Penataan Ruang Berbasis Multipihak Pasca Erupsi Merapi

dokumen-dokumen yang mirip
TENTANG KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNGAPI MERAPI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

BAB I PENDAHULUAN. untuk dijadikan permukiman sehingga muncul larangan bermukim. Merapi terletak antara dua provinsi yakni Daerah Istimewa

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan...

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS

PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG:

BAB I PENDAHULUAN. Hindia dan Samudera Pasifik. Pada bagian Selatan dan Timur Indonesia terdapat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang masih ada hingga sampai saat ini. Kerugian material yang ditimbulkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Jenis Bahaya Geologi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis serta demografis. Dampak dari terjadinya suatu bencana akan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Definisi dan Jenis Bencana

BAB I PENDAHULUAN. Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara

Studi Pengaruh Lahar Dingin Pada Pemanfaatan Sumber Air Baku Di Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (Studi Kasus: Gunung Semeru)

LAPORAN EVALUASI AWAL BENCANA TANAH LONGSOR DESA BANARAN, KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO

BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. letusan dan leleran ( Eko Teguh Paripurno, 2008 ). Erupsi lelehan menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan dengan masih aktifnya proses erupsi dan peningkatan aktifitas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERUBAHAN KONDISI FISIK PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN 2010 DI DESA GLAGAHARJO PROVINSI DIY

BAB I PENGANTAR. menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis,

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK UCAPAN TERIMA KASIH

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh bahan dari alam yang kemudian dapat digunakan untuk kepentingan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

BAB I PENDAHULUAN. Artinya, bagaimana partisipasi/keterlibatan masyarakat dalam penanggulangan bencana

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 15 TAHUN 2011 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 2011 PEDOMAN MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Peta Ancaman Bencana Gunung Api Di Indonesia (Sumber : BNPB dalam Website, 2011)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi geografis Indonesia terletak pada busur vulkanik Circum Pacific and

Definisi dan Jenis Bencana

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pemanfaatan Peta Geologi dalam Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN

P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI MALUKU

BAB I PENDAHULUAN. harta benda, dan dampak psikologis. Penanggulangan bencana merupakan suatu

KARAKTERISTIK WILAYAH. A. Kondisi Geofisik. aksesibilitas baik, mudah dijangkau dan terhubung dengan daerah-daerah lain

Bersama ini dengan hormat disampaikan tentang perkembangan kegiatan G. Kelud di Kabupaten Kediri, Blitar dan Malang, Provinsi Jawa Timur.

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA R. SOERJO

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN LOKASI PENELITIAN

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN STATUS POTENSI BENCANA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEMENTRIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. alam dan manusia dengan sebaik-baiknya, dengan memanfaatkan kekayaan alam

PENDEKATAN ASPEK LINGKUNGAN DALAM KEBIJAKAN PENATAAN RUANG NASIONAL

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 (UUD) 1945 menentukan bahwa bumi, air. dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara

Pendahuluan II. Kawasan rawan bencana III. Pokok permasalahan waspada

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sleman 2013

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN dituangkan dalam Undang-Undang Pokok-pokok Agraria (UUPA). Pasal 2

BAB I PENDAHULUAN. bandang Wasior di Irian, Tsunami di Mentawai, Sumatera Barat hingga

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

Penataan Ruang Berbasis Multipihak Pasca Erupsi Merapi Analisa Kritsis Tata Ruang Pasca Erupsi Merapi Suparlan S.Sos.I WALHI-Yogyakarta Wahana Lingkungan Hidup Indonesia

Pendahuluan Ruang wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah tempat manusia dan makhluk hidup melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya Rencana Tata Ruang kesepakatan bersama semua stakeholders / Multipihak (Pemerintah, DPR/DPRD, Masyarakat, Dunia Usaha, Cendekiawan, LSM) Kebijakan politik dalam rangka mengelola sumberdaya alam di darat, di laut, dan di udara dalam satu kesatuan tata lingkungan yang dinamis berlandaskan wawasan Nusantara dan kesatuan Nasional Merapi Gunung Merapi (2980 m dpl) Gunungapi teraktif Ancaman Letusan kawasan penyangga, Sumber Daya Hutan, Sumber Daya Air, Pertambangan, Pertanian, Perkebunan, Pariwisata,

