KEPUTUSAN KEPALA BADAN URUSAN PIUTANG DAN LELANG NEGARA NOMOR 42/PN/2000 TAHUN 2000 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN LELANG

dokumen-dokumen yang mirip
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara; 13.

KEPUTUSAN MENTERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 304/KMK.01/2002 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN LELANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA

c. Pihak yang Dilayani/Stakeholder: Pemohon Lelang/Penjual.

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 8 -

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 176/PMK.06/2010 TENTANG BALAI LELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 306/KMK.01/2002 TENTANG BALAI LELANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 176/PMK.06/2010 TENTANG BALAI LELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 106/PMK.06/2013 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 304/KMK.01/2002 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN LELANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 176/PMK.06/2010 TENTANG BALAI LELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

2018, No Penjualan Langsung Benda Sitaan atau Barang Rampasan Negara atau Benda Sita Eksekusi dan untuk mendukung optimalisasi penerimaan negar

2016, No menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pedoman Pelaksanaan Lelang dengan Penawaran Secara Tertulis Tanpa Kehadiran Peserta Lela

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 93 /PMK.06/2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN LELANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 47/Menhut-II/2009 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

STANDAR PROSEDUR OPERASI (STANDARD OPERATING PROCEDURE) LAYANAN UNGGULAN BIDANG KEKAYAAN NEGARA DAN LELANG KEMENTERIAN KEUANGAN

2017, No Peraturan Menteri Keuangan Nomor 175/PMK.06/2010 tentang Pejabat Lelang Kelas II (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara; 11.

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 93/PMK.06/2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN LELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

Indonesia Nomor 4313); 5. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia seba

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 93 /PMK.06/2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN LELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 160/PMK.06/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 02 TAHUN 2005 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PELELANGAN TERHADAP HASIL HUTAN TEMUAN, SITAAN DAN RAMPASAN

LAMPIRAN I. Persetujuan Permohonan Izin. Melaksanakan Penelitian Di. KPKNL Medan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sudiono (2001: 52), lelang adalah penjualan dihadapan orang banyak

Prosedur standar pelaksanaan lelang dibagi menjadi 3 (tiga) tahap sebagai berikut:

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG

BUPATI BANDUNG BARAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DI PENGADILAN AGAMA

Menimbang : a. Mengingat : Peraturan...

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 174/PMK.06/2010 TENTANG PEJABAT LELANG KELAS I

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 259/PMK.04/2010 TENTANG JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TENTANG TATA CARA PENAGIHAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

2014, No c. bahwa guna memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan Pencegahan dalam rangka pengurusan Piutang Negara dan tidak dilaksanakannya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1 of 6 18/12/ :54

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1997 TENTANG PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 561/KMK.04/2000 TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 40/PMK.07/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN LELANG MENTERI KEUANGAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKABUMI,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup

WALIKOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 175/PMK.06 /2010 TENTANG PEJABAT LELANG KELAS II DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA. No.711, 2013 MAHKAMAH AGUNG. Penyelesaian. Harta. Kekayaan. Tindak Pidana. Pencucian Uang. Lainnya PERATURAN MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKABUMI,

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 05/BC/2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENAGIHAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2015, No Mengingat :1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

NOMOR 19 TAHUN 1997 TENTANG PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PMK.03/2008 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 163/PMK.06/2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 128/PMK.

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 259/PMK.04/2010 TENTANG JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 301/KMK.01/2002 TENTANG PENGURUSAN PIUTANG NEGARA KREDIT PERUMAHAN BANK TABUNGAN NEGARA

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 44 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2009


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 37 TAHUN 2003

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENAGIHAN PAJAK DAERAH DENGAN SURAT PAKSA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DI KABUPATEN BANDUNG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

Transkripsi:

KEPUTUSAN KEPALA BADAN URUSAN PIUTANG DAN LELANG NEGARA NOMOR 42/PN/2000 TAHUN 2000 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN LELANG KEPALA BADAN URUSAN PIUTANG DAN LELANG NEGARA, Menimbang: a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan pasal-pasal dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 337/KMK.01/2000 tanggal 18 Agustus 2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang sebagaimana telah di rubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 507/KMK.01/2000, perlu diatur petunjuk teknis pelaksanaan lelang; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Lelang. Mengingat: 1. Peraturan Lelang (Vendu Reglement Staatsblad 1908:189 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Staatsblad 1940:56); 2. Instruksi Lelang (Vendu Instructie Staatsblad 1908:190 sebagaimana telah diubah dengan Staatsblad 1930:85); 3. Peraturan Pemerintah mengenai Pemungutan Bea Lelang Untuk Pelelangan dan Penjualan Umum (Vendu Salaris Staatsblad 1949:390); 4. Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 1991 tentang Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara; 5. Keputusan Presiden Nomor 68/M Tahun 1999; 6. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 940/KMK.01/1991 tentang Organisasi dan Tata Kerja BUPLN sebagaimana telah di rubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 2/KMK.01/1997; 7. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 374/KMK.01/1994 tentang Pelimpahan wewenang kepada Pejabat Eselon I di lingkungan Departemen Keuangan untuk dan atas nama Menteri Keuangan menandatangani surat dan atau Keputusan Menteri Keuangan; 8. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 337/KMK.01/2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang sebagaimana telah di rubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 507/KMK.01/2000 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Nomor 337/KMK.01/2000. MEMUTUSKAN: Menetapkan: KEPUTUSAN KEPALA BADAN URUSAN PIUTANG DAN LELANG NEGARA TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN LELANG 1 / 14

BAB I PERSIAPAN LELANG Bagian Pertama Permohonan Lelang Pasal 1 Permohonan Lelang diajukan secara tertulis oleh penjual kepada Kepala Kantor Lelang, dilengkapi dengan dokumen persyaratan lelang yang bersifat umum dan khusus. Pasal 2 Dokumen persyaratan lelang yang bersifat umum: a. salinan/fotocopy Surat Keputusan Penunjukan Penjual; b. asli dan fotocopy bukti kepemilikan/hak; c. syarat lelang dan Penjual (apabila ada); dan d. daftar barang yang akan dilelang. Pasal 3 Dokumen persyaratan lelang yang bersifat khusus yang berlaku untuk: 1. Lelang barang milik Pemerintah Pusat/Daerah: a. salinan/fotocopy Surat Keputusan Penghapusan dari Menteri/Ketua Lembaga/Kepala Daerah/Pejabat yang berwenang; dan b. salinan/fotocopy Surat Keputusan Panitia Lelang. 2. Lelang barang milik BUMN/D: a. salinan/fotocopy Surat Keputusan Persetujuan Penghapusan Barang dari Menteri yang bersangkutan/dewan Komisaris atau Kepala Daerah/DPRD; b. salinan/fotocopy Surat Keputusan Penghapusan dari Direksi/ Kepala Daerah; dan c. salinan/fotocopy Surat Keputusan Panitia Lelang 3. Lelang barang tidak dikuasai/dikuasai negara (Bea dan Cukai): a. salinan Keputusan Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai tentang penjualan barang tidak dikuasai/dikuasai negara; dan b. salinan/fotocopy Surat Keputusan Panitia Lelang. 4. Lelang Eksekusi Pengadilan Negeri: a. salinan/fotocopy Putusan dan atau Penetapan Pengadilan; b. salinan/fotocopy Penetapan Sita oleh Ketua Pengadilan; c. salinan/fotocopy Berita Acara Sita dan bukti sita telah terdaftar; 2 / 14

