BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. gangguan pada saluran reproduksi (Romauli&Vindari, 2012). Beberapa masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.2. Sifilis. Epididimitis. Kanker prostat. Keputihan

BAB 1 PENDAHULUAN. jernih yang keluar, bercampur dengan bakteri, sel-sel vagina yang terlepas dan

BAB PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sisten reproduksi dan fungsi serta proses-prosesnya, guna mencapai kesejahteraan yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DAN HIV / AIDS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sosial secara utuh yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan,

BAB V PEMBAHASAN. A. Lama Penggunaan KB IUD dan Kejadian Keputihan. 1 tahun masing-masing adalah sebanyak 15 responden (50%), sehingga total

DETEKSI DINI MASALAH KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA MELALUI PENJARINGAN ANAK USIA SEKOLAH LANJUTAN ( SMP/MTs & SMA/ MA sederajat )

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kondisi inilah akan mudah terkena infeksi jamur. Keputihan yang terjadi

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG FLOUR ALBUS FISIOLOGI DAN FLOUR ALBUS PATOLOGI DI SMK NEGERI 2 ADIWERNA KABUPATEN TEGAL

BAB I PENDAHULUAN. biak dan ekosistem di vagina terganggu sehingga menimbulkan bau tidak sedap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang penting dan patut. bagi kehidupan seorang pria maupun wanita.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artinya berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Masa. menjalani proses terjadi pertumbuhan dan perkembangan

BAB II TINJAUAN TEORI

Beberapa Penyakit Organ Kewanitaan Dan Cara Mengatasinya

BAB 1 PENDAHULUAN. sikap dan tekad kemandirian manusia dan masyarakat Indonesia dalam rangka

SURAT PERNYATAAN EDITOR BAHASA INDONESIA. Judul : Tingkat Pengetahuan Remaja Putri Kelas X SMA AL AZHAR Medan

2016 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA MADYA (13-15 TAHUN) KELAS VII DAN VIII TENTANG PERSONAL HYGIENE PADA SAAT MENSTRUASI DI SMPN 29 BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenal usia. Keputihan juga dapat menimbulkan rasa tidak nyaman yang dapat

Tentang Penyakit SIPILIS dan IMPOTEN...!!! Posted by AaZ - 12 Aug :26

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG VULVA HYGIENE DENGAN KEJADIAN LEUKOREA PADA REMAJA PUTRI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Keputihan atau fluor albus merupakan salah satu masalah yang banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. manusia, dan sering disebut masa peralihan. Tanda - tanda remaja pada

BAB 1 PENDAHULUAN. proses) yang dimiliki oleh remaja baik secara fisik, mental, emosional dan

DAFTAR PUSTAKA. Arikunto, S Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi : Revisi VI. Jakarta : Rineka Cipta

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan sistem reproduksi termasuk kebersihan daerah genetalia, khususnya

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan, remaja adalah masa transisi dari kanan-kanak menuju dewasa

HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI KELAS 2 TENTANG VULVA HYGIENE DENGAN KEPUTIHAN DI MTs MASHLAHIYAH KRECEK BADAS

BAB V PEMBAHASAN. uji statistik hubungan antara pengetahuan tentang hygiene organ reproduksi

Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. kelamin) (Manuaba Ida Bagus Gde, 2009: 61). Wanita yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan reproduksi (kespro) merupakan masalah vital dalam

FLOUR ALBUS/LEUKOREA A RI FUAD FAJRI

Menggunakan alat-alat tradisional yang tidak steril seperti alat tumpul. Makan nanas dan minum sprite secara berlebihan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Seksualitas Remaja dan Kesehatan Reproduksi Rachmah Laksmi Ambardini Fakultas Ilmu Keolahragaan UNY

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. semasa hidup dan dapat dipergunakan sewaktu-waktu sebagai alat penyesuaian diri,

BAB 1 PENDAHULUAN. segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran dan proses reproduksi yang

