BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nomor 7 Tahun 2009 (UU LPS) dan mulai beroperasi secara penuh sejak tanggal

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III PELAKSANAAN PENJAMINAN OLEH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN SESUAI DENGAN UU RI NOMOR 7 TAHUN 2009

BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN MAKALAH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

SALINAN PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN NOMOR 1/PLPS/2005 TENTANG PROGRAM PENJAMINAN SIMPANAN DEWAN KOMISIONER LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN,

7. ASPEK HUKUM LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN ANDRI HELMI M, SE., MM.

LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS)

LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam agenda pembangunan nasional Tahun , secara politis dikatakan

PERNYATAAN PEMEGANG SAHAM PERORANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

Perlindungan hukum atas dana nasabah pada bank melalui lembaga penjamin simpanan

PERNYATAAN PEMEGANG SAHAM PERORANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN [LN 2004/96, TLN 4420]

LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS)

2017, No tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 T

SALINAN PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN NOMOR 3/PLPS/2005 TENTANG PENYELESAIAN BANK GAGAL YANG TIDAK BERDAMPAK SISTEMIK

SALINAPERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN NOMOR 1A/PLPS/2005 TENTANG

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

SALINAN PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN NOMOR 2/PLPS/2005 TENTANG LIKUIDASI BANK DEWAN KOMISIONER LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN,

2017, No tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 T

BAB III PELAKSANAAN PENJAMINAN OLEH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN UNDANG-UNDANG RI NO. 7 TAHUN 2009

I. PENDAHULUAN. yang menjadi sarana dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah yaitu kebijakan

Peran Lembaga Penjamin Simpanan Terhadap Klaim Dana Nasabah Bank Likuidasi

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN TENTANG PENGELOLAAN, PENATAUSAHAAN, SERTA PENCATATAN ASET DAN KEWAJIBAN D

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LIKUIDASI BANK DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN. Pengertian Likuidasi Bank menurut Pasal 1 angka 13 Peraturan Lembaga

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2005 TENTANG PENJAMINAN SIMPANAN NASABAH BANK BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH

BAB I. KETENTUAN UMUM

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJAMIN SIMPANAN DITINJAU DARI ASPEK HUKUM BISNIS. DR. H. M. Kamal Hijdaz, SH, MH Dosen pada Fakultas Hukum UMI Dan STIE YPUP

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG LEMBAGA PELAKSANA PENJAMINAN SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG LEMBAGA PELAKSANA PENJAMINAN SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENANGANAN BANK GAGAL BERDAMPAK SISTEMIK

2 UndangNomor 7 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 8, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4963); 2. Peratura

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Lex et Societatis, Vol. III/No. 4/Mei/2015

OTORITAS JASA KEUANGAN DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN. Pertemuan 4

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5 /POJK.03/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM

GUBERNUR BANK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi.

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. mendukung sistem perekonomian suatu negara. Jika industri perbankan dalam

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 4/POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 15 /POJK.03/2017 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/ TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMIN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 26/POJK.04/2014 TENTANG. Penjaminan Penyelesaian Transaksi Bursa DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2015, No.73 2 e. bahwa sehubungan dengan huruf a sampai dengan huruf d diatas diperlukan penyesuaian terhadap ketentuan tentang Kewajiban Penyediaan M

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 73 /POJK.05/2016 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2016, No Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan; g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf f, perlu

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH BANK DALAM KAITANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

RANCANGAN POJK PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMINAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 55 /POJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Perusahaan adalah perusahan pembiayaan dan perusaha

RANCANGAN POJK BANK PERANTARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

2 menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penjaminan Penyelesaian Transaksi Bursa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DANA PERLINDUNGAN PEMODAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12 / POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

KETENTUAN UMUM PENYELENGGARA DANA PERLINDUNGAN PEMODAL

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 3 /PBI/2011 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan BPR dan BPRS

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 41 /POJK.03/2017 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - SALINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/47/PBI/2005 TENTANG TRANSPARANSI KONDISI KEUANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.04/2016 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

2017, No f. bahwa sehubungan dengan beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan jasa keuangan di sektor perbankan dari Ban

