Meningkatkan pelayanan dan kesejahtraan masyarakat di daerah; b. Meningkatkan efektifitas dan efesiensi pemanfaatan sumber daya; c. Meningkatkan kebersamaan dalam memecahkan permasalahan antar daerah; d. mempercepat akselarasi ilmu pengetahuan dan tekhnologi; e. mencukupi kebutuhan pendanaan secara berkelanjutan dalam Penyediaan Infrastruktur melalui pengerahan dana swasta; f. meningkatkan kuantitas, kualitas dan efisiensi pelayanan melalui persaingan sehat; g. meningkatkan kualitas pengelolaan dan pemeliharaan dalam Penyediaan Infrastruktur; BAB III RUANG LINGKUP Pasal 3 Ruang lingkup Peraturan Daerah meliputi; a. kerjasama daerah; b. kerjasama penyediaan infrastruktur; c. kerjasama dengan Pihak Luar Negeri. BAB IV KERJASAMA DAERAH Bagian Kesatu Prinsip Kerjasama Pasal 4 Kerjasama daerah dilakukan dengan prinsip: a. efisiensi; b. efektivitas; c. sinergi; /BAB IV...

-6- d. saling menguntungkan; e. kesepakatan bersama; f. itikad baik; g. mengutamakan kepentingan nasional dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; h. persamaan kedudukan; i. transparansi; j. keadilan; dan k. kepastian hukum. Bagian Kedua Subjek Kerjasama Pasal 5 subjek kerjasama daerah meliputi: a. Gubernur; b. Bupati; c. Wali Kota; d. Pihak Luar negeri; dan e. Pihak Ketiga. Bagian Ketiga Objek Kerjasama Pasal 6 Objek kerjasama daerah adalah seluruh urusan pemerintahan yang telah menjadi kewenangan daerah. Bagian Keempat Bentuk Kerjasama Pasal 7 Kerjasama daerah dituangkan dalam bentuk perjanjian kerjasama. Pasal 8 Perjanjian kerjasama daerah dengan pihak ketiga wajib memperhatikan prinsip kerjasama dan objek kerjasama sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 dan Pasal 6. /Bagian...

-7- Bagian Kelima Tata Cara Kerjasama Daerah Pasal 9 (1) Bupati atau salah satu pihak dapat memprakarsai atau menawarkan rencana kerjasama kepada Gubernur, Walikota, dan Bupati yang lain dan pihak ketiga mengenai objek tertentu. (2) Apabila para pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menerima, rencana kerjasama tersebut dapat ditingkatkan dengan membuat Memorandum of Understanding (MoU) dan menyiapkan rancangan perjanjian kerjasama yang paling sedikit memuat: a. identifikasi para pihak; b. maksud dan tujuan; c. objek dan ruang lingkup kerjasama; d. bentuk kerjasama; e. sumber biaya; f. tahun anggaran dimulainya pelaksanaan kerjasama; g. jangka waktu. (3) Tata cara kerjasama daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui tahapan; a. persiapan; b. penawaran; c. penyiapan kesepakatan; d. penandatanganan kesepakatan; e. penyiapan perjanjian; dan penandatanganan perjanjian; dan f. pelaksanaan. (4) Dalam hal menyiapkan rancangan perjanjian kerjasama daerah paling sedikit memuat: a. subjek kerjasama; b. objek kerjasama; c. ruang lingkup kerjasama; d. hak dan kewajiban para pihak; e. jangka waktu kerjasama; f. pengakhiran kerjasama; /g. Keadaan...

-8- g. keadaan memaksa; dan h. penyelesaian perselisihan. (5) Dalam hal menyiapkan rancangan perjanjian kerjasama Bupati dapat melibatkan SKPD terkait dan dapat meminta pendapat dan saran dari para pakar. (6) Bupati dapat menerbitkan Surat Kuasa untuk penyelesaian rancangan bentuk kerjasama. Pasal 10 Pelaksanaan perjanjian kerjasama dapat dilakukan oleh SKPD. Pasal 11 (1) Dalam hal pelaksanaan persiapan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (3) huruf a, dibentuk tim TKKSD yang ditetapkan dalam Keputusan Bupati. (2) Tim TKKSD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari; a. Ketua : Sekretaris Daerah. b. Wakil Ketua I : Asisten yang membidangi kerjasama daerah. c. Wakil Ketua II : SKPD yang membidangi perencanaan. d. Sekretaris : Kepala Bagian pada SKPD yang membidangi kerjasama. e. Anggota Tetap; 1) Kepala Bagian Hukum; 2) Kepala SKPD yang membidangi pemerintahan; 3) Kepala SKPD yang membidangi keuangan; 4) Kepala SKPD yang membidangi Pengelolaan Aset. f. Anggota Tidak Tetap; 1) Kepala SKPD yang melaksanakan kerjasama; 2) Tenaga ahli/pakar (3) Tim TKKSD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mempunyai tugas; a. Melakukan inventarisasi dan pemetaan bidang/potensi daerah yang akan dikerjasamakan. b. Mengusulkan prioritas objek yang akan dikerjasamakan. c. Memberikan saran terhadap proses pemilihan daerah dan pihak ketiga. d. Menyiapkan kerangka acuan / proposal objek kerjasama daerah. e. Membuat dan menilai proposal studi kelayakan. /f. Menyiapkan...