BAB II TINJAUAN TEORI

PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi resiko resiko kesehatan reproduksi. Kegiatan kegiatan seksual

BAB I PENDAHULUAN. periode transisi dari masa anak menuju masa dewasa. Dalam masa remaja ini

Hubungan Personal Hygiene Organ Reproduksi dengan Kejadian Keputihan pada Remaja Siswi Smk N 1 Sumber Kecamatan Sumber Kabupaten Rembang

BAB VI PEMBAHASAN. Persepsi merupakan suatu proses yang diawali oleh rangsangan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Gangguan & Penyakit pada Sistem Reproduksi Manusia

Perilaku Vulva Hygiene Berhubungan dengan Kejadian Keputihan pada Remaja Putri Kelas XII SMA GAMA 3 Maret Yogyakarta

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang ditandai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, seseorang paling tepat dan murah apabila tidak menunggu

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku sehat, salah satunya adalah perilaku perineal hygiene. Perilaku

BAB 1 PENDAHULUAN. Badan kesehatan dunia World Health Organizationmemperkirakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) mendefinisikan kesehatan adalah suatu

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Kata kunci: kontrasepsi hormonal, pengetahuan perawatan organ reproduksi, keputihan. Cairan tersebut bervariasi dalam PENDAHULUAN

Infeksi Menular Seksual (IMS) dan Infeksi Lainnya pada Alat Kelamin. Mengapa IMS menjadi masalah penting pada seorang perempuan?

Faktor Risiko Kejadian Kandidiasis Vaginalis pada Akseptor KB

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN PERAWATAN GENETALIA DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA SANTRIWATI PONDOK PESANTREN AL IMAN SUMOWONO KABUPATEN SEMARANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit menular seksual adalah penyakit yang ditularkan melalui

MAKALAH. Di susun oleh MOHAMMAD SHIDDIQ SURYADI IIA

B A B II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanakkanak

KUESIONER PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada keadaan fisiologis vagina dihuni oleh flora normal. Flora

BAB I PENDAHULUAN. Leukorea atau keputihan (white discharge/flour albus) adalah gejala

BAB 1 PENDAHULUAN. Personal hygiene berasal dari bahasa yunani yaitu personal yang artinya

Risna Triyani dan Ardiani S. Akademi Kebidanan Estu Utomo Boyolali ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. kognitif, moral, maupun sosial (Mahfiana&Yuliani,2009:1). Pada masa ini

BAB I PENDAHULUAN. sosial secara utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Fluor albus (leukorea, vaginal discharge, keputihan) adalah salah satu

Bab II. Solusi Terhadap Masalah-Masalah Kesehatan. Cerita Juanita. Apakah pengobatan terbaik yang dapat diberikan? Berjuang untuk perubahan

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 1, April 2016 ISSN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG KEBERSIHAN ALAT GENITALIA SAAT MENSTRUASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada masa remaja bisa meningkat terutama dalam bidang repoduksi dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. khusus adalah alat reproduksi. Pengetahuan dan perawatan yang baik merupakan faktor

Lemeshow, S.Dkk, Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan. Gajah Mada University press. Yogya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional

HIV/AIDS. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

IMS Dan Pemeriksaan Kesehatan Rutin

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental, dan

KUESIONER FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU IBU DALAM PEMERIKSAAN PAP SMEAR DI POLI GINEKOLOGI RSUD DR PIRNGADI MEDAN TAHUN

Gonore Menyebabkan Vagina Bernanah

BAB I PENDAHULUAN. penyebarannya sangat cepat. Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. ketidakseimbangan hormon reproduksi wanita. 1. berwarna selain itu, bisa berwarna abu-abu, kehijauan bahkan merah.