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/9/PBI/2017 TENTANG PENERBITAN DAN TRANSAKSI SURAT BERHARGA KOMERSIAL DI PASAR UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/12/PBI/2006 TENTANG LAPORAN BERKALA BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan suatu lembaga kepercayaan. 1 Hal ini berarti bahwa nasabah

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 16 /POJK.03/2017 TENTANG BANK PERANTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13/POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 3 /PBI/2011 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan LPS dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 (UU LPS) dan mulai beroperasi secara penuh sejak tanggal 22 September 2005. Berdasarkan UU No. 24 Tahun 2004, LPS adalah lembaga independen, transparan, dan akuntabel dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya (Pasal 2 Ayat 3). LPS merupakan penyempurnaan dari program penjaminan pemerintah terhadap seluruh kewajiban bank (blanket guarantee) menjadi penjaminan secara terbatas (limited guarantee), sehingga penjaminan simpanan nasabah bank yang diharapkan dapat memelihara kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan dan dapat meminimumkan risiko yang membebani anggaran negara atau risiko yang menimbulkan moral hazard (www1.lps.go.id). Lahirnya UU No.24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan menandai babak baru sistem perbankan nasional. Keberadaan LPS ini tidak bisa dilepaskan dari upaya peningkatan stabilitas sektor keuangan dengan bekerja sama dengan lembaga-lembaga negara dan pemerintahan yang lain dalam rangka menciptakan jaring pengamanan sistem keuangan yang terpadu. Namun, eksistensi dari LPS yang utama adalah menciptakan kepercayaan masyarakat kepada institusi perbankan.

Sampai dengan saat ini terdapat 72 negara yang telah mendirikan lembaga penjamin simpanan. Beberapa negara maju seperti Amerika Serikat, Kanada, dan Swedia bahkan telah mendirikan lembaga penjaminan jauh sebelum krisis perbankan melanda Asia Pasifik. Negara di Asia yang telah mendirikan antara lain Filipina pada tahun 1963, kemudian Korea pada tahun 1996. LPS memperoleh modal awal dari pemerintah yang merupakan kekayaan negara yang dipisahkan dan tidak terbagi dalam saham sebesar Rp.4 triliun (Pasal 81 Ayat 1). LPS bertanggung jawab atas pengelolaan dan pengadministrasian semua kekayaannya. Laporan keuangan LPS setiap tahun diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia. Selain dari modal awal, sumber dana LPS berasal dari hasil investasi serta kontribusi awal dan pembayaran premi kepesertaan oleh bank peserta. Kekayaan LPS dalam bentuk investasi hanya dapat ditempatkan pada surat berharga yang diterbitkan oleh Pemerintah dan/atau Bank Indonesia. LPS tidak dapat menempatkan investasi dalam bentuk Penyertaan Modal Sementara dalam rangka penyelamatan bank gagal (Pasal 82 Ayat 3). Pemerintah mempunyai komitmen yang tinggi untuk menjaga keberlangsungan LPS termasuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap LPS apabila lembaga tersebut mengalami kesulitan keuangan. UU LPS mengatur bahwa dalam hal modal LPS menjadi kurang dari modal awal, Pemerintah dengan persetujuan DPR akan menutup kekurangan tersebut. Namun, apabila LPS mengalami kesulitan likuiditas dalam pembayaran klaim penjaminan, LPS dapat memperoleh pinjaman dari Pemerintah.