-9- f. Menyiapkan materi Memorandum of Understanding (MoU) dan rancangan perjanjian kerjasa sama. g. Memberikan rekomendasi kepada Bupati untuk penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) dan perjanjian kerjasama; dan (4) Tim TKKSD dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat membentuk tim teknis untuk menyiapkan materi teknis terhadap objek yang akan dikerjasamakan. Pasal 12 Tahapan tata cara pelaksanaan kerjasama daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. BAB V KERJASAMA PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR Bagian Kesatu Jenis dan Prinsip Kerjasama Pasal 13 Jenis penyediaan infrastruktur yang dapat dikerjasamakan dengan Badan Usaha mencakup: a. infrastruktur transportasi, meliputi pelayanan jasa kebandarudaraan, penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan, sarana dan prasarana perkeretaapian; b. infrastruktur jalan, meliputi jalan tol dan jembatan tol; c. infrastruktur pengairan, meliputi saluran pembawa air baku; d. infrastruktur air minum, meliputi bangunan pengambilan air baku, jaringan transmisi, jaringan distribusi, dan instalasi pengolahan air minum; e. infrastruktur air limbah yang meliputi instalasi pengolah air limbah, jaringan pengumpul dan jaringan utama, dan sarana persampahan yang meliputi pengangkut, pengelolaan dan tempat pembuangan; f. infrastruktur telekomunikasi dan informatika, meliputi jaringan telekomunikasi dan infrastruktur e-government; g. infrastruktur ketenagalistrikan, meliputi pembangkit, termasuk pengembangan tenaga listrik yang berasal dari panas bumi, transmisi, atau distribusi tenaga listrik; dan /h. Infrastruktur...

-10- h. infrastruktur minyak dan gas bumi meliputi pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, transmisi, dan distribusi minyak dan gas bumi. Pasal 14 Penyediaan infrastruktur sebagaimana dimaksud pada pasal 13, dikerjasamakan sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku di sektor yang bersangkutan. Pasal 15 (1) Kerjasama Penyediaan Infrastruktur dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, dapat dilaksanakan melalui : a. Perjanjian Kerjasama; atau b. Izin Pengusahaan. (2) Bentuk Kerjasama Penyediaan Infrastruktur ditetapkan berdasarkan kesepakatan Para Pihak sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Perjanjian kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilaksanakan melalui Pengadaan. Pasal 16 Kerjasama Penyediaan Infrastruktur dengan Badan Usaha dilakukan berdasarkan prinsip: a. adil; b. terbuka; c. transparan; d. bersaing; e. bertanggunggugat; f. saling menguntungkan; g. saling membutuhkan; dan, h. saling mendukung. Bagian Kedua Identifikasi Dan Penetapan Proyek Yang Dilakukan Berdasarkan Perjanjian Kerjasama Pasal 17 (1) Bupati melakukan identifikasi proyek-proyek Penyediaan Infrastruktur yang akan dikerjasamakan dengan Badan Usaha, dengan mempertimbangkan paling kurang: a. kesesuaian dengan rencana pembangunan jangka menengah nasional/daerah dan rencana strategis sektor infrastruktur; /a. Bagian...

-11- b. kesesuaian lokasi proyek dengan Rencana Tata Ruang Wilayah; c. keterkaitan antar sektor infrastruktur dan antarwilayah; d. Analisa biaya dan manfaat sosial. (2) Setiap usulan proyek yang akan di kerjasamakan harus disertai dengan: a. pra studi kelayakan; b. rencana bentuk kerjasama; c. rencana pembiayaan proyek dan sumber dananya; dan d. rencana penawaran kerjasama yang mencakup jadwal, proses dan cara penilaian. Pasal 18 Dalam melakukan identifikasi proyek yang akan dikerjasamakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Bupati melakukan konsultasi publik. Pasal 19 (1) Berdasarkan hasil identifikasi proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan hasil konsultasi publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Bupati menetapkan prioritas proyek-proyek yang akan dikerjasamakan dalam daftar prioritas proyek, (2) Daftar prioritas proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dinyatakan terbuka untuk umum dan disebarluaskan kepada masyarakat. Bagian Ketiga Proyek Kerjasama Atas Prakarsa Pasal 20 Badan Usaha dapat mengajukan prakarsa Proyek Kerjasama Penyediaan Infrastruktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, kepada Bupati dengan kriteria : a. Tidak termasuk dalam rencana induk pada sektor yang bersangkutan. b. Terintegrasikan secara teknis dengan rencana induk pada sektor yang bersangkutan; c. Layak secara ekonomi dan finansial; dan d. Tidak memerlukan Dukungan Pemerintah yang berbentuk kontribusi fiskal. Pasal 21 (1) Proyek atas prakarsa sebagaimana dimaksud dalam pasal 20, wajib dilengkapi dengan: a. studi kelayakan; b. rencana bentuk kerjasama; /c. rencana...

-12- c. rencana pembiayaan proyek dan sumber dananya; dan d. rencana penawaran kerjasama yang mencakup jadwal, proses dan cara penilaian. (2) Proyek atas prakarsa Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mempertimbangkan pula ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1). Pasal 22 (1) Bupati mengevaluasi proyek atas prakarsa Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21. (2) Dalam hal berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) proyek atas Badan Usaha memenuhi persyaratan kelayakan, proyek atas prakarsa Badan Usaha tersebut diproses melalui pelelangan umum sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan. Pasal 23 (1) Badan Usaha yang bertindak sebagai pemrakarsa Proyek kerjasama dan disetujui oleh Bupati, akan diberikan kompensasi. (2) Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berbentuk: a. pemberian tambahan nilai; atau b. Pemberian hak untuk melakukan penawaran oleh Badan Usaha pemrakarsa terhadap penawar terbaik (right to match) sesuai dengan hasil penilai dalam proses pelelangan; atau c. pembelian prakarsa proyek kerjasama termasuk Hak Kekayaan lntelektual yang menyertainya oleh Bupati atau oleh pemenang tender. (3) Pemberian bentuk kompensasi sebagaimana dimaksud ayat (2) akan dicantumkan dalam persetujuan Bupati; (4) Pemrakarsa Proyek Kerjasama yang telah mendapatkan Persetujuan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b tetap wajib mengikuti penawaran sebagaimana diisyaratkan dalam dokumen pelelangan umum; (5) Pemrakarsa proyek kerjasama yang telah mendapatkan persetujuan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c tidak diperkenankan mengikuti penawaran sebagaimana diisyaratkan dalam dokumen pelelangan umum. Pasal 24...