Gede 2958 T.Prahu 2084 Cireme Dieng 2565 Sindoro 3151 Telomoyo Muria Welirang 3156 Arjuno 3339 Slamet 3432 Ungaran Anjasmoro 2000 Argowayang Bromo 2329 Argopuro Halimun 1920 Papandayan 2655 Sumbing 3371 Cikuray Galunggung 26 Gunung di pulau jawa Merapi 2911 Merbabu Lawu 3265 Liman Dorowati Kelud 1731 Kawi 2631 Semeru 3676 Raung Ijen Merapi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia-Yogyakarta www.walhi-jogja.or.id

Merapi Aspek Kebencanaan Merupakan gunungapi teraktif di dunia Siklus letusan yang teratur Wilayah Rawan becana Aspek Ekologi / ekositem Kaya potensi Sumberdaya alam Kawasan penyangga, Sumber Daya Hutan, Sumber Daya Air, Pertambangan, Pertanian, Perkebunan, Pariwisata, Aspek Sosial dan budaya masyarakat Sebagai salah satu tempat / pusat kehidupan masyarakat secara turun temurun Sejarah Peradapan masyarakat lereng merapi Pusat pembelajaran budaya masyarakat labuhan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia-Yogyakarta www.walhi-jogja.or.id

Kesepemahaman Pasal 3 UU No 26 tahun 2007 Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan Terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.

Analisa Dasar Kebijakan UU Tata ruang No 26 Tahun 2007 dan UU 32 tahun 2009 Tata ruang Wajib didasarkan pada KLHS dan ditetapkan dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung LH KLHS Wajib dilaksanakan dlm menyusun + evaluasi: + RTRW, RPJP, RPJM + kebijakan, rencana, dan/atau program yang menjadi dasar bagi kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan dalam suatu wilayah. Jika daya dukung dan daya tampung sudah terlampaui, maka: + kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan tersebut wajib diperbaiki dan tidak diperbolehkan lagi. Keterlambatan Perda Propinsi, Kabupaten / Kota terkait dengan tata ruang. Begitu juga dengan PP tentang KLHS yang di mandatkan UU no 32 taun 2009

Perluanya Penataan ruang Pasca Erupsi Merapi 1. Letusan Merapi tahun 2010 diperkirakan 3 kali lipat dari letusan sebelumnya. Implikasi dampaknya : a. Masyarakat yang mengungsi akibat letusan Merapi mencapai 320.090 orang yang tersebar di 578 titik pengungsian di wilayang Jawa Tengah dan Yogyakarta b. Jumlah korban meninggal mencapai 151 orang terdiri atas 135 korban di Yogyakarta dan 16 korban di Jateng c. Ratusan rumah rusak dan puluhan hanyut terbawa derasnya banjir lahar dingin merapi, d. Kerugian akibat erupsi merapi diperkiraan mencapai 7 trilyun lebih e. Perubahan peta rawan bencana Merapi 2. Mandat UU No 26 Tahun 2007, pasal 78, ayat 4 point C semua peraturan daerah kabupaten/kota tentang rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota disusun atau disesuaikan paling lambat 3 (tiga) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diberlakukan

ANCAMAN dam dampak erupsi G.MERAPI BAHAYA PRIMER : bahaya langsung ketika terjadi letusan (awanpanas, jatuhan piroklastik, abu vulkanik, aliran lava) BAHAYA SEKUNDER bahaya terjadi setelah letusan (lahar hujan) BAHAYA TERSIER bahaya akibat kerusakan lingkungan gunungapi (hilangnya daerah resapan/hutan/mata air) Wahana Lingkungan Hidup Indonesia-Yogyakarta Hilangnya tempat Tinggal, sarana dan prasarana publik Rumah, jembatan, sumber air, kawasan wisata dll Hilangnya keberlanjutan pelayanan alam: lenyapnya kemampuan daya dukung dan daya tampung lingkungan dan alam Sumber daya hutan, air, ekosistem dll Belum pulihnya sistem pertanian dan perkebunan masyarakat akbiat dari erupsi merapi Pertanian, perkebunan, perikanan, perdagangan, wisata dll Minimnya dan krisis ketersediaan air bersih Sumber air, sanitasi air bersih, tempat penampungan air dll Terisolirnya beberapa wilayah akibat dari infrastuktur jalan rusak atau jebol. Akses transportasi, akses komunikasi, akses kesehatan dan pendidikan www.walhi-jogja.or.id