2.2 Fungsi Lembaga Penjamin Simpanan Berdasarkan UU No.24 Tahun 2004, LPS memiliki dua peran utama yakni menjamin simpanan nasabah dalam jumlah tertentu dan turut serta menjaga stabilitas keuangan, dengan menyelamatkan bank gagal yang berdampak sistemik. Hal ini tak lepas dari fungsi LPS sendiri, yaitu menjamin simpanan nasabah dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya (Pasal 4). Fungsi skema penjaminan simpanan yang memadai oleh LPS sebagai salah satu elemen kunci dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Pelaksanaan skim penjaminan simpanan oleh LPS diterapkan kepada seluruh bank yang beroperasi di Indonesia, baik Bank Umum maupun Bank Perkreditan Rakyat (BPR), baik bank konvensional maupun bank syariah. Dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya. LPS memiliki tugas untuk menyelamatkan bank gagal yang berdampak sistemik. Dalam proses pengambilan keputusan penyelamatan bank gagal yang berdampak sistemik, LPS tidak memiliki pilihan lain kecuali menyelamatkan bank gagal tersebut. Keputusan penyelamatan bank gagal yang berdampak sistemik diambil oleh Komite Koordinasi yang beranggotakan Menteri Keuangan, Bank Indonesia, LPS, dan Lembaga Pengawas Perbankan. Selanjutnya, Komite Koordinasi menyerahkan penyelamatan bank gagal yang berdampak sistemik tersebut kepada LPS. Sedangkan dalam proses pengambilan keputusan penyelamatan bank gagal yang tidak berdampak sistemik, LPS memiliki pilihan untuk menyelamatkan atau tidak menyelamatkan bank gagal tersebut. Pilihan tersebut didasarkan pada

perkiraan biaya penyelamatan dan perkiraan biaya tidak melakukan penyelamatan bank gagal dimaksud. 2.3 Tugas dan Wewenang Lembaga Penjamin Simpanan Dalam menjalankan fungsinya untuk menjamin simpanan nasabah penyimpan, LPS diberi tugas sebagai berikut (Pasal 5 Ayat 1): a. merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan; dan b. melaksanakan penjaminan simpanan. Dalam memelihara stabilitas sistem perbankan nasional, LPS bekerja sama dengan Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, dan Lembaga Pengawas Perbankan. Tugas yang dapat dilakukan oleh LPS sehubungan dengan menjalankan fungsinya untuk turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya adalah sebagai berikut (Pasal 5 Ayat 2): a. merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut memelihara stabilitas sistem perbankan; b. merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian bank gagal yang tidak berdampak sistemik; dan c. melaksanakan penanganan bank gagal yang berdampak sistemik. Untuk menjalankan tugasnya, LPS mempunyai wewenang sebagai berikut (Pasal 6 Ayat 1): a. menetapkan dan memungut premi penjaminan; b. menetapkan dan memungut kontribusi pada saat bank pertama kali menjadi peserta;

c. melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban LPS; d. mendapatkan data simpanan nasabah, data kesehatan bank, laporan keuangan bank, dan laporan hasil pemeriksaan bank sepanjang tidak melanggar kerahasiaan bank; e. melakukan rekonsiliasi, verifikasi, dan/atau konfirmasi atas data tersebut pada huruf d; f. menetapkan syarat, tata cara, dan ketentuan pembayaran klaim; g. menunjuk, menguasakan, dan/atau menugaskan pihak lain untuk bertindak bagi kepentingan dan/atau atas nama LPS, guna melaksanakan sebagian tugas tertentu; h. melakukan penyuluhan kepada bank dan masyarakat tentang penjaminan simpanan; i. menjatuhkan sanksi administratif. LPS dapat melakukan penyelesaian dan penanganan Bank Gagal dengan kewenangan sebagai berikut (Pasal 6 Ayat 2): a. mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham, termasuk hak dan wewenang RUPS; b. menguasai dan mengelola aset dan kewajiban Bank Gagal yang diselamatkan; c. meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri, dan/atau mengubah setiap kontrak yang mengikat Bank Gagal yang diselamatkan dengan pihak ketiga yang merugikan bank; dan