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh menjadi

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan. Pertumbuhan merupakan perubahan secara fisiologis sebagai

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran fisiologis Vagina Selama periode reproduksi pada wanita dengan tingkat estrogen yang mencukupi, lactobacillus merupakan flora normal yang paling dominan(>95%) hidup dan berkembang biak dalam vagina, dan selebihnya adalah bakteri patogen. Dalam kondisi seimbang bakteri pathogen ini tidak akan mengganggu (Gupte et al, 2010). Pada kondisi normal ph vagina keasamannya dipertahankan oleh adanya Lactobacillus yaitu Bacillus doederlin. Bakteri ini mengubah glikogen menjadi asam laktat yang berfungsi mempertahankan ph vagina agar tetap dalam kondisi asam (3.5-4.5). Hal ini bertujuan untuk mencegah berkembangnya bakteri patogen dalam vagina. Dengan tingkat keasaman tersebut, laktobasilus akan subur dan bakteri patogen tidak bisa hidup. Banyak faktor yang menyebabkan ketidakseimbangan ph vagina, antara lain kontrasepsi oral, diabetes mellitus, pemakaian antibiotik, darah haid, cairan mani, penyemprotan cairan ke dalam vagina (douching) dan gangguan hormon (Yuliana, 2000 ; Benson, 2008;Nurhayati, 2013). Hormone estrogen diperlukan untuk menjaga tingkat keasaman vagina, menjaga kehidupan Lactobacillus sebagai flora normal dan ploriferasi sel epitel squamosa vagina sehingga membrane mukosa vagina membentuk barier terhadap invasi bakteri. Kelenjar pada serviks menghasilkan suatu cairan jernih yang keluar bercampur dengan bakteri, sel epitel vagina serta serviks. Cairan vagina yang berasal dari traktus genitalia atas maupun bawah, yang sifatnya asam merupakan interaksi antara laktobacillus dan glikogen yang dapat mempertahankan keasaman cairan 7

8 vagina. Apabila ph naik diatas lima, maka insiden infeksi pada vagina akan meningkat. Cairan yang terus mengalir dari vagina berfungsi untuk mempertahankan kebersihan relatif vagina serta sebagai mekanisme pertahanan dari berbagai macam infeksi. (Bobak, 2005, Wiknjosastro, 2005). Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa vagina sebenarnya telah memiliki suatu mekanisme alami yang akan mempertahankan keseimbangan keasaman vagina. Mekanisme ini diperankan oleh bakteri normal yang secara alami terdapat di dalam vagina. Apabila keseimbangan tersebut terganggu, bakteri ini akan mati dan justru menyebabkan perkembangbiakan bakteri patogen yang dapat menimbulkan penyakit. 2.2 Masalah-masalah pada organ reproduksi wanita 2.2.1 Infeksi saluran reproduksi Infeksi menular seksual Adalah infeksi yang disebabkan oleh organisme yang biasanya berada disaluran reproduksi atau diperoleh dari luar selama melakukan hubungan seks atau karena prosedur pengobatan/tindakan medis (Depkes RI, 2008). Contohnya : 1. Kandidiasis vaginal Merupakan infeksi yang disebabkan oleh infeksi candida albicans. Gejalanya berupa keputihan seperti susu dengan konsistensi kental, berbau menyengat dan disertai rasa gatal yang berlebihan pada vulva dan vagina. Infeksi jamur ini mengakibatkan peradangan pada daerah mulut dan bibir vagina. 2. Trikomoniasis Merupakan infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual, perlengkapan mandi atau perlengkapan pribadi. Gejalanya berupa keputihan yang berbuih, tipis, berbau, banyak dan berwarna putih atau kuning kehijauan.