d. salinan/fotocopy Penetapan Aanmaning/teguran dari Ketua Pengadilan Negeri; e. salinan/fotocopy Perincian Hutang/jumlah yang harus dipenuhi; f. salinan/fotocopy Pemberitahuan lelang kepada termohon eksekusi; dan g. Surat Pernyataan dari Penjual bahwa objek lelang tidak disertai bukti kepemilikan dengan disertai alasannya. 5. Lelang Eksekusi PUPN: a. salinan/fotocopy Pernyataan Bersama/Penetapan Jumlah Piutang Negara; b. salinan/fotocopy Surat Paksa; c. salinan/fotocopy Surat Perintah Penyitaan; d. d, salinan/fotocopy Berita Acara Sita dan bukti sita telah terdaftar; e. salinan/fotocopy Surat Perintah Penjualan Barang Sitaan; f. f salinan/fotocopy Perincian Hutang; g. salinan/fotocopy Surat Pemberitahuan Lelang Kepada Penanggung Hutang/Penjamin Hutang, dan h. Surat Pernyataan dari Penjual bahwa objek lelang tidak disertai bukti kepemilikan dengan disertai alasannya dalam hal lelang harta kekayaan lainnya, dengan persyaratan a sampai dengan g telah dipenuhi. 6. Lelang Eksekusi Pajak: a. salinan/fotocopy Surat Tagihan Pajak/Surat Tagihan Pajak Bumi dan Bangunan (STPPBB)/Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (STB)/Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)/Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar (SKBKB)/Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)/Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT)/Surat Keputusan Pembetulan/Surat Keputusan Keberatan/atau Putusan Banding; b. salinan/fotocopy Surat Teguran; c. salinan/fotocopy Surat Paksa; d. salinan/fotocopy Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan; e. salinan/fotocopy Berita Acara Pelaksanaan Sita dan bukti sita telah terdaftar; f. Perincian jumlah tagihan pajak yang terakhir dan biaya Penagihan; dan g. Bukti kepemilikan atas barang yang akan dilelang. Dalam hal bukti kepemilikan dimaksud tidak ada, harus ada pernyataan tertulis dari Pejabat selaku pemohon lelang bahwa barang-barang tersebut tidak disertai bukti kepemilikan dengan disertai alasannya, dengan persyaratan a sampai f telah dipenuhi. 7. Lelang Eksekusi Harta Pailit: a. salinan/fotocopy putusan pailit dari Pengadilan Niaga; dan b. salinan/fotocopy surat penunjukan dari Hakim Pengawas kepada Balai Harta Peninggalan/Kurator. 8. Lelang Eksekusi berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT): a. salinan/fotocopy Perjanjian Kredit; b. salinan/fotocopy Sertifikat Hak Tanggungan dan Akta Pemberian Hak Tanggungan; c. salinan/fotocopy bukti bahwa debitor wanprestasi yang dapat berupa peringatan-peringatan 3 / 14

maupun pernyataan dari pihak kreditor; dan d. Surat Pernyataan dari kreditor yang akan bertanggung jawab apabila terjadi gugatan. 9. Lelang Fiducia: a. salinan/fotocopy Perjanjian Fiducia; b. salinan/fotocopy Sertifikat Fiducia dan Pemberian Hak Fiducia; c. Surat Keterangan dari Kantor Pendaftaran Fiducia; d. salinan/fotocopy bahwa debitor wanprestasi yang dapat berupa peringatan-peringatan maupun pernyataan dari pihak kreditor; e. Surat Pernyataan dari kreditor bahwa barang yang akan dilelang dalam penguasaan kreditor; dan f. Surat Pernyataan dari kreditor yang akan bertanggung jawab apabila terjadi gugatan. 10. Lelang Barang Rampasan: a. salinan/fotocopy Putusan Pengadilan; b. salinan/fotocopy Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan; c. salinan/fotocopy Berita Acara Sita dan bukti sita telah terdaftar; d. salinan/fotocopy Surat Perintah Lelang dari Kejaksaan; dan e. Surat Pernyataan dari Penjual bahwa objek lelang tidak disertai bukti kepemilikan dengan disertai alasannya. 11. Lelang Barang Sitaan berdasarkan Pasal 45 KUHAP: a. salinan/fotocopy Surat Izin Penyitaan dari Pengadilan; b. salinan/fotocopy Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan; c. salinan/fotocopy Berita Acara Sita; d. Izin Lelang dari Ketua Pengadilan atau Hakim yang menyidangkan perkara; dan e. Persetujuan dari tersangka atau Surat Pemberitahuan Lelang kepada tersangka. 12. Lelang Barang Temuan: a. salinan/fotocopy Berita Acara Temuan; dan b. pengumuman barang temuan. 13. Lelang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya: a. Jadwal Lelang; b. Daftar Kapling; dan c. Daftar Barang. 14. Lelang Sukarela: a. Surat Kuasa untuk menjual dari Pemiliknya, apabila Penjual bukan Pemilik; dan b. Surat Pernyataan dari Pemilik atau Pemohon bahwa barang tidak dalam sengketa. Bagian Kedua 4 / 14

