PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Wahyu Ernaningsih

dokumen-dokumen yang mirip
PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB III KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PRESPEKTIF HUKUM POSITIF (UNDANG-UNDANG R.I NOMOR 23 TAHUN 2004)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

BUPATI POLEWALI MANDAR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

KEKERASAN BERBASIS GENDER: BENTUK KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Khoirul Ihwanudin 1. Abstrak

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik,

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

FENOMENA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dian Kurnia Putri, 2014

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak. Di Indonesia seringkali dalam rumah tangga juga ada sanak saudara

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan tersebut didasarkan pada Pasal 28 UUD 1945, beserta

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA

JAWA TIMUR MEMUTUSKAN : PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DARI TINDAK KEKERASAN

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2009 NOMOR 3

Wajib Lapor Tindak KDRT 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan,

BAB I PENDAHULUAN. gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONFLIK SOSIAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan. diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA

I. TINJAUAN PUSTAKA. kekerasan itu tidak jauh dari kebiasaan kita. Berdasarkan Undang-undang (UU) No. 23 Tahun

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2013 PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

Institute for Criminal Justice Reform

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER

BAB I PENDAHULUAN. proses saling tolong menolong dan saling memberi agar kehidupan kita. saling mencintai, menyayangi dan mengasihi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. memberikan efek negatif yang cukup besar bagi anak sebagai korban.

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DI KABUPATEN KENDAL

BAB I PENDAHULUAN. dari perkawinan itu adalah boleh atau mubah. Namun dengan melihat

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kita jumpai di berbagai macam media cetak maupun media elektronik. Kekerasan

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu fenomena yang sering

BAB I PENDAHULUAN. ciptaan makhluk hidup lainnya, Hal tersebut dikarenakan manusia diciptakan dengan disertai

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian.

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

Hadirkan! Kebijakan Perlindungan Korban Kekerasan Seksual. Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil Untuk SDGs Infid November 2017

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK,

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan perkawinan sebagaimana tercantum dalam Undangundang

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN TERHADAP TINDAK KEKERASAN

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB 1 PENDAHULUAN. An-nisa, ayat 13 surah Al Hujurat, ayat surah As-Syura, ayat 45 surah An Najm dan

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI DOMPU PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN DOMPU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu yang berkeluarga mendambakan kehidupan yang harmonis

BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. Negara merupakan sebuah kesatuan wilayah dari unsur-unsur negara, 1 yang

Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 36 Tahun : 2015

Transkripsi:

PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Oleh: Wahyu Ernaningsih Abstrak: Kasus kekerasan dalam rumah tangga lebih banyak menimpa perempuan, meskipun tidak menutup kemungkinan ada kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh isteri terhadap suami, yang jelas dalam suatu tindakan kekerasan yang terjadi kepada istri akan juga berimbas kepada anak. Konsep kekerasan rumah tangga bukan hanya sekedar kekerasan fisik, tetapi juga kekerasan psikologi, dan ekonomi. Berbagai macam bentuk kekerasan ini pada dasarnya memposisikan perempuan tidak ada pilihan dan menjadi pihak lemah yang hampir tidak berani menuntut haknya. Undang-undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga No. 23 tahun 2004 merupakan paying hukum yang memberikan perlindungan terhadap hak-hak perempuan dimata hukum. Analisis tentang perspektif gender dalam UU KDRT merupakan salah satu bentuk pemikiran yang dituangkan demi pemahaman akan hak-hak perempuan. Kata Kunci: Perspektif, Gender, Kekerasan, Rumah Tangga. A. Pendahuluan Undang-undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga No. 23 Tahun 2004 merupakan payung hukum dan terobosan hukum sangat penting dalam mengupayakan keadilan bagi korban. Undang-undang ini telah berumur enam (6) tahun, namun demikian masih banyak yang belum memahaminya. Undang-undang No 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU No 23 Tahun 2004) disahkan pada tanggal 22 September 2004 oleh Presiden Republik Indonesia yang kala itu dijabat oleh Megawati Soekarno Putri. Yang menjadi pertimbangan disusun dan disahkannya UU No 23 Tahun 2004 ini seperti yang tertuang dalam pembukaan undang-undang ini adalah Setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila dan UUD 1945; Bahwa segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga, merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi yang harus dihapus; Bahwa korban kekerasan dalam rumah tangga, yang kebanyakan adalah perempuan, harus mendapat perlindungan dari negara dan/atau masyarakat agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan

derajat dan martabat kemanusiaan; Bahwa dalam kenyataannya kasus kekerasan dalam rumah tangga banyak terjadi, sedangkan sistem hukum di Indonesia belum menjamin perlindungan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga; Bahwa berdasarkan pertimbanganpertimbangan tersebut, perlu dibentuk Undang-undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Berdasarkan penjabaran pada Pasal 1 Yang dimaksud Undang-Undang No.23 Tahun 2004 Kekerasan Dalam Rumah Tangga dalam undang-undang ini adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan fisik, seksual, psikologis dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga Lingkup Rumah tangga dalam pasal 2 undang-undang No.23 Tahun 2004 meliputi: a. Suami, isteri, dan anak; b. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga, dan/atau c. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut. Sementara itu jenis atau macam kekerasan yang dimaksud dalam Pasal 5 undang-undang No.23 Tahun 2004 adalah: a. Kekerasan fisik; b. Kekerasan psikis; c. Kekerasan seksual; dan d. Penelantaran rumah tangga.