-13- Pasal 24 (1) Pemberian tambahan nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf a, paling tinggi sebesar 10% dari penilaian tender pemrakarsa dan dicantumkan secara tegas di dalam dokumen pelelangan. (2) Besarnya biaya yang telah dikeluarkan oleh Badan Usaha pemrakarsa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf c ditetapkan oleh Bupati berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh penilai independen yang ditunjuk oleh Bupati. (3) Pembelian prakarsa Proyek kerjasama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf c, merupakan penggantian oleh Bupati atau oleh pemenang tender atas sejumlah biaya langsung yang berkaitan dengan penyiapan Proyek Kerjasama yang telah dikeluarkan oleh Badan Usaha pemrakarsa. (4) Pemberian hak untuk melakukan perubahan penawaran (right to match) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf b, merupakan pemberian hak kepada Badan Usaha pemrakarsa Proyek Kerjasama untuk melakukan perubahan penawaran apabila berdasarkan hasil pelelangan umum terdapat Badan Usaha lain yang mengajukan penawaran lebih baik. (5) Jangka waktu bagi Badan Usaha pemrakarsa untuk mengajukan hak untuk melakukan perubahan penawaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak ditetapkannya penawaran yang terbaik dari pelelangan umum Proyek Kerjasama yang ditetapkan berdasarkan kriteria penilaian dari sektor yang bersangkutan. Bagian Keempat Tarif Awal dan Penyesuaian Tarif Pasal 25 (1) Tarif awal dan penyesuaiannya secara berkala ditetapkan untuk memastikan tingkat pengembalian investasi yang meliputi penutupan biaya modal, biaya operasional dan keuntungan yang wajar dalam kurun waktu tertentu. (2) Dalam hal penetapan tarif awal dan penyesuaiannya tidak dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tarif ditentukan berdasarkan tingkat kemampuan pengguna. (3) Dalam hal tarif ditetapkan berdasarkan tingkat kemampuan pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Bupati memberikan kompensasi sehingga dapat diperoleh tingkat pengembalian investasi dan keuntungan yang wajar. /(4). Besaran...

-14- (4) Besaran kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), didasarkan pada perolehan hasil kompetisi antar peserta lelang dan dipilih berdasarkan penawaran besaran kompensasi terendah. (5) Kompensasi hanya diberikan pada proyek Kerjasama Penyediaan Infrastruktur yang mempunyai kepentingan dan kemanfaatan sosial, setelah Bupati melakukan kajian yang lengkap dan menyeluruh atas kemanfaatan sosial. Bagian Kelima Tata Cara Pengadaan Badan Usaha Dalam Rangka Perjanjian Kerjasama Pasal 26 Pengadaan Badan Usaha dalam rangka Perjanjian Kerjasama dilakukan melalui pelelangan umum. Pasal 27 Bupati membentuk panitia pengadaan yang ditetapkan dalam Keputusan Bupati. Pasal 28 Tata cara pengadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, meliputi: a. perencanaan pengadaan; b. pelaksanaan pengadaan; Pasal 29 Bupati menetapkan pemenang lelang berdasarkan usulan dari panitia pengadaan. Pasal 30 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, dan Pasal 29 diatur lebih lanjut dalam Lampiran Peraturan Daerah ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Bagian Keenam Perjanjian Kerjasama Pasal 31 (1) Perjanjian Kerjasama paling kurang memuat ketentuan mengenai: a. lingkup pekerjaan; b. jangka waktu; c. jaminan pelaksanaan; /d. tarif...

-15- d. tarif dan mekanisme penyesuaiannya; e. hak dan kewajiban, termasuk alokasi resiko; f. standar kinerja pelayanan; g. pengalihan saham sebelum Proyek Kerjasama beroperasi secara komersial; h. sanksi dalam hat para pihak tidak memenuhi ketentuan perjanjian; i. pemutusan atau pengakhiran perjanjian; j. laporan keuangan Badan Usaha dalam rangka pelaksanaan perjanjian, yang diperiksa secara tahunan oleh auditor independen, dan pengumumannya dalam media cetak yang berskala nasional; k. mekanisme penyelesaian sengketa yang diatur secara berjenjang, yaitu musyawarah mufakat, mediasi, dan arbitrase/pengadilan; l. mekanisme pengawasan kinerja Badan Usaha dalam pelaksanaan pengadaan; m. penggunaan dan kepemilikan aset infrastruktur; n. pengembalian aset infrastruktur dan/atau pengelolaannya kepada Bupati; o. keadaan memaksa; p. pernyataan dan jaminan para pihak bahwa perjanjian kerjasama sah mengikat para pihak dan telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; q. penggunaan bahasa indonesia dalam Perjanjian Kerjasama Apabila Perjanjian Kerjasama ditandatangani lebih dari satu bahasa, maka yang berlaku adalah bahasa indonesia r. hukum yang berlaku, yaitu hukum Indonesia. Pasal 32 (1) Dalam hal penyediaan Infrastruktur dilaksakanan dengan melakukan pembebasan lahan oleh Badan Usaha, besarnya Jaminan Pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada pasal 31, ayat (1) huruf c, dapat ditentukan dengan memperhitungkan biaya yang telah dikeluarkan Badan Usaha untuk pembebasan lahan dimaksud. (2) Perjanjian Kerjasama mencantumkan dengan jelas status kepemilikan aset yang diadakan selama jangka waktu perjanjian. /(2). Pengalihan...