Tempat Lelang Pasal 4 (1) Lelang dilaksanakan dalam wilayah kerja Kantor Lelang tempat barang berada; (2) Tempat pelaksanaan lelang di luar wilayah kerja Kantor Lelang harus mendapat izin dari Kepala Badan untuk barang-barang yang berada dalam wilayah antar Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Wilayah setempat untuk barang-barang yang berada dalam wilayah Kantor Wilayah setempat. Bagian Ketiga Syarat Lelang Pasal 5 (1) Syarat-syarat umum dalam setiap pelaksanaan lelang: a. di hadapan Pejabat Lelang; b. di muka umum yang dihadiri sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang; c. pengumuman lelang; dan d. Harga Lelang dibayar secara tunai selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja setelah pelaksanaan lelang. (2) Penjual dapat mengajukan syarat-syarat khusus secara tertulis kepada Kepala Kantor Lelang antara lain: a. kesempatan bagi calon Pembeli Untuk melihat, meneliti secara fisik dan mendapat penjelasan barang yang akan dilelang; dan atau b. jangka waktu pengambilan/penyerahan barang (3) Syarat-syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Lelang dan dicantumkan dalam surat penetapan hari/tanggal lelang kemudian dimuat dalam bagian Kepala Risalah Lelang dan dibacakan di hadapan peserta lelang. Kepala Kantor Lelang wajib meminta: Pasal 6 a. Surat Keterangan Tanah (SKT) dari Kantor Pertanahan setempat apabila objek yang akan dilelang berupa tanah atau tanah dan bangunan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sebelum pelaksanaan lelang; b. Asli bukti kepemilikan/hak diserahkan ke Pejabat Lelang dan diperlihatkan kepada Peserta Lelang. Pasal 7 Dalam hal tanah atau tanah dan bangunan yang akan dilelang belum terdaftar di Kantor Pertanahan setempat: a. Kepala Kantor Lelang mensyaratkan kepada Penjual meminta Surat Keterangan dari Lurah/Kepala Desa yang menerangkan status kepemilikan; b. Berdasarkan Surat Keterangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Kantor Lelang meminta Surat Keterangan Tanah ke Kantor Pertanahan setempat. 5 / 14

Pasal 8 Kantor Lelang dapat menunda pelaksanaan lelang tanah atau tanah dan bangunan apabila: a. tidak ada SKT atas tanah atau tanah dan bangunan dari Kantor Pertanahan setempat; atau b. terdapat perbedaan data pada SKT dengan data pada sertifikat hak atas tanah yang akan dilelang atau data pada putusan/penetapan Pengadilan Negeri/PUPN/Pajak; Pasal 9 (1) Untuk dapat melaksanakan lelang di luar jam kerja atau hari besar/libur: a. Pejabat Lelang Kelas II meminta izin kepada Kepala Kantor Lelang Negara; b. Kepala Kantor Lelang Negara meminta izin kepada Kepala Kantor Wilayah. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku untuk lelang sukarela. Bagian Keempat Penundaan dan Pembatalan Lelang Pasal 10 (1) Lelang yang akan dilaksanakan dapat ditunda atau dibatalkan dengan putusan/penetapan Pengadilan, permintaan Penjual atau dokumen persaratan tidak lengkap. (2) Penundaan atau pembatalan lelang atas permintaan Pengadilan diajukan secara tertulis kepada Kantor Lelang dengan disertai putusan/penetapan Pengadilan yang menyatakan bahwa lelang tersebut dibatalkan atau ditunda. (3) Penundaan atau pembatalan lelang atas permintaan Penjual dilakukan secara tertulis ke Kantor Lelang beserta alasan-alasan yang jelas. (4) Penundaan atau pembatalan lelang atas permintaan Penjual hanya dapat dilakukan selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sebelum tanggal lelang kecuali pada lelang eksekusi dapat dilakukan sebelum pelaksanaan lelang. Pasal 11 Kepala Kantor Lelang dapat menuntut pembatalan pelaksanaan lelang yang tidak dapat dilaksanakan di hadapan Pejabat Lelang. Bagian Kelima Uang Jaminan Lelang Pasal 12 (1) Uang Jaminan disetor oleh peserta lelang sesuai dengan pengumuman lelang. 6 / 14