d. menjual dan/atau mengalihkan aset bank tanpa persetujuan debitur dan/atau kewajiban bank tanpa persetujuan kreditur. 2.4 Penjaminan Simpanan Nasabah Bank 2.4.1 Kepesertaan Setiap Bank yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia wajib menjadi peserta Penjaminan (Pasal 8 Ayat 1) yang meliputi seluruh Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat yang menjalankan kegiatan usaha secara konvensional maupun syariah. Kewajiban untuk mengikuti penjaminan berlaku pula bagi kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang melakukan kegiatan perbankan dalam wilayah Republik Indonesia. Secara teoritis, kepesertaan dalam program penjaminan dapat bersifat wajib (mandatory) atau sukarela (voluntary). Kepesertaan yang bersifat wajib dimaksudkan agar dapat menghindari adanya kecenderungan bank yang sehat enggan atau tidak mau menjadi peserta penjaminan, dan sebaliknya hanya bank yang memiliki risiko kegagalan yang tinggi saja yang bersedia menjadi peserta penjaminan. Sedangkan dalam sistem kepesertaan yang bersifat sukarela, setiap bank diwajibkan untuk menghitung biaya dan manfaat menjadi peserta penjaminan. Dari 72 lembaga penjamin simpanan yang ada di dunia, mayoritasnya mempunyai keanggotaan yang bersifat wajib. Meski bersifat wajib, di beberapa negara seperti Filipina, Kanada, dan Amerika Serikat, penjamin simpanan mendapat wewenang untuk menghentikan (termination) atau membatalkan (cancelation) kepesertaan suatu bank dari program penjaminan. Penjamin

simpanan akan mengambil langkah itu, apabila bank peserta tidak memenuhi syarat dan kondisi tertentu. 2.4.2 Kewajiban Bank Peserta Sebagai peserta Penjaminan, setiap bank yang melakukan kegiatan usaha di Indonesia mempunyai kewajiban untuk : a. menyerahkan dokumen sebagai berikut: 1) salinan anggaran dasar dan/atau akta pendirian bank; 2) salinan dokumen perizinan bank; 3) surat keterangan tingkat kesehatan bank; dan 4) surat pernyataan dari direksi, komisaris, pengendali, kamtor pusat dari cabang bank asing, dan pemegang saham bank b. membayar kontribusi kepesertaan; c. membayar premi penjaminan dan menyampaikan copy bukti pembayaran premi (transfer advance); d. menyampaikan perhitungan premi dalam format yang ditentukan; e. menyampaikan laporan secara berkala, yaitu: 1) Laporan Posisi Simpanan; 2) Laporan Keuangan Bulanan; 3) Laporan Tahunan yang telah diaudit, atau laporan keuangan tahunan yang disampaikan kepada LPP bagi BPR yang tidak diwajibkan oleh LPP untuk menyampaikan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit; dan

4) Laporan Susunan Pemegang Saham, Pengendali bagi bank yang berbadan hukum koperasi, direksi, dan komisaris bank setiap kali ada perubahan. f. menyampaikan laporan perubahan alamat; g. menempatkan bukti kepesertaan di dalam kantor bank atau tempat lainnya sehingga dapat diketahui dengan mudah oleh masyarakat. h. menempatkan pengumuman pada seluruh kantor bank yang dapat diketahui dengan mudah oleh nasabah mengenai: 1) Maksimum tingkat bunga yang dianggap wajar yang ditetapkan oleh LPS; dan 2) Maksimum nilai simpanan yang dijamin LPS; 2.4.3 Premi Penjaminan Bentuk kontribusi dari pendanaan secara ex ante (dilakukan sebelum muncul bankyang dicabut izin usahanya) dari bank dalam penjaminan simpanan biasanya berupa premi. Premi memiliki beberapa fungsi, yaitu untuk membiayai operasional penjaminan simpanan, diakumulasikan dalam cadangan penjaminan, dan digunakan sebagai insentif untuk pengelolaan risiko yang lebih hati-hati. Bank peserta wajib membayar premi penjaminan sebesar 0,1% dari ratarata saldo bulanan total simpanan dalam setiap periode. Premi tersebut dibayarkan sebanyak dua kali dalam setahun, dengan periode sebagai berikut : 1. Periode 1 Januari sampai dengan 30 Juni, dibayarkan paling lambat 31 Januari; dan