-16- (3) Pengalihan saham Badan Usaha Pemegang Perjanjian Kerjasama sebelum penyediaan infrastruktur beroperasi secara komersial sebagaimana dimaksud pada pasal 31, ayat (1) huruf g, hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dan berdasarkan kriteria yang ditetapkan Bupati dengan ketentuan bahwa pengalihan saham tersebut tidak menunda jadwal mulainya Proyek Kerjasama. Pasal 33 (1) Dalam hal terdapat penyerahan penguasaan aset yang dimiliki atau dikuasai oleh Bupati kepada Badan Usaha untuk pelaksanaan proyek Kerjasama, dalam Perjanjian Kerjasama harus diatur: a. tujuan penggunaan aset dan larangan untuk mempergunakan aset untuk tujuan selain yang telah disepakati; b. tanggung jawab pengoperasian dan pemeliharaan termasuk pembayaran pajak dan kewajiban lain yang timbul akibat penggunaan aset; c. hak dan kewajiban pihak yang menguasai aset untuk mengawasi dan memelihara kinerja aset selama digunakan; d. larangan bagi Badan Usaha untuk mengagunkan aset sebagai jaminan kepada pihak ketiga; e. tata cara penyerahan dan/atau pengembalian aset. (2) Dalam hal Perjanjian Kerjasama mengatur penyerahan penguasaan aset yang diadakan oleh Badan Usaha selama jangka waktu perjanjian, Perjanjian Kerjasama harus mengatur: a. kondisi aset yang akan dialihkan; b. tata cara pengalihan aset; c. status aset yang bebas dari segala jaminan kebendaan atau pembebanan dalam bentuk apapun pada saat aset diserahkan kepada Bupati ; d. status aset yang bebas dari tuntutan pihak ketiga; e. pembebasan Bupati dari segala tuntutan yang timbul setelah penyerahan aset; f. kompensasi kepada Badan Usaha yang melepaskan aset. (3) Dalam kaitannya dengan penggunaan Hak Kekayaan Intelektual, Perjanjian Kerjasama harus memuat jaminan dari Badan Usaha bahwa: a. Hak Kekayaan Intelektual yang digunakan sepenuhnya terbebas dari segala bentuk pelanggaran hukum; /(b). Bupati...

-17- b. Bupati akan dibebaskan dari segala gugatan atau tuntutan dari pihak ketiga manapun yang berkaitan dengan penggunaan Hak Kekayaan Intelektual dalam Penyediaan Infrastruktur; c. Sementara penyelesaian perkara sedang berjalan karena adanya gugatan atau tuntutan sebagaimana dimaksud pada huruf b maka: 1). kelangsungan Penyediaan Infrastruktur tetap dapat dilaksanakan; 2). mengusahakan lisensi sehingga penggunaan Hak Kekayaan Intelektual tetap dapat berlangsung. Bagian Ketujuh Izin Pengusahaan Pasal 34 Pengadaan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur berdasarkan Izin pengusahaan dilakukan melalui lelang izin (auction). BAB VI KERJASAMA DENGAN PIHAK LUAR NEGERI Bagian Kesatu Prinsip Kerjasama Pasal 35 Prinsip Kerjasama Pemerintah Daerah dengan Pihak Luar Negeri yaitu: a. persamaan kedudukan; b. memberikan manfaat dan saling menguntungkan; c. tidak mengganggu stabilitas politik dan keamanan perekonomian; d. menghormati kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia; e. mempertahankan keberlanjutan lingkungan; f. mendukung pengarusutamaan gender; dan g. sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Bentuk Kerjasama Pasal 36 Kerjasama Pemerintah Daerah dengan Pihak Luar Negeri berbentuk: a. kerjasama provinsi dan kabupaten/kota kembar ; b. kerjasama teknik termasuk bantuan kemanusiaan; /c. Kerjasama...

-18- c. kerjasama penyertaan modal; dan d. kerjasama lainnya sesuai dengan peraturan perundangan. Bagian Ketiga Persyaratan Kerjasama Pasal 37 Pemerintah Daerah dalam melaksanakan kerjasama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. merupakan pelengkap dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah; b. mempunyai hubungan diplomatik; c. merupakan urusan pemerintah daerah; d. tidak membuka kantor perwakilan di luar negeri; e. tidak mengarah pada campur tangan urusan dalam negeri; f. sesuai dengan kebijakan dan rencana pembangunan;dan g. ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat dialihkan. Pasal 38 Dalam hal Kerjasama "kembar" sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf a, selain persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 juga harus memperhatikan: a. kesetaraan status administrasi; b. kesamaan karakteristik; c. kesamaan permasalahan; d. upaya saling melengkapi; dan e. peningkatan hubungan antar masyarakat. Pasal 39 Dalam hal kerjasama teknik termasuk bantuan kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf b, selain persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, juga harus memperhatikan: a. peningkatan kemampuan dan keterampilan sumber daya manusia dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah; b. kemampuan keuangan daerah; c. prioritas produksi dalam negeri; dan d. kemandirian daerah. /Pasal 40...

-19- Pasal 40 Untuk Kerjasama penyertaan modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf c, selain persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, juga harus memperhatikan: a. kemampuan keuangan daerah; b. resiko, dan; c. transparansi dan akuntabilitas Bagian Keempat Tatacara Kerjasama Paragraf 1 Prakarsa Kerjasama Pasal 41 Prakarsa kerjasama Pemerintah Daerah dengan Pihak Luar Negeri dapat berasal dari: a. Pemerintah Daerah; b. Pihak Luar Negeri kepada Pemerintah Daerah; dan c. Pihak Luar Negeri melalui Menteri Dalam Negeri kepada Pemerintah Daerah. Pasal 42 (1) Prakarsa kerjasama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf a dan huruf b dilaporkan dan dikonsultasikan oleh Pemerintah Daerah kepada Menteri Dalam Negeri untuk mendapatkan pertimbangan. (2) Pertimbangan Menteri Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Gubernur untuk dijadikan dasar dalam menyusun rencana kerjasama. Pasal 43 (1) Menteri Dalam Negeri menyampaikan prakarsa kerjasama dari pihak luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf c kepada Gubernur beserta pertimbangan. (2) Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijadikan dasar dalam menyusun Rencana Kerjasama oleh Pemerintah Daerah. Pasal 44 (1) Rencana Kerjasama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) disampaikan oleh Pemerintah Daerah kepada Menteri Dalam Negeri. /(2). Rencana...