(2) Uang Jaminan yang disetor ke rekening Kantor Lelang, selambat-lambatnya I (satu) hari kerja sebelum pelaksanaan lelang harus sudah diterima pada rekening Kantor Lelang. Pasal 13 (1) Terhadap obyek lelang yang nilai pasarnya Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) ke atas, selain menyetor Uang Jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, juga diwajibkan menyampaikan surat pernyataan/kesanggupan melunasi hasil lelang dengan disertai bukti tersedianya dana. (2) Kantor Lelang dapat menyarankan secara tertulis kepada Penjual mengenai besarnya Uang Jaminan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) dari harga dasar. (3) Uang jaminan peserta lelang yang ditunjuk sebagai Pembeli, diperhitungkan dengan pembayaran hasil lelang yang terdiri dari Harga Lelang, Bea Lelang, dan Uang Miskin. (4) Uang Jaminan peserta lelang yang tidak ditunjuk sebagai Pembeli, dapat diambil oleh yang berhak atau kuasanya yang dibuktikan dengan, surat kuasa melalui Bendaharawan Penerima/Pejabat Lelang setelah lelang selesai, dengan mengembalikan Tanda Terima Penyetoran Uang Jaminan dan menandatangani Daftar Penyetoran dan Pengembalian Uang Jaminan. (5) Uang Jaminan disetor untuk 1 (satu) obyek lelang. (6) Dalam hal Pembeli wanprestasi, Uang Jaminan lelang disetorkan ke Kas Negara sebagai Pendapatan jasa lainnya (M.A.P. 0559). BAB II PELAKSANAAN LELANG Bagian Pertama Nilai Limit Pasal 14 (1) Penjual menentukan Nilai Limit barang yang akan dilelang secara tertulis untuk masing-masing barang atau paket barang yang akan dilelang. (2) Dalam hal lelang barang bergerak dilelang bersama-sama dengan barang tidak bergerak, Nilai Limit harus dirinci menurut masing-masing barang. (3) Nilai Limit diserahkan kepada Pejabat Lelang secara tertulis dalam amplop tertutup dan dimasukkan dalam kotak kaca transparan selambat-lambatnya pada saat akan dimulainya pelaksanaan lelang. (4) Pejabat Lelang menerima Nilai Limit dari Penjual. (5) Nilai Limit dibuka oleh Pejabat Lelang setelah selesai pembukaan dan pencatatan surat penawaran lelang, apabila penawaran dilakukan secara tertulis. (6) Nilai Limit dibuka oleh Pejabat Lelang sebelum penawaran dimulai, apabila penawaran dilakukan secara lisan. (7) Kantor Lelang menyarankan secara tertulis kepada Penjual agar Nilai Limit untuk barang yang dilelang ulang tidak kurang dari harga ditahan. 7 / 14

Bagian Kedua Penawaran Lelang Pasal 15 (1) Penawaran lelang dapat dilakukan dengan cara: a. lisan, b. tertulis; atau c. tertulis dilanjutkan secara lisan, apabila penawaran tertinggi belum mencapai Nilai Limit. (2) Penawaran dilakukan oleh Peminat atau kuasanya pada saat lelang. (3) Penerima kuasa hanya boleh menerima satu kuasa untuk barang yang sama. Pasal 16 (1) Cara penawaran lelang diusulkan secara tertulis oleh Penjual sebelum pengumuman lelang dan ditetapkan oleh Kepala Kantor lelang. (2) Dalam hal Penjual tidak mengusulkan cara penawaran Lelang, Kepala Kantor Lelang menetapkan cara penawaran lelang. (3) Penjual tidak diperkenankan mengusulkan cara penawaran lisan untuk sebagian barang dan cara penawaran tertulis untuk sebagian barang lainnya dalam satu pelaksanaan lelang. Pasal 17 Harga penawaran yang telah disampaikan oleh peserta lelang dan dicatat oleh Pejabat Lelang, tidak dapat dibatalkan oleh peserta lelang yang bersangkutan. Pasal 18 (1) Dalam hal pelaksanaan lelang dilakukan secara tertulis Surat penawaran dimasukkan dalam amplop tertutup dan di masukkan ke kotak kaca transparan. (2) Dalam hal pelaksanaan lelang dilakukan secara tertulis, peserta lelang tidak boleh mengajukan lebih dari satu Surat Penawaran terhadap barang yang sama. (3) Dalam hal penawaran harga secara tertulis tidak mencapai Nilai Limit yang dikehendaki Penjual, Pejabat Lelang dapat melanjutkan dengan cara lisan naik-naik. (4) Dalam hal terdapat beberapa penawar tertinggi yang harga penawarannya sama dalam lelang secara tertulis dan telah mencapai atau melampaui Nilai Limit, Pejabat Lelang berhak melanjutkan penawaran lelang untuk memperoleh harga penawaran tertinggi. (5) Penawaran lelang sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dilakukan dengan cara penawaran lisan naiknaik atau tertulis di antara para penawar tertinggi yang sama harga penawarannya. (6) Penawar tertinggi yang telah mencapai atau melampaui Nilai Limit ditetapkan sebagai Pembeli oleh Pejabat Lelang. 8 / 14