2. Periode 1 Juli sampai dengan 31 Desember, dibayarkan paling lambat 31 Juli. Bank melakukan penghitungan premi sendiri (self assesment) dalam menentukan jumlah premi yang harus dibayar dan LPS melakukan verifikasi atas perhitungan premi dimaksud. 2.4.4 Simpanan Yang Dijamin Simpanan yang dijamin oleh LPS meliputi giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu (Pasal 10). LPS juga menjamin simpanan nasabah Bank berdasarkan Prinsip Syariah yang berbentuk: a. Giro dan tabungan berdasarkan Prinsip wadiah; b. Tabungan dan deposito berdasarkan Prinsip mudharabah muthlaqah atau Prinsip mudharabah muqayyadah yang risikonya ditanggung oleh bank; dan c. Simpanan berdasarkan Prinsip Syariah lainnya yang ditetapkan oleh LPS setelah mendapat pertimbangan LPP. Nilai simpanan yang dijamin oleh LPS untuk setiap nasabah pada setiap bank ditetapkan dengan pentahapan sebagai berikut : 1. Sejak 22 Maret 2006 sampai dengan 21 September 2006, nilai simpanan yang dijamin paling banyak sebesar Rp 5 milyar. 2. Sejak 22 September 2006 sampai dengan 21 Maret 2007, nilai simpanan yang dijamin paling banyak sebesar Rp 1 milyar.

3. Sejak 22 Maret 2007 sampai dengan 12 Oktober 2008, nilai simpanan yang dijamin paling banyak sebesar Rp 100 juta. 4. Sejak tanggal 13 Oktober 2008, nilai simpanan yang dijamin bank paling banyak sebesar Rp 2 milyar. Sedangkan jumlah simpanan di atas Rp 2 milyar akan diselesaikan oleh Tim Likuidasi berdasarkan hasil likuidasi kekayaan bank. Perubahan nilai penjaminan simpanan tersebut untuk mengantisipasi dampak krisis keuangan global pada akhir tahun 2008 pada perbankan Indonesia. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan tanggal 13 Oktober 2008, nilai simpanan yang dijamin dapat diubah apabila : 1. Terjadi penarikan dana perbankan dalam jumlah besar secara bersamaan; 2. Terjadi inflasi yang cukup besar dalam beberapa tahun; 3. Jumlah nasabah yang dijamin seluruh simpanannya menjadi kurang dari 90% dari jumlah nasabah penyimpan seluruh bank; 4. Terjadi ancaman krisis yang berpotensi mengakibatkan merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan dan membahayakan stabilitas sistem keuangan. Nilai penjaminan simpanan tersebut dapat disesuaikan kembali dikemudian hari apabila diperlukan. Nilai simpanan yang dijamin LPS mencakup saldo pada tanggal pencabutan izin usaha bank.

Saldo yang dimaksud berupa: 1. Pokok ditambah bunga yang telah menjadi hak nasabah, untuk simpanan pada bank konvensional. 2. Pokok ditambah bagi hasil yang menjadi hak nasabah, untuk simpanan berdasarkan prinsip syariah. 3. Nilai sekarang per tanggal pencabutan izin usaha dengan tingkat diskonto yang tercatat pada bilyet, untuk simpanan yang memiliki komponen diskonto. Bagi hasil yang diterapkan pada perbankan syariah di Indonesia adalah bagi pendapatan (revenue sharing). Dengan demikian, bank syariah tidak akan membagi kerugian atau biaya operasional atas pengelolaan dana simpanan kepada nasabah. Berkenaan dengan hal tersebut, apabila bank syariah dicabut izin usahanya LPS akan membayar kepada nasabah paling kurang sebesar pokok simpanannya. Saldo yang dijamin untuk setiap nasabah pada satu bank adalah hasil penjumlahan saldo seluruh rekening simpanan nasabah pada bank tersebut, baik rekening tunggal maupun rekening gabungan dengan nasabah lain (joint account). LPS menjamin simpanan pada seluruh bank konvensional dan bank syariah yang beroperasi di wilayah Republik Indonesia, baik Bank Umum (Bank Asing, Bank Campuran, Bank Swasta Nasional, Bank Pembangunan Daerah dan Bank milik Pemerintah) maupun Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Nasabah tidak dibebani biaya apapun agar simpanannya dijamin oleh LPS, melainkan bank peserta yang akan menanggung biaya penjaminan simpanan LPS.