-20- (2) Rencana Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat: a. subyek kerjasama; b. latar belakang; c. maksud, tujuan dan sasaran; d. obyek/ruang lingkup kerjasama; e. hasil kerjasama; f. sumber pembiayaan; dan g. jangka waktu pelaksanaan. Pasal 45 (1) Rencana Kerjasama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) disampaikan oleh Bupati kepada DPRD untuk mendapat persetujuan; (2) Persetujuan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya Rencana Kerjasama. (3) Persetujuan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan DPRD. (4) Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja Rencana Kerjasama tidak mendapat tanggapan dari DPRD, Rencana Kerjasama dianggap disetujui (5) Bupati menyusun Rancangan Memorandum Saling Pengertian setelah Rencana Kerjasama mendapatkan persetujuan DPRD. (6) Bupati menyusun Rancangan Memorandum Saling Pengertian paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah Rencana Kerjasama mendapatkan persetujuan DPRD. Pasal 46 Bupati menyampaikan Rencana Kerjasama, Persetujuan DPRD, dan Rancangan Memorandum Saling Pengertian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur. Paragraf 2 Pembahasan Pasal 47 (1) Rencana Kerjasama dan Rancangan Memorandum Saling Pengertian yang disampaikan oleh Gubernur kepada Menteri Dalam Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dilakukan pembahasan oleh Menteri Daiam Negeri dengan melibatkan Departemen/Lembaga Pemerintah Non-Departemen terkait untuk memperoleh pertimbangan. /(2). Rencana...

-21- (2) Rencana kerjasama dan Rancangan Memorandum Saling Pengertian hasil pembahasan sebagaimana pada ayat (1), untuk kerjasama Kabupaten "kembar" disampaikan Menteri Dalam Negeri kepada Menteri Sekretaris Negara untuk mendapatkan Persetujuan Pemerintah. (3) Berdasarkan Persetujuan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Menteri Dalam Negeri menyampaikan kepada Menteri Luar Negeri untuk mendapatkan surat kuasa setelah mendapatkan tanda persetujuan dari Pihak Luar Negeri. (4) Surat kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dijadikan dasar untuk menandatangani Memorandum Saling Pengertian oleh Pemerintah Daerah dan Pihak Luar Negeri. (5) Hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kerjasama teknik termasuk bantuan kemanusiaan, penyertaan modal dan kerjasama lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan dijadikan dasar untuk menandatangani naskah Memorandum Saling Pengertian. Bagian Kelima Pembiayaan Kerjasama Pasal 48 Pembiayaan pelaksanaan kerjasama Pemerintah Daerah dengan Pihak Luar Negeri dapat Bersumber dari: a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; dan/atau b. Sumber-sumber lain yang sah telah disepakati dalam Memorandum Saling Pengertian. Bagian Keenam Pembinaan Dan Pengawasan Pasal 49 (1) Menteri Dalam Negeri melakukan pembinaan terhadap pelaksanaan, kerjasama Pemerintah Daerah dengan Pihak Luar Negeri. (2) Menteri Dalam Negeri dapat melimpahkan pembinaan terhadap pelaksanaan kerjasama Pemerintah Kabupaten/Kota kepada Gubernur selaku wakil Pemerintah. / (3) Menteri...

-22- (3) Menteri Dalam Negeri dapat melimpahkan pengawasan pelaksanaan kerjasama Pemerintah Kabupaten/Kota kepada Gubernur selaku wakil Pemerintah. Pasal 50 (1) Pembinaan Menteri Dalam Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) meliputi: a. koordinasi pelaksanaan kerjasama antar susunan pemerintahan; b. pemberian pedoman dan standar pelaksanaan kerjasama; c. perencanaan, penelitian, dan pengembangan; d. bimbingan, supervisi, dan konsultasi; dan e. pendidikan dan pelatihan. (2) Pembinaan Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) meliputi kegiatan: a. perencanaan, penelitian, dan pengembangan; b. bimbingan, supervisi, dan konsultasi; dan c. pendidikan dan pelatihan. Pasal 51 (1) Koordinasi pelaksanaan kerjasama antar susunan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) huruf a berkaitan dengan aspek perencanaan dan evaluasi pelaksanaan kerjasama dengan pihak luar negeri. (2) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara nasional dilaksanakan oleh Menteri Dalam Negeri melalui rapat koordinasi paling sedikit 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun. Pasal 52 (1) Menteri Dalam Negeri melakukan pengawasan pelaksanaan kerjasama Pemerintah Daerah dengan Pihak Luar Negeri. (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pemantauan; b. evaluasi; dan c. pemeriksaan. /Bagian...

-23- Bagian Ketujuh Penyelesaian Perselisihan Pasal 53 Perselisihan dalam pelaksanaan kerjasama antara Pemerintah Daerah dengan Pihak Luar Negeri diselesaikan sesuai dengan Naskah Memorandum Saling Pengertian. Bagian Kedelapan Pelaporan Pasal 54 Bupati menyampaikan laporan pelaksanaan kerjasama Pemerintah Daerah dengan Pihak Luar Negeri kepada Menteri Dalam Negeri dan Pimpinan Instansi terkait melalui Gubernur paling sedikit 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun. BAB VII TEMPAT PENANDATANGANAN NASKAH KERJASAMA Pasal 55 Penandatanganan Naskah Leter Of Intens (LoI), Memorandum of Understanding (MoU) dan Perjanjian Kerjasama Luar Negeri dilakukan di Indonesia atau di Luar Negeri. BAB VIII KERJASAMA DESA Pasal 56 Apabila Desa dengan Desa di lain Kabupaten dalam /luar Provinsi mengadakan kerjasama maka harus mengikuti ketentuan Kerjasama Daerah. Pasal 57 Kerjasama Desa dengan pihak ketiga dapat dilakukan dengan instansi pemerintah atau swasta maupun perorangan sesuai dengan obyek yang dikerjasamakan. BAB IX PERSETUJUAN DPRD Pasal 58 Rencana kerjasama daerah yang membebani daerah dan masyarakat harus mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan ketentuan apabila biaya kerjasama belum teranggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tahun anggaran berjalan dan/atau menggunakan dan/atau memanfaatkan aset daerah. /Pasal...