Bagian Ketiga Lelang Tidak Ada Penawaran Pasal 19 (1) Pelaksanaan lelang yang tidak ada penawaran, dinyatakan oleh Pejabat Lelang sebagai Lelang Tidak Ada Penawaran. (2) Pejabat Lelang membuat Risalah Lelang Tidak Ada Penawaran. Bagian Keempat Lelang Ditahan Pasal 20 (1) Pelaksanaan lelang yang harga penawaran tertinggi belum mencapai Nilai Limit, dinyatakan oleh Pejabat Lelang sebagai Lelang Ditahan. (2) Pejabat Lelang membuat Risalah Lelang Ditahan. Bagian Kelima Pembeli Pasal 21 (1) Pembeli wajib melunasi pembayaran hasil lelang selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja setelah pelaksanaan lelang kecuali mendapat dispensasi pembayaran hasil lelang secara tertulis dari Kepala Badan atas nama Menteri Keuangan. (2) Dalam hal dispensasi pembayaran hasil lelang diberikan, Pembeli harus sudah menyelesaikan kewajibannya sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan. (3) Pada saat ditunjuk sebagai pemenang lelang, Kepala Kantor Lelang mengirim surat untuk mengingatkan kewajiban pembeli melunasi pembayaran hasil lelang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2). (4) Apabila sampai dengan 3 (tiga) hari kerja setelah pelaksanaan lelang atau jangka waktu yang telah ditetapkan dalam dispensasi pembayaran basil lelang, Pembeli lelang belum melunasi pembayaran basil lelang Pejabat Lelang pada hari kerja berikutnya membuat Surat Peringatan kepada Pembeli untuk memenuhi kewajibannya dalam waktu 1 X 24 jam hari kerja sejak tanggal diberitahukannya Surat Peringatan. (5) Kepala Kantor Lelang memberitahukan Surat Peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) kepada Pembeli. (6) Apabila Surat Peringatan telah diberitahukan dan Pembeli tidak melunasi kewajibannya setelah jangka waktu yang ditetapkan, maka penunjukannya sebagai Pembeli dibatalkan oleh Pejabat Lelang dengan membuat pernyataan pembatalan. (7) Kepala Kantor Lelang memberitahukan Pernyataan Pembatalan yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang bersangkutan dengan surat kepada Pembeli yang wanprestasi dengan tembusan kepada Penjual, Kantor Wilayah dan Kantor Pusat. 9 / 14

Pasal 22 (1) Kepala Kantor Lelang/Pimpinan Balai Lelang melaporkan data pembeli lelang yang wanprestasi kepada Kepala Badan. (2) Kepala Badan membuat daftar Pembeli yang wanprestasi untuk disebarluaskan ke Kantor Lelang di seluruh Indonesia. (3) Pembeli yang wanprestasi tidak dibenarkan mengikuti lelang di seluruh wilayah Indonesia dalam waktu 6 (enam) bulan. Pasal 23 Sebelum pelaksanaan lelang, peserta lelang dapat memberikan kuasa kepada orang lain untuk mengikuti lelang dengan bukti Surat Kuasa yang bermaterai cukup dengan dilampiri fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemberi kuasa dan penerima kuasa. Pasal 24 (1) Bank sebagai kreditor dapat menjadi peserta lelang barang jaminan, dengan menyatakan bahwa Pembelian tersebut dilakukan untuk pihak lain yang akan ditunjuk kemudian. (2) Pembelian barang jaminan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dinyatakan dengan Akta Notaris yang diserahkan kepada Pejabat Lelang sebelum pelaksanaan lelang. (3) Bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak pelaksanaan lelang harus menyampaikan pernyataan tertulis mengenai nama dan identitas Pembeli yang ditunjuk kepada Kepala Kantor Lelang. (4) Kepala Kantor Lelang setelah menerima pernyataan dari Bank, mencatat dalam Minut Risalah Lelang. (5) Dalam hal Bank tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), Bank yang bersangkutan ditetapkan sebagai Pembeli. Bagian Keenam Pembayaran dan Penyetoran Uang Hasil Lelang Pasal 25 Pembeli melunasi Hasil Lelang ke rekening Kantor Lelang atau ke Pejabat Lelang jika pelunasan dilakukan secara tunai. Pasal 26 (1) Bendaharawan Penerima menyetorkan Harga Lelang, Bea Lelang, Uang Miskin, dan Pajak Penghasilan ke Rekening Kas Negara selambat-lambatnya 1 (satu) hari kerja setelah pembayaran diterima; (2) Bendaharawan Penerima menyerahkan Hasil Bersih Lelang ke Penjual selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja setelah pembayaran diterima. 10 / 14