2.4.5 Ketentuan Tingkat Bunga Penjaminan Penetapan maksimum tingkat bunga penjaminan oleh LPS mempunyai beberapa latar belakang antara lain: a. Membatasi exposure yang menjadi beban LPS mengingat penjaminan meliputi pokok dan bunga; b. Mencegah moral hazard pengelola bank untuk menggunakan bunga yang tinggi sebagai insentif pengerahan dana masyarakat; dan c. Mendorong masyarakat bersikap hati-hati dalam penempatan dananya. Ketentuan maksimum tingkat bunga penjaminan hanya diberlakukan untuk simpanan yang mempunyai komponan bunga, dan tidak diberlakukan untuk simpanan di bank syariah yang tidak mempunyai komponen bunga. LPS tidak menetapkan maksimum bagi hasil yang diterima nasabah penyimpan di bank syariah, mengingat besarnya bagi hasil tidak tentu, bersifat fluktuatif dan tidak diperjanjikan di muka. Oleh karena itu, meskipun realisasi bagi hasil simpanan di bank syariah apabila diekuivalenkan dengan tingkat bunga (equivalent return) melebihi maksimum tingkat bunga penjaminan, simpanan di bank syariah tersebut tetap dijamin oleh LPS. Apabila nasabah memperoleh bunga simpanan melebihi suku bunga wajar yang ditetapkan oleh LPS, maka simpanan tersebut tidak dijamin oleh LPS secara keseluruhan, baik pokok maupun bunga. 2.5 Pembayaran Klaim Penjaminan Dalam rangka pelaksanaan penjaminan simpanan, LPS melakukan pembayaran klaim penjaminan atas simpanan layak bayar nasabah penyimpan

setelah dilakukan verifikasi dan rekonsiliasi, serta melakukan proses likuidasi bank yang dicabut izin usahanya. Selama proses rekonsiliasi dan verifikasi simpanan berlangsung, hak nasabah atas bunga simpanan terhenti pada saat bank dicabut izin usahanya. LPS wajib melakukan verifikasi untuk menentukan simpanan yang layak bayar dilakukan dalam waktu yang sangat singkat, yaitu 90 hari kerja terhitung sejak bank dicabut izin usahanya. LPS mulai membayar klaim yang layak dibayar selambat-lambatnya 5 hari kerja terhitung sejak proses verifikasi dimulai. Proses pembayaran klaim tersebut dirancang secara cepat dengan tujuan untuk memberikan kepastian kepada nasabah bank mengenai status simpanannya, sehingga diharapkan akan memberikan rasa tenang dan kepastian bagi nasabah bank yang dicabut izin usahanya. Dalam rangka pembayaran klaim penjaminan, LPS wajib mengumumkan tanggal dimulainya pengajuan klaim sekurang-kurangnya pada 2 surat kabar berperedaran luas. Jangka waktu pengajuan klaim oleh nasabah kepada LPS adalah 5 tahun sejak izin usaha dicabut. Sesuai dengan UU LPS, klaim penjaminan simpanan dinyatakan tidak layak bayar apabila: 1. Data simpanan nasabah tidak tercatat pada bank; 2. Nasabah penyimpan merupakan pihak yang diuntungkan secara tidak wajar, misalnya nasabah yang memperoleh tingkat bunga jauh diatas tingkat bunga yang ditetapkan oleh LPS; dan/atau 3. Nasabah penyimpan merupakan pihak yang menyebabkan keadaan bank menjadi tidak sehat, misalnya penerima kredit yang kreditnya macet.