-24- Pasal 59 (1) Kerjasama daerah yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi dari satuan kerja perangkat daerah dan biayanya sudah teranggarkan dalam APBD tahun anggaran berjalan tidak perlu mendapat persetujuan dari DPRD, (2) Apabila Kerjasama sebagaimana dimaksud ayat (1) sudah dianggarkan dalam APBD tahun anggaran berjalan, cukup dilakukan konsultasi publik sesuai dengan tugas dan fungsi dari satuan kerja perangkat daerah. Pasal 60 (1) Untuk mendapatkan persetujuan dari DPRD terhadap kerjasama daerah yang membebani daerah dan masyarakat, bupati menyampaikan surat dengan melampirkan rancangan perjanjian kerjasama kepala daerah kepada Ketua DPRD dengan memberikan penjelasan mengenai: a. tujuan kerjasama; b. objek yang akan dikerjasamakan; c. hak dan kewajiban meliputi: 1. besarnya kontribusi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang dibutuhkan untuk pelaksanaan kerjasama; dan 2. keuntungan yang akan diperoleh berupa barang, uang, atau jasa. d. jangka waktu kerjasama; dan e. besarnya pembebanan yang dibebankan kepada masyarakat dan jenis pembebanannya. (2) Surat Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tembusannya disampaikan kepada gubernur dan Menteri serta Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen terkait. Pasal 61 (1) Rancangan perjanjian kerjasama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 dinilai oleh DPRD paling lama 45 (empat puluh lima) hari kerja sejak diterima untuk memperoleh persetujuan. (2) Apabila rancangan perjanjian kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPRD menilai kurang memenuhi prinsip kerjasama, paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak diterima sudah menyampaikan pendapat dan sarannya kepada Bupati. /(2). Apabila...

-25- (3) Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja telah menyempurnakan rancangan perjanjian kerjasama dan menyampaikan kembali kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. (4) Apabila dalam waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak diterimanya surat kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), DPRD belum memberikan persetujuan, dinyatakan telah memberikan persetujuan. (5) Bupati wajib menyampaikan salinan setiap perjanjian kerjasama kepada gubernur, Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen terkait dan DPRD. BAB X PENYELESAIAN PERSELISIHAN Pasal 62 (1) Apabila kerjasama daerah dalam satu provinsi terjadi perselisihan, dapat diselesaikan dengan cara: a. musyawarah; atau b. Keputusan Gubernur. (2) Keputusan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b bersifat final dan mengikat. Pasal 63 (1) Apabila kerjasama daerah provinsi dengan provinsi lain atau antara provinsi dengan kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi atau antara daerah kabupaten/kota dengan daerah kabupaten atau daerah kota dari provinsi yang berbeda terjadi perselisihan, dapat diselesaikan dengan cara: a. musyawarah; atau b. Keputusan Menteri. (2) Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b bersifat final dan mengikat. Pasal 64 (1) Apabila kerjasama daerah dengan pihak ketiga terjadi perselisihan, diselesaikan sesuai kesepakatan penyelesaian perselisihan yang diatur dalam perjanjian kerjasama. (2) Apabila penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terselesaikan, perselisihan diselesaikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. /BAB...

-26- BAB XI BERAKHIRNYA DAN HAPUSNYA KERJASAMA Pasal 65 (1) Berakhirnya kerjasama : a. Kesepakatan antara kedua belah pihak melalui prosedur yang ditetapkan dalam perjanjian; b. Tujuan perjanjian tersebut telah tercapai; c. Terdapat perubahan mendasar yang mempengaruhi pelaksanaan perjanjian; d. Salah satu pihak tidak melaksanakan atau melanggar ketentuan perjanjian; e. Dibuat suatu perjanjian baru yang menggantikan perjanjian lama; f. Munculnya aturan baru dalam hukum Nasional dan Internasional; g. Obyek/bidang/tugas/urusan perjanjian hilang; h. Terdapat hal-hal yang merugikan kepentingan Nasional. (2) Berakhirnya kerjasama yang dapat diperkirakan dilakukan berdasarkan yang dituangkan dalam Memorandum of Understanding (MoU). (3) Pemutusan kerjasama yang disebabkan oleh kemauan salah satu pihak dilakukan secara tertulis 90 (Sembilan puluh) hari sebelum berakhirnya kerjasama atau ditetapkan lain dalam keputusan, dengan menjelaskan tentang keadaan dan atau kejadian diluar kekuasaan yang wajar sehingga kerjasama tidak dapat dilanjutkan bagi para pihak untuk menjalankan kewajiban-kewajibannya. Pasal 66 Kejadian Force Majeure yang mengakibatkan terjadinya pengakhiran Perjanjian Kerjasama karena keadaan diluar kemampuan semua pihak yang tidak dapat diatasi meskipun telah diusahakan dengan segala upaya. Pasal 67 Dalam hal Kejadian Force Majeure sebagaimana dimaksud dalam pasal 66, harus dapat dibuktikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 68 Hapusnya perjanjian Kerjasama, dikarenakan oleh; a. Jangka waktunya berakhir; b. Dilaksanakan obyek perjanjian; c. Kesepakatan dua belah pihak; /d. Pemutusan...