9 3. Bacterial vaginosis Merupakan penyebab vaginitis paling umum. Penyebab infeksi ini adalah karena perubahan komposisi flora normal pada vagina dimana terjadi peningkatan pertumbuhan bakteri anaerobic dan kenaikan konsentrasi Gardnerella vaginalis. Gejalanya berupa keputihan tipis, homogen, berwarna putih keabu-abuan dan berbau amis. 4. Sifilis Sifilis adalah infeksi yang disebabkan oleh treponema pallidum dan bersifat kronis, dapat menyerang semua organ tubuh dan dapat menyerupai banyak penyakit. Masa tunas berkisar antara 10-90 hari. Keluhan : Stadium I (sifilis primer. Ditandai dengan adanya benjolan kecil merah yang tidak disertai rasa nyeri. dan akan hilang secara spontan meski tanpa pengobatan dalam waktu 3-10 minggu. Stadium II (sifilis sekunder). Muncul gejala menyerupai penyakit kulit lain berupa bercak merah, benjolan kecil-kecil seluruh tubuh, tidak gatal, dan dapat disertai pembesaran kelenjar getah bening yang bersifat menyeluruh. Stadium III (sifilis tersier), ditandai dengan kelainan yang bersifat destruktif pada kulit serta adanya radang yang terjadi secara perlahan-lahan pada jantung, sistim pembuluh darah dan syaraf. Komplikasi. pada kehamilan terjadi sifilis congenital. 5. Gonorea Gonorea adalah infeksi yang disebabkan oleh neisseria gonorrhoeae. Masa tunas 2-5 hari pada pria, sedangkan pada wanita sulit ditentukan karena pada umumnya tidak menimbulkan keluhan atau gejala. Pada laki-laki akan menimbulkan rasa gatal, panas saat kencing, keluar cairan/nanah kental berwarna kuning kehijauan secara spontan dari saluran kencing, ujung penis

10 tampak merah, bengkak dan menonjol keluar. Komplikasi pada laki-laki adalah infeksi pada testis atau buah zakar, saluran sperma sehingga bisa menimbulkan penyempitan dan berakhir kemandulan. Sedangkan Komplikasi pada wanita adalah terjadinya penjalaran infeksi ke rahim dan saluran telur sehingga dapat menyebabkan kemandulan. Bila mengenai ibu hamil yang dapat menyebabkan kebutaan. 6. Chlamydia Clamydia disebabkan oleh bakteri Clamydia trachomatis. Biasanya peyakit ini tidak menimbulkan gejala apapun. Namun pada beberapa penderita dapat timbul gejala seperti keluarnya nanah dari penis pada laki-laki atau keputihan pada wanita, terkadang juga disertai adanya rasa sakit ketika buang air kecil. Gejala awal timbul dalam waktu 3-12 hari atau lebih setelah terinfeksi. Pada penis atau vagina muncul lepuhan kecil berisi cairan yang tidak disertai nyeri. Lepuhan ini berubah menjadi ulkus yang segera membaik sehingga seringkali tidak diperhatikan oleh penderita. Selanjutnya terjadi pembengkakan kelenjar getah bening pada salah satu atau kedua selangkangan (Winkjosastro,2007;Depkes RI, 2008) 2.3 Perilaku hygiene vagina yang tepat Di dalam vagina terjadi suatu mekanisme alami yang bertujuan untuk menjaga kebersihan saluran vagina yaitu dengan memproduksi lendir. Lendir yang dihasilkan oleh vagina ini akan membersihkan sisa darah menstruasi, sisa air mani, dan cairan vagina lainnya. Sedangkan untuk menjaga kebersihan bagian luar vagina atau vulva cukup dengan mencuci secara teratur daerah vulva dengan air ketika mandi. Hal penting yang perlu diingat adalah setelah dicuci dengan air hangat daerah