BAB III RISALAH LELANG Pasal 27 (1) Risalah Lelang diberi nomor urut per Tahun Anggaran. (2) Bagian Kepala Risalah Lelang dibuat oleh Pejabat Lelang sebelum pelaksanaan lelang. (3) Bagian Badan Risalah Lelang dibuat oleh Pejabat Lelang pada saat pelaksanaan lelang dengan tulisan tangan dan atau diketik. (4) Bagian Kaki Risalah Lelang dibuat oleh Pejabat Lelang setelah lelang ditutup dengan tulisan tangan dan atau diketik. Pasal 28 (1) Produk Risalah Lelang yang dikeluarkan oleh Kantor Lelang terdiri dari: a. Minut Risalah Lelang adalah asli Risalah Lelang yang terdiri dari Bagian Kepala, Badan dan Kaki Risalah Lelang lengkap dengan lampiran-lampirannya; b. Petikan Risalah Lelang adalah turunan Risalah Lelang yang diberikan kepada Pembeli yang memuat Bagian Kepala, Badan yang khusus menyangkut Pembeli bersangkutan dan Kaki; c. Kutipan Risalah Lelang adalah turunan Risalah Lelang yang dikirim kepada Superintenden sebagai laporan yang memuat Bagian Kepala dan Kaki; d. Salinan Risalah Lelang adalah turunan dari keseluruhan Risalah Lelang yang diberikan kepada Penjual; dan e. Grosse Risalab Lelang adalah salinan Risalah Lelang yang memuat irah-irah "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa" dan diterbitkan atas permintaan Pembeli atau kuasanya. (2) Penulisan kata Petikan, Kutipan, Salinan dilakukan pada: a. halaman pertama Risalah Lelang, di atas kata-kata "Risalah Lelang". b. halaman terakhir Risalah Lelang pada bagian kanan bawah sebelum tanda tangan Kepala Kantor Lelang dengan dibubuhkan kata-kata "diberikan sebagai petikan atau kutipan atau salinan" (3) Risalah Lelang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberi sampul: a. warna merah muda untuk barang tidak bergerak atau barang tidak bergerak yang disatukan dengan barang bergerak; dan b. warna kuning muda untuk barang bergerak. Pasal 29 (1) Minut Risalah Lelang dibuat dan ditandatangani Pejabat Lelang di atas meterai cukup. (2) Salinan, Petikan dan Kutipan Risalah Lelang dibuat oleh Pejabat Lelang dan ditandatangani Kepala Kantor Lelang. (3) Petikan Risalah Lelang ditandatangani oleh Kepala Kantor Lelang di atas materai cukup. 11 / 14