d. Pemutusan secara sepihak; e. Adanya putusan pengadilan. -27- BAB XII KONTRIBUSI DAN FORMULASI Bagian Kesatu Kontribusi Pasal 69 Hasil pelaksanaan terhadap kerjasama daerah, daerah dapat mengambil kontribusi yang besaranya disepakati oleh kedua belah pihak. Pasal 70 Pengambilan kontribusi sebagaimana dimaksud dalam pasal 69, terhadap : a. Kerjasama daerah. b. kerjasama penyediaan infrastruktur; c. kerjasama dengan Pihak Luar Negeri Pasal 71 (1) Selain Kontribusi sebagaimana dimaksud dalam pasal 70 huruf a, Daerah dapat mengambil hasil kerjasama terhadap kerjasama daerah sesuai dengan bentuk perjanjian kerjasama. (2) Bentuk perjanjian kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam isi perjanjian Kerjasama. Pasal 72 (1) Selain Kontribusi sebagaimana dimaksud dalam pasal 71 huruf a, Daerah dapat mengambil hasil kerjasama terhadap kerjasama penyediaan infrastruktur. (2) Hasil kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam kontrak kerjasama daerah. Pasal 73 (1) Selain Kontribusi sebagaimana dimaksud dalam pasal 72 huruf a, Daerah dapat mengambil hasil kerjasama daerah terhadap kerjasama dengan Pihak Luar Negeri. (2) Hasil kerjasama Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam isi perjanjian kerjasama daerah. /Pasal...

-28- Pasal 74 Hasil pengambilan Kontribusi dan selain kontribusi harus dimasukan dalam Kas daerah sebagai Penerimaan Anggaran Daerah. Bagian Kedua Formulasi Pasal 75 (1) Bupati menetapkan Tim Verifikasi (2) Tim verifikasi merancang dan membahas formulasi kontribusi dengan pihak kedua. (3) Hasil formulasi kontribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Bupati. BAB XIII HASIL KERJASAMA Pasal 76 (1) Hasil kerjasama yang berupa uang, surat berharga, barang bergerak maupun tidak bergerak dan hak intelektual dimasukkan/didaftarkan sebagai Barang Milik Daerah. (2) Keuntungan dan kerugian yang diakibatkan dari hasi kerjasama adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari neraca dan aliran kas dan untuk itu setiap perhitungan anggaran pada akhir tahun anggaran dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sesuai dengan prinsip-prinsip akuntabilitas. (3) Setiap pendapatan sebagai hasil kerjasama yang berupa uang tunai harus disetorkan kepada Bendaharawan Umum Daerah. BAB XIV JAMINAN Pasal 77 (1) Untuk adanya kebenaran dalam penyelenggaraan kerjasama daerah, daerah dapat meminta jaminan. (2) Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dimasukan dalam isi dokumen perjanjian. /(3) Jaminan...

-29- (3) Jaminan tersebut dapat berupa; a. Sertifikat/Surat Berharga; b. Uang dan lain-lain (4) Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disimpan pada BANK yang ditunjuk oleh para pihak. (5) Apabila Pihak Kedua selaku penjamin melakukan wanprestasi maka jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sudah masuk Kas Daerah. BAB XV DENDA Pasal 78 Keterlambatan atas penyetoran kontribusi dan selain kontribusi yang ditetapkan dalam isi perjanjian, Pihak Kedua berkewajiban membayar denda kepada Pemerintah Daerah yang besarannya dituangkan dalam Perjanjian Kerjasama. BAB XVII KEPAILITAN Pasal 79 Salah satu pihak menyatakan kepailitan dalam pelaksanaan kerjasama daerah, maka salah satu pihak dimaksud harus melampirkan pernyataan pailit dengan putusan Pengadilan yang berwenang. Pasal 80 (1) Dalam hal pada saat putusan pernyataan pailit ditetapkan terdapat perjanjian timbal balik yang belum atau baru sebagian dipenuhi, maka salah satu pihak yang mengadakan perjanjian tersebut dapat meminta kepada salah satu pihak yang pailit untuk memberikan kepastian tentang kelanjutan pelaksanaan perjanjian tersebut dalam jangka waktu yang disepakati. (2) Dalam hal tidak tercapai kesepakatan mengenai jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka salah satu pihak dapat meminta pengadilan yang berwenangan untuk menetapkan jangka waktu tersebut. (3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) pihak yang pailit tidak memberikan jawaban atau tidak bersedia melanjutkan pelaksanaan perjanjian tersebut, maka perjanjian berakhir dan pihak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat menuntut ganti rugi. /(4). Apabila...

-30- (4) Apabila pihak yang pailit menyatakan kesanggupannya, maka pihak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat meminta pihak yang pailit untuk memberikan jaminan atas kesanggupannya melaksanakan perjanjian tersebut. BAB XVII WANPRESTASI Pasal 81 Salah satu pihak tidak melaksanakan perjanjian karena wanprestasi, lalai, atau alpa, maka salah satu pihak wajib; a. Membayar Ganti Rugi; b. Pembatalan Perjanjian / pelaksanaan perjanjian; c. Peralihan Resiko; dan d. Membayar Biaya Perkara (bila sampai diajukan ke pengadilan). Pasal 82 Bentuk wanprestasi, lalai, atau alpa sebagaimana dimaksud dalam pasal 81 apabila; a. Tidak melaksanakan perjanjian sesuai Perjanjian Kerjasama. b. Tidak melaksanakan pekerjaan sesuai spesifikasi c. Terlambat menyelesaikan pekerjaan sesuai Perjanjian Kerjasama. d. Melakukan pekerjaan yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan / dilarang. BAB XVIII EVALUASI DAN PELAPORAN Pasal 83 (1) Pemerintah Daerah melakukan evaluasi secara berkala atas pelaksanaan kerjasama daerah. (2) Dalam hal tertentu apabila diperlukan Pemerintah dapat melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan kerjasama daerah. Pasal 84 (1) Pemerintah Daerah menyampaikan laporan pelaksanaan kerjasama kepada DPRD dan Menteri dengan tembusan kepada Menteri Luar Negeri dan Sekretaris Negara terhadap perjanjian Pemerintah Daerah dan Pihak Luar Negeri. /(2). Berdasarkan...