Apabila nasabah mempunyai rekening gabungan (joint account) bersama nasabah lain, maka untuk menghitung simpanan yang dijamin, saldo pada rekening gabungan dibagi sama besar diantara para pemilik rekening tersebut. Apabila seorang nasabah mempunyai beberapa rekening simpanan pada satu bank, maka untuk menghitung simpanan yang dijamin dengan cara saldo seluruh rekening tersebut dijaminkan. Apabila nasabah penyimpan juga mempunyai kewajiban kepada bank, maka pembayaran klaim penjaminan terhadap nasabah tersebut akan terlebih dahulu diperhitungkan kewajibannya (set off). Apabila nasabah penyimpan merasa dirugikan dalam hal simpanannya dinyatakan tidak layak bayar, maka nasabah tersebut dapat mengajukan keberatan kepada LPS yang didukung dengan bukti nyata dan jelas, dan melakukan upaya hukum melalui pengadilan. Contoh perhitungan simpanan yang dijamin sebagai berikut : Asep, Badu & Cita masing-masing mempunyai tabungan atas nama pribadi di Bank ABC dengan saldo masing-masing sebesar Rp 1,20 milyar, Rp 1,40 milyar & Rp 1,80 milyar. Selain itu, Asep, Badu & Cita juga mempunyai rekening gabungan (joint account) dalam bentuk giro di Bank ABC dengan saldo sebesar Rp 3 milyar. Asep juga memiliki 1 rekening tabungan untuk kepentingan anaknya yang masih kecil bernama Dona (beneficiary) dengan saldo sebesar Rp80 juta. Apabila Bank ABC dicabut ijin usahanya dan jumlah yang dijamin adalah Rp 2 milyar, maka perhitungan nilai simpanan yang dijamin untuk masing-masing nasabah tersebut adalah sebagai berikut:

Nama rekening Tabel 2.1 Tabel Perhitungan (jutaan) Saldo per tanggal pencabutan izin Pembagian Hak Simpanan Asep Badu Cita Asep QQ Dona Asep 1.200 1.200 - - - Badu 1.400-1.400 - - Cita 1.800 - - 1.800 - Asep, Badu, & Cita (joint 3.000 1.000 1.000 1.000 - account) Asep QQ Dona 80 - - - 80 Jumlah simpanan 2.200 2.400 2.800 80 Jumlah simpanan yang dijamin Jumlah simpanan yang dibayarkan dari hasil likuidasi bank Sumber : http://www.lps.go.id sebesar: 2.000 2.000 2.000 80 200 400 800 0 LPS akan membayar klaim penjaminan atas simpanan yang dijamin a. Rp 2 milyar kepada Asep; b. Rp 2 milyar kepada Badu; c. Rp 2 milyar kepada Cita; dan d. Rp 80 juta kepada Asep untuk kepentingan Dona. Untuk nasabah penyimpan yang sebagian saldo rekeningnya tidak dibayarkan oleh LPS karena saldo simpanannya telah melebihi jumlah maksimum simpanan yang dijamin, LPS akan menerbitkan Surat Keterangan mengenai saldo rekening yang tidak dibayarkan tersebut, yaitu: a. Asep, saldo yang tidak dibayar sebesar Rp 200 juta b. Badu, saldo yang tidak dibayar sebesar Rp 400 juta

c. Cita, saldo yang tidak dibayar sebesar Rp 800 juta Penyelesaian atas saldo rekening yang tidak dibayar tersebut, dilakukan dengan mekanisme likuidasi akan diselesaikan melalui proses likuidasi Bank ABC. 2.6 Struktur Organisasi Lembaga Penjamin Simpanan Dalam menjalankan tugasnya, struktur organisasi LPS menggunakan model one tier system dengan pimpinan LPS adalah Dewan Komisioner. One tier system lebih tepat digunakan dalam rangka menjaga independesi dan fleksibilitas Dewan Komisioner dalam menjalankan tugasnya. Dalam rangka akuntabilitas dan transparansi, penerapan one tier system di LPS dilakukan dengan pemisahan fungsi penetapan kebijakan dan pengawasan dengan pelaksanaan operasional. Hal ini diatur secara jelas dalam Pasal 62 UU LPS dimana organ LPS terdiri atas Dewan Komisioner dan Kepala Eksekutif. Dewan Komisioner bertugas merumuskan dan menetapkan kebijakan serta melakukan pengawasan dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenang LPS sebagaimana diatur dalam UU LPS, sedangkan Kepala Eksekutif melaksanakan kegiatan operasional LPS. Untuk menghindari terpusatnya kekuasaan kepada salah satu orang anggota Dewan Komisioner, anggota Dewan Komisioner yang ditetapkan sebagai Kepala Eksekutif adalah bukan Ketua Dewan Komisioner sebagaimana diatur dalam Pasal 66 Ayat 2 UU LPS.