Kecamatan Cangkringan Desa Umbulharjo : Dusun Pelemsari, Dusun Kinahrejo, Dusun Pangukrejo Desa Kepuhharjo : Dusun Kaliadem, Dusun Petung, Dusun Kopeng, Dusun Batur, Dusun Jambu Desa Glagahharjo : Dusun Kalitengah Lor, Dusun Klaitengah Kidul, Dusun Srunen, Dusun Ngancar

PETA KAWASAN RAWAN BENCANA VERSI PVMBG KRB III KRB II KRB I Endapan Awan Panas Thn 2010 Area Terdampak Awan Panas Tahun 2010 Kecamatan Cangkringan Desa Umbulharjo : Dusun Pelemsari, Dusun Kinahrejo, Dusun Pangukrejo Desa Kepuhharjo : Dusun Kaliadem, Dusun Petung, Dusun Kopeng, Dusun Batur, Dusun Jambu Desa Glagahharjo : Dusun Kalitengah Lor, Dusun Klaitengah Kidul, Dusun Srunen, Dusun Ngancar Wahana Lingkungan Hidup Indonesia-Yogyakarta www.walhi-jogja.or.id

Kawasan Rawan Bencana Kawasan Rawan Bencana III adalah kawasan yang sangat berpotensi terlanda awanpanas, aliran dan guguran lava, gas beracun, lontaran batu (pijar) dan hujan abu lebat. Kawasan Rawan Bencana II adalah kawasan yang sangat berpotensi terlanda awanpanas, aliran dan guguran lava, lontaran batu (pijar) dan hujan abu lebat. Batas Kawasan Rawan Bencana II ditentukan berdasarkaan sejarah kegiatan lebih tua dari 100 tahun, dengan indeks letusan (VEI 3-4), baik untuk bahaya aliran massa ataupun bahaya material lontaran batu (pijar). Di dalam peta, Kawasan Rawan Bencana II digambarkan berwana merah muda Kawasan Rawan Bencana I adalah kawasan yang berpotensi terlanda lahar/banjir. Apabila erupsinya membesar, maka kawasan ini berpotensi tertimpa hujan abu dan lontaran batu (pijar). Wahana Lingkungan Hidup Indonesia-Yogyakarta www.walhi-jogja.or.id

Perda No 2 Tahun 2010 Rec Tata ruang Kab Sleman 2005-2014 Pasal 51 Kawasan rawan letusan merapi merupakan kawasan rawan bencana alam strategi Pelaksanaannya : a. menegakkan aturan untuk mempertahankan fungsi lindung; b. mengatur penghunian di dalam kawasan untuk keselamatan manusia; dan c. mengatur kegiatan kehidupan untuk mitigasi bencana. Pasal 101, kawasan merapi terdiri dari kecamatan Turi, Cangkringan dan Pakem merupakan Kawasan strategis lindung dan budidaya seluas 1.743,250 ha Hal VI-13 : untuk melindungi manusia dan kegiatannya dari bahaya erupsi / awan panas merapi meliputi lahan seluas 2.116 ha yang tersebar di puncak gunung merapi dan beberap a kawasan sekitar sungai di atas ketinggian 400 Mdpl yang di lewati lahar. Arah Kegiatannya : Melindungai Penduduk dari ancaman merapi Kegiatan / pengunaan lahan untuk pengendali eruspi merapi Arah Kebiajkan : Pemantauan perkembangan kawasan Penetapan daerah kwalifikasi berbahaya Relokasi pada daerah aman

Peran Multipihak Masyarakat Korban Erupsi Merapi UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang memberi warna bagi penyelenggaraan penataan ruang di Indonesia yang lebih baik. Terkait dengan peran masyarakat dalam Penataan Ruang adanya ruang yang lebih luas untuk peran masyarakat pada proses perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang. Peran masyarakat dalam penataan ruang berperan sebagai Mitra Pemerintah dalam pembangunan guna mewujudkan tertib tata ruang. Lahirnya PP Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang sebagaimana amanat UU No. 26/2007 diharapkan dapat menjadi acuan/pedoman bagi Pemerintah, Pemerintah Daerah dan Masyarakat dalam keterlibatannya pada penataan ruang.

