: KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

dokumen-dokumen yang mirip
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

KEPMEN NO. 234 TH 2003

KEPMEN NO. 231 TH 2003

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.102 /MEN/VI/2004 TENTANG WAKTU KERJA LEMBUR DAN UPAH KERJA LEMBUR

KEPMEN NO. 234 TH 2003

KEPMEN NO. 224 TH 2003

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 48/MEN/IV/2004 TENTANG

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

: KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.48/MEN/IV/2004 TENTANG

KEPMEN NO. 228 TH 2003

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

KEPMEN NO. 225 TH 2003

KEPMEN NO. 227 TH 2003

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA Nomor : KEP.201/MEN/2001 TENTANG KETERWAKILAN DALAM KELEMBAGAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 225 /MEN/2003 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.261/MEN/XI/2004 TENTANG

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN STRUKTUR DAN SKALA UPAH.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 226 /MEN/2003

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PENANGGUHAN PELAKSANAAN UPAH MINIMUM PROVINSI

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 355/MEN/X/2009 TENTANG

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat

KEPMEN NO. 201 TH 2001

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER-03/MEN/I/2005 TENTANG TATA CARA PENGUSULAN KEANGGOTAAN

PERATURAN MENTERI NO. 06 TH 2005

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG TATA KERJA DAN SUSUNAN ORGANISASI LEMBAGA KERJA SAMA TRIPARTIT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG TATA KERJA DAN SUSUNAN ORGANISASI LEMBAGA KERJA SAMA TRIPARTITT

KEPMEN 226/MEN//VII/2003 Tentang TATA CARA PERIZINAN PENYELENGGARAAN PROGRAM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG TATA KERJA DAN SUSUNAN ORGANISASI LEMBAGA KERJA SAMA TRIPARTIT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG TATA KERJA DAN SUSUNAN ORGANISASI LEMBAGA KERJA SAMA TRIPARTIT

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2004 TENTANG DEWAN PENGUPAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN

Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

GUBERNUR SUMATERA BARAT

3. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat. Mengingat : I. Menimbang : a.

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG

PERATURAN BERSAMA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI DAN MENTERI DALAM NEGERI

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 17 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KERJA SAMA TRIPARTIT KOTA TEGAL

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG TATA KERJA DAN SUSUNAN ORGANISASI LEMBAGA KERJA SAMA TRIPARTIT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2008 TENTANG

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

K E P U T U S A N NOMOR : KEP-438/MEN/1992 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PEMBINAAN SERIKAT PEKERJA DI PERUSAHAAN MENTERI TENAGA KERJA R.

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2004 TENTANG DEWAN PENGUPAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER.02/MEN/I/2005 TENTANG

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

-2-1. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/bu

SUSUNAN KEANGGOTAAN DAN TUGAS LKS BIPARTIT TERKAIT PENYELESAIAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

2015, No Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembar

KEPMEN NO. 92 TH 2004

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2008 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI NO. 21 TH 2005

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENGUSULAN KEANGGOTAAN DEWAN PENGUPAHAN KOTA SURAKARTA WALIKOTA SURAKARTA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.16/MEN/2001 TENTANG TATA CARA PENCATATAN SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

TENTANG DI KOTA CIMAHI. Ketenagakerjaan. Kerja Asing;

Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA DAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

KEPMEN NO. 16 TH 2001

UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

2017, No Tahun 2015 Nomor 237, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5747); 3. Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2015 tentang Kemen

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTER! TENAGA KERJA DAN T SMIGRASI KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 102/MENNI/2004 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG

III. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial Pancasila. Dasar Hukum Aturan lama. Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER-01/MEN/1994 TENTANG SERIKAT PEKERJA TINGKAT PERUSAHAAN MENTERI TENAGA KERJA,

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.16/MEN/2001 TENTANG TATA CARA PENCATATAN SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.17/MEN/XI/2010 TENTANG PERENCANAAN TENAGA KERJA MIKRO

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA

Transkripsi:

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 255/MEN/2003 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN KEANGGOTAAN LEMBAGA KERJASAMA BIPARTIT MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 106 ayat (4) Undangundang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, maka perlu ditetapkan tata cara pembentukan dan susunan keanggotaan lembaga kerjasama bipartit; b. bahwa untuk itu perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri; : 1. Undang-undang Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 121; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3989); 2. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279); 3. Keputusan Presiden Nomor 228/M Tahun 2001 tentang Pembentukan Kabinet Gotong Royong; Memperhatikan : 1. Pokok-pokok Pikiran Sekretariat Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional tanggal 31 Agustus 2003; 2. Kesepakatan Rapat Pleno Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional tanggal 25 September 2003; MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN KEANGGOTAAN LEMBAGA KERJASAMA BIPARTIT. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan : 1. Lembaga kerjasama bipartit yang selanjutnya disebut LKS Bipartit adalah forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal-hal yang

berkaitan dengan hubungan industrial di satu perusahaan yang anggotanya terdiri dari pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh yang sudah tercatat di instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan atau unsur pekerja/buruh. 2. Pengusaha adalah: a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri; b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia. 3. Perusahaan adalah: a. setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. b. Usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. 4. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. 5. Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun diluar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya. 6. Menteri adalah Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. BAB II FUNGSI DAN TUGAS Pasal 2 Fungsi LKS Bipartit adalah : a. sebagai forum komunikasi, konsultasi, dan musyawarah antara pengusaha dan wakil serikat pekerja/serikat buruh atau pekerja/buruh pada tingkat perusahaan; b. sebagai forum untuk membahas masalah hubungan industrial di perusahaan guna meningkatkan produktivitas kerja dan kesejahteraan pekerja/buruh yang menjamin kelangsungan usaha dan menciptakan ketenangan kerja.

Pasal 3 Untuk melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 LKS Bipartit mempunyai tugas : a. melakukan pertemuan secara periodik dan/atau sewaktu-waktu apabila diperlukan; b. mengkomunikasikan kebijakan pengusaha dan aspirasi pekerja/buruh berkaitan dengan kesejahteraan pekerja/buruh dan kelangsungan usaha; c. melakukan deteksi dini dan menampung permasalahan hubungan industrial di perusahaan; d. menyampaikan saran dan pertimbangan kepada pengusaha dalam penetapan kebijakan perusahaan; e. menyampaikan saran dan pendapat kepada pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh. BAB III TATA CARA PEMBENTUKAN Pasal 4 (1) Setiap perusahaan yang mempekerjakan 50 (lima puluh) orang pekerja/buruh atau lebih wajib membentuk LKS Bipartit. (2) LKS Bipartit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk oleh unsur pengusaha dan unsur pekerja/buruh. Pasal 5 Anggota LKS Bipartit dari unsur pekerja/buruh ditentukan sebagai berikut: 1. Dalam hal di perusahaan terdapat 1 (satu) serikat pekerja/serikat buruh dan semua pekerja/buruh menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh tersebut, maka secara otomatis pengurus serikat pekerja/serikat buruh menunjuk wakilnya dalam LKS Bipartit. 2. Dalam hal di perusahaan belum terbentuk serikat pekerja/serikat buruh, maka yang mewakili pekerja/buruh dalam LKS Bipartit adalah pekerja/buruh yang dipilih secara demokratis. 3. Dalam hal di perusahaan terdapat lebih dari 1 (satu) serikat pekerja/serikat buruh dan seluruh pekerja/buruh menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh, maka yang mewakili pekerja/buruh dalam LKS Bipartit adalah wakil masing-masing serikat pekerja/serikat buruh yang perwakilannya ditentukan secara proporsional. 4. Dalam hal di perusahaan terdapat 1 (satu) serikat pekerja/serikat buruh dan ada pekerja/buruh yang tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh, maka serikat pekerja/serikat buruh tersebut menunjuk wakilnya dalam LKS Bipartit dan pekerja/buruh yang tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh menunjuk wakilnya yang dipilih secara demokratis.