11 vulva harus dikeringkan dengan cara ditepuk-tepuk dengan handuk yang lembut (womenhealth, 2005;Gupte et al, 2010). Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk merawat organ genetalia yaitu : a. Mandi dengan teratur. b. Mencuci tangan sebelum menyentuh vagina. c. Membasuh vagina dari arah depan ke belakang dengan hati-hati menggunakan air bersih setelah buang air besar dan buang air kecil dan mandi. d. Mengganti pakaian dalam minimal 2 kali sehari e. Mengggunakan pakaian dalam yang bersih dan terbuat dari bahan katun. Bahan lain misalnya nilon dan polyester akan membuat gerah, panas dan membuat vagina menjadi lembab. Kondisi ini dapat menyebabkan bakteri dan jamur berkembang biak. f. Selama mentruasi pembalut sebaiknya diganti sekitar empat sampai lima kali dalam sehari untuk menghindari pertumbuhan bakteri pada pembalut yang digunakan dan mencegah masuknya bakteri tersebut ke dalam vagina (Nurul, 2010;Weiss, 2012; Nurhayati, 2014) 2.4 Perilaku Hygiene Vagina Yang Kurang Tepat dan Akibatnya Pembersihan vagina berlebihan adalah salah satu penyebab paling umum dari dermatitis kontak iritan. Banyak wanita yang beranggapan bahwa area genitalia mereka kotor sehingga membutuhkan produk-produk pembersih tertentu seperti sabun antiseptik, tissue dengan pewangi, bedak antiperspirant, deodoran dan cairan pembersih vagina lain (douches). Antiseptik yang digunakan untuk kebersihan genetalia ini dapat mengganggu produksi kelenjar keringat dan dapat mengakibatkan

12 iritasi pada kulit area genetalia. Sedangkan penggunaan deodoran di sekitar vagina akan merusak keseimbangan organisme dan cairan vagina sehingga memungkinkan terjadinya infeksi pada vagina (vaginitis) (womenhealth, 2005;Gupte et al, 2010). Membersihkan vagina menggunakan sabun yang sama untuk membersihkan badan dapat mengakibatkan vagina menjadi kering terutama bagi wanita yang mengalami alergi atau tingkat sensitifitas yang sangat tinggi. Penggunaan sabun untuk membersihkan vagina dapat menimbulkan iritasi kulit, kondisi vagina menjadi kering dan juga rasa gatal disekitar vagina. Disamping itu sabun dengan ph basa dapat mengganggu keseimbangan ph vagina dan meningkatkan risiko infeksi local (womenhealth, 2005;Gupte et al, 2010). Perilaku hygiene vagina yang kurang tepat seperti douching vagina juga dapat menyebabkan iritasi pada dinding vagina dan meningkatkan resiko infeksi pada saluran reproduksi. Douching vagina diartikan sebagai suatu kegiatan mencuci atau membersihkan vagina (jalan lahir) dengan menggunakan air ataupun campuran dari cairan-cairan tertentu yang dikemas dalam sebuah wadah seperti tabung. Cairan ini kemudian digunakan untuk membilas atau membersihkan vagina dengan cara disemprotkan ke dalam liang vagina (womenhealth, 2005). Masyarakat umum khususnya bagi perempuan, douching vagina dilakukan sebagai bagian dari personal hygiene (kesrepro, 2004)..Tujuan melakukan douching diantaranya adalah: untuk membilas darah setelah periode menstruasi, membersihkan vagina setelah melakukan hubungan seksual untuk mencegah IMS, membersihkan sperma untuk mencegah kehamilan, dan mencegah bau saat keputihan (womenhealth, 2005). Dalam penelitian yang dilakukan Novya tahun 2012 terhadap wanita di kota Denpasar, di dapat data bahwa dari 120 wanita yang diteliti sebanyak 37 wanita (30,8%) melakukan douching vagina.