Gambar 2.1 Struktur Organisasi LPS 2.6.1 Dewan Komisioner Anggota Dewan Komisioner yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden berjumlah 6 orang yang bertugas secara kolektif. Mereka terdiri dari 3 orang Ex-Officio yang mewakili Departemen Keuangan, Bank Indonesia dan Lembaga Pengawas Perbankan (LPP), dan 3 orang yang independen yang berasal dari masyarakat. Salah satu anggota Dewan Komisioner yang bukan Ex-Officio diangkat sebagai Ketua Dewan Komisioner dan satu anggota Dewan Komisioner yang bukan Ex-Officio ditetapkan sebagai Kepala Eksekutif. Mengingat pengawasan perbankan masih dilaksanakan oleh Bank Indonesia, sesuai UU LPS, Anggota Ex-Officio yang berasal dari LPP dijabat oleh Anggota bukan Ex-Officio.

Dalam melaksanakan tugasnya, Dewan Komisioner wajib melakukan rapat secara berkala (Rapat Dewan Komisioner/RDK) sekurang-kurangnya satu kali dalam satu bulan untuk membahas hal-hal sebagai berikut : a. menetapkan kebijakan penjaminan simpanan nasabah; b. menetapkan kebijakan LPS dalam mendukung stabilitas sistem perbankan; c. mengevaluasi pelaksanaan penjaminan simpanan nasabah dan pelaksanaan peran LPS dalam mendukung stabilitas sistem perbankan; d. menerima dan mengevaluasi hal-hal lain yang dilaporkan oleh Kepala Eksekutif; dan/atau e. hal-hal lain yang berhubungan dengan tugas LPS. Untuk mendukung pelaksanaan tugas-tugas Dewan Komisioner, saat ini Dewan Komisioner memliki satuan kerja yang bertanggung jawab kepada Dewan Komisioner, yaitu Kantor Dewan Komisioner, Komite Audit, Komite Informasi, Komite Remunerasi, dan Komite Nominasi. Satuan kerja tersebut dibentuk dalam rangka membantu tugas Dewan Komisioner dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan dan melakukan pengawasan dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenang LPS. Susunan anggota Dewan Komisioner LPS pada akhir tahun 2012 adalah sebagai berikut : Ketua Dewan Komisioner : C. Heru Budiarjo Anggota/Kepala Eksekutif: Mirza Adityaswara Anggota : a. Siswanto b. Rizal Bambang Prasetijo c. Dr. Ahmad Fuad Rahmany (Ex-Officio Kementerian Keuangan)

2.6.2 Kepala Eksekutif Pelaksanaan kegiatan operasional LPS dilakukan oleh Kepala Eksekutif. Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Eksekutif dibantu oleh 5 orang Direktur yang menjalankan fungsi penjaminan dan manajemen risiko, klaim dan resolusi bank, hukum dan peraturan, akuntansi dan keuangan, serta administrasi dan sistem informasi. Susunan Kepala Eksekutif dan Direktur pada akhir tahun 2012 adalah sebagai berikut : Kepala Eksekutif : C. Heru Budiarjo Direktur : a. Noor Cahyo (Direktur Klaim dan Resolusi Bank) b. Mirza Mochtar (Direktur Keuangan) c. R. Budi Santoso (Direktur Administrasi dan Sistem Informasi) d. Salusra Satria (Direktur Penjaminan dan Manajemen Risiko) e. Robertus Bilitea (Direktur Hukum dan Peraturan) 2.7 Kerangka Konseptual Adapun kerangka konseptual yang menjadi penelitian tingkat pemahaman nasabah bank di Kota Medan terhadap Lembaga Penjamin Simpanan ialah :

Fungsi, tugas, dan wewenang LPS Apakah LPS itu? Tingkat Pemahaman Penjaminan Simpanan Pembayaran klaim penjaminan Gambar 2.2 Kerangka Konseptual Penelitian ini dilihat berdasarkan jumlah rekening dana pihak ketiga bank umum wilayah Kota Medan dari Januari 2012 sampai dengan Maret 2013.