Dalam United Nation Declaration of Anti Violence of Women, article 1 tahun 1993 memberkan batasan tentang kekerasan terhadap perempuan sebagai berikut: Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat kesengsaraan atau penderitaan bagi perempuan secara fisik, seksual, atau psikologis termasuk ancaman tindakan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi. Dari definisi tersebut diatas menunjukan bahwa perempuan (dewasa dan anak-anak) dapat mengalami kekerasan melalui berbagai modus, bisa terjadi di berbagai tempat, dapat berdampak terhadap berbagai aspek, dan dapat dilakukan oleh berbagai pihak baik perseorangan maupun korporasi. (Kementrian Negara Pemberdayaan Wanita RI: 2008) B. Kekerasan Berbasis Gender Kekerasan dalam rumah tangga dapat dilakukan baik oleh laki-laki maupun perempuan, dengan korbannya laki-laki dan perempuan juga. Hal ini terjadi adanya relasi yang tidak seimbang yaitu ada pihak yang diposisikan dalam posisi superior dan pihak lainnya diposisikan dalam posisi inferior, sehingga ada pihak yang ter-subordinasi. Dalam rumah tangga, pada umumnya yang menjadi pihak superior adalah laki-laki (suami, ayah, anak lakilaki) sementara pihak inferior adalah perempuan (isteri, ibu dan anak perempuan). Yang dimaksud sub-ordinasi adalah pembedaan-pebedaan peran dan posisi terhadap laki-laki dan perempuan yang menempatkan keduanya dalam situasi berlawanan atau saling melengkapi. Bila

diperhatikan dengan seksama, pembedaannya cenderung menempatkan perempuan dalam posisi lebih rendah, kurang bernilai dan merugikan. (Kristi Poerwandi dan Ester Lianawati:2010) Kristi Poerwandari mengatakan bahwa Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan kekerasan berbasis gender sering sulit dipahami sehingga sulit pula untuk ditanggulangi secara tuntas. Hal ini dipengaruhi oleh stereotipe dan pola fikir masyarakat yang disosialisasi dan telah terinternalisasi serta diturunkan dari generasi ke generasi, seperti posisi dan peran gender (lakilaki dan perempuan) yang berdampak terhadap pandangan mengenai pantas atau tidak pantas, boleh atau tidak bolehnya suatu hal dilakukan oleh laki-laki atau perempuan. Gender adalah pembagian peran yang diberikan oleh masyarakat kepada laki-laki dan perempuan, oleh karenanya akan berbeda dari satu masyarakat ke masyarakat lainnya, berbeda dari suatu waktu ke waktu lainnya serta dipengaruhi oleh latar belakang budaya dan adat istiadatnya. Sementara stereotipe adalah keyakinan yang tidak tepat tetapi terus diulang, didengungkan, dilanjutkan dari generasi ke generasi, dengan menganggap bahwa laki-laki dan perempuan seharusnya memiliki karakteristik berbeda yang terbentuk sejak sebelum lahir. Seperti kalau perempuan itu lemah-lembut, pasif, emosional, cerewet, tidak mandiri atau tergantung, sedangkan laki-laki itu perkara, aktif, agresif, rasional dan tegas. Selanjutnya, akibat dari stereotipe dan sub-ordinasi maka perempuan tidak jarang mempunyai multi-peran yaitu peran reproduktif yaitu melahirkan, menyusui, mengasuh anak, mengurus rumah dan keluarga; peran produktif yaitu bekerja mencari uang serta peran sosial seperti terlibat dalam kegiatan kemasyarakatan misalkan mengurus Posyandu, PKK, pengajian dan lain-lain. Selain dari pada itu, pekerjaan dan kegiatan perempuan kurang dihargai atau tidak dianggap sebagai pekerjaan hal ini disebabkan karena keyakinan tentang karakteristik perempuan yang cenderung merendahkan. Seperti peran sebagai ibu rumah tangga sering