13 Penelitian menujukkan bahwa perempuan yang melakukan douching secara rutin cenderung untuk mengalami masalah yang lebih banyak dibanding perempuan yang jarang melakukannya. Masalah-masalah tersebut diantaranya iritasi vagina, infeksi bakterial vaginosis, infeksi menular seksual, kanker serviks, kandidiasis dan infertilitas. Perempuan yang sering melakukan douching juga lebih berisiko untuk menderita PID (radang panggul) (kesrepro, 2004;Martino and Vermund, 2002). Secara biologis, douching vagina meningkatkan risiko untuk kejadian IMS karena mengakibatkan terbilasnya hidrogen peroxide dalam vagina yang merupakan hasil produksi dari organisme lactobacili, yang merupakan bagian dari flora normal vagina, dimana organisme ini akan memproduksi asam laktat yang menjaga keasaman ph vagina. Untuk memproduksi asam laktat beberapa spesies lactobacilli membuat hydrogen peroxide (H 2 O 2 ) yang memegang peranan penting dalam perlindungan terhadap bakteri patogen dalam vagina (Vermund & Allen, 2009) Pada penelitian yang dilakukan Azizah tahun 2011 terhadap wanita di Poli kandungan RSUD dr Sosodoro Djatikoesoemo menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara penggunaan vaginal douching dengan kejadian servicitis pada wanita. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa, melakukan douching vagina dapat meningkatkan risiko kejadian kanker serviks. Kebisaaan melakukan douching vagina akan meningkatkan risiko kanker serviks sebesar empat kali (Martiana, 2011). 2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku Hygiene Vagina Berdasarkan teori dari Lawrence Green (1980) dalam (Notoatmodjo 2007), faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku, antara lain:

14 1. Faktor predisposisi (predisposing faktor) Adalah faktor-faktor yang dapat mempermudah atau mempredisposisi perilaku pada diri seseorang atau masyarakat yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, tradisi, nilai-nilai, sosial ekonomi dan sebagainya. a. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan tersebut melalui penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Widyastuti dkk, 2013 menyatakan bahwa ada hubungan signifikan antara pengetahuan dan keputusan menggunakan layanan gurah vagina teknik ratus. Pada penelitian yang dilakukan oleh Luthfiana, 2014 menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan tentang personal hygiene dengan perilaku remaja saat menstruasi. Penelitian lain yang dilakukan oleh Fidyawati, 2012 juga menyatakan terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan perilaku personal hygiene. Jadi, dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan seseorang tentang sesuatu hal sangat berpengaruh terhadap perilaku orang tersebut. b. Persepsi Persepsi adalah suatu proses yang dilalui oleh suatu stimulus yang diterima panca indera yang kemudian diorganisasikan dan diinterpretasikan sehingga individu menyadari objek yang diinderanya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Widyastuti dkk, 2013, menunjukkan bahwa persepsi

15 mempunyai hubungan signifikan dengan keputusan menggunakan layanan gurah vagina teknik ratus. 2. Faktor pendukung (enabling faktor) Adalah faktor pemungkin yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana pelayanan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Umairoh, 2013 terdapat pengaruh yang signifikan antara ketersediaan sarana dan prasarana terhadap perilaku perineal hygiene pada remaja putri. 3. Faktor pendorong (reinforcing faktor) Adalah faktor penguat yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Termasuk juga disini undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan untuk berperilaku sehat juga pengaruh media elektronik dan media massa. Penelitian Widyastuti dkk tahun 2013, hasilnya menunjukkan bahwa pengaruh iklan media massa memberikan kontribusi tertinggi terhadap pengambilan keputusan memakai layanan gurah vagina teknik ratus dengan OR 8,47. Hasil penelitian yang dilakukan Hendarin, 2009 menyatakan bahwa terdapat hubungan antara iklan kesehatan seksual wanita dengan praktik bilas vulvovaginal. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa media massa dan elektronik memiliki kontribusi besar dalam penyebaran informasi kesehatan. Hal ini juga didukung oleh semakin mudahnya akses terhadap informasi-informasi tersebut. Dengan demikian perolehan informasi yang semakin mudah melalui media massa maupun elektronik akan meningkatkan

16 pengetahuan masyarakat tentang berbagai informasi, produk, maupun jasa tertentu, sehingga mempengaruhi pengambilan keputusan.