-31- (2) Berdasarkan laporan Pemerintah Daerah dan setelah berkonsultasi dengan Menteri Luar Negeri, Sekretaris Negara dan pejabat-pejabat instansi terkait lainnya, Menteri dapat memerintahkan Pemerintah Daerah untuk meninjau kembali berlakunya kerjasama daerah. (3) Berdasarkan hasil evaluasi dan pelaporan, Menteri dapat mempertimbangkan untuk meninjau kembali Kerjasama Daerah Dalam Negeri dan Kerjasama Daerah dengan Badan/Lembaga Asing dan Internasional. BAB XIX KETENTUAN PERUBAHAN Pasal 85 (1) Perubahan terhadap setiap muatan yang diperjanjikan dalam pelasanaan kerjasama daerah dapat dirubah dengan persetujuan kedua belah pihak. (2) Semua perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) termasuk perubahanperubahan dalam arah kebijakan, perkiraan biaya dan jumlah biaya sebagaimana ditentukan dalam pasal yang diperjanjikan harus dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh wakil-wakil sah dari masing-masing pihak. BAB XX SANKSI PIDANA Pasal 86 (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan pasal 8, pasal 21 ayat 1, pasal 33 ayat 1, Pasal 65, pasal 78, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. (3) Selain pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dikenakan sanksi sesuai dengan yang lain dalam peraturan perundang-undangan lainnya. BAB XXI PENGENDALIAN, PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Bagian Pertama Pengendalian Pasal 87 1. Pengendalian dilakukan untuk mewujudkan tertibnya pelaksanaan kerjasama baik dari aspek Administrasi, Yuridis, dan Ekonomis. /(2). Pengendalian...

-32-2. Pengendalian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini, dilaksanakan oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk oleh Bupati/ Tim Koordinasi Kerjasama Daerah (TKKSD). 3. Pengendalian dilakukan dengan cara mengevaluasi batas berakhirnya kerjasama dan memberikan informasi kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang melaksanakan kerjasama. Bagian Kedua Pembinaan Pasal 88 1. Pembinaan dilakukan untuk mewujudkan tujuan Kerjasama Daerah. 2. Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini, dilaksanakan oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk oleh Bupati/ Tim Koordinasi Kerjasama Daerah (TKKSD). 3. Pembinaan dilakukan dengan cara pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan dan/atau supervisi. Bagian Ketiga Pegawasan Pasal 89 Tim Koordinasi Kerjasama Daerah melaksanakan pengawasan terhadap seluruh tahapan pelaksanaan Kerjasama yang dilaksanakan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). BAB XXII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 90 (1) Dengan ditetapkannya peraturan ini maka perjanjian kerjasama yang telah dilaksanakan masih berlaku sampai berakhirnya perjanjian kerjasama. (2) Ketentuan tentang Mekanisme Pelaksanaan Kerjasama Desa diatur dalam Peraturan tersendiri. (3) Dengan ditetapkannya Peraturan Daerah ini maka Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Kerjasama Daerah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. /BAB XXIII...

-33- BAB XXIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 91 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan menempatkannya dalam Lembaran Daerah. Ditetapkan di Tigaraksa Pada tanggal : 17-12 - 2010 BUPATI TANGERANG, ttd. H. ISMET ISKANDAR Diundangkan di Tigaraksa Pada Tanggal 20 12-2010 SEKRETARIS DAERAH, ttd. H. HERMANSYAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2010 NOMOR 09

-34- PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 09 TAHUN 2010 TENTANG KERJASAMA DAERAH I. PENJELASAN UMUM Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam penyelengaraan pemerintahannya menganut azas Desentralisasi, Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Dengan Azas Desentralisasi kewenangan pemerintah diserahkan kepada daerah otonom diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus kewenangannnya sesuia dengan kepentingan masyarakat. Dalam penyelengaraan pemerintahannnya daerah diberikan kewenangan untuk melaksanakan kerjasama. Amanat bagi daerah-daerah di Indonesia untuk melakukan kerjasama antar daerah dengan daerah lain dan daerah dengan pihak ketiga sudah dituangkan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Menindaklanjuti amanat Undang-undang tersebut, telah diterbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tatacara Pelaksanaan Kerjasama Daerah, dimana tercakup kerjasama antar daerah dan kerjasama daerah dengan pihak ketiga, termasuk badan usaha swasta. Kerja sama daerah merupakan sarana untuk lebih memantapkan hubungan dan keterikatan daerah yang satu dengan daerah yang lain dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, menyerasikan pembangunan daerah, mensinergikan potensi antardaerah dan/atau dengan pihak ketiga serta meningkatkan pertukaran pengetahuan, teknologi dan kapasitas fiskal. Melalui kerja sama daerah diharapkan dapat dikurangi kesenjangan daerah dalam penyediaan pelayanan umum, ditingkatkan efisiensi pengelolaan dan optimalisasi pemanfaatn sumberdaya daerah, ditingkat cakupan pelayanan, dan akhirnya meningkatnya kesejahteraan masyarakat. Kerja sama daerah dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan sumber pendapatan asli daerah. Oleh karena itu, kerja sama daerah yang membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan masyarakat harus mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Objek yang dapat dikerjasamakan meliputi seluruh urusan yang menjadi kewenangan daerah otonom, aset daerah dan potensi daerah serta penyediaan pelayanan umum. Pelaksanaan kerja sama harus berpegang pada prinsip efisiensi, efektivitas, sinergi, saling menguntungkan, kesepakatan bersama, itikad baik, mengutamakan kepentingan nasional dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, persamaan kedudukan, transparansi, keadilan dan kepastian hukum. Objek kerja sama merupakan faktor utama yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan kerja sama untuk selanjutnya menentukan pilihan bentuk kerja sama yang akan dilaksanakan. /Kerjasama.