5. Dalam hal di perusahaan terdapat lebih dari 1 (satu) serikat pekerja/serikat buruh dan ada pekerja/buruh yang tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh, maka masing-masing serikat pekerja/serikat buruh, menunjuk wakilnya dalam LKS Bipartit secara proporsional dan pekerja/buruh yang tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh menunjuk wakilnya yang dipilih secara demokratis. Pasal 6 Pengusaha dan wakil serikat pekerja/serikat buruh atau wakil pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 melaksanakan pertemuan untuk : a. membentuk LKS Bipartit; b. menetapkan anggota LKS Bipartit. Pasal 7 Tata cara pembentukan LKS Bipartit dilaksanakan sebagai berikut: a. pengusaha dan wakil serikat pekerja/serikat buruh dan/atau wakil pekerja/buruh mengadakan musyawarah untuk membentuk, menunjuk, dan menetapkan anggota LKS Bipartit di perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6; b. anggota lembaga sebagaimana dimaksud dalam huruf a menyepakati dan menetapkan susunan pengurus LKS Bipartit; c. pembentukan dan susunan pengurus LKS Bipartit dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh pengusaha dan wakil serikat pekerja/serikat buruh atau wakil pekerja/buruh di perusahaan. Pasal 8 (1) LKS Bipartit yang sudah terbentuk harus dicatatkan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja setelah pembentukan. (2) Untuk dapat dicatat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pengurus LKS Bipartit menyampaikan pemberitahuan tertulis baik langsung maupun tidak langsung dengan dilampiri berita acara pembentukan, susunan pengurus, dan alamat perusahaan. (3) Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima pemberitahuan, instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan memberikan nomor bukti pencatatan. BAB V KEANGGOTAAN Pasal 9 Keanggotaan LKS Bipartit ditetapkan dari unsur pengusaha dan unsur pekerja/buruh dengan komposisi perbandingan 1 : 1 yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan dengan ketentuan paling sedikit 6 (enam) orang dan paling banyak 20 (dua puluh) orang.

Pasal 10 (1) Susunan pengurus LKS Bipartit sekurang-kurangnya terdiri dari seorang ketua, seorang sekretaris dan anggota. (2) Jabatan ketua LKS Bipartit dapat dijabat secara bergantian antara wakil pengusaha dan wakil pekerja/buruh. Pasal 11 (1) Masa kerja keanggotaan LKS Bipartit 2 (dua) tahun. (2) Pergantian keanggotaan LKS Bipartit sebelum berakhirnya masa jabatan dapat dilakukan atas usul dari unsur yang diwakilinya. (3) Pergantian keanggotaan LKS Bipartit diberitahukan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota. Pasal 12 Masa jabatan keanggotaan LKS Bipartit berakhir apabila: a. meninggal dunia; b. mutasi atau keluar dari perusahaan; d. mengundurkan diri sebagai anggota lembaga; e. diganti atas usul dari unsur yang diwakilinya; f. sebab-sebab lain yang menghalangi tugas-tugas dalam keanggotaan lembaga. BAB VI MEKANISME KERJA Pasal 13 (1) LKS Bipartit mengadakan pertemuan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam sebulan atau setiap kali dipandang perlu. (2) Materi pertemuan dapat berasal dari unsur pengusaha, unsur pekerja/buruh atau dari pengurus LKS Bipartit. (3) LKS Bipartit menetapkan dan membahas agenda pertemuan sesuai kebutuhan. (4) Hubungan kerja LKS Bipartit dengan lembaga lainnya di perusahaan bersifat koordinatif, konsultatif, dan komunikatif. BAB VII P E M B I N A A N Pasal 14 (1) Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota bersama dengan organisasi pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh mengadakan pembinaan terhadap LKS Bipartit. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:

a. sosialisasi kepada pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau pekerja/buruh dalam rangka pembentukan LKS Bipartit; b. memberikan bimbingan dalam rangka pembentukan dan pengembangan LKS Bipartit. BAB VIII PEMBIAYAAN DAN PELAPORAN Pasal 15 Segala biaya yang diperlukan untuk pembentukan dan pelaksanaan kegiatan LKS Bipartit dibebankan kepada pengusaha. Pasal 16 Kegiatan LKS Bipartit secara berkala setiap 6 (enam) bulan dilaporkan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota. BAB IX P E N U T U P Pasal 17 Dengan ditetapkannya Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi ini, maka Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep-328/MEN/1986 tentang Lembaga Kerjasama Bipartit dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 18 Keputusan Menteri ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Oktober 2003 MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA, ttd JACOB NUWA WEA