FAKTA Tata ruang kawasan merapi: Tata ruang belum sebagai daya dukung kehidupan masyarakat baik itu secara lingkungan hidup, sosial, ekonomis mampu memberikan layanan keamanan kepada masyarakat terhadap rentannya bencana Pola pemulihan dan pembangunan masih menekankan pada faktor kuantitas daripada kualitas. Misalnya sabo DAM, Bangker, Penghijauan dll Rencana pembangunan lintas sektor dan tingkatan seringkali gagal memasukkan biaya sosial dan lingkungan ke dalam biaya produksi, prioritas adalah fisik Ketidak mampuan kelembagaan yang berkaitan dengan masalah lintas pelaku. Ketergantungan pada upaya perencanaan serta kerja yang mudah dan murah tanpa memperhitungkan dampak negatifnya dikemudian hari. Kegagalan untuk menganggap lingkungan sebagai bagian yang menyeluruh dan saling ketergantrungan antara faktor dan komponen-komponennya.

Kebijakan Tata Ruang yang Ideal Penataan ruang harus dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi fisik wilayah yang meliputi bentang alam dan kesatuan layanan ekosistem, endemisme dan keterancaman kepunahan flora-fauna, aliran-aliran energi sosial dan kultural, kesamaan sejarah dan konstelasi geo-politik wilayah (memadukan antara sistem sosial dengan ekosistem) Tata Ruang harus mampu mendorong adanya kebijakan untuk memberi insentif terhadap inisiatif pelestarian fungsi kawasan & disinsentif terhadap eksploitasi SDA yang berlebihan Proses dan hasil perencanaan alokasi, pemanfaatan, pengendalian atas pemanfaatan ruang harus bertumpu pada kepentingan dan perlindungan atas sumber-suember kehidupan rakyat serta menempatkan partisipasi masyarakat sebagai salah satu faktor penting dalam kebijakan penataan ruang. Kebijakan tata ruang harus menunjukan adanya keseimbangan antara aspek sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan, serta keberlanjutannya daya dukung dan daya tampung KLHS (pp segera di terbitkan)

Catatan Pertama Indentifikasi para pihak yang bekerja atau berhubungan erat dengan kawasan merapi, Identifikasi para pihak ini akan memudahkan pola koordinasi dan komunikasi bersama untuk menganalisa kondisi riil lapangan pasca terjadinya erupsi merapi sehingga bisa di jadikan satu landasan untuk melakukan kajian lingkungan hidup strategis yang mengarah pada kemampuan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Kedua Menentukan status lahan dan ruang yang berada pada kawasan merapi khususnya daerahdaerah rawan bencana, penentuan status ini sangat penting untuk ditegaskan terlebih dahulu,baik kepemilikian individu, kelompok/desa bahkan milik negara. Harapnnya jika telah ditentukan status lahan akan meminimalkan konflik di kemudian hari. Ketiga melakukan konsultasi dan koordinasi para pihak dalam merusmuskan agenda-agenda penting penataan ruang pasca erupsi merapi. Konsolidasi ini bisa lebih difokuskan pada desa-desa yang terkena erupsi merapi. Keempat Membagi peran para pihak dalam perencanaan dan pengembangan kawasan merapi pasca erupsi, peran yang di maksud adalah peran strategis dari para pihak untuk membuat rencana aksi pemulihan dan pengembangan wilayah-wilayah kritis pasca erupsi, termasuk rencana kehidupan masyarakat korban erupsi merapi. Kelima melakukan kontrol dan monitoring bersama antar para pihak dalam perencanaan hingga pelaksanaan dan implementasi dari dok tata ruang pasca erupsi merapi.

Terima Kasih Pulihkan Kawasan Merapi Untuk Keselamatan dan Kesejahteraan Rakyat