Pasal 30 (1) Penandatanganan Risalah Lelang dilakukan sebagai berikut: a. Pejabat Lelang pada setiap lembar di sebelah kanan atas dari Risalah Lelang kecuali lembar terakhir; b. Pejabat Lelang, Penjual dan Pembeli, khusus untuk barang tidak bergerak pada lembar terakhir; dan c. Pejabat Lelang dan Penjual khusus untuk barang bergerak pada lembar terakhir. (2) Apabila Penjual tidak menandatangani Risalah Lelang atau tidak hadir setelah Risalah Lelang ditutup, hal ini dicatat di bagian kaki Risalah Lelang dan dinyatakan sebagai tanda tangan oleh Pejabat Lelang. (3) Apabila Pejabat Lelang meninggal dunia sebelum menyelesaikan pembuatan Risalah Lelang, Kepala Kantor Lelang bertanggung jawab untuk menyelesaikan Risalah Lelang. Pasal 31 (1) Pejabat Lelang harus mencatat hal-hal yang dianggap penting pada Bagian Bawah Kaki Risalah Lelang yang telah ditutup antara lain: a. Pembeli lelang wanprestasi; b. ada/tidaknya bantahan atas pembayaran Hasil Lelang; atau c. Pembeli Lelang yang ditunjuk oleh Bank Kreditor yang menggunakan Akta sebagaimana dimaksud Pasal 25 ayat (2). (2) Dalam hal Pejabat Lelang dipindahtugaskan /meninggal dunia, maka pencatatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Kepala Kantor Lelang. (3) Kepala Kantor Lelang membubuhi tanggal dan tanda tangan pada setiap catatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2). Pasal 32 (1) Bea Meterai untuk Minut Risalah Lelang dibebankan kepada Penjual. (2) Bea Meterai untuk Petikan Risalah Lelang/Grosse Risalah Lelang dibebankan kepada Pembeli. (3) Bea Meterai untuk 5alinan Risalah Lelang kedua, ketiga dan seterusnya dibebankan kepada Penjual. Pasal 33 (1) Jangka waktu penyelesaian Risalah Lelang paling lambat 6 (enam) hari kerja setelah pelaksanaan lelang. (2) Petikan Risalah Lelang tanah atau tanah dan bangunan, jangka waktu penyelesaian selambat-lambatnya 6 (enam) had kerja setelah Pembeli menunjukkan bukti setor pelunasan BPHTB. Pasal 34 (1) Minut Risalah Lelang disimpan pada Kantor Lelang secara rapi dan teratur dengan nomor berurutan sesuai dengan bulan dan tahun anggaran (2) Minut Risalah Lelang tidak dapat: 12 / 14

a. digandakan; b. dikeluarkan, kecuali atas izin Kepala Kantor Lelang untuk pembuktian di mana Kantor Lelang sebagai pihak tergugat/saksi; dan c. disita kecuali dengan izin Mahkamah Agung, sesuai dengan pasal 65 dan 66 Undang-Undang Perbendaharaan Indonesia. BAB IV PEMBUKUAN DAN LAPORAN LELANG Pasal 35 (1) Buku yang harus dibuat oleh Kantor Lelang adalah: a. Buku Permintaan Lelang; b. Buku Kas Umum; c. Buku Kas Pembantu; dan d. Buku Penjualan, Penyetoran dan Tunggakan Hasil Lelang. (2) Buku yang harus dibuat oleh Balai Lelang: a. Buku Permintaan Lelang; b. Buku Penerimaan dan Penyerahan Barang; dan c. Buku Penerimaan dan Penyetoran Uang Hasil Lelang. Pasal 36 (1) Laporan yang harus dibuat oleh Kantor Lelang adalah: a. Jadwal Lelang; b. Register Penutupan Kas; c. Realisasi Pelaksanaan Lelang; d. Perhitungan dan Pertanggungjawaban (PPJ); e. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP); f. Pembuatan Risalah Lelang; g. Perkembangan Penanganan Perkara di Pengadilan; h. Frekuensi Penggalian Potensi Lelang; dan i. Daftar Pembeli Lelang Wanprestasi. (2) Laporan yang harus dibuat oleh Balai Lelang adalah: a. Jadwal Lelang; b. Daftar Pelelangan Barang; c. Daftar Penerimaan Barang; 13 / 14

d. Penyetoran Biaya Administrasi; e. Laporan Kegiatan Tahunan; dan f. Daftar Pembeli Lelang Wanprestasi. (3) Laporan yang harus dibuat oleh Pejabat Lelang Kelas II berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). (4) Laporan yang harus dibuat oleh Kantor Wilayah adalah: a. Frekuensi Penggalian Potensi Lelang; dan b. Rekapitulasi Penerimaan Hasil Lelang dan Pencapaian Target. BAB V KETENTUAN PENUTUP Pasal 37 Dengan berlakunya Keputusan ini, Keputusan Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara dan yang setingkat serta peraturan pelaksanaannya yang telah ada sebelumnya sepanjang mengatur hal yang sama atau yang bertentangan dinyatakan tidak berlaku. Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan Di Jakarta, Pada Tanggal 14 Desember 2000 KEPALA BADAN URUSAN PIUTANG DAN LELANG NEGARA, Ttd. KARSONO SURJOWIBOWO NIP. 060033116 14 / 14