diucapkan atau dikatakan dengan kalimat Cuma ibu rumah tangga atau perempuan bekerja membantu suami, padahal tugas seorang ibu rumah tangga sangatlah berat dan sulit diukur dengan waktu, sementara perempuan bekerja tidak jarang dialah yang menjadi pencari nafkah utama dalam keluarga. Perempuan dituntut untuk melakukan berbagai kewajiban, namun pemenuhan hakhaknya sering dilupaka. Dengan kondisi demikian, perempuan lebih mudah mengalami ketidakadilan, menjadi sasaran kesewenang-wenangan dan rentan mengalami kekerasan. Ada beberapa bentuk kekerasan terutama terhadap perempuan dan anak yang dapat dikelompokan ke dalam 5 kategori sebagai berikut (Kristi Poerwandi dan Ester Lianawati:2010): 1. Perlakuan salah (abuse) yang dapat mencederai secara fisik, mental psikis, dan seksual melalui pemukulan, pernyataan/ucapan, paksaan hubungan seksual dan sebagainya. 2. Tindak eksploitasi (exploitation) dilakukan untuk memperoleh keuntungan mated, ekonomi dan kepuasan sendiri seperti perdagangan anak, pelacuran, pengemis dan sebagainya. 3. Penelantaran (nglected) dilakukan dalan bentuk pengabaian (melalaikan) pemenuhan kebutuhan sosial ekonomi dasar sehingga menyebabkan kemiskinan dan kemelaratan yang tiada henti. 4. Perbedaan perlakuan (discrimination) dengan memberikan perhatian dan kasih sayang yang berbeda terhadap anak, isteri dengan orang tua dan sebagainya. 5. Pengabaian kondisi berbahaya (emergency condition) dengan membiarkan anak dan perempuan di wilayah konflik, di pengungsian, menggunakan zat kimia dan dalam keadaan bahaya lainnya.

C. Multi kekerasan dalam KDRT Kekerasan yang dilakukan dalam lingkup rumah tangga pada umumnya bukanlah kekerasan tunggal, artinya koban akan mengalami beberapa macam kekerasan dalam waktu yang hampir bersamaan (beruntun). Misalnya apabila seseorang mengalami kekerasan fisik biasanya juga diikuti oleh kekerasan psikis, contohnya sebelum dipukul/ditampar/dijambak/didorong/ditendang, korban sebelumnya sudah diancam, dihina dan bahkan diikuti pula dengan kekerasan ekonomi (tidak diberi uang belanja atau dirampas uangnya) atau penelantaran rumah tangga; korban kekerasan seksual, juga mengalami kekerasan psikis dan kekerasan fisik bahkan juga kekerasan ekonomi (penelantaran rumah tangga). Pada umumnya yang menjadi korban KDRT adalah perempuan (isteri). Tapi bukan berarti laki-laki tidak menjadi korban KDRT, walaupun jumlahnya yang dilaporkan/tercatat relatif tidak banyak. Hal ini terjadi karena laki-laki korban kekerasan (KDRT) akan menjadi olok-olok temannya seandainya korban menceritakan kepada temannya bahkan di cap sebagai suami takut isteri. Umumnya perempuan (isteri) melakukan kekerasan psikis dengan cara mendiamkan (tidak mau diajak bicara) dalam waktu yang cukup lama (beberapa hari), bicara kasar, menghina bahkan mendominasi setiap keputusan. Anak-anak laki-laki dan perempuan juga rentan mengalami kekerasan. Pembantu rumah tangga atau orang-orang yang ikut tinggal menetap (adik dan keponakan) juga kelompok yang rentan menjadi korban kekerasan. Kondisi ini tidak lain karen korban pada umumnya berada dalam posisi inferior. Laki-laki ditempatkan dalam posisi superior oleh budaya, adat, agama dan dikuatkan oleh undang-undang (Undang-undang Perkawinan). Penafsiran yang kurang tepat terhadap kondisi ini menyebabkan laki-laki bertindak sewenang-wenang bahkan melakukan kekerasan karena tidak paham secara benar dengan apa yang ada dalam ajaran agama, budaya, adat dan undang-undang.

Agama Budaya Kekerasan Adat Undang-undang Superior inferior D. Kesimpulan Kerasan dalam rumah tangga adalah kekerasan berbasis gender terjadi karena relasi yang tidak seimbang yaitu ada pihak yang diposisikan sebagai superior dan pihak lain diposisikan sebagai pihak inferior. Pada umumnya yang dikonotasikan sebagai superior adalah laki-laki hal ini terjadi karena latar belakang adat, budaya dan agama yang melatar belakang yang ada dalam masyarakatnya. Ketimpangan relasi mengakibatkan timbulnya kekerasan ini terjadinya dapat dikarenakan penafsiran yang kurang tepat dari pembagian peran yang ada dalam budaya, adat, agama dan hukum.

Daftar Pustaka Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan RI. Keluarga sebagai Wahana Membangun Masyarakat tanpa Kekerasan (bahan ajar/buku sumber PKTP-KDRT bagi fasilitator kabupaten/kota). Jakarta: 2008. Kristi Poerwandari dan Ester Lianawati. Petunjuk Penjabaran Kekerasan Psikis untuk menindaklanjuti laporan kasus KDRT. Buku saku. Program Studi Kajian Wanita Programpascasarjana Univeritas Indonesia. Jakarta: 2010. Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Undang-undang No. 39 Tahun1999 tentang Hak Asasi Manusia. Undang-undang No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. KDRT; Manifestasi Kekerasan Berbasis Gender